Pencegahan Tingkat Pertama Primary Prevention Pencegahan Tingkat Kedua Secondary Prevention

Prevalensi perokok pasif pada balita sebesar 69,5 , pada kelompok umur 5-9 tahun sebesar 70,6 dan kelompok umur muda 10-14 tahun sebesar 70,5. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda disebabkan karena mereka masih tinggal serumah dengan orangtua ataupun saudaranya yang merokok dalam rumah. 31 Berdasarkan penelitian Safwan di puskesmas Alai Kota Padang Sumatera Barat 2003, dengan menggunakan desain case control, berdasarkan analisis bivariat hubungan kebiasaan perokok dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,031 dan OR 1,81 CI 95; 1,085-2,996. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita. OR 1,81 artinya balita yang tinggal dirumah yang anggota keluarganya mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah berpeluang menderita ISPA sebesar 1,81 kali lebih banyak dibanding dengan balita yang anggota keluarganya tidak merokok didalam rumah. 30

2.7. Pencegahan Penyakit ISPA

11,15

2.7.1. Pencegahan Tingkat Pertama Primary Prevention

Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan health promotion dan pencegahan khusus spesific protection terhadap penyakit tertentu.Termasuk disini adalah : a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa Universitas Sumatera Utara penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok. b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan ISPA c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi. d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah. e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman PLP yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

2.7.2. Pencegahan Tingkat Kedua Secondary Prevention

14 Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai dengan batuk, serak, pilek, panas atau demam suhu tubuh lebih dari 37 C, maka dianjurkan untuk segera diberi pengobatan. Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau bukan pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diiberikan perawatan di rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah : a Mengatasi panas demam Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air tidak perlu air es. b Pemberian makanan dan minuman Universitas Sumatera Utara Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering., memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan air putih, air buah lebih banyak dari biasanya.

2.7.3. Pencegahan Tingkat Ketiga Tertiary Prevention

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Anak Balita Di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupatenmandailing Natal Tahun 2014

0 53 122

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011

0 15 111

Analisis Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

2 41 139

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008

1 55 137

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN

0 5 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

0 3 7