KLASIFIKASI Dr. Khairul P. Surbakti, SpS 10. Dr. Cut Aria Arina, SpS

Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup orang Indonesia, terdapat tendensi peningkatan kasus stroke pada masa yang akan datang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Sedangkan prevalensi stroke pada tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk Sjahrir, 2003. Penelitian oleh Machfoed di beberapa Rumah Sakit di Surabaya diperoleh bahwa dari 1397 pasien yang didiagnosa stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001 71,73 pasien adalah stroke iskemik dan 396 28,27 adalah stroke hemoragik. Umur rata- rata pasien stroke adalah 76,32 tahun dan umur rata-rata pasien stroke iskemik adalah 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik Machfoed, 2003. Penelitian yang bersekala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit hospital based study . Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,2 dan diatas usia 65 tahun 33,5 Misbach, 2007.

II.3. KLASIFIKASI

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama Misbach, 1999 I. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1. Stroke Iskemik a. Transient Ischemic Attack TIA b. Trombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008. a. Transient Ischemic Attack TIA b. Stroke in evolution c. Completed Stroke III. Berdasarkan sistim pembuluh darah 1. Sistim karotis 2. Sistim vertebrobasiler IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu Soertidewi, 2007: 1. Partial Anterior Ciculation Infark PACI 2. Total Anterior Circulation Infark TACI 3. Lacunar Infarct LACI 4. Posterior Circulation Infark POCI Tabel-1. Clinical features, anatomy, pathology, aetiology and prognosis of the four clinical stroke syndromes. Total Anterior Circulation Syndrome TACS Partial Anterior Circulation Syndrome PACS Lacunar Syndrome LACS Posterior Circulation Syndrome POCS Clinical Features 1. Hemiparesis and Hemisensory loss and 2. Homonymous hemianopia and 3. Cortical dysfunction dysphasia or visu al-spatial-perceptu al dysfunction Any two of the three features of TACS e.g. 1 and 2, 2 and 3, 1 and 3, or 2 alone, 3 alone Hemiparesis or Hemisensory loss or Hemisensorymotor loss or Ataxic hemiparesis No hemianopia or cortical dysfuction Brainstem symtoms and signs e.g. diplopia, vertigo, dysphagia, ataxia, bilateral limb defect, hemianopia or cortical blindness Anatomy Fronto-temporal-pari etal lobes or tha lamusinternal cap sule occipital lobe Lobar Small deep lesion in corona radiata, inter nal capsule, thala mus or ventral pons Brainstem andor cerebellum Pathology Infarction 85 or haemorrhage 15 Infarction 85 or haemorrhage 15 Infarction 95-98 or haemorrhage 2-5 Infarction 85 or haemorrhage 15 Aetiology Infarction: occlusion of ipsilateral ICA or MCA, and occasio nally PCA; by embo lism from heart, aor tic arch or vertebro basilar arteries, or in- situ thrombisis Haemorrhage: any of possible causes Infarction: occlusion of branch of MCA or PCA; by embolism from heart, aortic Haemorrhage: any of possible causes Infarction: usually lipohyalinosis, micro atheroma or “complex” disease fibrinoid necrosis of small penetrating artery. Rarely arteritis or embolism Haemorrhage: any of possible causes Infarction: occlusion of VBA, or PCA, or branches; by insitu thrombosis or embolism from from heart, aortic arch or VBA Haemorrhage: any of possible causes Recurrence rates Low High in first 3 months Low but steady over 12 months High first 2 months and steady over 12 months Prognosis at 1 year Poor Fair Fair Fair Dead at 1 year 60 15 10 20 Dependent at 1 year 35 30 30 20 Independent at 1 year 5 55 60 60 ICA, Internal Carotis Artery; MCA, Middle Cerebral Artery; PCA, Posterior Cerebral Artery; VBA, Vertebral- Basiler Artery Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008. darah, etiologi dan prognosis stroke. Kira-kira 1 pasien stroke tidak cocok dengan salah satu sindrom ini Hankey dan Lees, 2001. Diabetes bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi sekelompok gangguan yang heterogen yang berhubungan satu dengan yang lainnya hanya karena manifestasi primer mereka yaitu hiperglikemia dan komplikasi vaskuler yang dihasilkannya. Pada masa yang lalu, ketika pengertian dasar mekanisme patofisiologi masih kurang jelas, klasifikasi diabetes didasarkan pada kelompok umur yang terkena atau pada paradigma pengobatan konvensional. Contohnya, diagnosa diabetes mellitus tipe 1 yang ada saat ini adalah “ juvenile-onset diabetes mellitus JODM” atau “ insulin-dependent diabetes mellitus IDDM” , sementara diabetes mellitus tipe 2 adalah “ adult-onset diabetes mellitus AODM” atau “ non-insulin-dependent diabetes mellitus NIDDM” Inzucchi, 2005. Diabetes tipe 1 mencakup sebagian besar pasien-paien dengan destruksi sel beta islet pankreas dan cenderung menjadi ketoasidosis. Bentuk ini termasuk pasien-pasien dimana destruksi sel beta disebabkan oleh proses autoimun dan pasien-pasien yang tidak diketahui etiologinya. Dalam hal ini tidak termasuk destruksi sel beta atau kegagalan oleh penyebab nonautoimun spesifik cystic fibrosis . Sementara kebanyakan diabetes tipe 1 ditandai dengan adanya autoantibodi yang merupakan identifikasi proses autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta walaupun pada beberapa subjek dapat dijumpai tidak ada bukti proses autoimun; kasus ini diklasifikasikan sebagai diabetes mellitus tipe 1 idiopatik. Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk diabetes yang paling sering dan disebabkan oleh resistensi insulin dengan gangguan sekresi insulin. Walaupun penyebab pasti resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin belum sepenuhnya diketahui, keduanya dapat ditentukan secara genetik dan kerusakan sel beta tidak disebabkan oleh proses autoimun Naik dkk, 2005. Diagnosa diabetes pada awalnya adalah berdasarkan pada gejala-gejala yang disebabkan oleh hiperglikemia, tetapi selama dekade terakhir banyak penekanan yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi diabetes dan bentuk lain abnormalitas glukosa pada subjek yang asimptomatik. Diabetes mellitus berhubungan dengan berkembangnya kerusakan organ jangka panjang yang spesifik komplikasi diabetes ternasuk retinopathy yang berpotensi untuk buta, Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008. pada kaki, amputasi, dan Charcot joints dan disfungsi otonom seperti gangguan seksual. Pasien- pasien diabetes merupakan resiko tinggi untuk penyakit kadiovaskuler, cerebrovaskuler, dan arteri perifer. Sejak penyatuan pertama klasifikasi diabetes oleh the National Diabetes Data Group pada tahun 1979 dan the World Health Organization WHO pada tahun 1980, beberapa modifikasi telah diperkenalkan oleh WHO dan the American Diabetes Association ADA Tabel 2 Ryden dkk, 2007 Tabel-2. Kriteria klasifikasi glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA Dikutip dari: Ryden, L., Standl, E., Bartnik, M., Van den Barghe, G., Beteridge, J., de Boer, M., et al. 2007. Guideline on Diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular disease. Eropean Heart Journal Supplement 9:3 – 74 . Sementara itu American College of EndocrinologyAmerican Association of Clincal Endocrinologists ACEAACE mendukung kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus dan Gestasional Diabetes Mellitus GDM seperti yang ditetapkan oleh WHO yang terlihat pada tabel 3 dan mendukung kriteria diagnostik untuk prediabetes mellitus seperti yang ditetapkan oleh ADA seperti yang terlihat pada tabel 4 serta klasifikasi diabetes mellitus seperti yang terlihat pada tabel 5 Rodbard dkk, 2007. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008. Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13Suppl 1:1 – 68. Tabel-4. Kriteria diagnostik prediabetes Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13Suppl 1:1 – 68. Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008. Dikutip dari:Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13Suppl 1:1 – 68. American Diabetes Association ADA dan World Health Organization WHO merekomendasikan penggunaan pemeriksaan gula darah puasa whole blood atau plasma dengan atau tanpa pemeriksaan 2 jam setelah pemberian glukosa oral 75 gr untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Bagaimanapun juga, kriteria ini menganggap bahwa tes dilakukan ketika individu dalam keadaan baik dan secara klinis stabil. Respon stres katabolik terhadap stroke akan meningkatkan konsentrasi gula darah sehingga membuat penggunaan glukosa plasma [dan oleh sebab itu penggunaan oral glucose tolerance test OGTT dan intravenous glucose tolerance test ] tidak dapat dipercaya untuk mendiagnosa diabetes mellitus dan impaired glucose tolerance IGT dalam situasi klinis seperti ini. Sehingga pasien-pasien yang dirawat dengan stroke akut biasanya Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008. sampai lewat fase akut jika diduga hasil pengukuran glukosa plasma puasa yang meningkat tersebut disebabkan oleh stres karena penyakit akut Bravata dkk, 2003; Gray dkk, 2004. Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa hiperglikemia setelah stroke akut berhubungan dengan outcome yang buruk termasuk meningkatnya mortalitas setelah stroke. Walaupun demikian belum ada batas nilai glukosa yang spesifik yang ditetapkan untuk menentukan hiperglikemia demikian juga batas nilai yang digunakan secara konsisten pada penelitian sebelumnya. American Diabetes Association tidak menetapkan nilai glukosa spesifik untuk keadaan hiperglikemia, tetapi telah menetapkan keadaan normal sebagai konsentrasi glukosa puasa 110 mgdl 6,1 mmoll, atau pengukuran glukosa 140 mgdl 7,8 mmoll selama 2 jam oral glucose tolerance test . American Diabetes Association juga telah menetapkan diabetes sebagai glukosa puasa ≥ 126 mgdl 7 mmoll, atau pengukuran glukosa ≥ 200 mgdl 11,1 mmoll selama 2 jam oral glucose tolerance test , atau setiap pengukuran glukosa ≥ 200 mgdl 11,1 mmoll dengan gejala-gejala diabetes Bravata dkk, 2003.

II.4. Faktor Resiko