Sanki pidana terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

(1)

`SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT HUKUM ISLAM DAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Ahmad Faqih Syarafaddin NIM: 107043200127

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT HUKUM ISLAM DAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy) Oleh:

Ahmad Faqih Syarafaddin

NIM: 107043200127

Di Bawah Bimbingan

Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA

NIP: 196912011999031003

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H / 2011 M


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009, telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Jakarta,14 Desember 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag (... ..) NIP. 196511191998031002

Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si (... ..) NIP. 197412132003121002

Pembimbing I : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA (... ..) NIP. 196912011999031003

Penguji I : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA (... ..) NIP. 195703121985031003

Penguji II : Dr. Djawahir Jejazziey, SH., MA (... ... ..) NIP. 195510151979031002


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Desember 2011


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Sang kreator Alam Semesta, yang telah memperlihatkan kepada kita rambu-rambu Dien al-Haq dan menurunkan kitab alQur’an yang menjelaskan dan mensyariatkan hukum-hukum kepada kita. Karena atas rahmat serta ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah ke haribaan junjungan alam Baginda Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Mudah-mudahan kita termasuk golongan pengikutnya yang mendapatkan syafaat di yaumil mahsyar kelak. Amiin.

Penulis pun merasa berhutang sekali kepada semua pihak yang selama ini telah membantu baik secara langsung maupun dorongan moral yang tak ternilai harganya dengan sesuatu apapun dan sampai kapan pun. Semoga suatu saat nanti penulis dapat membalasnya dengan sesuatu yang pantas. Sehingga rasa terima kasih penulis sampaikan pada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;


(6)

2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag., sebagai Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si., sebagai Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum; 3. Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA., selaku Dosen Pembimbing yang

telah meluangkan waktunya selama penulis menyelesaikan skrispsi. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, keramahan hati, dan nasihat-nasihat berharga yang telah bapak berikan;

4. Bapak Dr. Fachruddin Majeri Mangunjaya, M.Si, selaku Tokoh Lingkungan Hidup dan Religion and Conservation Initiative Conservation International Indonesia yang telah mentransfer ilmunya kepada penulis melalui proses wawancara;

5. Pimpinan beserta seluruh staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dan Perpustakaan Umum Jakarta Selatan, yang telah memberikan fasilitas dan referensi buku kepada penulis untuk mengadakan studi perpustakaan;

6. Keluargaku tercinta, Bapak H. Abdul Ghofur dan Ibu Hj. Laila Anisah yang tak pernah berhenti mendo’akanku. Kakak-kakakku, A kasyfi, Mbak Clara, A Dharief, Mbak Barir, dan keponakanku Ibanez Ajda Abdurrahman. Terima kasih yang tak terhingga atas do’a, kasih sayang, dan dukungan dari kalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada kalian semua;


(7)

7. Guru-guruku, Abah KH. E. Fachruddin Masthuro, Drs. KH. Abdul Aziz Masthuro, KH. Iyan Tibyani (Alm), Drs. KH. Oman Komaruddin, M. Ag, H. Sholahuddin, M. Ag, Drs. R. Dedi Supriatna, M. Ag. Serta seluruh dewan guru di SDN Setia Darma 03, MI El-Nur El-Kasysyaf, MTs dan MA Al- Masthuriyah Sukabumi yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu namun tak mengurangi rasa ta’zim penulis. Terima kasih atas ilmu yang kalian berikan, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dalam mengukir masa depan; 8. Sahabat-sahabatku di Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum angkatan 2007,

khususnya Keluarga Besar PH Ceria 07. I feel like the luckiest person in the world, because i can through the incredible four years lifetime with the gorgeous people like you all;

9. Keluarga Bapak Muhammad Nuh dan teman-teman KKN Crew21 2010. Terima kasih karena telah membawaku ke dalam satu bulan yang indah. Semoga tali silaturrahim di antara kita takkan pernah putus sampai kapanpun; 10. Sohib-sohibku di kost JW Marriott, Ahmad Fudhoily, S. Psi., Fadil, Bos

Dendi, Hajir, Dagol “Hasbi”, Ignazio Nurhalim. Juga teman-teman di

Keluarga Alumni Al-Masthuriyah kom. UIN Jakarta, Ardi, Zikril, Adze, Rumpin, Ribop, kita harus selalu menjaga arti dari sebuah persahabatan ini. Serta seorang wanita bernama Sinta Hamidatus Saidah, yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, saya tidak akan melupakan jasamu. Semoga Allah senantiasa melindungimu.


(8)

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, penulis haturkan beribu-ribu terima kasih dan semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan.

Robbanaa laa tuzigh quluubana ba’da idzhadaitanaa wahablanaa minladunka rahmatan innaka antaal-wahhaab. Amiin.

Jakarta, 13 Shafar 1433 H 7 Januari 2012 M

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ...i

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN ... ...1

A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 9

D. Review Studi Terdahulu ... 10

E. Metode Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LINGKUNGAN HIDUP ... ... 16

A. Pengertian Lingkungan Hidup ... 16

B. Lingkungan Hidup Menurut Konsepsi Islam ... ... 20

C. Unsur-Unsur Lingkungan Hidup ... ... 26

D. Fungsi Lingkungan Hidup ... ... 27

E. Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup ... 29

1. Pengertian Tentang Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup ... 29

2. Macam-Macam Pencemaran Lingkungan Hidup ... 32 v


(10)

BAB III SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF ... 35

A. Klasifikasi Tindak Pidana Dalam Hukum Pidana Islam ... ... 35

1. Pengertian Tindak Pidana ... 35

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 37

3. Pengertian Sanksi Pidana ... ... 38

4. Macam-Macam Sanksi Pidana ... 38

B. Klasifikasi Tindak Pidana Dalam Hukum Pidana Positif ... ... 55

1. Pengertian Tindak Pidana... 55

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 56

3. Pengertian Sanksi Pidana ... ... 58

4. Macam-Macam Sanksi Pidana ... 60

BAB IV TINDAK PIDANA PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 ...66

A. Tindak Pidana Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam ...66

B. Tindak Pidana Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ...69

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup ...78


(11)

D. Analisis Hukum Islam Terhadap Pencemaran dan Perusakan

Lingkungan Hidup ... ... 83

BAB V PENUTUP ... ... 94

A. Kesimpulan ... ... 94

B. Saran ... ... 95

DAFTAR PUSTAKA ………. 98 LAMPIRAN


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1,9 juta mil persegi.1 Sebagai sebuah negara yang dihuni oleh penduduk yang multi-etnik dan multi-kultural, Indonesia telah menjadi negara yang kaya dengan berbagai nilai sejarah dan sosial budaya yang dapat dijadikan modal bagi pembangunan bangsa.2

Namun, di samping itu semua Indonesia termasuk negara yang rawan bencana bila ditinjau dari letak geografi, kondisi topografi, keadaan iklim, dinamika bumi,

1

Tentang Indonesia, artikel diakses pada 13 April 2011 dari

http://www.indonesia.bg/indonesian/indonesia/index.htm

2

Rusli Wahid, dkk, Untukmu Kami Hadir, (Jakarta: Sekretariat Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial, Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial, 2006), h. 75


(13)

2

faktor demografi dan kondisi sosial ekonomi. Indonesia telah menjelma menjadi negeri bencana. Betapa tidak. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, negeri ini dihajar oleh bencana bertubi-tubi dengan korban ratusan ribu jiwa dan harta benda yang tidak terkira.

Sebagaimana diketahui, secara geologis wilayah Indonesia terletak di dalam jalur lingkaran bencana gempa (ring of fire). Jalur sepanjang 1.200 km dari barat sampai ke timur Indonesia yang merupakan batas-batas tiga lempengan besar dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, akan berpotensi memicu berbagai kejadian alam yang besar. Berada pada pertemuan tiga sistem pegunungan (Alpine Sunda, Circum Pacific, dan Circum Australia), lebih 500 gunung api (128 aktif), negara kepulauan, 2/3 liter air, 5000 sungai besar dan kecil (30% melintasi wilayah padat penduduk), jumlah penduduk yang besar dan tidak merata, keanekaragaman suku, agama, adat, budaya, golongan. Kondisi demikian menyebabkan Indonesia menjadi sangat rawan akan bencana.3

Di dalam Islam, bencana adalah sesuatu yang menimpa atau membinasakan, kemalangan dan kejadian yang tidak diinginkan. Bencana juga lazim disebut dengan musibah. Dua kata itu memiliki makna yang sama.4

3

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana: Respons dan Tindakan Terhadap

Bencana, (Yogyakarta: Medpress, 2010), h. 31

4

Hasan Muafif Ambary, dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), jld. 3, h. 308


(14)

3

Namun, sebelum bencana itu terjadi sudah selayaknya manusia sebagai salah satu penghuni muka bumi ini untuk senantiasa merawat, melestarikan serta menjaga bumi ini dari hal-hal yang negatif yang dapat merusak alam semesta. Paling tidak dapat mengurangi terjadinya bencana yang disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia dan kelalaiannya yang berakibat fatal.5

Berbagai macam bencana alam dapat menyerang kapan saja, menyebabkan kehilangan harta dan nyawa. Gempa bumi, angin puting beliung, banjir, kebakaran hutan, hujan asam, dan gelombang pasang yang umum disebut bencana alam, semuanya akan menyebabkan kerusakan. Namun ada yang perlu direnungkan apakah memang bencana itu datang dari kehendak-Nya? Sebab berbagai bencana itu tidak bisa dilepaskan dari campur tangan manusia yang terus mengeksploitasi alam tanpa pernah mempertimbangkan keseimbangan alam itu sendiri.6

Akhir-akhir ini kerusakan lingkungan merupakan suatu isu global di samping isu demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Di antara isu tersebut kerusakan lingkungan merupakan isu yang paling terkristalisasi. Di Indonesia, tata kehidupan yang berwawasan lingkungan sebenarnya telah diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (selanjutnya penulis akan singkat menjadi UU RI No. 32 Tahun 2009), BAB I Ayat 3 yang berbunyi: Pembangunan yang berkelanjutan yang

5

Agus Mustofa, Menuai Bencana, (Surabaya: PADMA Press, 2005), h. 236. 6 


(15)

4

berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memajukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.7

Lingkungan sebagai sumber daya merupakan aset yang dapat diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang selanjutnya disebut dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa , “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dengan demikian menurut Otto Soemarwoto sebagaimana dikutip oleh Supriyadi, sumber daya mempunyai daya regenerasi dan asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi alam atau permintaan layanan ada di bawah batas daya regenerasi dan asimilasi, sumber daya terbaharui itu dapat digunakan secara lestari. Tetapi apabila batas itu dilampaui, sumber daya itu akan mengalami kerusakan dan fungsi sumber daya itu sebagai faktor produksi dan konsumsi atau sarana pelayanan akan mengalami gangguan.8

Berdasarkan penjelasan di atas dapat terlihat bahwa alam atau lingkungan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia, karena manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan terbentuk juga oleh lingkungan hidupnya.

7

Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Perundangan Tentang Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), h. 130

8


(16)

5

Melihat betapa pentingnya pengaruh lingkungan bagi manusia, maka yang harus dilakukan adalah menjaga dan melestarikan lingkungan untuk kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 Pasal 65 ayat 1 menyebutkan bahwa: “ Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.”

Namun, begitu besarnya kekayaan alam Indonesia terutama sub-sektor kehutanan sudah seharusnya menjadi perhatian kita guna memanfaatkan dan melestarikannya. Terlebih ini harus diperhatikan dengan serius oleh para pemegang kebijakan negeri ini. Berbagai kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, penebangan kayu ilegal, dan penjarahan kekayaan alam lainnya yang terjadi telah mengakibat berbagai kerusakan dan bencana. Bahkan membawa kerugian yang besar bagi Indonesia, di mana diperkirakan kerugian mencapai ratusan juta bahkan milyaran rupiah.

Penjarahan kekayaan alam terutama di sub-sektor kehutanan dengan maraknya penebangan kayu ilegal memang tidak terlepas dari aktivitas produksi perusahaan- perusahaan besar swasta. Dan bahkan diperkirakan 70-75% dari kayu ditebang secara illegal. Menurut WWF, penebangan kayu ilegal di Indonesia dimotori oleh beberapa faktor: Kapasitas perusahaan pemotongan kayu di Indonesia dan Malaysia yang berlebihan. Keduanya memiliki fasilitas untuk mengolah kayu dalam jumlah besar walau produksi kayu sendiri telah menurun sejak masa-masa tenang di tahun 1990an. WWF melaporkan bahwa kedua negara tersebut memiliki kemampuan untuk mengolah 58,2 juta meter kubik kayu setiap tahunnya, sedangkan produksi hutan


(17)

6

secara legal hanya mampu mensuplai sekitar 25,4 juta meter kubik. Sisa kapasitasnya digunakan oleh kayu yang ditebang secara illegal.9

Persoalan lingkungan di masa yang akan datang akan semakin berat dan bersifat kompleks, sehingga semakin terbuka demi sistem pendidikan formal maupun informal yang telah mencoba memperkenalkan segi-segi perlindungan lingkungan. Banyak bidang ilmu yang mengkaji tentang lingkungan, tetapi meihat dari sudut pandang tertentu. Lingkungan dan permasalahannya pada akhirnya telah mempunyai spesialisasi ilmu sendiri.

Sayangnya manusia tidak pernah jera dan mau mengambil pelajaran di balik bencana alam yang terjadi. Mereka bebal dan buta tuli terhadap tanda-tanda yang dihadirkan oleh alam sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap perilaku manusia yang rakus dan serakah dalam mengesploitasi alam. Sepertinya syair Ebiet G.Ade “mungkin alam sudah enggan bersahabat dengan kita” semakin menunjukkan kebenaran faktualnya. Bahkan bukan lagi sekedar ’mungkin‘ tapi sudah benar-benar benci dan marah terhadap prilaku dekonstruktif manusia terhadap alam sekitarnya. Buktinya hampir tiap hari bencana alam akrab mengancam hidup manusia.10

Melihat kepada fakta tersebut di mana perusakan lingkungan hidup sudah merajalela sehingga bencana datang silih berganti, jelas-jelas itu sangat bertentangan

9

Harwiyaddin Kama,Eksploitasi Atas Kekayaan Alam Indonesia, artikel diakses pada 20 Juni 2011 dari http://bumianoa.wordpress.com/2010/06/07/eksploitasi-atas-kekayaan-alam-indonesia/

10

Gunawan Adnan, Fiqih Lingkungan, artikel diakses pada 20 Juni 2011 dari http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/fiqih-lingkungan/


(18)

7

dengan kewajiban kita sebagai khalifah di muka bumi untuk menjaga dan merawat lingkungan di sekitar kita. Di sinilah pemerintah sangat berperan dalam menciptakan sebuah lingkungan yang jauh dari permasalahan dan dampak yang sangat mengkhawatirkan.

Indonesia sebagai negara yang di dalamnya marak akan perbuatan eksploitasi alam secara illegal, masih banyak terdapat masyarakatnya yang belum mengetahui bagaimana sanksi pidana yang diterapkan Pemerintah di dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dalam hukum Islam kepada para pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tersebut. Meski pada kenyataannya mayoritas warga negara Indonesia adalah beragama Islam. Oleh karena itu ada baiknya perspektif hukum Islam mengenai pemberian sanksi pidana kepada pelaku perusakan ligkungan hidup dimasukkan dalam pembahasan ini sebagai perbandingan.

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian dan mengangkatnya menjadi sebuah skripsi yang berjudul: “SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009”


(19)

8

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Permasalah pencemaran dan perusakan lingkungan hidup merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian yang sangat serius, karena masalah ini hampir setiap hari menjadi topik pembicaraan masyarakat. Berita mengenai masalah pencemaran atau perusakan lingkungan hidup pun hampir setiap harinya menghiasi media, baik media massa maupun media elektronik.

Guna memudahkan pembatasan masalah dan fokus masalah dalam kajian skripsi ini, penulis akan membatasi masalah dan merumuskan permasalahan. Pembatasan permasalahan merupakan poin yang penting untuk menghindari dari meluasnya obyek kajian, sedangkan perumusan masalah bertujuan untuk mengarahkan alur bahasan dan menjawab berbagai permaslahan sebagai suatu substansi dari skripsi.

Berdasarkan atas pemaparan latar belakang skripsi ini, penulis membatasi permasalahan pada sanksi pidana yang diterapakan kepada pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dan kemudian ditelaah secara komparatif menurut hukum Islam.

Dari pembatasan masalah di atas, secara lebih terperinci perumusan masalah dalam skripsi ini lebih memfokuskan pada beberapa pembahasan sebagai berikut:

1. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam hukum Islam dan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009?

2. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup?


(20)

9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berkut:

1. Untuk mengetahui sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009;

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai aspirasi penulis kepada Pemerintah dan Lembaga yang berwenang untuk semakin baik dan adil dalam melaksanakannya. Manfaat praktis bagi penulis, pembaca, serta masyarakat pada umumnya adalah untuk mengetahui sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam sistem hukum pidana Islam dan UndangUndang nomor 32 Tahun 2009.

Secara akademis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi para akademisi Fakultas Syariah dan Hukum pada umumnya dan bagi Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum pada khususnya, sebagai tambahan referensi tentang studi komparatif mengenai sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam hukum Islam maupun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.


(21)

10

D. Review Studi Terdahulu

Sejauh penelitian mengenai topik yang membahas masalah lingkungan hidup baik mengenai konsep, ketentuan-ketentuan, status maupun masalah lain yang berkaitan dengan perusakan lingkungan hidup, baik yang mengkaji secara spesifik masalah tersebut maupun yang menyinggung secara umum. Penulispun melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu sebelum menentukan judul skripsi, di antaranya sebagai berikut:

Penulis : Dana Supriana

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Tahun : 2008

Judul : ISLAM TENTANG LINGKUNGAN SEBUAH KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

Dalam skripsi ini dipaparkan bagaimana peranan Pendidikan agama Islam dalam menyikapi lingkungan yang ada di sekitar kita. Pada skripsi ini pula diuraikan mengenai masalah sikap tanggungjawab dan kewajiban kaum muslimin dalam menangani permasalahan lingkungan. Perbedaan dengan skripsi penulis adalah, skripsi yang ditulis oleh Dana Supriana fokus kepada pendidikan agama Islam yang berbasis lingkungan di mana dalam skripsi itu hanya terpaku di dalam dunia pendidikan. Di dalam skripsi yang ditulis oleh Dana Supriana tidak menitikberatkan kepada eksistensi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam menerapkan sanksi kepada pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, di dalam skripsi ini pula


(22)

11

tidak dicantumkan sksistensi hukum Islam dalam pemberian sanksi terhadap pelaku perusakan lingkungan hidup. Selanjutnya:

Penulis : Helmi Maulana Fakultas : Syariah dan Hukum

Tahun : 2008

Judul : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2008 DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEHUTANAN DAN KONSEPSI PERLINDUNGAN ALAM DALAM ISLAM.

Persamaan dalam skripsi yang ditulis Helmi Maulana adalah sama-sama membahas tentang perlindungan terhadap alam atau lingkungan hidup. Di antaranya adalah membahas tentang konsepsi perlindungan alam dalam Islam. Namun yang menjadi perbedaan dari skripsi penulis adalah di mana dalam skripsi yang ditulis oleh Helmi Maulana dicantumkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan. Sedangkan di dalam skripsi penulis lebih berkutat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang lebih jauh akan membahas mengenai sanksi yang diterapkan kepada pelaku perusakan lingkungan hidup dalam Undang-Undang tersebut dan dalam hukum Islam.

Dari beberapa kajian yang disebutkan di atas, terlihat bahwa masing-masing hanya membahas mengenai lingkungan menjadi suatu objek tertentu. Akan tetapi,


(23)

12

belum terdapat suatu kajian perbandingan yang spesifik mengenai pemberian sanksi kepada pelaku perusakan lingkungan hidup dalam sistem hukum Islam dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang merupakan perbedaan spesifik

dibanding karya tulis yang telah ada.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian dengan cara

mengumpulkan data-data yang berasal dari berbagai macam literatur buku, artikel, makalah, majalah, koran serta bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diangkat.

2. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan, yaitu dengan membaca berbagai macam literatur yang relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini yang meliputi semua referensi yang terdapat dalam bentuk buku dan sejenisnya yaitu karangan, laporan penelitian, mata pelajaran, majalah, brosur, surat kabar dll.11 Selain itu penulis juga mengumpulkan data melalui teknik wawancara dengan tokoh/aktivis lingkungan hidup guna menggali prinsipprinsip mendasar yang terbaru dan telah berkembang untuk diteliti.

11

Jaenal Aripin, Metode Dan Teknik Pengumpulan Data, Makalah disampaikan pada Pelatihan Metodologi Penelitian Mahasiswa FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 30 Oktober 2009, h. 1


(24)

13

3. Sumber Data

a. Sumber data primer, sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.12 Dan yang menjadi sumber data primer dalam penulisan skripsi ini yaitu buku-buku yang berkaitan dengan bahan penelitian antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan buku-buku lain yang berkaitan dengan bahasan penulisan.

b. Sumber data sekunder, sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.13 Dan sumber data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu artikel- artikel dan makalah-makalah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode dengan menganalisis dan menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas hingga menemukan jawaban yang diharapkan. Maka hasil kajian kepustakaan dan wawancara akan dianalisis secara deskriptif setelah melalui proses editing

12

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. Ke-2, h. 225

13


(25)

14

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dah Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Agar lebih mendapatkan gambaran yang menyeluruh, skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I Berisikan pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Alasan-alasan sub- sub bab tersebut diletakkan pada bab 1 adalah untuk lebih mengetahui alasan pokok mengapa penulisan ini dilakukan dan untuk lebih mengetahui batasan dan metode yang dilakukan sehingga maksud dari penulisan ini dapat dipahami.

Bab II Tinjauan umum atau landasan teori mengenai lingkungan hidup, yang dibagi dalam beberapa sub, yakni: Pengertian Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup Menurut Konsepsi Islam, Unsur-Unsur Lingkungan Hidup, Fungsi Lingkungan Hidup, serta Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Bab III Membahas mengenai sanksi pidana dalam perspektif hukum Islam dan

hukum positif yang dibagi dalam dua sub bab, yaitu: Klasifikasi tindak pidana dalam hukum Islam dan Klasifikasi tindak pidana dalam hukum


(26)

15

positif. Yang masing-masing terdiri dari pembahasan Pengertian Tindak Pidana, Unsur-Unsur Tindak Pidana, Pengertian Sanksi Pidana, dan Macammacam Sanksi Pidana.

Bab IVMembahas mengenai tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dalam hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang dibagi ke dalam empat sub bab, yaitu Tindak Pidana Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam, Tindak Pidana Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, Analisis Hukum Islam Terhadap Pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup.

Bab V Merupakan bab terakhir yang menjadi penutup dengan berisikan kesimpulan dan saran-saran. Bab ini bertujuan untuk memberikan kesimpulan dari bab- bab sebelumnya mengenai apa dan bagaimana isi pokok bahasan tersebut dan selanjutnya memberikan saran mengenai isi dari penulisan ini.


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian Lingkungan Hidup

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kita berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar.1

Lingkungan hidup terdiri dari dua kata, yakni: Lingkungan dan Hidup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lingkungan berarti daerah, golongan; kalangan, dan semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan.2 Sedangkan hidup berarti masih terus ada, bergerak dan bekerja sebagaimana mestinya.3 Jika kedua kata

1

Afandi Kusuma, Pengeritan, Kerusakan Lingkungan, Dan Pelestarian, artikel diakses pada Selasa 12 Juli 2011 dari http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan- lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2007), Cet. Ke-4, h. 675

3 

Ibid., h. 400


(28)

17

tersebut digabungkan, maka lingkungan hidup berarti daerah atau tempat di mana makhluk hidup untuk bertahan dan bergerak sebagaimana mestinya.

Beberapa pakar lingkungan tidak membedakan secara tegas antara pengertian lingkungan dengan “lingkungan hidup”, baik dalam pengertian sehari-hari maupun dalam forum ilmiah. Namun yang secara umum digunakan adalah bahwa istilah “lingkungan” lebih luas daripada ‘lingkungan hidup.” Istilah lingkungan hidup dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu, atau dalam bahasa Perancis disebut dengan i environment.

Secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup termasuk di dalamya manusia dan perilakunya yang mempegaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteran manusia serta makhluk hidup lainnya.4

Lingkungan hidup ialah jumlah semua benda yang hidup dan tidak hidup serta kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Manusia di sekitar kita adalah pula bagian dari lingkungan hidup kita masing-masing. Oleh karena itu kelakuan manusia, dan dengan demikian kondisi sosial, merupakan pula unsur lingkungan hidup kita.5

Lebih lanjut beberapa pendapat dari para ahli dan pakar lingkungan dalam mengemukakan tentang definisi lingkungan hidup antara lain:

4 Andi Hamzah

, Penegakan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), cet. Ke- 2, h. 1

5

A. Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-2, h. 6


(29)

18

Otto Soemarwoto, seorang ahli ilmu lingkungan (ekologi) tekemuka mendefinisikannya sebagai berikut: Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis ruang itu tidak terbatas jumlahnya, namun secara praktis ruang itu selalu diberi batas menurut kebutuhan yang dapat ditentukan.

Munadjat Danusaputro, ahli hukum lingkungan terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Padjajaran mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat masnusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.6

Menurut Emil Salim lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisikeadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tepati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup, termasuk kehidupan manusia.7

Soedjono mengartikan “lingkungan hidup” sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam. Dalam pengertian ini, maka hewan, dan tumbuh-tumbuhan tersebut dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmani belaka. Dalam hal ini

6

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 4

7

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1985), cet. Ke-5, h. 16


(30)

19

lingkungan diartikan, mencakup lingkungan hidup manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan yang ada di dalamnya.8

Sedangkan menurut pengertian yuridis, seperti diberikan di dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolan Lingkungan Hidup (selanjutnya penulis singkat menjadi UU RI No. 32 tahun 2009), lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perkehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.9

Dan dari definisi-definisi tersebut dapat penulis simpulkan bahwa lingkungan hidup adalah suatu rangkaian atau suatu sistem yang saling mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan, baik terhadap manusia, hewan, tumbuhan maupun terhadap benda mati lainnya.

Istilah lingkungan hidup itu sendiri merupakan hal yang baru di Indonesia. Di mana istilah lingkungan hidup baru muncul sekitar tahu 1970-an seiring dengan adanya konferensi stockholm mengenai lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan di tahun 1972.10

8 R. M. Gatot P. Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

1991), h. 14

9

Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Perundangan Tentang Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), cet. Ke-1, h. 130

10


(31)

20

B. Lingkungan Hidup Menurut Konsepsi Islam

Di dalam Islam, masalah lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada masalah sampah, pencemaran, penghutanan kembali maupun sekedar pelestarian alam. tetapi lebih dari itu semua, masalah lingkungan hidup merupakan bagian dari suatu pandangan hidup, sebab ia merupakan kritik terhadap kesenjangan yang diakibatkan oleh pengurasan energi dan keterbelakangan yang diakibatkan oleh pengejaran pertumbuhan ekonomi yang optimal dan konsumsi yang maksimal.

Dengan kata lain lingkugan hidup berkaitan dengan pandangan dan sikap hidup manusia untuk melihat dirinya sendiri maupun pada titik pengertian yang demikian inilah norma-norma fiqih yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Al-Quran dan Sunnah.11

Alam semesta (lingkungan hidup) adalah karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia, di mana alam semesta beserta segala isinya diciptakan oleh sang Khaliq untuk kelangsungan hidup manusia di muka bumi. Allah SWT memberikan langit, bumi, air, tumbuh-tumbuhan, laut, sungai dan segala keperluan hidup manusia dengan tujuan agar manusia dapat hidup dan menikmati segala fasilitas yang Allah SWT berikan.

11

Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi, Hingga Ukhuwah,


(32)

21

Seperti firman-Nya dalam Q.S. Ibrahim (14) ayat 32-34 yang berbunyi:

Β ⎯μ

/ l z'ù

$

Β ™

$

ϑ

¡

9

#

Ν

39

‚™

ρ ⎯ν Β

'/ s7

9

#

û

⊂⊂∪

‘$

κ]9

#

ρ ≅‹9

#

Ν39

‚™

ρ

⎯≈

¡

Σ}

#

χ

) $

δθ

ÁtB

ω

!#

∅Β Α

Ρ

&

ρ

Ú‘

{

#

ρ

N

≡θ≈ϑ

¡

9

#

,=

{

%!# !

fG

9

=

9

#

Ν39

‚™

ρ Ν39

$

%

—‘ N

≡ ϑ

V

9

#

⎦⎫

7

ϑ)9

#

ρ

§

ϑ

±

9

#

Ν39

‚™

ρ ∩⊂⊄∪ ≈γΡ{

#

M

ϑ

è

Ρ

#

ρ

‰è?

β

)

ρ νθϑ

G

9

'™ $

Β ≅2 ⎯Β Ν3

9?#

™ρ

(

-

: /

ﺑإ

ﺎه

)

∩⊂⊆∪

‘$

2 Πθ=

à

9

Artinya: ‘‘Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).’’

Dalam ayat di atas sangat jelas bahwa alam semesta dan segala isinya merupakan fasilitas yang diberikan oleh Allah SWT kepada makhluknya di bumi khususnya umat manusia. Nikmat yang tidak ternilai dan sangat besar. Dengan karunia-Nya Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk memanfaatkan segala faslitas yang sudah tersedia, karena Allah menganggap bahwa manusia sudah diberi kelebihan yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Allah juga memberikan wewenang kepada manusia agar mengelola bumi ini dengan sebaik-baiknya, karena kedudukan manusia


(33)

22

adalah sebagai khalifah di muka bumi. Dengan mengelola dan menjaga bumi dari kerusakan berarti manusia sudah dapat mewujudkan tugasnya sebagai khalifah.

Kendatipun manusia diberi kewenangan untuk mengolah isi alam semesta ini, namun tidak berarti manusia memiliki kekuasaan tak terbatas terhadap alam semesta dan segala isinya. Bahkan sebaliknya, justru manusia harus menjaga kelestarian alam agar tidak dirusak, dieksploitasi dan dicemari secara liar, karena pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat mangakibatkan hilangnya manfaat lingkungan hidup itu sendiri bagi manusia.

Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk memperlakukan bumi dengan ramah, memperbaikinya, dan tidak membuat kerusakan di atasnya. Semua itu merupakan bentuk pemenuhan amanah kekhilafahan yang diemban, dengan mensyukuri nikmat-Nya, serta melaksanakan di atasnya. Dalam hal ini juga manusia berbuat baik terhadap bumi, maka bumi akan bebuat baik pula terhadap kita. Karena sesuatu yang baik untuk yang baik pula. hal tersebut dijelaskan dalam Q.S. Al-Araf (7):58

79≡

2

#‰

3Ρ ω

) l ƒ

† ω

]7z

%!#

ρ ⎯μ

/‘

β

Œ*/

…μ

?$6

Ρ

l ƒ

=

Ü

9

#

$#7

9

#

ρ

( :

/

ا

ﺎﺮ

)

∩∈∇∪ βρ 3

±

„ Θθ)9

M

≈ƒψ

#

Ç

Ρ

Artinya: ‘‘Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang- orang yang bersyukur.’’


(34)

23

Dari ayat di atas, dapat kita lihat bahwa bentuk perlakuan yang baik yang teragung adalah pencegahan terhadap segala bentuk pencemaran dan perusakan yang dapat mematikan segala potensi baik dan berkah dalam tanah yang teah diciptakan Allah SWT sesuai dengan fitrahnya. Dan manusia tidak dibenarkan mengubah fitrah tanah yang telah digariskan oleh Allah SWT. Karena segala penyimpangan dari fitrah dalam bidang apapun merupakan bentuk pengerusakan yang dilarang.

Dalam peranannya sebagai khalifah, manusia yang harus mengurus, memanfaatkan, dan memelihara, baik langsung maupun tidak langsung amanah dari Allah SWT berupa bumi dan segala isinya, seperti gunung-gunung, laut, air, awan, dan angin, tumbuh-tumbuhan, sungai, binatang-binatang justru banyak tingkah lakunya yang tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.

Jika kita membuka kitab suci Qur’an dan mengkajinya, sebenarnya di dalam Al-Qur’an tersebut sebuah ayat yang menerangkan bahwa bencana alam dan krisis lingkungan adalah ulah dari manusia itu sendiri.

Hal demikian diterangkan dalam Q.S. Ar-Rum (30):41

#

θ=Η

å

%!# Ùè/

Νγ)ƒ

‹9

¨$

Ζ9

#

ƒ

& M6¡

.

$

ϑ

/ s7

9

#

ρ

9

9

#

û Š$¡

9

#

γ

ß

(

:

/

ا

ّﻮ

∩⊆⊇∪ βθ

è_

ƒ Νγ=

è

9

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”


(35)

24

Ayat di atas menerangkan bahwa, terjadinya kerusakan di muka bumi ini adalah disebabkan oleh ulah tangan manusia, dan pada akhirnya akan memberikan dampak buruk bagi manusia itu sendiri. Bencana yang datang silih berganti mengringi kerusakan alam yang semakin hari semakin parah ini bukan salah siapapun. Melainkan salah dari manusia itu sendiri. Sebagai contoh, perilaku manusia yang merusak hutan berakibat pada banjir yang merenggut nyawa dan meleyapkan harta benda manusia. Ketika bencana alam itu datang, manusia seharusnya menyadari kesalahannya dalam mengeksploitasi alam secara semena-mena.12 Oleh sebab itu, yang mengemban tugas untuk menjadikan agar alam ini kembali bersahabat dan menjadi tempat yang nyaman bagi kelangsungan hidup manusia adalah manusia itu sendiri.

Di bawah ini ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menerangkan agar manusia senantiasa memelihara dan selalu menjaga karunia Allah SWT yang terbesar yaitu alam semesta beserta isinya.

Di antaranya dalam Q.S. An-Nahl (16):30

$

‹Ρ

9

#

ν

≈δ ’

û #

θΖ

¡m&

⎥⎪

%#

9

# z #

θ9

$

% Ν3

/‘

Α

Ρ

& #Œ$

Β

#

θ)

?#

⎦⎪

%#

9 ≅Š%ρ

∩⊂⊃∪ ⎦⎫)

G

ϑ9

# ‘#Š

Ν

è

Ζ9ρ

 z

ο

z

ψ

# ‘#$!

ρ πΖ

¡m

:

/

ا

ّﻨ

(

Artinya: “Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang Telah diturunkan oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah Telah menurunkan) kebaikan". orang-orang yang berbuat baik di dunia Ini mendapat (pembalasan) yang

12

Nadjamudddin Ramly, Membangun Lingkungan Hidup yang Harmoni dan Berkepribadian,


(36)

25

baik. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.”

Ayat di atas menerangkan bahwa orang-orang yang berbuat baik di dunia akan mendapat pembalasan yang baik dari Allah SWT. Arti dari berbuat baik di sini dikatakan juga berbuat baik dalam menjaga lingkungan, dalam ayat ini Allah SWT menjanjikan kepada manusia yang berbuat baik dalam arti luas, baik terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri, kepada sesama manusia dan terhadap alam semesta (lingkungan), akan mendapat balasan yang baik dari-Nya.13

Kemudian dalam Q.S. Al-A’raf (7):56

=

ƒ %

!# M

Η

q‘

β

) $è

ϑ

Û

ρ

θ

z

νθ

ãŠ#

ρ

$

γ ≈=

s

¹) ‰è/ Ú‘

{

#

†û #

ρ

‰¡?

ωρ

)

∩∈∉∪ ⎦⎫Ζ

¡s

ϑ9

#

∅Β

:

/

ا

(

Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ayat di atas menujukan larangan untuk berbuat kerusakan atau tidak bermanfaat dalam bentuk apa pun, baik menyangkut perilaku, seperti merusak, membunuh, mencemari sungai, dan lain-lain, maupun menyangkut akidah, seperti kemusyrikan, kekufuran, dan segala bentuk kemaksitan.14 Apabila kita sebagai manusia tidak dapat

13

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), vol. 7, cet. Ke-8, h. 221

14

Tim Penyusun Lajnah Pentashilan Mushaf Al-Qur’an, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir

Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Lajnah Pentashilan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diktat


(37)

26

menjaga dan melestarikan lingkungan kita sendiri, maka akan mengakibatkan kerusakan dan gangguan serta hilangnya keseimbangan lingkungan hidup.

Jadi, pemeliharaan dan perawatan adalah hal yang sangat penting dalam pengembangan dan pelestarian lingkkungan hidup dan segala hasil cipta pekerjaan manusia itu. Juga terhadap segala sumber daya yang memungkinkan ia mencipta dan bekerja. Selain itu, manusia senantiasa ingin hidup dalam keadaan tenteram lalu ia menjaga terpeliharanya tata tertib kehidupan dalam lingkungan rumah tangganya dan pergaulan ramai di masyarakatnya. Hal yang demikian inilah yang diisyaratkan dalam ajaran sunnah yang menegaskan bahwa kalian (manusia) adalah pemelihara (ra’in). Dan pemelihara itu haruslah memikul tanggung jawab (mas’ul).15

Untuk itu, sebagai khalifah di muka bumi tugas manusia adalah menjaga, memelihara, dan melestarikan alam ini dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jangan justru menyalahgunakan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk merusak dan menjadikan alam ini menjadi tidak nyaman sebagai tempat tinggal makhluk hidup.

C. Unsur-Unsur Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup disebut juga dengan lingkungan hidup manusia (human environment). Istilah ini biasa dipakai dengan lingkungan hidup. Bahkan seringkali dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai lingkungan saja. Dari definisi-definisi di

15 


(38)

27

atas, maka pengertian lingkungan hidup itu dapat dirangkum dalam suatu rangkaian unsur-unsur sebagai berikut:

1. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain. Keseluruhan yang disebutkan ini digolongkan sebagai materi. Sedangkan satuan-stuannya disebutkan sebagai komponen;

2. Daya, disebut juga dengan energi;

3. Keadaan, disebut juga dengan kondisi atau situasi; 4. Perilaku atau tabiat;

5. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen itu berada;

6. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula disebut dengan jaringan kehidupan. 16

D. Fungsi Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya. Manusia makan dari tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan biji-bijian atau buah-buahan

16

Harun M. Husein, Lingkungan Hidup: Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya,


(39)

28

seperti beras, jagung, tomat. Manusia makan daging hewan, yang juga merupakan bagian dari lingkungan.

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu.

Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.17

Dari lingkungan hidup, manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan bisa memperoleh daya atau tenaga. Manusia memperoleh kebutuhan pokok atau primer, kebutuhan sekunder atau bahkan memenuhi lebih dari kebutuhannya sendiri berupa hasrat atau

17

Sudarmadji, Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah, artikel diakses pada 12 Juli 2011 dari http://geo.ugm.ac.id/archives/125


(40)

29

keinginan. Atas dasar lingkungan hidupnya pulalah manusia dapat berkreasi mengembangkan bakat atau seni. Adanya sepeda, mobil, rumah, gedung dan sebagainya adalah hasil-hasil kreasi dan seni umat manusia yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Dengan demikian, dapat dipahami, bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya tidak bisa hidup dalam kesendirian. Bagian-bagian atau komponen lain, mutlak harus ada untuk mendampingi dan meneruskan kehidupan dan eksistensinya.18

E. Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

1.Pengertian Tentang Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

Bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian lingkungan dari waktu ke waktu ialah “pencemaran” dan perusakan lingkungan hidup. Ekosistem dari suatu lingkungan dapat terganggu kelestariannya oleh karena pencemaran dan perusakan lingkungan. Orang sering mencampur adukkan antara pengertian pencemaran dan perusakan lingkungan padahal antara keduanya terdapat perbedaan. UU RI No. 32 Tahun 2009 juga membedakan keduanya:

1) Pencemaran Lingkungan Hidup: adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku kerusakan lingkungan hidup. (Pasal 1 Ayat 14).

18


(41)

30

2) Perusakan Lingkungan Hidup: adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.19 (Pasal 1 Ayat 16).

Secara mendasar dalam pencemaran terkandung pengertian pengotoran (Costamination) dan perburukan (Deterioration). Pengotoran dan pemburukan terhadap sesuatu semakin lama akan kian menghancurkan apa yang dikotori atau diburukkan sehingga akhirnya dapat memusnahkan setiap sasaran yang dikotorinya.

Sebagaimana dilangsir dalam buku Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia karya Abdurrahman, para pakar lingkungan pun memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai masalah pencemaran lingkungan:

R.T.M Sutamihardja, merumuskan pencemaran adalah penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia ke lingkungan dan biasanya memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan itu.

Sedangkan Munadjat Danusaputra merumuskan pencemaran lingkungan sebagai suatu keadaan dalam mana suatu materi, energi dan atau informasi masuk atau dimasukkan di dalam lingkungan oleh kegiatan manusia dan/atau secara alami dalam batas-batas dasar atau kadar tertentu, hingga mengakibatkan terjadinya gangguan keruskan dan atau penurunan mutu lingkungan, sampai

19

Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Perundangan Tentang Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), cet. Ke-1, h. 131 


(42)

 

  31

lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, dilihat dari segi kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan hayati.20

Pencemaran erat kaitannya dengan kegiatan manusia, antara lain berupa: 1) Kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan

berbahaya seperti logam-logam berat, zat radioaktif, air buangan panas, juga dalam bentuk kepulan asap;

2) Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya kerusakan instalasi, kebocoran, pencemaran buangan-buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan-lahan bahan pertambangan;

3) Kegiatan transportal, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan dari kendaraan bermotor, tumpahan-tumpahan bahan bakar terutama minyak bumi dari kapal-kapal tanker dan lain-lain;

4) Kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia yang memberantas binatang-binatang penggangu seperti insektisida, pestisida, herbisida, dan fungisida. Demikian pula pemakaian pupuk dan arorganis dan lain-lain.21

Pencemaran itu terjadi karena ada intervensi atau ada masukan eksternal dari luar. Apabila terjadi pencemaran, maka otomatis terjadi juga sebuah kerusakan. Tetapi apabila terjadi kerusakan belum tentu terjadi sebuah pencemaran. Hal ini

20

Abdurahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung: Alumni, 1986), Cet. Ke-2, h. 98

21


(43)

32

terjadi apabila kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh bencana alam seperti terganggunya keseimbangan pohon di dalam area perhutanan apabila terjadi tanah longsor.22

2.Macam-Macam Pencemaran Lingkungan Hidup

Pada dasarnya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tidak mengandung perbedaan, karena unsur-unsur esensial keduanya adalah sama. Baik pencemaran lingkungan atau perusakan lingkungan adalah tindakantindakan yang menimbulkan perubahan baik langsung ataupun tidak langsung, pada intinya pencemaran dan perusakan menyebabkan lingkungan kurang atau tidak berfungsi lagi.

Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus kita atasi bersama di antaranya pencemaran air, tanah, dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya. Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran itu sendiri.

Proses pencemaran itu dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga menggangggu kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan atau

22


(44)

33

mengganggu keseimbangan ekologi baik air, udara, maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air, maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran.23

Berikut akan dipaparkan beberapa macam pencemaran lingkungan hidup yang ada di sekitar, antara lain:

1) Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Bila keadaan tersebut terjadi, maka udara dikatakan telah tercemar dan kenyamanan hidup terganggu.24

2) Pencemaran Air

Polusi air dapat berasal dari sumber terpusat yang membawa pencemar dari lokasi-lokasi khusus seperti pabrik-pabrik, instalasi pengolah limbah dan tanker minyak, dan sumber tak terpusat, yang ditimbulkan jika hujan dan salju cair melewati lahan dan menghanyutkan pencemar-pencemar di atasnya

23

Pencemaran Lingkungan, artikel diakses pada 21 Juli 2011 dari

http://daniey.wordpress.com/pencemaran-lingkungan/

24


(45)

34

seperti pestisida dan pupuk dan mengendapkannya di dalam danau, telaga, rawa perairan pantai dan air yang terdapat dalam bawah tanah.

3) Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah dapat terjadi karena hal-hal di bawah ini. Pertama ialah pencemaran secara langsung. Misalnya karena menggunakan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida, dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicernakan seperti plastik.

Pencemaran dapat juga melalui air. Air yang mengandung bahan pencemar (polutan) akan mengubah susunan kimia sehingga mengganggu jasad yang hidup dalam atau di permukaan tanah. Pencemaran dapat juga karena melalui udara. Udara yang tercemar akan menurunkan hujan yang mengandung bahan pencemar ini. Akibatnya tanah akan tercemar juga.25

Apabila bahan-bahan asing tersebut berada di daratan dalam waktu yang lama dan menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan maupun tanaman, maka dapat dikatakan bahwa daratan telah mengalami pencemaran. Kalau hal ini terjadi, maka kenyamanan hidup yang merupakan sasaran peningkatan kualitas hidup tidak dapat dicapai.

25 


(46)

BAB III

SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Klasifikasi Tindak Pidana Dalam Hukum Pidana Islam 1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam hukum Islam istilah tindak pidana sering disebut jarimah.

(

)

atau jinayah

(

).

Secara etimologi jarimah adalah:



Artinya: “Jarimah yaitu melukai, berbuat dosa dan kesalahan.”

Menurut Ahmad Warson Munawir, jarimah secara etimologis berarti perbuatan yang diancam hukuman (delik).1 Sedangkan secara terminologis istilah jarimah menurut Abdul Qadir Audah adalah sebagai berikut:2



Artinya: “Jarimah adalah larangan-larangan syara’ yang (yang apabila dikerjakan) diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir.”

1

Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet. Ke-14, h. 187

2

Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, (Beirut: Muassasah, al-Risalah, 1994), cet. Ke-II, Juz. 1, h. 66


(47)

(48)

36

Larangan-larangan tersebut adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang, atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dengan perkara syara’ pada pengertian tersebut di atas, yang dimaksud bahwa sesuatu perbuatan baru dianggap jarimah apabila dilarang oleh syara’. Juga perbuatan atau tidak berbuat dianggap sebagai jarimah, kecuali apabila diancam hukuman terhadapnya.3

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kata jarimah identik dengan pengertian yang dalam hukum positif disebut sebagai tindak pidana pelanggaran. Maksudnya adalah satuan atau sifat dari suatu pelanggaran hukum. Dapat dikatakan bahwa jarimah diistilahkan dengan delik atau tindak pidana.

Para fuqaha sering memakai kata jinayah untuk maksud jarimah. Menurut Abdul Qadir Audah jinayah adalah:



Artinya: “Jinayah menurut terminologi adalah sebuah nama untuk sesuatu perbuatan yang dilarang (haram) secara syar’i baik perbuatan tersebut menyangkut jiwa, harta, atau selainnya.”

Dengan memperhatikan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata-kata jinayah dalam istilah para fuqaha dianggap sama dengan kata-kata jarimah. Sehingga definisi tindak pidana dalam Islam adalah setiap perbuatan yang

3

Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Perspektif Hukum Pidana Islam, Menuju Pelaksanaan

Hukum Potong Tangan di Naggroe Aceh Darussalam, (Jakarta: Indhill, 2008), h. 5

4

Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), juz II, h. 4


(49)

37

diharamkan atau dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, yang membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta, serta diancam oleh Allah SWT dengan hukuman had atau ta’zir.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam setiap perbuatan tindak pidana haruslah mengandung unsur-unsur, sehingga suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana (jarimah). Unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah:

1) Ada nash yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu dan ada ancaman hukuman bagi pelakunya. Unsur ini dikenal dengan “unsur formal” (al- Rukn al-Syar’i);

2) Adanya perbuatan yang berbentuk jarimah, baik berupa melakukan perbuatan yang dilarang, atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan “unsur materiil” (al-Rukn al-Madi);

3) Adanya pelaku tindak pidana tersebut adalah orang yang mukallaf (cakap hukum), yaitu orang yang dimintai pertanggungan jawabnya. Sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini disebut dengan “unsur moril” (al-Rukn al-Adabi).5

Dari keterangan di atas setidaknya dapat dikatakan bahwa larangan atas perbuatan yang termasuk kategori jarimah berasal dari ketentuan-ketentuan syara’ (nash). Artinya perbuatan manusia dapat dikategorikan jarimah apabila

5 


(50)

38

perbuatan tersebut diancam hukuman. Larangan tersebut hanya ditujukan kepada orang yang dianggap melakukan pidana dan dikenai hukuman. Apabila tidak memenuhi unsur-unsur di atas, maka orang yang melakukan tindak pidana tidak dapat dihukum.

3. Pengertian Sanksi Pidana

Kata sanksi dalam hukum pidana Islam disebut dengan istilah al-Uqubah yang berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah pembalasan dengan keburukan. Sedangkan Abdul Qadir Audah mendefinisikan sanksi (hukuman) adalah balasan yang telah ditentukan untuk kepentingan orang banyak atas perbuatan melanggar perintah Allah SWT.6

Dari definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa sanksi (hukuman) merupakan balasan yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan yang menyebabkan orang lain menjadi korban atau menderita kerugian atas perbuatannya. Atau penimpaan derita dan kesengsaraan bagi pelaku tindak pidana sebagai balasan dari apa yang telah diperbuat kepada orang lain atau balasan yang diterima si pelaku akibat pelanggaran perintah syara’.

4. Macam-Macam Sanksi Pidana (Uqubah)

Tujuan pokok dari penjatuhan hukuman ialah pencegahan (ar-rad’u waz- zarju), pengajaran serta pendidikan (al-islah wat-tahzib). Adapun yang dimaksud pencegahan ialah mencegah diri si pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya

6 


(51)

39

dan mencegah diri orang lain dari perbuatan yang demikian.7 Dalam hukum Islam, penjatuhan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik yang dikuasai rasa saling menghormati dan mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya.

Hukuman dapat dibagi menjadi beberapa golongan menurut segi tinjauannya: 1) Berdasarkan Pertalian Satu Hukuman dengan Lainnya, maka hukuman

dapat dibagi menjadi empat:

a. Hukuman pokok (al-uqubah al-Asliyyah), hukuman pokok yaitu hukuman yang telah ditetapkan pada satu tindak pidana, seperti hukuman qisas bagi tindak pidana pembunuhan, hukuman rajam bagi pelaku tindak pidana zina, dan hukuman potong tangan bagi tindak pidana pencurian;8

b. Hukuman pengganti (al-Uqubah al-Badaliyah), yaitu hukuman yang menggantikan hukuman pokok apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena adanya alasan yang syar’i;

c. Hukuman tambahan (al-‘Uqubah al-Tabaiyyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan sendiri;

7  Ahmad. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. Ke-6, h.

191

8

Ahsin Sakho Muhammad, Ensikopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Karisma Ilmu, 2007), jld III, cet. Ke-1, h. 39


(52)

40

d. Hukuman pelengkap (al-‘Uqubah al-Taklimiyyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan adanya putusan tersendiri dan hakim.

2) Berdasarkan Kekuasaan Hakim dalam Menentukan Bentuk dan Jumlah Hukuman, maka hukuman dapat dibagi dua;

a. Hukuman yang hanya memiliki satu batas, artinya tidak memiliki batas tertinggi atau batas terendah. Hukuman ini tidak dapat dikurangi atau ditambah meskipun pada dasarnya bisa ditambah atau dikurangi;

b. Hukuman yang memiliki dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah. Dalam hal ini hakim diberi kekuasaan untuk memilih hukuman sesuai antara kedua batas tersebut.

3) Berdasarkan Kewajiban Menjatuhkan Suatu Hukuman, dalam hal ini ada dua macam hukuman, yaitu:

a. Hukuman yang telah ditentukan bentuk dan jumlahnya, yaitu hukuman yang telah ditetapkan jenisnya dan telah dibatasi oleh syar’i (Allah dan Rasul-Nya);

b. Hukuman yang tidak ditentukan bentuk jumlahnya, yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilihnya dari sekumpulan hukuman yang dianggap sesuai dengan keadaan tindak pidana serta pelaku.


(53)

41

4) Berdasarkan Tempat Dilakukannya Hukuman, hukuman ini dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Hukuman badan (Uqubah Badaniyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas badan si pelaku, seperti hukuman mati, dera, dan penjara;

b. Hukuman Jiwa (Uqubah Nafsiyyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas jiwa si pelaku. Contohnya hukuman nasihat, celaan, dan ancaman;

c. Hukuan Harta (Uqubah Maliyyah), yaitu hukuman yang ditimpakan pada harta pelaku, seperti hukuman diyat, denda, dan biaya administrasi.9

5) Berdasarkan Macamnya Tindak Pidana yang Diancamkan Hukuman, adapun rincian hukuman tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hukuman yang telah ditetapkan terhadap tindak pidana hudud. Hukuman hudud terbagi menjadi tujuh macam, sesuai dengan bilangan tindak pidana hudud, yaitu:

a) Zina; b) Qazaf;

c) Meminum minuman keras; d) Mencuri;

9 


(54)

42

e) Melakukan hirabah (gangguan keamanan); f) Murtad;

g) Memberontak.

Hukuman yang ditetapkan terhadap segala tindak pidana tersebut adalah had (hudud). Huhud adalah hukuman yang telah ditetapkan sebagai hak Allah SWT atau hukuman yang telah ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat. Dikatakan sebagai hak Allah karena hukuman ini tidak dapat digugurkan, baik oleh individu maupun masyarakat. Para fuqaha menjadikan suatu hukuman sebagai hak Allah SWT ketika kemaslahatan masyarakat menuntut demikian, yakni menghilangkan kerusakan dari manusia dan mewujudkan pemeliharaan dan ketentraman untuk mereka.10

a) Hukuman Zina

Dalam hukum Islam hukuman atas tindak pidana zina ada tiga: − Jilid (cambuk atau dera);

Taghrib (diasingkan) − Rajam.

Hukuman dera dan pengasingan ditetapkan bagi pelaku zina ghairu muhsan (belum pernah menikah), sedangkan rajam

ditetapkan bagi pelaku zina muhsan (pelaku yang sudah melakukan

10 


(55)

43

hubungan seksual melalui pernikahan yang sah). Apabila keduanya ghairu muhsan, hukumannya adalah dibuang, tetapi jika keduanya muhsan hukumannya adalah rajam. Apabila salah satunya muhsan sedangkan yang lain ghairu muhsan, pelaku pertama dijatuhi hukuman rajam, sedangkan yang ghairu muhsan dijatuhi hukuman cambuk.

b) Hukuman Qazaf (menuduh orang baik-baik melakukan zina tanpa bukti yang jelas/fitnah)

Dalam hukum Islam tindak pidana qazaf dikenai hukuman: − Hukuman Pokok Berupa Hukuman Dera;

− Hukuman Tambahan Berupa Tidak Diterima Persaksian.

Dasar hukum qazaf adalah firman Allah SWT dalam Q.S AnNur (24):4.

Ο

δρ

=

_$ù

#‰

κ

π

è/‘'/ #

θ

?'

ƒ Ο9 Ν

O M

≈Ψ

Ás

ϑ9

#

βθΒ ƒ ⎦⎪

%!#

ρ

βθ)

¡

9

#

Νδ 7×≈9ρ

&

ρ

#‰/&

ο

≈κ

Νλ;

#

θ=

7

)

?

ω

ρ ο

$#_

⎦⎫Ζ≈Κ

O

(

: /

ﻨﻟا

ّﻮ

ر

∩⊆∪

Artinya: ‘‘Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang

baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.’’


(56)

44

c) Hukuman Meminum Minuman Keras

− Hukuman Dera

Hukum Islam menjatuhkan delapan puluh kali dera bagi pelaku tindak pidana meminum minuman keras. Ini merupakan hukuman yang memiliki satu batas karena hakim tidak dapat mengurangi, manambah, atau menggantinya dengan hukuman yang lain.

d) Hukuman Pencurian

− Hukuman Potong Tangan (dan Kaki)

Hukum Islam mengancam hukuman potong tangan (dan kaki) bagi pelaku tindak pidana pencurian.11

e) Hukuman Gangguan Keamanan (Hirabah) − Hukuman Mati

Hukuman ini wajib dijatuhkan kepada pengganggu keamanan yang melakukan pembunuhan. Hukuman ini adalah hukuman hudud, bukan qisas, sehingga tidak bisa dimaafkan oleh wali korban.

− Hukuman Mati Disalib

Hukuman ini wajib dijatuhkan terhadap pengganggu keamanan yang melakukan pembunuhan dan perampasan harta. Jadi hukuman ini dijatuhkan atas pembunuhan dan pencurian harta sekaligus.12

11 


(57)

45

− Pemotongan Anggota Badan (al-Qat’u)

Hukuman ini harus dijatuhkakn kepada pelaku hirabah (gangguan keamanan) jika ia mengambil harta, tetapi tidak melakukan pembunuhan.

− Hukuman Pengasingan (pembuangan)

Hukuman ini ditetapkan bagi pelaku hirabah apabia ia hanya menakut-nakuti orang, tetapi tidak mengambil harta dan tidak membunuh.

f) Hukuman Tindak Pidana Murtad − Hukuman Mati

Hukum Islam menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku murtad karena perubahan itu ditujukan terhadap agama Islam sebagai sistem sosial masyarakat. Sikap menggampangkan dan ketidaktegasan dalam menghukum tindak pidana murtad mengakibatkan terguncangnya sistem masyarakat tersebut. Karena itu, tindak pidana ini dijatuhi hukuman terberat untuk menumpas para pelakunya untuk melindungi masyarakat dan sistem sosial mereka dari satu sisi sebagai peringatan dan pencegahan umum dari sisi lainnya.13

12 

Ibid., h. 61

13


(58)

46

− Perampasan Harta (musadarah)

Hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana murtad adalah perampasan harta pelakunya.

g) Hukuman pemberontakan

Tindak pidana pemberontakan ditujukan kepada sistem hukum dan pelaksanaannya. Dalam hal ini hukum Islam bersikap keras karena apabila bersikap memudahkan, akan timbul fitnah, kekacauan, dan ketidakstabilan yang pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran dan kehancuran masyarakat umum.

b. Hukuman Tindak Pidana-Tindak Pidana Qishas-Diat Tindak pidana qishash-diat itu ada lima macam, yaitu:

1) Pembunuhan disengaja;

2) Pembunuhan menyerupai disengaja;

3) Pembunuhan karena kesalahan (tidak disengaja); 4) Penganiayaan disengaja; dan

5) Penganiayaan karena tidak disengaja.

Adapun hukuman yang telah ditetapkan untuk pelaku tindak pidana ini adalah:

a) Qishash; b) Diat; c) Kifarat;


(59)

47

d) Hilangnya hak waris dan hak wasiat.14

Adapun hukuman-hukuman yang diancamkan terhadap tindak pidana tersebut adalah qishash, diat, kafarat, hilangnya hak mewaris, dan hilangnya hak menerima wasiat.

a) Hukuman qishash

Pengertian qishash adalah menghukum pelaku seperti apa yang telah diakukannya terhadap korban, pelaku dibunuh apabila ia membunuh dan dilukai apabila ia melukai.

b) Hukuman diat

Diat adalah hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan menyerupai sengaja dan tidak sengaja (khata’). Sumber hukuman ini di antaranya adalah: Q.S An-Nisa (4):92.

$

ΨΒσΒ ≅

F

% ⎯Βρ

$

Üz

ω

) $

ΖΒσΒ ≅

F

)ƒ β

&

⎯Βσϑ9 χ

%

.

$

Βρ

#

θ%

‰Á

ƒ β

&

ω

)

&#

δ

&

’<

)

πϑ=

¡

Β πƒ

Š

ρ πΨΒσΒ π

7

%

ƒ

sGù $

Üz

∩®⊄∪

٩

:

/

ا

ﻨﻟ

ّﺴ

ءﺎ

(

Artinya: ‘‘Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),

14

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam: Fikih Jinyah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. Ke-1, h. 154


(60)

48

kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah... ‘‘

Meskipun bersifat hukuman, namun diat merupakan harta yang diberikan kepada korban atau keluarganya, bukan kepada perbendaharaan negara.

c) Hukuman kifarat

Kifarat adalah hukuman pokok berupa memerdekakan seorang hamba mukmin. Apabila tidak bisa mendapatkan hamba tersebut atau tidak bisa memperoleh uang seharganya, ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.15 Hukuman kifarat dijatuhkan atas pembunuhan karena kekeliruan (tidak sengaja) dan menyerupai sengaja. Hal ini didasarkan firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa (4):92

χ

%

!#

⎯Β π

/

θ

?

⎦⎫

è/$FF

Β ⎦⎪ γ

©

Π

$

Áù ‰f

ƒ Ν9 ⎯ϑ

ù

∩®⊄∪

$

ϑŠ6

m $

ϑŠ=

ã !#

٩

:

/

ﻨﻟا

ّﺴ

ءﺎ

(

Artinya: ‘‘barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.’’

15 


(1)

- 34 -

Ayat (3)

Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 88

Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu

dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.

Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu”

adalah jika menurut penetapan peraturan perundangundangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup” adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan merupakan hak milik privat.

Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta pemulihan fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Ayat (2)

Cukup jelas.


(2)

- 35 -

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan koordinasi adalah tindakan berkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyidikan.

Ayat (4)

Pemberitahuan dalam Pasal ini bukan merupakan pemberitahuan dimulainya penyidikan, melainkan untuk mempertegas wujud koordinasi antara pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.

Ayat (5)

Cukup jelas. Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96 Huruf a

Cukup jelas.


(3)

- 36 -

Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Cukup jelas. Huruf e

Cukup jelas. Huruf f

Yang dimaksud dengan alat bukti lain, meliputi, informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau dibaca.

Pasal 97

Cukup jelas. Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Yang dimaksud dengan “melepaskan produk rekayasa genetik” adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan produk rekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan.


(4)

- 37 -

Yang dimaksud dengan “mengedarkan produk rekayasa genetik” adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran komoditas produk rekayasa genetik kepada

masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.


(5)

- 38 -

Pasal 113

Informasi palsu yang dimaksud dalam Pasal ini dapat berbentuk dokumen atau keterangan lisan yang tidak sesuai dengan faktafakta yang senyatanya atau informasi yang tidak benar.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Yang dimaksud dengan pelaku fungsional dalam Pasal ini adalah badan usaha dan badan hukum.

Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan usaha dan badan hukum karena tindak pidana badan usaha dan badan hukum adalah tindak pidana fungsional sehingga pidana dikenakan dan sanksi dijatuhkan kepada mereka yang memiliki kewenangan terhadap pelaku fisik dan menerima tindakan pelaku fisik tersebut.

Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam Pasal ini termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup melakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik, dan/atau memiliki kebijakan yang memungkinkan terjadinya tindak pidana tersebut.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.


(6)

- 39 -

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Izin dalam ketentuan ini, misalnya, izin pengelolaan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke sumber air.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.


Dokumen yang terkait

Pemalsuan Surat Dalam Perkawinan Dihubungkan Dengan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

0 30 80

Unsur Kesalahan Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1 74 95

Sanksi pidana pelaku pasif tindak pidana Pencucian uang menurut hukum pidana islam dan undang-undang nomor 8 Tahun 2010

2 29 135

Tinjauan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan Air Akibat Limbah Industri Rumah Tangga Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 5 49

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

0 4 14

Peranggungjawaban Pidana Terhadap Pecandu Narkotika Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam (Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)

0 9 93

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG UNDANG N0MOR 32 TAHUN 2009

0 0 17

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERUSAKAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP (UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP) - repo unpas

0 0 12

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 128

UNSUR-UNSUR DAN SANKSI TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

0 0 57