UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) SISWA KELAS V SD NEGERI PETIR I RONGKOP GUNUNGKIDUL.

(1)

i

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) SISWA KELAS V SD NEGERI PETIR I RONGKOP GUNUNGKIDUL

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Ahniasari Rosianawati NIM 13108241130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) SISWA KELAS V SD NEGERI PETIR I RONGKOP GUNUNGKIDUL

Oleh:

Ahniasari Rosianawati NIM 13108241130

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas menggunakan model spiral Kemmis dan Mc.Taggart. Subjek dalam penelitian ini adalah 24 siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul. Penelitian dilakukan selama 2 siklus. Teknik pengumpulan data menggunakan tes hasil belajar, lembar observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) di kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul yaitu adanya peningkatan nilai rata-rata dari 53,75 pada pratindakan menjadi 72,40 pada siklus I dan 91,15 pada siklus II. Persentase siswa yang tuntas KKM juga mengalami peningkatan yaitu dari 16,67% pada pratindakan menjadi 70,83% pada siklus I, dan 95,83% pada siklus II. Sementara, aktivitas siswa meningkat dari 53,47% atau kategori sangat kurang pada siklus I menjadi 82,12% atau kategori baik pada siklus II.


(3)

IMPROVING THE STUDENT’S SOCIAL STUDY LEARNING ACHI EVE MENT T HROUGH THE NUMBERE D HE ADS TOGETH ER (NHT) IMPLE MENT ATI ON AT 5t h GRADE

STUDE NTS I N S D NE GERI PET IR I RONGKO P GUNUNGKIDUL

By:

Ahniasari Rosianawati NIM 13108241130

ABSTRACT

This research aims to improve the student’s social study learning achievement through the Numbered Heads Together (NHT) implementation at 5th grade students in SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul.

The type of the research was classroom action research which was conducted in collaboration between the researcher and classroom teacher used the Kemmis and Mc

Taggart’s spiral model. The subject of this research were 24 student of 5th

grade in SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul. This research conducted for two cycles. The collecting data used test, observation, field record, and documentation. The technique of data analysis used quantitative and qualitative descriptive method.

The result of the research shows that the NHT implementation can increase the social study learning achievement at 5th grade students in SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul that is an increase average from 53,75 in preaction to 72,40 in cycle I and 91,15 in cycle II. The percentage of students who reached the KKM (The Minimum Grade Criterion) has increased from 16,67% in preaction to 70,83% in cycle I and 95,83% in cycle II. Meanwhile, the student activity improved from 53,47% (very inadequate category) in cycle I to 82.12% (good category) in cycle II.


(4)

(5)

(6)

(7)

vi

HALAMAN MOTTO

Setiap murid bisa belajar, hanya saja tidak pada

hari yang sama atau dengan cara yang sama.


(8)

vii

PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orangtua, Bapak Saryono dan Ibu Sukiyatun. 2. Almamater, Universitas Negeri Yogyakarta.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Rongkop

Gunungkidul” dengan tepat waktu. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian

persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. selaku rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

3. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ibu Sekar Purbarini Kawuryan, S.IP.,M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi dan Ketua Penguji yang dengan sabar dan ikhlas membimbing saya dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.


(10)

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar ... 12

2. Ciri-ciri Belajar ... 13

3. Pengertian Hasil Belajar ... 14

4. Fungsi dan Tujuan Hasil Belajar ... 19

B. Tinjauan Tentang IPS 1. Pengertian IPS ... 22


(12)

xi

2. Tujuan Mata Pelajaran IPS di SD ... 23

3. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas V ... 25

4. Pokok Bahasan IPS Kelas V Semester II ... 26

C. Tinjauan Tentang Perkembangan Kognitif Siswa 1. Perkembangan Kognitif Anak ... 27

2. Masa Usia Sekolah Dasar ... 29

D. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 1.Pengertian Pembelajaran Kooperatif... 32

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 34

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif ... 36

4. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 37

5. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 40

6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Kooperatif ... 41

7. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ... 44

E. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menerapkan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 49

F. Relevansi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap Materi IPS SD ... 50

G. Penelitian yang Relevan ... 51

H. Kerangka Pikir ... 54

I. Hipotesis Tindakan... 56

J. Definisi Operasional Variabel 1. Hasil Belajar IPS ... 56

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 56

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 58

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 59 C. Tempat dan Waktu Penelitian


(13)

xii

1.Tempat Penelitian... 60

2. Waktu Penelitian ... 60

D. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian ... 61

2. Rancangan Tindakan ... 62

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Tes ... 64

2. Catatan Lapangan ... 65

3. Observasi/ Pengamatan ... 65

4. Dokumentasi ... 66

F. Instrumen Penelitian 1. Soal ... 67

2. Catatan Lapangan ... 72

3. Lembar Observasi ... 72

4. Dokumen ... 73

G. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kuantitatif ... 74

2. Analisis Data Kualitatif ... 75

H. Indikator Keberhasilan ... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Penelitian 1.Kondisi Awal ... 78

2.Penelitian Siklus I ... 79

3.Penelitian Siklus II ... 97

B. Pembahasan ... 116

C. Keterbatasan Penelitian ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 121


(14)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 123 LAMPIRAN ... 126


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Tahun Pelajaran 2016/

2017 ... 4

Tabel 2 Kisi-kisi Soal Sebelum Diujicobakan ... 67

Tabel 3 Kisi-kisi Soal Setelah Diujicobakan ... 70

Tabel 4 Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa ... 73

Tabel 5 Kriteria Penilaian Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 76

Tabel 6 Data Rentang Nilai Pratindakan ... 78

Tabel 7 Data Rentang Nilai Siklus I Pertemuan ke-1 ... 87

Tabel 8 Data Rentang Nilai Siklus I Pertemuan ke-2 ... 88

Tabel 9 Data Rentang Nilai Siklus I ... 89

Tabel 10 Data Rentang Nilai Pratindakan dan Siklus I ... 91

Tabel 11 Data Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan ke-1 ... 92

Tabel 12 Data Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan ke-2 ... 93

Tabel 13 Data Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan ke-3 ... 94

Tabel 14 Refleksi Siklus I dan Ketercapaian ... 96

Tabel 15 Data Rentang Nilai Siswa Siklus II Pertemuan ke-1 ... 104

Tabel 16 Data Rentang Nilai Siswa Siklus II Pertemuan ke-2 ... 106

Tabel 17 Data Rentang Nilai Siswa Siklus II ... 107

Tabel 18 Data Rentang Nilai Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 108

Tabel 19 Data Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan ke-1 ... 110

Tabel 20 Data Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan ke-2 ... 111

Tabel 21 Data Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan ke-3 ... 112

Tabel 22 Refleksi Siklus II dan Ketercapaian ... 114


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir ... 56

Gambar 2 Model Penelitian Kemmis & Mc. Taggart ... 62

Gambar 3 Diagram Rentang Nilai Pratindakan ... 79

Gambar 4 Siswa Mengerjakan Tugas Menggunakan Media PATOPE ... 84

Gambar 5 Siswa Membaca Materi Mengenai Tokoh dan Peranannya ... 85

Gambar 6 Diagram Rentang Nilai Siklus I Pertemuan ke-1 ... 87

Gambar 7 Diagram Rentang Nilai Siklus I Pertemuan ke-2 ... 88

Gambar 8 Diagram Rentang Nilai Siklus I ... 90

Gambar 9 Diagram Rentang Nilai Pratindakan dan Siklus I ... 91

Gambar 10 Diagram Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan ke-1 ... 93

Gambar 11 Diagram Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan ke-2 ... 94

Gambar 12 Diagram Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan ke-3 ... 95

Gambar 13 Siswa Menyimak Materi yang Ditayangkan Menggunakan PPT ... 98

Gambar 14 Guru Menyebutkan Nomor 4 Untuk Presentasi ... 101

Gambar 15 Siswa Presentasi Menggunakan Bigbook ... 104

Gambar 16 Diagram Rentang Nilai Siswa Siklus II Pertemuan ke-1 ... 105

Gambar 17 Diagram Rentang Nilai Siswa Siklus II Pertemuan ke-2 ... 106

Gambar 18 Diagram Rentang Nilai Siswa Siklus II ... 107

Gambar 19 Diagram Rentang Nilai Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 109

Gambar 20 Diagram Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan ke-1 ... 111

Gambar 21 Diagram Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan ke-2 ... 112

Gambar 22 Diagram Rentang Skor Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan ke-3 ... 113


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 127

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ... 151

Lampiran 3 Soal Evaluasi ... 156

Lampiran 4 Materi Pembelajaran ... 165

Lampiran 5 Soal sebelum Diujicobakan ... 178

Lampiran 6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Soal ... 186

Lampiran 7 Soal setelah Diujicobakan ... 188

Lampiran 8 Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 196

Lampiran 9 Hasil Observasi Siswa ... 197

Lampiran 10 Catatan Lapangan ... 199

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian ... 212

Lampiran 12 Nilai UAS Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 215

Lampiran 13 Nilai Tertinggi Pratindakan ... 216

Lampiran 14 Nilai Terendah Pratindakan ... 224

Lampiran 15 Nilai Tertinggi Siklus I ... 232

Lampiran 16 Nilai Terendah Siklus I ... 234

Lampiran 17 Nilai Tertinggi Siklus II ... 236

Lampiran 18 Nilai Terendah Siklus II ... 238

Lampiran 19 Permohonan Izin Penelitian ... 240

Lampiran 20 Surat Izin Penelitian ... 241


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan dapat diperoleh dari jalur pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Semua jalur yang digunakan dalam pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan potensi siswa untuk meningkatkan sumber daya manusia. Jenjang pendidikan formal yang ada di Indonesia dimulai dari jenjang Sekolah Dasar. Dalam proses pembelajaran yang ada di sekolah dasar siswa dijajarkan berbagai materi pelajaran, seperti: Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, IPS, PKn, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan serta Pendidikan Agama.

Berdasarkan KTSP (2006: 175) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang


(19)

2

cinta damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Dalam KTSP (2006: 237) tujuan mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,

2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial,

3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan

4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila siswa sudah berhasil dalam mencapai tujuan. Dengan materi dan tujuan IPS yang demikian, maka siswa dan guru harus bekerjasama dalam proses pembelajaran sehingga tujuan IPS tersebut dapat tercapai. Proses pembelajaran dapat memberikan perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada belajar kognitif, terjadi perubahan dalam aspek kemampuan berpikir, pada belajar afektif mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan merasakan, sedangkan belajar psikomotorik memberikan hasil belajar berupa keterampilan (Purwanto, 2010: 43). Perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil dari sebuah proses belajar. Oleh karena itu, hasil belajar dapat berupa perubahan


(20)

3

dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik tergantung dari tujuan pembelajarannya.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti pada hari Senin tanggal 07 November 2016, kenyataan yang terjadi di SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul menunjukkan kualitas pembelajaran IPS yang belum maksimal. Pada materi mengenai “Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di

Indonesia” proses pembelajaran berlangsung satu arah sehingga proses

pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi di depan kelas sedangkan siswa hanya duduk dan mendengarkan. Pembelajaran seperti ini terlihat kurang efektif karena tidak semua siswa memiliki kemampuan sama dalam mendengarkan dan memahami materi yang dijelaskan oleh guru.

Guru menjelaskan materi pembelajaran dengan metode ceramah berdasarkan buku paket pegangan siswa dan menggunakan media berupa peta Indonesia yang ditempel di papan tulis. Peranan siswa sebagai pendengar dan sesekali melakukan tanya jawab atau menulis ketika diminta untuk menyalin apa yang kira-kira penting dari materi tersebut. Apabila setiap proses pembelajaran seperti ini maka siswa akan merasa jenuh, malas dan tidak bersemangat.

Selain itu, pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa terlihat kurang berkonsentrasi penuh pada materi hal ini terlihat dengan adanya siswa yang berbicara dengan temannya, memainkan alat tulis yang dipegangnya, bercanda mengenai hal yang tidak sesuai dengan materi, dan cenderung


(21)

4

menolak apabila diminta untuk melakukan rutinitasnya setiap hari, seperti: menyalin, mengerjakan lembar kerja, dan mengerjakan soal evaluasi.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V yaitu Bapak MZ, menurut beliau pembelajaran IPS memang sering dilakukan dengan kegiatan seperti ini karena keterbatasan sarana dan kurangnya motivasi serta keterampilan guru dalam mengubah proses pembelajaran. Padahal sebenarnya guru juga mengharapkan terciptanya proses pembelajaran yang menyenangkan, tidak membosankan, dan mampu merangsang agar siswa aktif dalam setiap kegiatan di kelas. Dengan proses pembelajaran yang menyenangkan diharapkan siswa akan mampu memahami materi IPS yang termasuk sulit dan hasil belajarnya juga akan maksimal.

Pernyataan di atas juga diperkuat dengan observasi mengenai hasil belajar siswa kelas V pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/ 2017 dan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Tahun Pelajaran 2016/ 2017

No Mata Pelajaran Nilai Rata-rata UAS

1 Bahasa Indonesia 70,75

2 Matematika 71,33

3 IPA 71,75

4 IPS 68,38

5 PKn 68,21

(Sumber : Daftar Nilai Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Tahun Pelajaran 2016/ 2017)

Berdasarkan hasil UAS di atas, terlihat bahwa pada hasil belajar siswa mata pelajaran IPS masih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran Bahasa


(22)

5

Indonesia, Matematika, dan IPA. KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 71. Sementara dari 24 siswa hanya 9 (37,5%) siswa yang mencapai KKM dan yang belum mencapai KKM sebanyak 15 (62,5%) siswa. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul masih tergolong rendah. Hal ini terjadi karena model pembelajaran yang diterapkan selama ini belum banyak mendukung tercapainya proses pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi IPS yang banyak, sulit dan susah untuk dihafalkan.

Walaupun nilai rata-rata PKn lebih rendah daripada nilai rata-rata IPS namun peneliti tidak melakukan penelitian pada mata pelajaran PKn. Hal ini karena berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas materi IPS lebih sulit daripada materi PKn maka guru menyarankan agar peneliti melakukan penelitian pada mata pelajaran IPS saja.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perubahan dalam proses pembelajaran IPS di SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul. Guru perlu menerapkan model pembelajaran yang tepat sehingga mampu membuat proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Guru juga harus mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Dalam interaksinya tidak menutup kemungkinan apabila siswa akan membentuk kelompok untuk dapat bekerja sama satu sama lain. Dengan proses pembelajaran yang demikian diharapkan


(23)

6

siswa akan mudah dalam menghafal maupun memahami materi IPS yang dianggapnya sulit sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat.

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Trianto (2014: 131) model pembelajaran kooperatif tipe NHT dirancang untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Selain itu, proses pembelajaran ini juga sesuai dengan karakteristik siswa kelas V yaitu gemar membentuk teman sebaya, mementingkan nilai, masih memerlukan bimbingan orang dewasa atau guru, dan sudah dapat berpikir realistik. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa akan melakukan lima tahap dalam pembelajaran yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, menjawab, dan penghargaan kelompok.

Awalnya, siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 siswa dan setiap anggota memiliki satu nomor. Anggota tiap kelompok heterogen, yang terdiri atas siswa berprestasi tinggi, sedang, dan rendah, laki-laki dan perempuan, serta berasal dari latar belakang etnik berbeda. Pemberian nomor kepala yang ini bertujuan untuk memberikan identitas yang berbeda kepada setiap siswa dan kelompok serta untuk memudahkan guru dalam kegiatan presentasi nanti. Setelah itu, setiap kelompok diberikan permasalahan untuk didiskusikan bersama. Dalam tahap ini siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk menguasai materi dan menyatukan


(24)

7

pendapat agar dapat menyelesaikan pertanyaan yang ada pada LKS. Setelah selesai, kemudian guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil diskusi dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Pada tahap ini siswa yang tidak berada di depan boleh bertanya, mengemukakan pendapat, membantu menjawab pertanyaan apabila ada teman sekelompoknya yang kesulitan. Tahap ini akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berbicara dan mengemukakan pendapat. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian penghargaan atas apa yang telah dicapai pada pembelajaran hari ini. Penghargaan kelompok ini dimaksudkan agar siswa lebih bersemangat dan motivasi belajarnya meningkat.

Model pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antara siswa dalam kelompok. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa dapat lebih cepat memahami suatu konsep apabila siswa berkerja dalam kelompok sehingga siswa mampu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama. Dalam pembelajaran kooperatif masing-masing siswa bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat memahami materi dengan baik.

Hal ini juga diperkuat dengan adanya prinsip pembelajaran kooperatif yaitu reactive teaching. Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat pelajaran ini untuk masa depan


(25)

8

siswa. Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran diharapkan selain hasil belajar siswa yang meningkat siswa juga memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati Restu Nurjanah (2011) tentang penerapan model pembelajaran NHT pada mata pelajaran IPS di kelas V. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa hasil belajar IPS siswa mengalami peningkatan, baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Untuk ranah kognitif yang mencapai KKM pada siklus I sebesar 71%, dan pada siklus II menjadi 100%. Untuk ranah afektif pada siklus I, siswa yang mempunyai kategori sangat baik sebesar 79%, dan pada siklus II meningkat menjadi 93%. Sementara, untuk ranah psikomotorik 100% siswa mempunyai keterampilan kerjasama yang cenderung meningkat.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka peneliti ingin mengetahui apakah hasil belajar siswa dapat meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul”.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:


(26)

9

1. Metode ceramah yang diterapkan guru selama proses pembelajaran menyebabkan pembelajaran berlangsung satu arah.

2. Siswa kurang berkonsentrasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. 3. Hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul

masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar permasalahan yang akan diteliti lebih terarah maka peneliti membatasi penelitian ini sebagai berikut. 1. Metode ceramah yang diterapkan guru selama proses pembelajaran

menyebabkan pembelajaran berlangsung satu arah.

2. Hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA.

Peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam proses pembelajaran.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan


(27)

10

Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul?”

E. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Petir I Rongkop Gunungkidul.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkuat teori yang dikemukakan oleh Arends yang menyatakan bahwa penggunaan model-model yang ada dalam pembelajaran kooperatif terbukti lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model yang digunakan selama ini.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

1) dapat membantu siswa agar lebih aktif dan termotivasi dalam proses pembelajaran, dan

2) dapat membantu siswa memahami konsep-konsep IPS. b. Bagi Guru

1)dapat memberikan gambaran kepada guru bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan


(28)

11

hasil belajar IPS sehingga guru dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran,

2)dapat memberikan gambaran kepada guru agar tidak menerapkan model pembelajaran yang monoton, dan

3)dapat menambah pengetahuan guru mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran IPS.

c. Bagi Peneliti

1)hasil penelitian ini dapat memberikan informasi seberapa besar peningkatan hasil belajar IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), dan

2)dapat memberikan wawasan mengenai penerapan model pembelajaran yang inovatif, khususnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.


(29)

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Sudjana (2005: 28) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk, seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, serta kecakapan dan kemampuannya. Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dipandang sebagai proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Ini sejalan dengan pendapat Sudjana (Rusman,2011: 14) tentang belajar merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Seorang anak belajar melalui melihat apa yang diindera dengan penglihatan, kemudian diamati dengan pengetahuan awal yang dimiliki, dan sampai pada tahap memahami sesuatu. Siswa sekolah dasar belajar harus didorong rasa ingin tahu siswa sehingga bisa belajar secara positif dan efektif.

Slameto (2003 : 2) berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparwoto (2004: 41) yang menyebutkan bahwa belajar pada intinya adalah proses internalisasi


(30)

13

dalam diri individu yang belajar dapat dikenali produk belajarnya yaitu berupa perubahan, baik penguasaan materi, tingkah laku, maupun keterampilan.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang yang sengaja dilakukan berdasarkan pengalaman sendiri dan hasil interaksi dengan lingkungannya.

2. Ciri-ciri Belajar

Djamarah (2011: 15) menyebutkan bahwa jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar. Adapun ciri-ciri belajar tersebut antara lain:

a. Perubahan yang terjadi secara sadar

Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi suatu perubahan dalam dirinya.

b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.


(31)

14

Dalam belajar, perubahan-perubahan selalu bertambah dan bertujuan untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan itu terjadi akibat dari usaha individu sendiri.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang bersifat sementara seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak dapat digolongkan dalam peruabahan dalam belajar. Hal ini karena perubahan dalam belajar bersifat menetap atau permanen.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang ingin dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar terjadi.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri belajar adalah adanya berbagai perubahan, yaitu perubahan yang terjadi secara sadar, perubahan dalam belajar yang bersifat fungsional, perubahan dalam belajar bersifat pasif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, dan perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

3. Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang akan membuahkan hasil. Diperolehnya hasil belajar merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran. Hasil belajar diperoleh jika terjadi perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan perkembangan lebih baik dari


(32)

15

sebelumnya. Purwanto (2010: 54) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang tejadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Apabila belajar menimbulkan perubahan perilaku, maka hasil belajar merupakan hasil perubahan perilaku dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

a. Ranah Kognitif

Anderson & Krathwol (2015: 99) menjelaskan bahwa kategori aspek penguasaan materi atau yang sering disebut aspek kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:

1) Mengingat

Mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Mengingat sangat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan untuk menyelesaikan masalah karena pengetahuan dipakai dalam tugas yang kompleks. Proses mengingat ada 2 yaitu mengenali dan mengingat kembali. Mengenali merupakan mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang untuk membandingkan dengan informasi yang baru saja diterima. Contoh penerapan proses mengenali terdapat dalam soal benar salah, menjodohkan dan pilihan ganda. Sementara. mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika soal menghendaki demikian. Contoh proses mengingat kembali pada pelajaran IPS adalah tes dengan pertanyaan “Apa barang ekspor utama dari Indonesia?”.


(33)

16

Memahami adalah mengkontruksikan makna materi pembelajaran, yang bersifat lisan, tulisan atau grafis yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau komputer. Proses kognitif dalam kategori memahami ada 7, yaitu menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

3) Mengaplikasikan

Mengaplikasikan dalam prosesnya melibatkan pengguanaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjkan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yaitu mengeksekusi dengan menerapkan sesuatu prosedur pada tugas yang familier dan mengimplementasikan dengan memilih dan menggunakan sebuah prosedur untuk menyelesaikan tugas yang tidak familier.

4) Menganalis

Menganalisis adalah proses memecahkan materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antara bagian dan antara setiap sebagian dan struktur keseluruhannnya. Tujuan dari menganalisis yaitu menentukan potongan informasi yang relevan atau penting, menentukan cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut, dan menentukan tujuan dibalik informasi tersebut. Kategori proses menganalisis yaitu membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.

5) Mengevaluasi

Mengevaluasi adalah membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria yang digunakan adalah kualitas, efektifitas, efektivitas,


(34)

17

efisien, dan konsisten. Sementara standarnya bersifat kuantitatif kategori proses mengevalusi yaitu memeriksa dan mengkritik.

6) Mencipta

Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen keseluruhan yang koheren dan fungsional. Tujuan mencipta adalah siswa membuat produk baru dengan mengreoganisasi sejumlah elemen atau bagian menjadi sebuah pola yang belum pernah ada sebelumnya. Dalam mencipta terdapat tiga proses kognitif yaitu merumuskan, merencanakan, dan memproduksi. b. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, yaitu: menerima (receiving); menjawab (responding); menilai (valuing); organisasi (organize).

1) Menerima (receiving)

Dalam tingkatan menerima, diharapkan siswa peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.


(35)

18

Dalam hal ini siswa tidak hanya peka pada satu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menjawab, membantu, melakukan, membaca, melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.

3) Menilai (valuing)

Melalui tingkatan menilai, diharapkan siswa dapat menilai suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian, memilih, dan mengikuti. 4) Organisasi (organize)

Pada tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan atau memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, dan memodifikasikan.

c. Ranah psikomotor

Ranah psikomotor tercerminkan dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak seorang individu. Hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu:

1) Imitasi

Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yangdilihat atau diperhatikan sebelumnya.


(36)

19

Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat, tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. 3) Presisi

Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. 4) Artikulasi

Kemampuan ini adalah kemampuan melakukan kegiatan yang kompleks dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan suatu yang utuh. 5) Naturalisasi

Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar terdiri dari tiga ranah yaitu hasil belajar afekif, kognitif dan psikomotor. Masing-masing memiliki tingkatan, kriteria, dan tahapan yang berbeda.

4. Fungsi dan Tujuan Hasil Belajar

Sudjana (2011: 3) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan penilaian hasil belajar adalah sebagai berikut:

a. Fungsi penilaian hasil belajar

Penilaian hasil belajar berfungsi sebagai alat untuk mengetahui tujuan pembelajaran. Dengan melakukan penilaian maka guru dapat mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai. Jika terdapat tujuan yang belum


(37)

20

tercapai maka akan dilakukan analisis terhadap penyebab tidak tuntasnya hasil dari penilaian yang dilakukan. Untuk mengatasinya selanjutnya dapat dilakukan perbaikan. Perbaikan yang dilakukan dalam pembelajaran merupakan umpan balik dari penilaian yang dilakukan. Perbaikan dapat dilakukan dalam hal tujuan pembelajaran, kegiatan belajar siswa, strategi atau cara mengajar guru dan lain-lain. Perbaikan ini yang kemudian akan menjadikan hasil penilaian belajar akan selaras dengan tujuan awal pembelajaran. Dengan demikian, fungsi dari penilaian hasil belajar adalah sebagai tolak ukur kegiatan belajar mengajar yang telah dilakukan oleh siswa dan guru selama periode tertentu.

Penilaian hasil belajar juga berfungsi sebagai dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa yang akan ditunjukan kepada wali murid. Dengan adanya laporan hasil belajar, guru dapat memberikan informasi kepada wali murid dalam kemampuan belajar siswa pada masing-masing bidang mata pelajaran. Laporan belajar disajikan dalam bentuk nilai prestasi yang dicapai siswa. Dengan sampainya laporan nilai siswa kepada orang tua atau wali murid, diharapkan akan ada pengawasan yang baik atas disiplin belajar anak dirumah, sehingga terjalin kerjasama yang baik antara pihak sekolah dengan orang tua atau wali siswa.

b. Tujuan penilaian hasil belajar

Tujuan penilaian hasil belajar yaitu untuk mendeskripsikan kecakapan belajar siswa. Dalam hal ini dapat diketahui kelebihan serta kekurangan mata pelajaran yang ditempuh dari nilai yang diperoleh siswa. Tujuan lain dari


(38)

21

penilaian belajar untuk mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran disekolah. Keberhasilan dalam proses pembelajaran di sekolah juga dapat diperoleh dari hasil penilaian, jika nilai siswa tinggi serta tujuan pembelajaran tercapai maka dapat dikatakan proses pembelajaran berhasil.

Tujuan penilaian hasil belajar dijadikan dalam menentukan tindak lanjut penilaian. Jika ditemui hasil belajar yang belum mencapai tujuan pembelajaran maka dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam program pendidikan. Guru dapat menerapkan strategi baru dalam pelaksanaan pembelajaran. Selain itu tujuan penilaian hasil belajar dijadikan sebagai pertanggungjawaban sekolah kepada pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, masyarakat dan wali murid. Hasil belajar menjadi penting karena ini merupakan cerminan atas apa yang sudah dipelajari selama pembelajaran berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Dari hasil belajar yang diperoleh akan diketahui seberapa baik pencapaian yang didapat. Permasalahan-permasalahan seperti ketidakmampuan siswa menerima dan menelaah materi yang dipelajari akan terungkap dengan melihat hasil belajar. Dari uraian tersebut menjadikan hasil belajar penting sebagai evaluasi terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan sebagai acuan dalam perencanaan langkah pembelajaran selanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai, dan sebagai dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa yang akan ditunjukan kepada wali murid. Sementara tujuan penilaian hasil


(39)

22

belajar adalah untuk mendeskripsikan kecakapan belajar siswa, untuk mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran disekolah, dapat dijadikan acuan dalam menentukan tindak lanjut penilaian, dan sebagai pertanggungjawaban sekolah kepada pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, masyarakat dan wali murid.

B. Tinjauan Tentang IPS 1. Pengertian IPS

National Council for the Social Studies (Ellis, 1998: 2) menjelaskan: “Social Studies is the integrated of the social science and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural science.”

Maksud dari pendapat diatas bahwa Ilmu Sosial adalah integrasi dari pengetahuan sosial dan humaniora untuk memperkenalkan pada kehidupan masyarakat. Dalam program sekolah, ilmu sosial tersusun atas tersusun atas disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta konten yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.

Hamalik (1992: 38) menjelaskan bahwa IPS adalah salah satu bidang studi yang dipelajari pada pendidikan SD. Karena pendidikan SD berorientasi pada masyarakat dan berpijak pada prinsip keseluruhan, begitu pula dengan bidang studi IPS. Bidang studi yang mengedepankan pendekatan interdisipliner, baik dalam mendesain kurikulum maupun dalam rangka penyampaian kepada siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang


(40)

23

dikemukakan oleh Gunawan (2013: 17) mengemukakan bahwa IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari jumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, yaitu: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. IPS dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial di atas (Susanto, 2014: 6)

IPS dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP/MTs. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan ilmu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di SD. Materi IPS merupakan integrasi dari berbagai ilmu sosial yang mengharapkan siswanya dapat menjadi warga negara yang baik.

2. Tujuan Mata Pelajaran IPS di SD

Dalam KTSP (2006: 175) tujuan mata pelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:


(41)

24

a. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,

b. memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, c. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan, dan

d. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Gunawan (2013: 52) tujuan kurikuler IPS di SD adalah sebagai berikut: a. membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam

kehidupannya kelak dimasyarakat,

b. membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat,

c. membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta keahlian,

d. membekali anak didik dengan kesadaran,sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut, dan

e. membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.


(42)

25

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan mata pelajaran IPS di SD adalah untuk membekali anak didik agar memiliki pengetahuan mengenai konsep-konsep ilmu sosial yang berkaitan dengan masyarakat dan agar anak didik mampu berkomunikasi dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas V

a. Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia.

b. Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia.

c. Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya.

d. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. e. Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia.

f. Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

g. Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

h. Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan.


(43)

26

Berdasarkan KD IPS kelas V di atas dapat disimpulkan bahwa materi IPS kelas V SD menuntut siswa untuk mampu memahami materi yang banyak dan sulit, yaitu: 1) peninggalan sejarah dan tokoh-tokoh kerajaan Hindu, Buddha, Islam di Indonesia, 2) kenampakan alam dan buatan di Indonesia, 3) suku bangsa dan budaya di Indonesia, 4) jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia, 5) perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, 6) jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan dalam mempertahankan kemerdekaan di Indonesia.

4. Pokok Bahasan IPS Kelas V Semester II

a. Pokok Bahasan IPS Kelas V Semester II pada KD 2.2 “Menghargai Jasa

dan Peranan Tokoh Perjuangan dalam Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia”.

KD tersebut terdapat dalam Bab VI dan materinya berjudul: Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Perumusan Dasar Negara. Adapan pokok bahasan dalam bab tersebut antara lain:

1) Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik, 2) Masa Persiapan Kemerdekaan,

3) Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dan

4) Menghargai Jasa Tokoh dalam Mempersiapkan Kemerdekaan.

b. Pokok bahasan IPS kelas V semester II pada KD “Menghargai Jasa dan Peranan Tokoh Dalam Memproklamasikan Kemerdekaan”.


(44)

27

KD tersebut terdapat dalam Bab VII dan materinya berjudul: Peristiwa Sekitar Proklamasi. Adapan pokok bahasan dalam bab tersebut antara lain: 1) Peristiwa Menjelang Proklamasi Kemerdekaan,

2) Pembentukan Alat Kemerdekaan NKRI, 3) Tokoh-tokoh Kemerdekaan Indonesia,dan 4) Menghargai Jasa-jasa Pahlawan.

C. Tinjauan Tentang Perkembangan Kognitif Siswa 1. Perkembangan Kognitif Anak

Piaget (Syah, 2011: 74) mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan, yaitu:

a. Tahap sensori motor (0-2 tahun)

Dalam tahap sensori motor intelegensi yang dimiliki anak masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Intelegensi sensori motor dipandang sebagai intelegensi praktis yang berguna bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai hal yang sedang ia perbuat. Anak dalam periode ini belajar cara mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami hal yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan itu. Dalam tahap ini benda-benda dan mainan serta orang-orang yang berada disekitarnya akan ia cari dengan sungguh-sungguh saat ia membutuhkannya.


(45)

28

Perkembangan anak dalam tahap pra-operasional ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanen. Anak sudah memiliki kemampuan abstrak dalam memahami suatu benda, representasi mental yang memungkinkan anak dapat meniru perilaku orang lain yang sebelumnya pernah ia lihat, mampu memahami situasi problematikdan berusaha berpikir untuk memecahkan masalah versi anak-anak, serta diperolehnya kemampuan berbahasa. Anak dalam periode ini mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif tetapi masih bersifat egosentrisme.

c. Tahap concrete-operasional/ konkret-operasional (7-11 tahun)

Dalam tahap ini anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir. Kemampuan ini berguna untuk mengkoordinasikan permikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Ciri khas dari tahap ini adalah munculnya pemahaman terhadap aspek kuantitatif materi, pemahaman terhadap penambahan golongan benda, dan pemahaman terhadap pelipatgandaan golongan benda. Perolehan pemahaman tersebut diiringi dengan banyak berkurangnya egosentrisme anak. Anak-anak dalam tahap ini baru mampu berpikir sitematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.


(46)

29

Dalam tahap perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: a) kapasitas menggunakan hipotesis, b) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Hal ini menyebabkan anak mampu memecahkan masalah dan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak seperti ilmu agama, ilmu matematika, dan ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan lebih mendalam.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap konkret-pra-operasional,dan tahap formal-operasional. Dimana disetiap tahapan memiliki ciri dan perkembangan masing-masing. Pada umumnya anak Indonesia mulai masuk SD pada usia 6-7 tahun dan rentang waktu belajar di SD selama 6 tahun maka usia anak SD bervariasi antara 6-12 tahun. Berarti meliputi tahap akhir pra-operasional sampai tahap awal formal-operasional.

2. Masa Usia Sekolah Dasar

Yusuf (2001: 24) mengemukakan bahwa masa usia SD sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum atau sesudahnya. Masa ini dibagi menjadi dua fase, yaitu:

a. Masa kelas rendah SD, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain:


(47)

30

1)adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi (apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh),

2) sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permaianan yang tradisional, 3) adanya kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri), 4) suka membandingkan-bandingkan dirinya dengan anak yang lain,

5)apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting,

6)pada masa ini (terutama usia 6-8 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

b. Masa kelas tinggi SD, kira-kira umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah:

1)adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis,

2) amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar,

3)menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yakni mulai menonjolnya bakat-bakat khusus,

4)sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru/ orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya,


(48)

31

5)pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah, dan

6)anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional (yang sudah ada), melainkan siswa membuat peraturannya sendiri.

Pelaksanaan pembelajaran di SD idealnya harus disesuaikan dengan karakteristik dari anak SD itu sendiri. Pemahaman akan karakteristik anak SD akan mempengaruhi guru dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karakteristik anak kelas V SD adalah sudah mampu berpikir konkret dan realistik, mulai tertarik pada suatu hal yang merupakan bakatnya, masih memerlukan bimbingan guru/ orang dewasa, mementingkan nilai raport, dan gemar membentuk teman sebaya.

Oleh karena itu, menurut peneliti model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan dalam proses pembelajaran kelas V SD dimana tahap perkembangan kognitif siswa sudah mencapai tahap konkret-operasional. Melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan siswa dapat bekerja dalam kelompok, mampu mendiskusikan jawaban secara konkret dan realistik, serta bersungguh-sungguh dalam belajar agar mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

D. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


(49)

32

Arends (Suprijono, 2016: 65) mengemukakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Menurut Winataputra (2001: 3) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Jadi, model pembelajaran bagi seorang guru berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2005: 4) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa memiliki nilai akademis yang kurang baik.

Trianto (2014: 108) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika siswa saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja


(50)

33

dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang kompleks.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajad tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok ini yakni untuk memberikann kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok tugas anggota kelompok yaitu mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Tiga konsep penting pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2005: 10) yaitu:

a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

c. Kesempatan sukses yang sama, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar siswa sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah


(51)

sama-34

sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

Slavin (2005: 26) pembelajaran kooperatif dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut:

a. tujuan kelompok,

b. tanggung jawab individual, c. kesempatan sukses yang sama, d. kompetisi tim,

e. spesialisasi tugas, dan

f. adaptasi terhadap kebutuhan kelompok.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah proses pembelajaran berkelompok, di mana setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengutarakan pendapatnya kemudian mendiskusikan pendapat-pendapat tersebut agar memperoleh jawaban yang benar.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Asma, 2006: 11). Adapun tujuan-tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pencapaian hasil belajar

Tujuan pertama dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli


(52)

35

berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma-norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada siswa yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik, baik kelompok bawah maupun kelompok atas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi kelompok bawah. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor kepada teman sebaya yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah agar siswa mampu menerima orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling beragntung satu sama lain atas tugas-tugas bersama serta belajar untuk menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ketiga dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.


(53)

36

Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam hidup bermasyarakat. Model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, agar siswa mampu menerima orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan, dan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif

Asma (2016: 14) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip, yaitu sebagai berikut:

a. Belajar siswa aktif

Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif berpusat pada siswa, aktivitas belajar lebih dominan dilakukan siswa, pengetahuan yang dibangun dan ditemukan adalah dengan belajar bersama-sama dengan anggota kelompok sampai masing-masing siswa memahami materi pembelajaran dan mengakhiri dengan membuat laporan kelompok dan individu.

b. Belajar kerjasama

Dalam pembelajaran kooperatif, proses pembelajaran didahului dengan bekerja sama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang tengah dipelajari. Prinsip pembelajaran ini yang melandasi keberhasilan penerapan pembelajaran kooperatif.


(54)

37 c. Pembelajaran partisipatorik

Pembelajaran kooperatif juga menganut prinsip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model pembelajaran ini siswa belajar dengan melakukan sesuatu (learning by doing) secara bersama-sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.

d. Reactive teaching

Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif, guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi siswa dapat dibangkitkan jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat pelajaran ini untuk masa depan siswa. e. Pembelajaran yang menyenangkan

Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran harus berjalan dalam suasana menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang menakutkan bagi siswa atau suasana belajar yang tertekan. Suasana yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku baik di luar maupun di dalam kelas.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa prinsip pembelajaran kooperatif adalah berpusat pada siswa, belajar kerja sama, pembelajaran partisipatorik, strategi belajar yang tepat, dan pembelajaran yang menyenangkan.


(55)

38

Suprijono (2016: 77) menyebutkan bahwa ada lima unsur dasar yang terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan positif

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

b. Tanggung jawab individual

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. c. Interaksi promotif

Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:

1) saling membantu secara efektif dan efisien,

2) saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan,

3) memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, 4) saling mengingatkan,


(56)

39

5) saling membantu dalam merumuskan dan mengemabngkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi,

6) saling percaya, dan

7) saling memotivasi utnuk mempeoleh keberhasilan bersama. d. Keterampilan sosial

Untuk mengordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus:

1) saling mengenal dan memercayai,

2) mampu berkomuniaksi secara akurat dan tidak ambisius, 3) saling menerima dan saling mendukung, dan

4) mampu menyelesaikan konflik secraa konstruktif. e. Pemrosesan kelompok

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa diantara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memebrikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.

Sementara Arends (Asma, 2016: 16) menyebutkan bahwa unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:


(57)

40

a. siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa siswa “sehidup

sepenanggungan bersama”,

b. siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik siswa sendiri,

c. siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,

d. siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya,

e. siswa akan dikenakan atau akan diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok,

f. siswa berbagi kepemimpinan dan siswa membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar, dan

g. siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam kelompoknya.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah bekerja dalam kelompok, pembagian tugas, tanggung jawab individual, dan pemberian penghargaan,

5. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Arends (Trianto, 2014: 116) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar,


(58)

41

b. kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah,

c. bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam, dan

d. penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari siswa yang bermacam-macam kemampuan dan asalnya, siswa memiliki tujuan yang sama untuk menyelesaikan materi belajar, dan penghargaan kelompok.

6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Kooperatif

Asma (2006: 105) mengemukakan bahwa dalam pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

a. Pengelompokan

Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dan orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.


(59)

42

Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran kooperatif, masing-masing anggota kelompok perlu memiliki semangat kooperatif. Beberapa kegiatan yang dapat membuat relasi masing-masing anggota kelompok menjadi lebih erat, yaitu sebagai berikut:

1) Kesamaan kelompok

Kelompok akan merasa bersatu apabila siswa menyadari kesamaan yang siswa miliki. Kesamaan tidak berarti menyeragamkan semua keinginan, minat, dan kemampuan anggota kelompok. Melainkan masing-masing anggota kelompok harus mampu melihat keunikan dari teman-temannya. 2) Identitas kelompok

Berdasarkan kesamaan yang telah dimiliki, maka saatnya untuk merundingkan nama kelompok yang tepat untuk kelompok siswa. Setiap anggota kelompok harus dimintai pendapat dan keputusan harus dibuat tanpa ada yang merasa keberatan.

3) Sapaan dan sorak kelompok

Untuk lebih mempererat hubungan dalam kelompok, siswa bisa disuruh membuat sapaan, sorak maupun yel-yel kelompok. Hal ini diharapkan mampu memberikan semangat temannya yang maju, selingan apabila jenuh maupun mengantuk di kelas.

c. Penataan ruang kelas

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penataan ruang kelas, yaitu sebagai berikut:


(60)

43 2) jumlah siswa,

3) tingkat kedewasaan siswa,

4) toleransi guru dan kelas terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa, 5) toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya

siswa lain,

6) pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong-royong, dan

7) pengalaman siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong-royong.

Lie (Asma, 2006: 115) dalam metode pembelajaran kooperatif, penataan ruang perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1)bangku perlu ditata sedemikian rupa, sehingga semua siswa dapat melihat guru/papan tulis dengan jelas, dan

2)dapat melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merara. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak terganggu kelompok yang lain dan guru dapat menyediakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain.

Pada penataan ruangan dan bangku dalam pembelajaran kooperatif sangat bervariasi dan disesuaikan dengan metode serta tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kagan (Asma, 2006: 115), bahwa ada beberapa model penataan bangku dalam ruangan yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut:


(61)

44

1)meja tapal kuda: siswa berkelompok di sisi luar susunan tapal kuda seperti huruf U,

2) meja panjang: siswa berkelompok di dua sisi meja,

3)meja laboratorium: a) tugas individu, dan b) tugas kelompok dengan membalikkan kursi,

4) meja kelompok: siswa satu kelompok duduk melingkari satu meja,

5)klasikal: siswa dalam satu kelompok duduk sebagai mana kelas (menghadap satu arah),

6)bangku individu dengan meja tulisnya: siswa ditempatkan masing-masing di satu meja, dan satu kursi, dan

7)meja berbaris: beberapa kelompok duduk di beberapa meja yang berjejer kebelakang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu pengelompokan heterogenitas, semangat kooperatif masing-masing siswa, dan penataan ruang kelas. Penataan ruang kelas bervariasi dan disesuaikan dengan metode serta tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran.

7. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

a. Student Teams Achievement Divisions (STAD)

STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Tipe ini


(62)

45

menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat atau lima siswa yang merupakan campuran dari kemampuan dari kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, dan etnik yang berbeda. STAD memiliki lima komponen utama yaitu: 1) presentasi kelas, 2) tim, 3) kuis, 4) skor kemajuan individual, dan 5) rekognisi tim.

b. Team Games Tournaments (TGT)

TGT merupakan pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunkaan kuis-kuis, dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim siswa dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti siswa. TGT memiliki lima komponen utama yang sama seperti STAD hanya saja perbedaannya adalah STAD mengguankan kuis-kuis individual pada tiap akhir pelajaran, sementara TGT menggunakan game-game akademik. Lima komponen utama TGT yaitu: 1) presentasi kelas, 2) tim, 3) kuis, 4) skor kemajuan individual, dan 5) rekognisi tim.

c. Team Assisted Individualization (TAI)

Model ini dirancang dan digunakan untuk pembelajaran terpogram, misalnya pengajaran matematika yang berurutan. TAI menggunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual dan dirancang khusus untuk mengajarkan matematika pada kelas 3 sampai 6. Dalam model ini setiap siswa bekerja sesuai dengan unit-unit yang diprogramkan secara individu yang dipilih sesuai dengan level kemampuannya. TAI mempunyai delapan komponen utama, yaitu: 1) kelompok, 2) tes penempatan, 3) materi,


(63)

46

4) belajar kelompok, 5) skor dan penghargaan kelompok, 6) kelompok pengajaran, 7) tes fakta, dan 8) unit seluruh kelas.

d. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

CIRC merupakan sebuah program yang komprehensif dalam pengajaran membaca, menulis,dan seni berbahasa di kelas tinggi SD. Tipe ini menekankan pada tujuan-tujuan kelompok dan tanggung jawab individual. Unsur utama dari CIRC yaitu: 1) kelompok membaca, 2) tim, 3) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita, 4) pemeriksaan oleh pasangan, 5) tes, 6) pengajaran langsung dalam memahami bacaan, dan 7) seni berbahasa dan menulis terintegrasi.

e. Group Investigation (GI)

GI sesuai untuk proyek-proyek studi yang terintegrasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi sehubungan dengan upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multiaspek. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas (buku, intuisi, orang). Siswa selanjutnya mengevaluasi dan mensintesiskan informasi yang merupakan pendapat dari anggota kelompok. Enam tahap dalam pembelajaran GI adalah sebagai berikut:

1) mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok, 2) merencanakan tugas yang akan dipelajari,

3) melaksanakan investigasi, 4) menyiapkan laporan akhir,


(64)

47 5) mempresentasikan laporan akhir, dan 6) evaluasi.

f. Numbered Heads Together (NHT)

Trianto (2014: 131) mengemukakan bahwa NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut.

Susanto (2014: 227) mengemukakan bahwa NHT adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dan yang lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa NHT merupakan proses pembelajaran berkelompok yang bertujuan untuk mengecek pemahaman siswa, di mana setiap anggota kelompoknya memiliki tanggung jawab sendiri dan harus saling menghormati pendapat orang lain.

Trianto (2014: 131) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran NHT ada empat tahapan yang harus dilakukan guru, yaitu:


(65)

48

Dalam tahap ini guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang siswa. Apabila setiap kelompok ada 5 siswa maka diberi nomor 1-5.

b. Mengajukan pertanyaan

Dalam tahap ini guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap kelompok.

c. Berpikir bersama

Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan yang sudah diajukan guru.

d. Menjawab

Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Hal ini dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran antara lain Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team Games Tournaments (TGT), Cooperative Integrated Reading and


(66)

49

Composition (CIRC), Group Investigation (GI), dan Numbered Heads Together (NHT) yang memiliki karakteristik masing-masing.

E. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Berdasarkan karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Arends dan tahap pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Trianto maka langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan pada penelitian ini adalah:

1. Penomoran

Dalam tahap ini guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang siswa. Apabila setiap kelompok ada 5 siswa maka diberi nomor 1-5. Pembentukan kelompok ini dilakukan secara heterogen agar siswa mampu menerima orang yang berbeda kemampuan tingkat kognitif, ras, budaya, dan tingkat sosial.

2. Mengajukan pertanyaan

Dalam tahap ini guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap kelompok.

3. Berpikir bersama

Setiap kelompok diberikan waktu agar dapat berdiskusi untuk menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan

kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban dari pertanyaan

yang sudah diajukan guru. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar.


(67)

50

Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Hal ini dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

5. Penghargaan kelompok

Penghargaan kelompok lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. Penghargaan ini diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan yaitu setelah kelompok menyelesaikan tugasnya pada hari itu.

F. Relevansi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap Materi IPS SD

Model pembelajaran NHT merupakan proses pembelajaran berkelompok yang bertujuan untuk mengecek pemahaman siswa, di mana setiap anggota kelompoknya memiliki tanggung jawab sendiri dan harus saling menghormati pendapat orang lain. Dalam proses pembelajaran siswa akan melalui empat tahapan, yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab.

Sementara itu, Gunawan (2013: 82) mengemukakan bahwa materi IPS SD penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan,


(68)

51

ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa. Guru mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran agar mampu menyampaikan konsep-konsep abstrak itu menjadi hal yang mudah dipahami bagi anak.

Berdasarkan uraian di atas, untuk menyampaikan materi IPS kelas V semester II pada KD 2.2 Menghargai Jasa dan Peranan Tokoh Perjuangan dalam Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia dan 2.3 Menghargai Jasa dan Peranan Tokoh dalam Memproklamasikan Kemerdekaan, salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hal ini karena NHT dapat merangsang siswa untuk mampu menelaah suatu materi yang banyak secara berkelompok. NHT juga mengajarkan siswa untuk mampu bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Hal ini diperkuat oleh teori dari Kagan (Trianto, 2014: 131) yang menyebutkan bahwa NHT dapat melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut.

G. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Rohmawati Restu Nurjanah pada tahun 2011 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Kendonmiri I Rongkop Gunungkidul Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)”.


(1)

(2)

238 Lampiran 18. Nilai Terendah Siklus II


(3)

(4)

240 Lampiran 19. Permohonan Izin Penelitian


(5)

241 Lampiran 20. Surat Izin Penelitian


(6)

242


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Penerapan modal pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dalam upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa

1 5 88

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV SD NEGERI 101783 SAENTIS.

0 2 22

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS.

0 0 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS V SDN 2 RAHTAWU GEBOG KUDUS

0 0 24

PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR IPS KELAS V SD

0 2 10

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri 161 Pekanbaru

0 0 13