Tindak Pidana Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Dalam ayat di atas terlihat jelas bahwa Allah SWT melarang hambanya melakukan kerusakan di muka bumi. Tindakan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jinayah apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Sebagaimana telah dibahas di
atas, dalam hukum Islam terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi apabila perbuatan seseorang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Yang pertama adalah
adanya nash yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu dan ada ancaman hukuman bagi pelakunya. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa banyak
nash yang terdapat di dalam al-Qur’an maupun Hadits yang melarang manusia
untuk merusak lingkungan hidup. Yang kedua adanya perbuatan yang berbentuk jarimah, yang dalam hal ini adalah
perbuatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ketiga adalah adanya pelaku tindak pidana tersebut, yakni orang yang mukallaf
cakap hukum, yaitu orang yang dimintai pertanggungan jawabnya. Dalam hal ini, apabila pelaku perusakan lingkungan hidup adalah orang yang memiliki status
mukallaf, maka orang tersebut dapat dituntut atas kejahatan yang telah diperbuatnya. Perbuatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana jinayah karena telah mengandung ketiga unsur yang disebutkan di atas. Tanpa ketiga unsur tersebut, maka perbuatan pencemaran dan
perusakan lingkunan hidup tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jinayah.
Mengenai sanksi, ketentuan sanksi atau hukuman bagi pelaku perusakan lingkungan hidup dalam syari’at Islam tidak disebutkan secara jelas atau tidak
terdapat ketentuan hadnya. Dengan demikian penulis melihat bahwa tindak pidana perusakan lingkungan hidup termasuk dalam kategori tindak pidana jarimah takzir,
karena perbuatan tersebut sangat jelas dilarang oleh syara’, akan tetapi tidak ditentukan sanksinya dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Syara’ tidak menentukan macam-macamnya hukuman utuk tiap-tiap jarimah takzir, akan tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-
ringannya seperti nasihat, ancaman sampai yang seberat-beratnya.
1
Adapun selanjutnya, penerapan dan penentuan sanksi untuk tindak pidana perusakan
lingkungan hidup diserahkan sepenuhnya kepada penguasa ulil amri, dalam hal ini adalah hakim dengan ijtihadnya diberi kebebasan untuk menentukan hukuman yang
sesuai dengan macam jarimah takzir serta keadaan si pelakunya juga. Namun, pelimpahan wewenang kepada penguasa tersebut tidaklah mutlak,
melainkan dibatasi oleh kewajiban penguasa untuk memperhatikan ketentuan- ketentuan dalam menetapkan hukuman tersebut, ketentuan-ketentuan tersebut adalah:
1. Tujuan penetapan hukum itu adalah menjaga dan memelihara kepentingan umat Islam, bukan menurut kehendak hawa nafsunya;
2. Hukuman yang ditetapkan itu benar-benar efektif dalam menghadapi tindakan maksiat serta merendahkan martabat manusia;
1
Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 8
3. Hukuman tersebut sesuai dengan jarimahnya sehingga hukuman tersebut dirasakan
adil; 4. Hukuman tersebut berlaku umum tanpa mebeda-bedakan orang, sesuai dengan
prinsip persamaan antara sesama manusia.
2
Dari beberapa hal yang telah dijelaskan di atas, penulis melihat bahwa sanksi takzir terhadap tindak pidana perusakan lingkungan hidup diserahkan kepada hakim.
Dan hakim harus jeli dalam menentukan hukuman yang akan diberikan sesuai dengan akibat yang telah ditimbulkan oleh pelaku perusakan lingkungan tersebut. Apabila
perbuatan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, maka kiranya hukuman yang pantas diberikan adalah hukuman mati, jika perbuatan tersebut
mengakibatkan seseorang luka, maka hukumannya adalah jarimah pelukaan.