Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative

31 5 pada masa ini, anak memandang nilai angka rapor sebagai ukuran yang tepat sebaik-baiknya mengenai prestasi sekolah, dan 6 anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional yang sudah ada, melainkan siswa membuat peraturannya sendiri. Pelaksanaan pembelajaran di SD idealnya harus disesuaikan dengan karakteristik dari anak SD itu sendiri. Pemahaman akan karakteristik anak SD akan mempengaruhi guru dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karakteristik anak kelas V SD adalah sudah mampu berpikir konkret dan realistik, mulai tertarik pada suatu hal yang merupakan bakatnya, masih memerlukan bimbingan guru orang dewasa, mementingkan nilai raport, dan gemar membentuk teman sebaya. Oleh karena itu, menurut peneliti model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan dalam proses pembelajaran kelas V SD dimana tahap perkembangan kognitif siswa sudah mencapai tahap konkret-operasional. Melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan siswa dapat bekerja dalam kelompok, mampu mendiskusikan jawaban secara konkret dan realistik, serta bersungguh-sungguh dalam belajar agar mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

D. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative

Learning 32 Arends Suprijono, 2016: 65 mengemukakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Menurut Winataputra 2001: 3 model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Jadi, model pembelajaran bagi seorang guru berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Slavin 2005: 4 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa memiliki nilai akademis yang kurang baik. Trianto 2014: 108 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika siswa saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja 33 dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang kompleks. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajad tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok ini yakni untuk memberikann kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok tugas anggota kelompok yaitu mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Tiga konsep penting pembelajaran kooperatif menurut Slavin 2005: 10 yaitu: a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan. b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain. c. Kesempatan sukses yang sama, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar siswa sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama- 34 sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai. Slavin 2005: 26 pembelajaran kooperatif dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut: a. tujuan kelompok, b. tanggung jawab individual, c. kesempatan sukses yang sama, d. kompetisi tim, e. spesialisasi tugas, dan f. adaptasi terhadap kebutuhan kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran berkelompok, di mana setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengutarakan pendapatnya kemudian mendiskusikan pendapat-pendapat tersebut agar memperoleh jawaban yang benar. 2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial Asma, 2006: 11. Adapun tujuan-tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pencapaian hasil belajar Tujuan pertama dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli 35 berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma-norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada siswa yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik, baik kelompok bawah maupun kelompok atas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi kelompok bawah. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor kepada teman sebaya yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah agar siswa mampu menerima orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling beragntung satu sama lain atas tugas-tugas bersama serta belajar untuk menghargai satu sama lain. c. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan ketiga dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. 36 Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam hidup bermasyarakat. Model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, agar siswa mampu menerima orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan, dan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. 3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Asma 2016: 14 menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip, yaitu sebagai berikut: a. Belajar siswa aktif Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif berpusat pada siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan siswa, pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar bersama-sama dengan anggota kelompok sampai masing-masing siswa memahami materi pembelajaran dan mengakhiri dengan membuat laporan kelompok dan individu. b. Belajar kerjasama Dalam pembelajaran kooperatif, proses pembelajaran didahului dengan bekerja sama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang tengah dipelajari. Prinsip pembelajaran ini yang melandasi keberhasilan penerapan pembelajaran kooperatif. 37 c. Pembelajaran partisipatorik Pembelajaran kooperatif juga menganut prinsip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model pembelajaran ini siswa belajar dengan melakukan sesuatu learning by doing secara bersama-sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran. d. Reactive teaching Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat pelajaran ini untuk masa depan siswa. e. Pembelajaran yang menyenangkan Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran harus berjalan dalam suasana menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang menakutkan bagi siswa atau suasana belajar yang tertekan. Suasana yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku baik di luar maupun di dalam kelas. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa prinsip pembelajaran kooperatif adalah berpusat pada siswa, belajar kerja sama, pembelajaran partisipatorik, strategi belajar yang tepat, dan pembelajaran yang menyenangkan. 4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif 38 Suprijono 2016: 77 menyebutkan bahwa ada lima unsur dasar yang terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut: a. Saling ketergantungan positif Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. b. Tanggung jawab individual Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. c. Interaksi promotif Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah: 1 saling membantu secara efektif dan efisien, 2 saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan, 3 memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, 4 saling mengingatkan, 39 5 saling membantu dalam merumuskan dan mengemabngkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, 6 saling percaya, dan 7 saling memotivasi utnuk mempeoleh keberhasilan bersama. d. Keterampilan sosial Untuk mengordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus: 1 saling mengenal dan memercayai, 2 mampu berkomuniaksi secara akurat dan tidak ambisius, 3 saling menerima dan saling mendukung, dan 4 mampu menyelesaikan konflik secraa konstruktif. e. Pemrosesan kelompok Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa diantara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memebrikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan. Sementara Arends Asma, 2016: 16 menyebutkan bahwa unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 40 a. siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa siswa “sehidup sepenanggungan bersama”, b. siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik siswa sendiri, c. siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, d. siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya, e. siswa akan dikenakan atau akan diberikan hadiah penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, f. siswa berbagi kepemimpinan dan siswa membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar, dan g. siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam kelompoknya. Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur- unsur pembelajaran kooperatif adalah bekerja dalam kelompok, pembagian tugas, tanggung jawab individual, dan pemberian penghargaan, 5. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Arends Trianto, 2014: 116 menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik sebagai berikut: a. siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar, 41 b. kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, c. bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam, dan d. penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari siswa yang bermacam-macam kemampuan dan asalnya, siswa memiliki tujuan yang sama untuk menyelesaikan materi belajar, dan penghargaan kelompok. 6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Kooperatif Asma 2006: 105 mengemukakan bahwa dalam pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut: a. Pengelompokan Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dan orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. b. Semangat kooperatif 42 Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran kooperatif, masing-masing anggota kelompok perlu memiliki semangat kooperatif. Beberapa kegiatan yang dapat membuat relasi masing-masing anggota kelompok menjadi lebih erat, yaitu sebagai berikut: 1 Kesamaan kelompok Kelompok akan merasa bersatu apabila siswa menyadari kesamaan yang siswa miliki. Kesamaan tidak berarti menyeragamkan semua keinginan, minat, dan kemampuan anggota kelompok. Melainkan masing-masing anggota kelompok harus mampu melihat keunikan dari teman-temannya. 2 Identitas kelompok Berdasarkan kesamaan yang telah dimiliki, maka saatnya untuk merundingkan nama kelompok yang tepat untuk kelompok siswa. Setiap anggota kelompok harus dimintai pendapat dan keputusan harus dibuat tanpa ada yang merasa keberatan. 3 Sapaan dan sorak kelompok Untuk lebih mempererat hubungan dalam kelompok, siswa bisa disuruh membuat sapaan, sorak maupun yel-yel kelompok. Hal ini diharapkan mampu memberikan semangat temannya yang maju, selingan apabila jenuh maupun mengantuk di kelas. c. Penataan ruang kelas Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penataan ruang kelas, yaitu sebagai berikut: 1 ukuran ruang kelas, 43 2 jumlah siswa, 3 tingkat kedewasaan siswa, 4 toleransi guru dan kelas terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa, 5 toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain, 6 pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong- royong, dan 7 pengalaman siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong- royong. Lie Asma, 2006: 115 dalam metode pembelajaran kooperatif, penataan ruang perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1 bangku perlu ditata sedemikian rupa, sehingga semua siswa dapat melihat gurupapan tulis dengan jelas, dan 2 dapat melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merara. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak terganggu kelompok yang lain dan guru dapat menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain. Pada penataan ruangan dan bangku dalam pembelajaran kooperatif sangat bervariasi dan disesuaikan dengan metode serta tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kagan Asma, 2006: 115, bahwa ada beberapa model penataan bangku dalam ruangan yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut: 44 1 meja tapal kuda: siswa berkelompok di sisi luar susunan tapal kuda seperti huruf U, 2 meja panjang: siswa berkelompok di dua sisi meja, 3 meja laboratorium: a tugas individu, dan b tugas kelompok dengan membalikkan kursi, 4 meja kelompok: siswa satu kelompok duduk melingkari satu meja, 5 klasikal: siswa dalam satu kelompok duduk sebagai mana kelas menghadap satu arah, 6 bangku individu dengan meja tulisnya: siswa ditempatkan masing-masing di satu meja, dan satu kursi, dan 7 meja berbaris: beberapa kelompok duduk di beberapa meja yang berjejer kebelakang. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu pengelompokan heterogenitas, semangat kooperatif masing-masing siswa, dan penataan ruang kelas. Penataan ruang kelas bervariasi dan disesuaikan dengan metode serta tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. 7. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif a. Student Teams Achievement Divisions STAD STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Tipe ini 45 menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat atau lima siswa yang merupakan campuran dari kemampuan dari kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, dan etnik yang berbeda. STAD memiliki lima komponen utama yaitu: 1 presentasi kelas, 2 tim, 3 kuis, 4 skor kemajuan individual, dan 5 rekognisi tim. b. Team Games Tournaments TGT TGT merupakan pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunkaan kuis-kuis, dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim siswa dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti siswa. TGT memiliki lima komponen utama yang sama seperti STAD hanya saja perbedaannya adalah STAD mengguankan kuis-kuis individual pada tiap akhir pelajaran, sementara TGT menggunakan game-game akademik. Lima komponen utama TGT yaitu: 1 presentasi kelas, 2 tim, 3 kuis, 4 skor kemajuan individual, dan 5 rekognisi tim. c. Team Assisted Individualization TAI Model ini dirancang dan digunakan untuk pembelajaran terpogram, misalnya pengajaran matematika yang berurutan. TAI menggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual dan dirancang khusus untuk mengajarkan matematika pada kelas 3 sampai 6. Dalam model ini setiap siswa bekerja sesuai dengan unit-unit yang diprogramkan secara individu yang dipilih sesuai dengan level kemampuannya. TAI mempunyai delapan komponen utama, yaitu: 1 kelompok, 2 tes penempatan, 3 materi, 46 4 belajar kelompok, 5 skor dan penghargaan kelompok, 6 kelompok pengajaran, 7 tes fakta, dan 8 unit seluruh kelas. d. Cooperative Integrated Reading and Composition CIRC CIRC merupakan sebuah program yang komprehensif dalam pengajaran membaca, menulis,dan seni berbahasa di kelas tinggi SD. Tipe ini menekankan pada tujuan-tujuan kelompok dan tanggung jawab individual. Unsur utama dari CIRC yaitu: 1 kelompok membaca, 2 tim, 3 kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan cerita, 4 pemeriksaan oleh pasangan, 5 tes, 6 pengajaran langsung dalam memahami bacaan, dan 7 seni berbahasa dan menulis terintegrasi. e. Group Investigation GI GI sesuai untuk proyek-proyek studi yang terintegrasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multiaspek. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas buku, intuisi, orang. Siswa selanjutnya mengevaluasi dan mensintesiskan informasi yang merupakan pendapat dari anggota kelompok. Enam tahap dalam pembelajaran GI adalah sebagai berikut: 1 mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok, 2 merencanakan tugas yang akan dipelajari, 3 melaksanakan investigasi, 4 menyiapkan laporan akhir, 47 5 mempresentasikan laporan akhir, dan 6 evaluasi. f. Numbered Heads Together NHT Trianto 2014: 131 mengemukakan bahwa NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Kagan 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Susanto 2014: 227 mengemukakan bahwa NHT adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dan yang lainnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa NHT merupakan proses pembelajaran berkelompok yang bertujuan untuk mengecek pemahaman siswa, di mana setiap anggota kelompoknya memiliki tanggung jawab sendiri dan harus saling menghormati pendapat orang lain. Trianto 2014: 131 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran NHT ada empat tahapan yang harus dilakukan guru, yaitu: a. Penomoran 48 Dalam tahap ini guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang siswa. Apabila setiap kelompok ada 5 siswa maka diberi nomor 1-5. b. Mengajukan pertanyaan Dalam tahap ini guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap kelompok. c. Berpikir bersama Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan yang sudah diajukan guru. d. Menjawab Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Hal ini dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing- masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran antara lain Student Teams Achievement Divisions STAD, Team Games Tournaments TGT, Cooperative Integrated Reading and 49 Composition CIRC, Group Investigation GI, dan Numbered Heads Together NHT yang memiliki karakteristik masing-masing.

E. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menerapkan Model

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Penerapan modal pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dalam upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa

1 5 88

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI 101783 SAENTIS.

0 2 22

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS.

0 0 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS V SDN 2 RAHTAWU GEBOG KUDUS

0 0 24

PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS V SD

0 2 10

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 161 Pekanbaru

0 0 13