Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat diperoleh dari jalur pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Semua jalur yang digunakan dalam pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan potensi siswa untuk meningkatkan sumber daya manusia. Jenjang pendidikan formal yang ada di Indonesia dimulai dari jenjang Sekolah Dasar. Dalam proses pembelajaran yang ada di sekolah dasar siswa dijajarkan berbagai materi pelajaran, seperti: Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, IPS, PKn, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan serta Pendidikan Agama. Berdasarkan KTSP 2006: 175 Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SDMISDLB sampai SMPMTsSMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang 2 cinta damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Dalam KTSP 2006: 237 tujuan mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1 mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, 2 memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, 3 memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan 4 memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila siswa sudah berhasil dalam mencapai tujuan. Dengan materi dan tujuan IPS yang demikian, maka siswa dan guru harus bekerjasama dalam proses pembelajaran sehingga tujuan IPS tersebut dapat tercapai. Proses pembelajaran dapat memberikan perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada belajar kognitif, terjadi perubahan dalam aspek kemampuan berpikir, pada belajar afektif mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan merasakan, sedangkan belajar psikomotorik memberikan hasil belajar berupa keterampilan Purwanto, 2010: 43. Perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil dari sebuah proses belajar. Oleh karena itu, hasil belajar dapat berupa perubahan 3 dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik tergantung dari tujuan pembelajarannya. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti pada hari Senin tanggal 07 November 2016, kenyataan yang terjadi di SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul menunjukkan kualitas pembelajaran IPS yang belum maksimal. Pada materi mengenai “Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia” proses pembelajaran berlangsung satu arah sehingga proses pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi di depan kelas sedangkan siswa hanya duduk dan mendengarkan. Pembelajaran seperti ini terlihat kurang efektif karena tidak semua siswa memiliki kemampuan sama dalam mendengarkan dan memahami materi yang dijelaskan oleh guru. Guru menjelaskan materi pembelajaran dengan metode ceramah berdasarkan buku paket pegangan siswa dan menggunakan media berupa peta Indonesia yang ditempel di papan tulis. Peranan siswa sebagai pendengar dan sesekali melakukan tanya jawab atau menulis ketika diminta untuk menyalin apa yang kira-kira penting dari materi tersebut. Apabila setiap proses pembelajaran seperti ini maka siswa akan merasa jenuh, malas dan tidak bersemangat. Selain itu, pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa terlihat kurang berkonsentrasi penuh pada materi hal ini terlihat dengan adanya siswa yang berbicara dengan temannya, memainkan alat tulis yang dipegangnya, bercanda mengenai hal yang tidak sesuai dengan materi, dan cenderung 4 menolak apabila diminta untuk melakukan rutinitasnya setiap hari, seperti: menyalin, mengerjakan lembar kerja, dan mengerjakan soal evaluasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V yaitu Bapak MZ, menurut beliau pembelajaran IPS memang sering dilakukan dengan kegiatan seperti ini karena keterbatasan sarana dan kurangnya motivasi serta keterampilan guru dalam mengubah proses pembelajaran. Padahal sebenarnya guru juga mengharapkan terciptanya proses pembelajaran yang menyenangkan, tidak membosankan, dan mampu merangsang agar siswa aktif dalam setiap kegiatan di kelas. Dengan proses pembelajaran yang menyenangkan diharapkan siswa akan mampu memahami materi IPS yang termasuk sulit dan hasil belajarnya juga akan maksimal. Pernyataan di atas juga diperkuat dengan observasi mengenai hasil belajar siswa kelas V pada semester ganjil tahun pelajaran 2016 2017 dan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Tahun Pelajaran 2016 2017 No Mata Pelajaran Nilai Rata-rata UAS 1 Bahasa Indonesia 70,75 2 Matematika 71,33 3 IPA 71,75 4 IPS 68,38 5 PKn 68,21 Sumber : Daftar Nilai Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Tahun Pelajaran 2016 2017 Berdasarkan hasil UAS di atas, terlihat bahwa pada hasil belajar siswa mata pelajaran IPS masih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran Bahasa 5 Indonesia, Matematika, dan IPA. KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 71. Sementara dari 24 siswa hanya 9 37,5 siswa yang mencapai KKM dan yang belum mencapai KKM sebanyak 15 62,5 siswa. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul masih tergolong rendah. Hal ini terjadi karena model pembelajaran yang diterapkan selama ini belum banyak mendukung tercapainya proses pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi IPS yang banyak, sulit dan susah untuk dihafalkan. Walaupun nilai rata-rata PKn lebih rendah daripada nilai rata-rata IPS namun peneliti tidak melakukan penelitian pada mata pelajaran PKn. Hal ini karena berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas materi IPS lebih sulit daripada materi PKn maka guru menyarankan agar peneliti melakukan penelitian pada mata pelajaran IPS saja. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perubahan dalam proses pembelajaran IPS di SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul. Guru perlu menerapkan model pembelajaran yang tepat sehingga mampu membuat proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Guru juga harus mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Dalam interaksinya tidak menutup kemungkinan apabila siswa akan membentuk kelompok untuk dapat bekerja sama satu sama lain. Dengan proses pembelajaran yang demikian diharapkan 6 siswa akan mudah dalam menghafal maupun memahami materi IPS yang dianggapnya sulit sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Trianto 2014: 131 model pembelajaran kooperatif tipe NHT dirancang untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Selain itu, proses pembelajaran ini juga sesuai dengan karakteristik siswa kelas V yaitu gemar membentuk teman sebaya, mementingkan nilai, masih memerlukan bimbingan orang dewasa atau guru, dan sudah dapat berpikir realistik. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa akan melakukan lima tahap dalam pembelajaran yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, menjawab, dan penghargaan kelompok. Awalnya, siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 siswa dan setiap anggota memiliki satu nomor. Anggota tiap kelompok heterogen, yang terdiri atas siswa berprestasi tinggi, sedang, dan rendah, laki- laki dan perempuan, serta berasal dari latar belakang etnik berbeda. Pemberian nomor kepala yang ini bertujuan untuk memberikan identitas yang berbeda kepada setiap siswa dan kelompok serta untuk memudahkan guru dalam kegiatan presentasi nanti. Setelah itu, setiap kelompok diberikan permasalahan untuk didiskusikan bersama. Dalam tahap ini siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk menguasai materi dan menyatukan 7 pendapat agar dapat menyelesaikan pertanyaan yang ada pada LKS. Setelah selesai, kemudian guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Pada tahap ini siswa yang tidak berada di depan boleh bertanya, mengemukakan pendapat, membantu menjawab pertanyaan apabila ada teman sekelompoknya yang kesulitan. Tahap ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berbicara dan mengemukakan pendapat. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian penghargaan atas apa yang telah dicapai pada pembelajaran hari ini. Penghargaan kelompok ini dimaksudkan agar siswa lebih bersemangat dan motivasi belajarnya meningkat. Model pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antara siswa dalam kelompok. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa dapat lebih cepat memahami suatu konsep apabila siswa berkerja dalam kelompok sehingga siswa mampu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama. Dalam pembelajaran kooperatif masing-masing siswa bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat memahami materi dengan baik. Hal ini juga diperkuat dengan adanya prinsip pembelajaran kooperatif yaitu reactive teaching. Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat pelajaran ini untuk masa depan 8 siswa. Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran diharapkan selain hasil belajar siswa yang meningkat siswa juga memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati Restu Nurjanah 2011 tentang penerapan model pembelajaran NHT pada mata pelajaran IPS di kelas V. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa hasil belajar IPS siswa mengalami peningkatan, baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Untuk ranah kognitif yang mencapai KKM pada siklus I sebesar 71, dan pada siklus II menjadi 100. Untuk ranah afektif pada siklus I, siswa yang mempunyai kategori sangat baik sebesar 79, dan pada siklus II meningkat menjadi 93. Sementara, untuk ranah psikomotorik 100 siswa mempunyai keterampilan kerjasama yang cenderung meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut maka peneliti ingin mengetahui apakah hasil belajar siswa dapat meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together NHT Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul”.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Penerapan modal pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dalam upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa

1 5 88

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI 101783 SAENTIS.

0 2 22

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS.

0 0 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS V SDN 2 RAHTAWU GEBOG KUDUS

0 0 24

PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS V SD

0 2 10

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 161 Pekanbaru

0 0 13