Penerapan modal pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dalam upaya meningkatkan hasil belajar kimia siswa

(1)

Dewasa ini dunia pendidikan menghadapi suatu tantangan yang cukup berat terutama dalam hal terselenggaranya suatu sistem pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan generasi bangsa yang memiliki keunggulan kompetitif dalam memecahkan masalah. Pada jalur pendidikan formal, berbagai pembenahan dan perbaikan terus dilakukan diantaranya adalah kurikulum, sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan, dan perbaikan proses pembelajaran salah satunya adalah dengan memperbaiki dengan metode mengajar.

Metode mengajar yang dipakai guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh pelajar. Dengan kata lain metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Keberhasilan pendidikan yang dinilai dari perolehan pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat dicapai melalui proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Salah satu upaya untuk menciptakan kondisi belajar mengajar tersebut yaitu dengan pemilihan bentuk pembelajaran yang tepat dan menarik.

Dalam proses pembelajaran kimia masih sering dijumpai adanya kecenderungan siswa tidak mau bertanya pada guru meskipun mereka sebenarnya belum mengerti materi yang disampaikan oleh guru. Tetapi ketika guru menanyakan bagaimana yang belum mereka mengerti seringkali siswa hanya diam, dan setelah guru memberikan latihan soal barulah guru mengerti bahwa sebenarnya ada bagian dari materi yang belum dimengerti siswa.

Berdasarkan penuturan guru bidang studi kimia SMA Nusantara Unggul proses pembelajaran kimia m`sih didominasi oleh guru sehingga keaktifan sIswa Didalam kelas masih kurang. Dalam proses belajar mengajar di kelas tidak banyak siswa yang mengajukan pertanyaan sehingga interaksi siswa dengan guru kurang terjalin dengan baik. Dari sumber yang s!ma jufa dapat diketahui bahwa nilai hasil ulangan harian siswa masih belum mencapai


(2)

kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan yakni 65. Berikut ini disajikan hasil ulangan siswa

Tabel 1.1 Nilai Ulangan Iarian

Interval Frekue.si Persentase

< 50 7 21,8

50 – 54 2 6,2

55 – 60 12 37,5

61 – 64 4 12,5

65 – 70 7 21,8

Keterangan

Nilai tertinggi : 68 Nilai terendah : 38 Jumlah siswa : 32 orang

Masalah lain yang ditemukan selama observasi awal yaitu proses belajar mengajar yang cenderung berpusat pada guru. Guru lebih banyak menghabiskan waktu untuk menjelaskan materi dan mencatat. Pada saat penjelasan materi juga tidak banyak siswa yang bertanya mengenai materi yang tidak dimengerti akibatnya, pada saat diberikan latihan soal hanya sebagian kecil siswa yang mencoba untuk mengerjakan. Siswa lain terlihat berjalan didalam kelas untuk mencari tahu jawaban. Ketidakaktifan siswa menyebabkan suasana pembelajaran berlangsung tidak kondusif, beberapa siswa sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Ada yang mengobrol, membaca majalah, mengantuk bahkan ada yang tertidur. Gurupun tampak tidak memperdulikannya.

Dalam metode ceramah siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran karena metode ini berpusat pada guru sehingga siswa ditempatkan sebagai penerima informasi, hal ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mencatat sehingga interaksi baik guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa tidak berlangsung efektif.


(3)

Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sarat dengan konsep yang abstrak dan juga merupakan salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa di sekolah menengah bahkan menjadi momok dikalangan mereka. Pada konsep kesetimbangan siswa merasa kesulitan dalam mempelajarinya karena banyak materi yang harus dikuasai terlebih dalam hal hitungan.Untuk itu diperlukan teknik penyampaian yang menarik sehingga bahan pelajaran mudah diserap dan dimengerti oleh siswa dan hasil belajar pun akan meningkat.

Guru mempunyai peranan yang cukup penting dalam mencapai tujuan pembelajaran untuk itu guru harus peka dengan permasalahan – permasalahan yang dihadapi di kelas. Agar tujuan pembelajaran kimia dapat tercapai maksimal, maka harus diupayakan agar semua siswa lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan. Salah satu diantaranya yaitu dengan membentuk kelompok belajar. Melalui kelompok belajar ini, diharapkan akan terjalin kerjasama yang positif antar siswa. Siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kesulitan dalam belajar kimia dan diharapkan melalui belajar kelompok ini siswa dapat terlibat secara aktif didalam pembelajaran karena dengan belajar kelompok siswa mempunyai tugas masing-masing didalam kelompoknya yang menuntut keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan didapat hasil belajar yang optimal.

Dalam pembelajaran dikenal berbagai model pembelajaran salah satu diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.1 Beberapa ahli menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman dan latihan, perubahan tingkah laku itu meliputi keterampilan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi. Sedangkan pengalaman dalam proses belajar interaksi antar individu dengan lingkungannya, karena itu

1

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Surabaya: Prestasi pustaka 2007 ), h. 42


(4)

belajar termasuk dalam proses aktif oleh karena itu diharapkan dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat aktif didalam proses pembelajaran karena didalamnya akan terjadi interaksi antar siswa yang akan mempermudah tugas mereka dalam mempelajari materi yang diberikan. Mereka bisa saling bertukar pikiran dan berdiskusi mengenai masalah – masalah yang harus dipecahkan sehingga akan lebih mempermudah dan memperjelas mereka dalam memahami materi pelajaran. Seperti yang dinyatakan oleh Piaget dalam Trianto bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi logis.2

Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.3

Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe, salah satu diantaranya adalah Numbered Head Together (NHT) yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Menurut Kagan dalam La Misu, struktur khusus dalam tipe ini adalah menghendaki kerjasama dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penguasaan akademik, dengan melalui empat tahapan, yaitu: (1) penomoran (numbering), (2) pengajuan pertanyaan (questioning), (3) berpikir bersama (heads together), dan (4)

2

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek,( Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007 ), h. 25

3

Ina Karlina, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa http://www.sd-binatalenta.com/artikel_ina.pdf diunduh pada tgl 20 Januari, pukul 12.00


(5)

pemberian jawaban (answering).4 Tipe ini melatih kognitif siswa dalam menyampaikan informasi, mengkaji ketergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima informasi diantara anggota kelompok sehingga mendorong kedewasaan berfikir siswa selain itu teknik ini memberi kesempatan siswa untuk melatih bicara aktif, berpartisipasi dan bersosialisasi antar sesama siswa, sehingga tercipta suasana kelas yang aktif yang akan berakibat pada peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan analisis penyebab masalah diatas, perlu dilakukan suatu upaya untuk mencari solusi dalam rangka meningkatkan pembelajaran di kelas. Penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang berdasarkan penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan mengenai bagaimana pengaruh yang timbul dari penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar kimia. Sehingga penulis mengambil judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Numbered Heads Together (NHT) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa”

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Dalam meningkatkan hasil belajar siswa, masalah – masalah yang timbul seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang masalah harus segera diatasi. Maka identifikasi area dan fokus penelitian ini adalah :

1. Hasil belajar kimia yang rendah

2. Siswa cenderung diam dan tidak mau bertanya pada guru 3. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa

4. Pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) membuat siswa kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

5. Ketidakaktifan siswa membuat suasana belajar kurang kondusif

4

La Misu, Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Matematika di Kelas VI SD Negeri 1 Bau-bau Melalui Model Pembelajaran Kooperatif NHT, dalam


(6)

C. Pembatasan Fokus Penelitian

1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dimaksud disini adalah pembelajaran menghendaki kerjasama dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penguasaan akademik, dengan melalui empat tahapan, yaitu: (1) penomoran (numbering), (2) pengajuan pertanyaan (questioning), (3) berpikir bersama (head together), dan (4) pemberian jawaban (answering).

2. Pelajaran kimia yang dimaksud adalah pelajaran kimia pada pokok bahasan kesetimbangan kimia.

3. Hasil belajar yang dimaksud adalah peningkatan hasil belajar kimia pada ranah kognitif

4. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran adalah siswa kelas XI IPA semester genap tahun ajaran 2009-2010 SMA Nusantara Unggul Tangerang.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Sesuai dengan pembatasan fokus penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

”Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam meningkatkan hasil belajar siswa?”

E. Tujuan Penelitan

Tujuan dari penelitian tindakan ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam meningkatkan hasil belajar kimia siswa SMA Nusantara Unggul.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan khazanah ilmu pengetahuan tentang pengembangan model pembelajaran kimia di sekolah.


(7)

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta untuk melakukan penelitian yang sama dengan tingkat dan materi yang berbeda

3. Sebagai sumbangan pemikiran bagi guru kimia bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(8)

1. Hakikat Belajar

Secara deskriptif mengajar dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengatahuan dari guru kepada siswa. Agar tercapai tujuan dalam proses belajar mengajar hendaknya guru dapat menerapakan cara mengajar yang tepat, agar dapat menimbulkan motivasi siswa menjadi lebih giat dalam belajar sehingga hasil belajar yang diperoleh akan maksimal. Dalam belajar diperlukan sekali pengalaman dan latihan seperti yang dikemukakan para ahli definisi tentang belajar sebagai berikut:

Morgan dalam Purwanto memberikan definisi tentang belajar bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.1 Senada dengan itu Howard L. Kingsley dalam Soemanto menyatakan ”Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is origanated or change through practice or training.” Yaitu belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.2

Pendapat lain menurut Hilgard dalam Sanjaya Learning is the process by which an activity origanates or change through training procedures (wether in the laboratory or in natural environment) as distinguished from changes by factors not atributable to training. Maksudnya belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.3

1

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung : PT. Rosdakarya, 2003), h.84

2

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan ( Jakarta : Rineka Cipta, 2006), h.104

3

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2008), h.228


(9)

Sementara itu Harold Spears dalam Suprijono menyatakan Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. Dengan kata lain bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.4

Selanjutnya menurut Reber dalam Syah berpendapat bahwa belajar adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.5 Dalam pengertian ini terdapat empat macam istilah esensial untuk memahami proses belajar, yaitu menerapkan kemampuan bereaksi, yang diperkuat, dan praktik atau latihan.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman dan latihan. Maksudnya belajar adalah proses interaksi antar individu dengan lingkungannya sehingga dari interaksi itu akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang diarah kan pada suatu tujuan tertentu.

Perubahan tingkah laku menurut Witherington meliputi perubahan keterampilan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi. Sedangkan pengalaman dalam proses belajar interaksi antar individu dengan lingkungannya, karena itu belajar termasuk dalam proses aktif. Maksudnya belajar adalah proses interaksi antar individu dengan lingkungannya, karena itu diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui pengalaman, melihat, mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari.

Menurut Muhibbin, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, diantaranya:

4

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), h.2

5

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h.91


(10)

a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni kondisi jasmani dan rohani siswa. Misalnya : intelegensi, sikap, bakat, minat dan motivasi. b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di

sekitar siswa. Misalnya gedung sekolah, guru, dan sebagainya

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.6

Faktor-faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Faktor internal sangat penting karena merupakan faktor yang ada pada diri siswa. Faktor pendekatan belajar dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang efektifitas proses pembelajaran.. Metode mengajar yang dipakai guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh pelajar. Dengan kata lain metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar.

2. Hakikat Aktifitas Belajar

Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani maupun rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.7 Menurut Anton M Mulyono aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik merupakan suatu aktifitas. 8 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar mengajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas-tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan

6

Ibid, hal. 132

7

Sriyono, Aktivitas dan Prestasi Belajar, http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/ diunduh pada tgl 5 mei 2010, pukul 09.15

8

Anonymous, Aktivitas Belajar, http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/ diunduh pada tgl 5 mei 2010, pukul 09.20


(11)

bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.

Dalam kegiatan belajar ini Rousseau memberikan penjelasan yang terdapat dalam Sardiman, bahwa segala pegetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, bahwa secara rohani maupun teknis, ini menunjukkan belajar harus aktif sendiri. tanpa ada aktivitas belajar, proses belajar tidak mungkin terjadi.9 Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi egar dan kondusif, dimana siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Berikut ini dikemukakan contoh aktivitas belajar dalam beberapa situasi antara lain:10

a. Mendengarkan

Dalam kehidupan sering kita bergaul dengan orang lain, dalam pergaulan terjadi komunikasi verbal berupa percakapan-percakapan. Memberikan situasi sendiri bagi orang yang terlihat, tetapi secara tidak langsung memberikan informasi. Situasi ini memberikan kesempatan orang lain untuk belajar. Seseorang mau tidaknya untuk belajar tergantung kebutuhan, motivasi, dan sikap seseorang itu. Dengan adanya kondisi tersebut, memungkinkan seseorang untuk tidak hanya mendengar melainkan mendengar secara aktif dan bertujuan.

b. Memandang

Setiap stimuli visual memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar, tetapi tidak setiap penglihatan adalah belajar. Apabila kita memandang segala sesuatu dengan set tertentu untuk mencapai tujuan yang mengakibatkan perkembangan diri kita, maka hal yang demikian kita sudah belajar

9

Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo), h.96

10


(12)

c. Menulis dan mencatat

Setiap aktivitas penginderaan yang bertujuan akan memberikan kesan-kesan yang berguna. Kita dapat membuat catatan dari buku yang telah kita pelajari , tetapi tidak semua aktivitas mencatat adalah belajar (menjiplak/mencopy). Mencatat yang termasuk belajar apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuan serta menggunakan sikap tertentu agar catatan itu nantinya berguna untuk pencapaian tujuan belajar.

d. Membaca

Belajar memerlukan sikap membaca untuk keperluan belajar harus menggunakan sikap. Membaca dengan sikap misalnya mulai memperhatikan judul, bab, topik utama dengan berorientasi kepada kebutuhan dan tujuan, kemudian memilih topic yang relevan dengan kebutuhan dan tujuan itu.

e. Berpikir

Berpikir termasuk aktivitas belajar, dengan berpikir maka orang akan menemukan penemuan yang baru, setidaknya menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu.

Untuk meningkatkan aktifitas siswa diperlukan suatu strategi atau metode belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif didalam belajar sehingga hasil belajar dapat tercapai secara optimal. Salah satu caranya yaitu dengan menggunakan pembelajaran kooperatif.

3. Hakikat Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui


(13)

berpikir rasional.11 Menurut Trianto Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.12 Menurut Johnson dan Johnson dalam Saputra, sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur termasuk didalam struktur ini adalah lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama dan proses kelompok.13

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dibentuk secara kelompok sehingga memberi kesempatan siswa untuk bekerjasama untuk membangun pengetahuannya sendiri, dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan temannya, siswa dapat saling mengajarkan sehingga akan mempermudah materi yang dipelajari.

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah kelompok untuk meningkatkan aktifitas siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama – sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru.

Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat

11

Ina Karlina, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa http://www.sd-binatalenta.com/artikel_ina.pdf diunduh pada tgl 20 Januari 2009, pukul 12.00

12

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007), h. 42

13

Yudha M Saputra, Strategi Pembelajaran Kooperatif,(Bandung: Bintang Warilartika,2008), h.42


(14)

bagi kehidupan di luar sekolah. Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah – langkah itu ditunjukan pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif14

Fase Tingkah laku guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok

14


(15)

mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara- cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Johnson dan Johnson dalam Saputra berpendapat tidak semua kerja kelompok dapat dianggap pembelaran kooperatif.15 Kerja kelompok dapat dikatakan pembelajaran kooperatif, jika ada hal-hal sebagai berikut:

1) Saling ketergantungan positif

Fokus dari pembelajaran kooperatif adalah pencapaian keberhasilan kerjasama kelompok. Keberhasilan kelompok ini sangat tergantung pada kerjasama dan setiap usaha anggota kelompok. Setiap anggota mempunyai peran yang sama besar dan semuanya bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, artinya setiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi yang sama dalam setiap usaha kelompok dalam mengerjakan tugasnya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuannya.

2) Tanggung jawab perseorangan

Pembelajaran kooperatif dapat jadi kurang menguntungkan, jika anak terlalu malas dan menggantungkan pekerjaan kelompoknya pada beberapa orang siswa yang dirasa lebih rajin dan memiliki kemampuan untuk mengerjakan tugas itu sendiri, sementara ia hanya mendompleng nama saja. Kekhawatiran tersebut diatas adalah sesuatu yang wajar karena masyarakat Indonesia memang telah terbiasa bekerja

15

Yudha M Saputra, Strategi Pembelajaran Kooperatif,(Bandung: Bintang Warilartika,2008), h.60


(16)

sama dalam mengerjakan sesuatu meskipun individualismenya menjadi semakin memudar. Namun demikian pembelajaran kooperatif bukannnya tidak mengindahkan tanggung jawab pribadi yang dimiliki oleh siswa.

Aspek ini merupakan akibat langsung dari aspek pembelajaran kooperatif yang pertama yaitu ketergantungan positif. Artinya, siswa memiliki tanggung jawab pribadi dalam ikatan kerjasama yang memunculkan rasa saling ketergantungan yang bernilai positif karena masing-masing memiliki peran yang sama.

3) Tatap muka

Tatap muka merupakan salah satu faktor yang penting yang harus ada dalam penerapan pembelajaran kooperatif. Kegiatan ini memberikan kesempatan yang sangat besar bagi para peserta didik untuk saling bertemu muka dan mendiskusikan hal-hal penting yang berkaitan dengan kepentingan kelompok mereka dalam mencapai tujuan bersama. Inti dari kegiatan tatap muka adalah kemampuan untuk mengahargai berbagai perbedaan pendapat yang muncul dari setiap anggota kelompok.

4) Komunikasi antar anggota

Keterampilan berkomunikasi merupakan modal yang penting agar dapat menjalankan interaksi sosial yang baik meskipun keterampilan ini tidak begitu saja dikuasai oleh anak. Tetapi paling tidak dengan pembelajaran kooperatif anak memiliki pengalaman belajar.

5) Evaluasi kelompok

Seperti pembelajaran yang lain, pembelajaran kooperatif juga memiliki evaluasi yang dilaksanakan secara langsung atau yang lebih dikenal dengan penilaian terus- menerus. Penilaian yang dilakukan oleh guru tidak hanya penilaian terhadap kerja kelompok tetapi juga penilaian terhadap masing-masing individu.


(17)

c. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya:

1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan guru, akan tetapi menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa lain.

2) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar

5) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

6) Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial.

7) Pembelajaran kooperatif dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi riil (nyata).

Selain mempunyai keunggulan pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan diantaranya:

1) Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami pembelajaran kooperatif. Contohnya untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki


(18)

kemampuan, akibatnya keadaan semacam ini dapat menggannggu iklim kerjasama dalam kelompok.

2) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok membutuhkan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau beberapa kali pertemuan.

3) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Trianto menjabarkan dalam bukunya tujuan pembelajaran kooperatif mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.16

Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama.

Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan tanya jawab.

Tujuan lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui

16


(19)

diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi memecahkan masalah atau tugas.17

4. Jenis – jenis Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif banyak jenis-jenisnya seperti STAD, Jigsaw, investigasi kelompok, NHT dll. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student achievement division) ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Tipe jigsaw (tim ahli) telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aroson dan tema-teman dari Universitas Texas. Tipe ini diawali dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang) kemudian memberikan materi kepada siswa dan setiap kelompok membaca subbab yang telah ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya, anggota dari kelompok lain yang sudah mempelajari subbab yang sama bertemu dengan kelompok –kelompok ahli untuk mendiskusikannya setelah diskusi tim ahli kembali ke kelompoknya masing-masing dan bertanggung jawab untuk mengajarkan temannya.

Investigasi kelompok merupakan teknik pembelajaran koopertif yang paling komplek dan paling sulit diterapkan dalam investigasi kelompok siswa dilibatkan dalam perencanaan topik yang dipelajarai dan bagaimana jalanya penyelidikan mereka dalam implentasi, tipe Investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu, selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan

17

La Ode Safiuddin, Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dan Implementasinya pada Materi Tegangan Permukaan Zat Cair di tingkat SMP, (MIPMIPA Volume 6, nomor 1, Februari 2007), h.86


(20)

melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih selanjutnya mereka menyiapkan untuk mempresentasikan laporanya kepada seluruh siswa di kelas.

5. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

(NHT)

a. Definisi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

(NHT)

Trianto menjabarkan dalam bukunya berbagai macam kooperatif learning, salah satu diantaranya adalah Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer kagan tahun 1993.18 Menurut Kagan dalam La Misu, pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa struktur khusus dalam tipe ini adalah menghendaki kerjasama dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penguasaan akademik, dengan melalui empat tahapan, yaitu: (1) penomoran (numbering), (2) pengajuan pertanyaan (questioning), (3) berpikir bersama (head together), dan (4) pemberian jawaban (answering).19 Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Matthew T apple menyatakan: ”Numbered Heads Together expands on the basic four-person group pattern. First the instructor put learners into groups of four to work on a task, and then gives each

18

Ibid, hal.62

19

La Misu, Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Matematika di Kelas VI SD Negeri 1 Bau-bau Melalui Model Pembelajaran Kooperatif NHT, dalam


(21)

a student number. After working on task together, the instructor calls out the number (for example 2). Each student whit that number must stand up and give a brief report on his or her group’s work to the whole class.”20

Maksudnya adalah NHT merupakan pembelajaran kelompok yang terdiri dari empat orang. Pada tahap pertama guru membagi siswa kedalam kelompok yang terdiri dari empat orang kemudian masing-masing siswa dalam kelompok mendapat nomor dan guru memberikan pertanyaan kepada siswa berdasarkan urutan nomor setelah itu siswa berpikir bersama untuk menyatukan pendapat, kemudian guru menyebutkan nomor soal (misalkan nomor 2) siswa yang mendapat nomor urut 2 harus mempresentasikan jawaban dan siswa lain bisa memberikan tambahan jawaban atau tanggapan.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT disusun dalam sebuah kelompok kecil dalam pelaksanaannya siswa dapat saling bertukar informasi dan berdiskusi dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dapat mengajarkan siswa yang memiliki kemampuan rendah sehingga akan terjalin ketergantungan positif diantara anggota kelompok.

Kelebihan dari model NHT adalah dapat melibatkan siswa secara aktif didalam pembelajaran karena siswa bisa saling mengajarkan. Seperti yang dikemukakan oleh Matthew T apple: ”this technique has the advantages of involving more student actively participating in the report while at the same time lowering the risk of anxiety brought about by making a potentially face-losing oral report in front of the entire class.”21

Artinya adalah kelebihan dari tipe ini (NHT) adalah siswa dapat berpartisipasi aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru sehingga mengurangi kecemasan siswa pada saat presentasi jawaban dengan kata lain siswa lebih percaya diri dalam menjawab soal yang diberikan guru karena sebelumnya siswa sudah berdiskusi

20

Matthew T Apple, Language Learning Theories And Cooperative Learning Techniques In The EFL Classroom, http://www.edgov.com 27 April 2010, pkl 10.00

21

Matthew T Apple, Language Learning Theories And Cooperative Learning Techniques In The EFL Classroom, http://www.edgov.com 27 April 2010, pkl 10.00


(22)

dan menyatukan pendapat masing-masing sehingga siswa tidak ragu dan takut lagi dalam memberikan jawaban.

Model NHT juga memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, NHT juga dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka.22

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) guru harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut23:

1) Penomoran

Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5. 2) Mengajukan pertanyaan

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa menurut urutan nomor pada kelompoknya masing-masing.

3) Berfikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota kelompok dalam timnya mengetahui jawaban itu.

4) Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas

22

Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 59

23


(23)

c. Variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT24 Penerapan NHT dapat divariasikan sebagai berikut:

1) Setelah siswa menjawab, guru dapat meminta kelompok lain apakah setuju atau tidak setuju dengan jempol ke atas atau ke bawah.

2) Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru dapat meminta siswa dari setiap kelompok-kelompok yang berbeda untuk masing-masing memberi sebagian jawaban.

3) Seluruh siswa dapat memberi jawaban secara serentak

4) Seluruh siswa yang menanggapi dapat menuliskan jawabannya di papan tulis atau di kertas pada saat yang sama.

5) Guru dapat meminta siswa lain menambahkan jawaban jika jawaban yang diberikan belum lengkap.

d. Prosedur Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Prosedur pelaksanaan model pembelajaran NHT di dalam kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:

1) Perencanaan

Pada tahap ini, guru membuat rencana pengajaran dalam bentuk RPP, menyiapkan LKS/bahan ajar dan alat-alat pembelajaran lainnya.

2) Pelaksanaan (1) Penomoran

Pada tahap ini guru membagi kelompok siswa yang terdiri dari 3-5 orang dalam satu kelompok. Dan setiap kelompok usahakan memiliki siswa yang heterogen, antara lain memiliki kemampuan yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, dan suku yang berbeda. Guru memberikan nomor secara berurutan (nomor 1,2,3,…) setiap siswa dalam satu kelompok sesuai dengan jumlah siswa didalam kelompoknya. Demikain pula,

24

Anonymous, Numbered Heads Together, www.edb.gov.hk/.../2009-e01-e07-numbered-heads-together.doc. 27 April 2010 pkl 11.00


(24)

dengan kelompok yang lain diberi nomor yang sama seperti pada kelompok sebelumnya.

(2) Pengajuan pertanyaan

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa menurut urutan nomor pada kelompoknya masing-masing. Misal, setiap kelompok ada 5 orang, maka banyaknya pertanyaan yang diajukan sebanyak 5 pertanyaan yang berbeda-beda.

(3) Berpikir bersama

Para siswa dalam satu kelompok memikirkan secara bersama-sama soal yang diajukan oleh guru, sehingga siswa dapat menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban itu.

(4) Pemberian jawaban

Guru menyebutkan salah satu nomor pertanyaan dan memanggil siswa dari salah satu kelompok yang nomornya sama dengan nomor soal untuk dipresentasikan di depan kelas. Maka siswa dengan nomor yang sama dari kelompok lain memberi tanggapan. Demikain pula berlaku untuk nomor pertanyaan lain. Jika dalam presentasi ada jawaban siswa yang berbeda, maka guru dapat meluruskan jawaban yang tidak benar, dan siswa yang bernomor sama tetap mengakaji soal yang diberikan guru.

(5) Kesimpulan

Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan dan mengklarifikasi materi-materi yang telah dibahas.

(6) Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran, baik secara kelompok maupun secara perorangan.


(25)

6. Hakikat Hasil Belajar

Suatu kegiatan belajar mengajar dapat dikatakan efektif bila proses pembelajaran itu mencapai sasaran atau hasil pembelajaran. Sebagaimana telah disebutkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman atau latihan. Hasil belajar berupa tingkah laku tersebut meliputi berbagai bentuk kemampuan.

Menurut Gagne hasil belajar dapat dikategorikan dalam lima jenis atau lima tipe, yaitu:

a. Belajar kemahiran intelektual (kognitif)

Ada tiga tipe yang termasuk kedalam belajar kemahiran intelektual, yaitu belajar membedakan atau diskriminasi, belajar konsep dan belajar kaidah. Belajar membedakan adalah kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri – ciri tertentu, misalnya dilihat dari bentuk warna, ukuran, dan sebagainya. Kemampuan membedakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan, pertumbuhan dan pendidikannya. Belajar konsep adalah kemampuan untuk menempatkan objek yang memiliki ciri atau atribut dalam suatu kelompok tertentu; sedangkan belajar kaidah adalah belajar melalui simbol baik lisan maupun tulisan.

b. Belajar informasi verbal

Belajar informasi verbal adalah belajar menyerap atau mendapatkan, menyimpan dan mengkomunikasikan berbagai informasi dari berbagai sumber seperti belajar membaca, mengarang, berkomunikasi dan lain – lain.

c. Belajar mengatur kegiatan intelektual

Belajar mengatur kegiatan intelektual adalah belajar untuk memecahkan masalah dengan memanfaatkan konsep dan kaidah yang telah dimilikinya.

d. Belajar sikap

Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu.


(26)

Hasil belajar sikap tampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan dan lain-lain.

e. Belajar keterampilan motorik

Belajar kemampuan motorik berhubungan dengan kesanggupan atau kemampuan seseorang dalam menggunakan gerakan anggota badan, sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan lancar.25

Berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh sebagai hasil belajar, Bloom membagi hasil belajar dalam tiga ranah atau kawasan , yaitu:

a. Ranah konitif (cognitif domain), ranah ini meliputi : pengetahuan, pemahaman, penerapan analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Ranah afektif (affective domain), ranah ini meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap dan pembentukan pola hidup. c. Ranah psikomotor (psycomotor domain), ranah ini terdiri dari persepsi,

kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreatifitas.26

Menurut pendapat Suprijono hasil belajar adalah pola-pola, perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.27 Pendapat lainnya yaitu menurut Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa hasil belajar (achievement) adalah realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang yang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam penguasaan, pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik.28

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil atau kemampuan yang diperoleh atau dicapai oleh siswa yang

25

Wina Sanjaya, Op. Cit.,h.233 – 235

26

Mulyati arifin dkk, Strategi Belajar Mengajar Kimia, (Bandung:2000), h.22

27

Agus Suprijono, Op.Cit.,h.5

28

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003),h.102 – 103


(27)

diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Hasil belajar diperoleh dari kegiatan penilaian dan yang diharapkan adanya perubahan tingkah laku

7. Konsep Kesetimbangan Kimia29

Suatu reaksi setimbang diperlukan kondisi tertentu, antara lain reaksinya bolak-balik, sistemnya tertutup, dan bersifat dinamis. Kesetimbangan dinamis merupakan proses bolak-balik dengan laju yang sama untuk kedua arah.

a. Azas Le Chatelier dan Pergeseran Kesetimbangan

Pada tahun 1884, Henri Louis Le Chatelier berhasil menyimpulkan pengaruh faktor luar terhadap kesetimbangan dalam suatu azas yang dikenal dengan azas Le Chatelier yang berbunyi: bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi aksi tsb. Secara singkat, azas Le Chatelier dapat disimpulkan sbb: Reaksi = - Aksi

Cara sistem bereaksi adalah dengan melakukan pergeseran ke kiri atau ke kanan.

1) Pengaruh Perubahan Konsentrasi

Sesuai dengan azas Le Chatelier (Reaksi = - Aksi) perubahan konsentrasi terhadap kesetimbangan adalah sbb:

a) Jika konsentrasi salah satu pereaksi diperbesar maka reaksi sistem adalah mengurangi komponen pereaksi tsb, dan kesetimbangan bergeser ke kanan. Jika konsentrasi salah satu produk diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser kiri. b) Jika konsentrasi salah pereaksi diperkecil, maka reaksi sistem

adalah menambah komponen pereaksi tsb, dan kesetimbangan bergeser ke kiri. Sebaliknya jika konsentrasi produk diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

29


(28)

c) Jika semua komponen diperkecil misalnya diencerkan maka kesetimbangan akan bergeser ke koefisien besar.

2) Pengaruh Tekanan

a) Penambahan tekanan berarti volum diperkecil, Pada penambahan tekanan reaksi yang terjadi adalah mengurangi tekanan maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah koefisiennya lebih kecil.

b) Jika tekanan dikurangi berarti volum diperbesar, Pada penambahan tekanan reaksi yang terjadi adalah mengurangi tekanan maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah yang jumlah koefisiennya lebih besar.

3) Pengaruh Suhu

a) Jika suhu sistem dinaikkan maka reaksi sistem menurunkan suhu, kesetimbangan akan bergeser ke pihak reaksi yang menyerap kalor(reaksi endoterm).

b) Jika suhu sistem diturunkan maka reaksi sistem menaikkan suhu, kesetimbangan akan bergeser ke pihak reaksi yang melepas kalor(reaksi eksoterm).

4) Pengaruh Katalis

Katalis berfungsi untuk menurunkan energi pengaktifan sehingga laju reaksi bertambah, baik reaksi maju ataupun reaksi balik. Oleh karena itu penggunaan katalis akan mempercepat tercapainya kesetimbangan namun tidak mengubah komposisi kesetimbangan. b. Hukum Kesetimbangan dan Tetapan Kesetimbangan

Menurut Gulberg dan Wage, dalam sistem kesetimbangan ada hubungan tertentu dan tetap antara konsentrasi komponen-komponenya. Hukum kesetimbangan menyatakan bahwa hasil kali konsentrasi setimbang zat-zat diruas kanan dengan hasil kali konsentrasi setimbang zat-zat diruas kiri, masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya, mempunyai nilai tetap pada suhu tetap. Ungkapan hukum kesetimbangan tsb dinamakan tetapan


(29)

kesetimbangan. Secara umum, reaksi: mA + nB pC+qD

berlaku

[ ] [ ]

[ ] [ ]

m n q p B A D C

Kc= disebut tetapan kesetimbangan (Kc). Ada dua tetapan kesetimbangan diantaranya:

1) Tetapan Kesetimbangan (Kc) untuk Kesetimbangan Homogen Kesetimbangan homogen adalah kesetimbangan yang semua komponennya satu fase, baik berupa sistem gas atau larutan. contoh:

H2(g) + I2(g) 2HI(g) =

[ ][ ]

[ ]

2 2 2 I H HI Kc=

2) Tetapan Kesetimbangan (Kc) untuk Kesetimbangan Heterogen Kesetimbangan heterogen adalah kesetimbangan yang komponennya terdiri dari dua fase atau lebih. Dalam tetapan kesetimbangan heterogen ditentukan oleh zat yang berfase gas dan larutan. Contoh:

CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) Kc=

[

CO2

]

c. Kesetimbangan Parsial Gas (Kp)

Pada reaksi kesetimbangan : mA(g) + nB(g) Pc(g)

jika tekanan total gas A, B, C adalah P, dan tekanan parsial masing-masing adalah PA, PB, PC, maka tekanan total (P)= PA+PB+PC

tekanan parsial suatu gas = tekanan total gas total mol tsb gas mol × tekanan parsial gas A(PA) = P

n n n n C B A A × + +

tekanan parsial gas B(PB) = P n n n n C B A B × + +

tekanan parsial gas C(PC) = P n n n n C B A C × + +

d. Hubungan Kp dengan Kc


(30)

( )

n

RT

Kc

Kp

=

Δ

Keterangan : R = tetapan gas (0,082 L atm/ mol K) T = suhu (Kelvin)

n

Δ = Jumlah koefisien produk dikurang jumlah koefisien pereaksi = (p + q) – (m + n)

B. Desain-desain Alternatif Intervensi Tindakan Yang dipilih

Desain-desain alternatif intervensi tindakan pada penelitian dengan judul penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa menggunakan desain tindakan dengan menerapkan langkah-langkah NHT, yaitu:

1. Desain Alternatif Intervensi Tindakan Siklus I

Desain intevensi tindakan siklus I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran NHT. Pada pertemuan pertama membahas materi tentang kesetimbangan dan pergeseran kesetimbangan dan pada peretmuan kedua membahas materi hukum kesetimbangan dan cara menetukan tetapan kesetimbangan.

Tabel 2.2 Desain Intervensi Tindakan Siklus I

Tahapan Tindakan

Penomoran (numbering)

- Membagikan kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang dalam satu kelompok. Pembagian kelompok didasarkan pada hasil belajar siswa sebelumnya

- Memberikan nomor secara berurutan untuk setiap anggota kelompok

Pengajuan pertanyaan (questioning)

- Memberikan pertanyaan dalam bentuk LKS kepada siswa menurut urutan nomor pada kelompoknya masing-masing.

Berpikir bersama (heads together)

- Meminta siswa untuk menyatukan pendapat dan memastikan bahwa anggota dalam tiap


(31)

Pemberian jawaban (answering)

- Menyebutkan salah satu nomor dan memanggil siswa dari salah satu kelompok yang nomornya sama dengan soal

Kesimpulan - Bersama dengan siswa menyimpulkan materi yang sudah diberikan dengan tanya jawab interaktif dan mengklarifikasikan materi yang telah dibahas

Tabel 2.2 menjelaskan tindakan tahapan NHT yang dilakukan pada siklus I. Pada tahap penomoran guru membagi siswa menjadi 8 kelompok yang berisi 4 orang kemudian memberikan penomoran selanjutnya guru memberikan pertanyaan kepada masing-masing siswa dalam tiap kelompok, pada tahap ini guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab sendiri soal yang diberikan kemudian tahap berpikir bersama pada tahap ini guru memerintahkan siswa untuk berdiskusi dan saling mengajarkan. Selanjutnya tahap pemberian jawaban, tahap ini guru menyebutkan nomor soal dan siswa yang mendapat nomor seperti nomor soal yang disebutkan oleh guru dapat memberikan jawabannya kemudian tahap yang terakhir yaitu guru membimbing siswa untuk memberikan kesimpulan mengenai materi yang tealah diajarkan.

2. Desain Alternatif Intervensi Tindakan Siklus II

Desain intevensi tindakan siklus II dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran NHT. Pada pertemuan pertama membahas materi cara menghitung Kc dan pada pertemuan kedua membahas tentang disosiasi dan cara menghitungnya.

Tabel 2.3 Desain Alternatif Tindakan Siklus II

Tahapan Tindakan

Penomoran (numbering)

- Membagikan kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang dalam satu kelompok. Pembagian


(32)

kelompok didasarkan pada hasil belajar siswa sebelumnya

- Memberikan nomor secara berurutan untuk setiap anggota kelompok

Pengajuan pertanyaan (questioning)

- Memberikan pertanyaan dalam bentuk LKS kepada siswa menurut urutan nomor pada kelompoknya masing-masing.

Berpikir bersama (heads together)

- Meminta siswa untuk menyatukan pendapat dan memastikan bahwa anggota dalam tiap kelompok dapat menjawab soal yang diberikan Pemberian jawaban

(answering)

- Menyebutkan salah satu nomor dan memanggil siswa dari salah satu kelompok yang nomornya sama dengan soal

Kesimpulan - Bersama dengan siswa menyimpulkan materi yang sudah diberikan dengan tanya jawab interaktif dan mengklarifikasikan materi yang telah dibahas

Penerapan model NHT pada siklus II pada prinsipnya sama dengan penerapan pada siklus I hanya saja pada saat penomoran, guru membagi nomor dengan cara rolling sehingga siswa tidak mungkin mendapat nomor yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya dan posisi kelompok juga diatur untuk memudahkan guru dalam mengontrol siswa. ketika ada tahap pemberian jawaban guru tidak hanya menyebutkan nomor soal tetapi juga nomor kelompok sehingga siswa tidak saling berebut dalam memberikan jawaban.

3. Desain Alternatif Intervensi Tindakan Siklus III

Desain intevensi tindakan siklus III dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran NHT. Pada pertemuan pertama membahas materi cara menghitung Kp dan pada


(33)

pertemuan kedua membahas tentang hubungan Kp dengan Kc dan cara menentukan K dari persamaan reaksi lain.

Tabel 2.4 Desain Alternatif Tindakan Siklus III

Tahapan Tindakan

Penomoran (numbering)

- Membagikan kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang dalam satu kelompok. Pembagian kelompok didasarkan pada hasil belajar siswa sebelumnya

- Memberikan nomor secara berurutan untuk setiap anggota kelompok

Pengajuan pertanyaan (questioning)

- Memberikan pertanyaan dalam bentuk LKS kepada siswa menurut urutan nomor pada kelompoknya masing-masing.

Berpikir bersama (heads together)

- Meminta siswa untuk menyatukan pendapat dan memastikan bahwa anggota dalam tiap kelompok dapat menjawab soal yang diberikan Pemberian jawaban

(answering)

- Menyebutkan salah satu nomor dan memanggil siswa dari salah satu kelompok yang nomornya sama dengan soal

Kesimpulan - Bersama dengan siswa menyimpulkan materi yang sudah diberikan dengan tanya jawab interaktif dan mengklarifikasikan materi yang telah dibahas

Pada siklus III penerapan model NHT masih sama seperti siklus-siklus sebelumnya hanya saja pada tahap pemberian jawaban guru tidak hanya menyebutkan nomor soal tetapi juga nomor kelompok sehingga siswa tidak saling berebut dalam menjawab soal hal ini dilakukan untuk menghindari kegaduhan di dalam kelas.


(34)

C. Bahasan Hasil – hasil Penelitian Yang Relevan

La Misu, dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 1 Bau-Bau Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together. Menunjukkan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran matematika dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika. Hasil penelitian dalam dua siklus menunjukkan adanya peningkatan. Pada siklus I partisipasi siswa dalam proses KBM mencapai 48,58%, peningkatan partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran matematika ini juga diikuti dengan peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal metematika, yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 7,5. Pada siklus II partisipasi siswa dalam proses KBM meningkat menjadi 65,27% dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal metematika juga mengalami peningkatan yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 9,2730

Mufid M, dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Metematika Pokok Bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar Melalui Model Pembelajaran NHT pada Siswa Kelas VII-A Mts Islamiyah Sumpiuh-Banyumas Tahun Pelajaran 2006/2007. Menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas siswa kelas VII-A MTs Islamiyah Sumpiuh-Banyumas tahun pelajaran 2006/2007 pada pokok bahasan operasi hitung bentuk aljabar. Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 64,11 dan persentase ketuntasan belajar sebesar 68,4%, aktifitas siswa sebesar 45,5% pada pertemuan pertama dan pada pertemuan kedua 56,8%, persentase kemampuan guru sebesar 67% pada pertemuan pertama dan 70,8% pada pertemuan kedua. Hasil penelitian pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa 76,63 dan persentase ketuntasan belajar sebesar 77,5%, aktifitas siswa pada pertemuan pertama 70% dan pada pertemuan kedua

30

La Misu, Upaya Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 1 Bau-bau Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together, (WAKAPENDIK Jurnal Kajian Pengembangan Pendidikan, Vol 1 Agustus 2005), h. 63


(35)

80,6%, persentase kemampuan guru sebesar 75% pada pertemuan pertama dan 93,8% pada pertemuan kedua.31

Kadir Tiya dan Mustamin Anggo, dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Pokok Bahasan Statistika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Kendari menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat ditingkatkan penguasaan konsep matematika siswa pada pokok bahasan statistika di kelas XI SMA Negeri 2 Kendari. Hasil penelitian dalam tiga siklus pembelajaran diperoleh bahwa hasil belajar yang dicapai siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT menunjukkan hasil yang cukup baik, dimana pada akhir siklus III diperoleh nilai rata–rata 80,83 dengan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan

≥70 sebanyak 24 orang (80%). Peningkatan tingkat penguasaan konsep siswa telah terlihat sejak siklus I dengan rata 55,00 dan siklus II dengan rata-rata 77,67. 32

31

Mufid M, Meningkatkan Hasil Belajar Metematika Pokok Bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar Melalui Model Pembelajaran NHT Pada Siswa Kelas VII-A MTs Islamiyah Sumpiuh-Banyumas tahun pelajaran 2006/2007. Skripsi Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, 2007

32

Kadir Tiya dan Mustamin Anggo, Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Pokok Bahasan Statistika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Kendari, (Gema Pendidikan vol.14 no 1 Januari 2007), h.11


(36)

D. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan 1. Kimia pelajaran yang sulit

2. Proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru 3. Kurangnya interaksi siswa didalam pembelajaran

4. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa

Hasil belajar kimia yang masih rendah

Pemberian tindakan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) pada konsep kesetimbangan

Siklus II Siklus II Siklus III

Meningkatkan hasil belajar kimia

1. Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran

2. Melatih kognitif siswa dalam menyampaikan informasi

3. Melatih bicara aktif, berpartisipasi dan bersosialisasi antar sesama siswa

4. Siswa mampu bekerjasama didalam kelompok


(37)

Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki konsep yang abstrak dan sulit dicerana oleh siswa. Didalam konsep kesetimbangan banyak materi yang harus dikuasai siswa. Konsep kesetimbangan merupakan materi yang abstrak dan banyak mengandung perhitungan sehingga siswa kesulitan dalam mencerna materi yang dipelajari.Untuk itu diperlukan teknik penyampaian yang menarik sehingga bahan pelajaran mudah diserap dan dimengerti oleh siswa dan hasil belajar pun akan meningkat.

Kedudukan dan fungsi guru dalam kegiatan belajar mengajar cenderung masih dominan, aktivitas guru masih sangat besar dibandingkan dengan aktifitas siswa. Hal ini terjadi karena guru kurang profesional dalam memilih model – model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu hal ini perlu dipahami oleh guru, karena keberhasilan belajar siswa ditentukan sejauh mana guru memiliki inisiatif perbaikan terhadap prosedur dan hal yang berkaitan dengan proses yang telah dilakukan guru, secara memegang peranan sangat menentukan dalam keberhasilan pembelajaran siswa.

Dengan fenomena yang terjadi di atas, maka perlu perubahan dalam sistem pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar secara kelompok siswa belajar dan bekerjasama untuk mencapai keberhasilan dalam belajar secara optimal.

Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe, salah satu diantaranya adalah Numbered Heads Together (NHT). Tipe ini mengedepankan kerjasama kelompok dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar, sehingga ketika terdapat anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat dengan mudah mengkomunikasikannya dengan anggota kelompok lain. Selain itu tipe ini juga dapat melatih kognitif siswa dalam menyampaikan informasi, mengkaji ketergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima informasi diantara anggota kelompok sehingga mendorong kedewasaan berfikir siswa. Tipe ini juga memberi kesempatan siswa untuk


(38)

melatih bicara aktif, berpartisipasi dan bersosialisasi antar sesama siswa, sehingga pada proses belajar siswa dapat mengajar dan diajar sesama siswa karena ketika belajar di kelas siswa biasanya lebih suka bertanya pada temannya dengan bahas mereka sendiri dan enggan bertanya pada guru. Hal inilah yang merupakan keunggulan tipe Numbered Heads Together (NHT).

Jadi, dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) ini dapat membantu guru dalam menciptakan suasana kelas yang aktif karena dalam pembelajaran ini siswa turut berperan aktif sehingga tercapai hasil belajar yang optimal.

E. Hipotesis Penelitian Tindakan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar kimia pada konsep kesetimbangan di SMA Nusantara Unggul.


(39)

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Nusantara Unggul Sukadiri Tangerang yang berlangsung pada tanggal 1 Februari – 15 Maret 2010.

B. Metode dan Desain Intervensi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan merupakan penelitian refleksi diri (self reflection). Ebbut sebagaimana yang dikutip oleh Hopkins mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik tentang upaya meningkatkan mutu praktik pendidikan oleh sekelompok masyarakat melalui tindakan praktis yang mereka lakukan dan melalui refleksi atas tindakan tersebut.1. Penelitian tindakan dilakukan melalui siklus-siklus, tiap siklus dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni: perencanaan, tindakan/pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

1. Fokus Masalah

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas XI IPA SMA Nusantara Unggul.

2. Solusi Masalah

Rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran diharapkan dapat teratasi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

3. Desain Intervensi Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui siklus-siklus, tiap siklus dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni: perencanaan, tindakan/pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Siklus akan berhenti

1

Sarwiji Suwandi, Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Strategi Peningkatan Profesinalisme Guru, dalam Jurnal Pendidikan Volume 10 Desember 2004 h. 118


(40)

apabila kriteria keberhasilan telah tercapai. Berikut ini disajikan model penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

Gambar 3.1 Desain Intervensi Tindakan

a. Siklus I

Siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2010 yang terdiri dari dua kali pertemuan

Tabel 3.1 Tindakan Siklus I

Tahapan Kegiatan Perencanaan Menyiapkan rencana pelaksanaan

pembelajaran, membatasi materi yang akan dipelajari yaitu pada pertemuan pertama materi yang akan dibahas adalah pengertian kesetimbangan dan dan meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan Refleksi

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan

Pelaksanaan Pengamatan

Perencanaan

SIKLUS II Pengamatan Refleksi


(41)

azas Le Chatelier, pada pertemuan kedua materi yang dibahas yaitu tentang hukum kesetimbangan dan cara menentukan tetapan kesetimbangan. Menyiapkan LKS, mendesain alat evaluasi dan membuat lembar observasi untuk mengamati suasana pembelajaran di kelas ketika model pembelajaran kooperatif dilaksanakan.

Tindakan Guru melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sesuai dengan skenario yang direncanakan

Observasi Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat

Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus tindakan. Evaluasi bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa Refleksi Refleksi merupakan hasil analisis

lembar observasi dan hasil tes. Refleksi bertujuan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I sebagai bahan perbaikan untuk siklus II

Sebelum dilaksanakan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan perencanaan seperti mendesain instrumen, membuat RPP dan LKS dan membatasi materi yang akan dipelajari dalam siklus I. Pada pertemuan pertama materi yang akan dipelajari yaitu pengertian


(42)

kesetimbangan dan dan meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier, pada pertemuan kedua materi yang dibahas yaitu tentang hukum kesetimbangan dan cara menentukan tetapan kesetimbangan. Kemudian peneliti melakukan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran NHT yang dilakukan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Pada saat penerapan pembelajaran NHT berlangsung dilakukan pengamatan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi siswa pada saat pembelajaran dan dilakukan wawancara siswa pada akhir tindakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran NHT yang kemudian dilakukan refleksi sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan dalam siklus II

b. Siklus II

Siklus II dilaksanakan pada tanggal 13 Februari yang terdiri dari dua kali pertemuan.

Tabel 3.2 Tindakan Siklus II

Tahapan Kegiatan Perencanaan Merencanakan pembelajaran

berdasarkan hasil refleksi siklus I. Materi yang dibahas pada siklus II yaitu: cara menghitung Kc pada pertemuan pertama dan derajat disosiasi pada pertemuan kedua.

Tindakan Guru melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sesuai dengan skenario yang direncanakan

Observasi Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan


(43)

menggunakan lembar observasi yang telah dibuat

Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus tindakan. Evaluasi bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa Refleksi Refleksi merupakan hasil analisis dari

hasil observasi dan hasil tes. Refleksi bertujuan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus II sebagai bahan perbaikan untuk siklus selanjutnya.

Pada siklus II perencanaan dilakukan sesuai dengan hasil refleksi siklus I yang kemudian dilakukan perbaikan dalam tahap-tahap tindakan guna memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi selama siklus I berlangsung kemudian dilakukan observasi dan refleksi kembali yang bertujuan untuk mengetahui kekurangan yang terjadi dalam siklus II dan mengambil keputusan untuk melanjutkan tindakan atau tidak. Tindakan akan dihentikan jika indikator keberhasilan telah tercapai.

c. Siklus III

Siklus III dilaksanakan pada tanggal 27 Februari yang terdiri dari dua kali pertemuan

Tabel 3.3 Tindakan Siklus III

Tahapan Tindakan

Perencanaan Merencanakan pembelajaran berdasarkan hasil refleksi siklus II. Materi yang dibahas pada siklus III yaitu: cara menghitung Kp pada pertemuan pertama dan menentukan K dari persmaan reaksi lain pada


(44)

pertemuan kedua.

Tindakan Guru melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sesuai dengan skenario yang direncanakan

Observasi Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat

Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus tindakan. Evaluasi bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa Refleksi Refleksi merupakan hasil analisis dari

hasil observasi dan hasil tes. Hasil refleksi yang dilaksanakan tersebut akan menentukan apakah siklus pembelajaran akan dihentikan atau dilanjutkan.

Pelaksanaan yang dilakukan dalam siklus III pada prinsipnya sama dengan yang dilakukan dalam siklus sebelumnya yaitu dengan melakukan perencanaan yang dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya yang kemudian dilakukan tindakan yang sama dengan beberapa perbaikan kemudian dilakukan pengamatan selama pembelajaran berlangsung setelah itu dilakukan refleksi yang bertujuan untuk mengetahui kekurangan yang terjadi.


(45)

C. Subjek / Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian

Pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah peneliti, guru bidang studi kimia, serta observer yang membantu peneliti dalam memonitor aktifitas pembelajaran pada konsep reaksi kesetimbangan yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Nusantara Unggul yang berjumlah 32 orang.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Pada penelitian ini peneliti telibat langsung dalam proses pembelajaran konsep reaksi kesetimbangan yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai pengajar dan berkolaborasi dengan guru bidang studi yang berperan sebagai pengamat.

E. Tahap Intervensi Tindakan

Penelitian tindakan ini dilaksanakan dengan tiga siklus pada konsep reaksi kesetimbangan kimia. Adapun tahapan intervensi tindakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Tahapan Intervensi Tindakan

Tahapan Kegiatan

Observasi dan wawancara Mengetahui hasil belajar kimia siswa, mengetahui kondisi siswa selama proses pembelajaran berlangsung, mengetahui penggunaan pembelajaran yang

disampaikan pada siswa.

Penelitian pendahuluan

Hasil penelitian pendahuluan Berdasarkan hasil wawancara, bahwa proses pembelajaran masih monoton, kurangnya interaksi siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa yang rendah.


(46)

Diagnosa Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Perencanaan Penyusunan RPP, lembar kegiatan

siswa, lembar observasi dan mendesain alat evaluasi untuk melihat tingkat penguasaan konsep siswa

Tindakan Pelaksanaan pembelajaran kimia dengan menggunakan metode NHT pada konsep kesetimbangan sesuai dengan langkah-langkah NHT yang terdapat dalam RPP

Pengamatan dan evaluasi Mengumpulkan data, lembar observasi dan catatan lapangan dan memberikan evaluasi tiap akhir siklus

Siklus I

Refleksi Analisis data yang telah terkumpul, kemudian dievaluasi sebagai bahan refleksi untuk perbaikan siklus selanjutnya

Siklus II dan seterusnya Penyusunan laporan

F. Hasil Intervensi Tindakan yang diharapkan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep kesetimbanga kimia. Hasil belajar siswa dapat dikatakan meningkat yaitu, apabila tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai kurang dari 65.


(47)

G. Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berupa nilai siswa yang mencangkup ranah kognitif, aktivitas siswa ketika proses pembelajaran berlangsung melalui lembar observasi dan catatan lapangan.

Tabel 3.5 Jenis Data, Sumber Data dan Instrumen

Data Sumber Data Instrumen

Kognitif (penguasaan konsep) Siswa Posttest

Aktifitas siswa ketika pembelajaran berlangsung

Siswa Lembar observasi dan

catatan lapangan

H. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data mengenai pelaksanaan dan hasil dari program tindakannya akan dilakukan dengan menggunakan beberapa instrumen.

1. Lembar Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengumpulan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.2 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi siswa. Observasi dilakukan sebagai langkah monitoring aktifitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga dapat diketahui kekurangan-kekurangan tahap tindakan pembelajaran NHT sebagai bahan perbaikan untuk siklus selanjutnya.

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Lembar Observasi Siswa No Tahapan Aktifitas yang diamati 1 Penomoran Kesiapan membentuk kelompok 2 Pengajuan

pertanyaan

Menjawab pertanyaan yang diajukan

Memberikan penjelasan kepada teman 3 Berpikir bersama

Keaktifan dalam diskusi

2


(48)

4 Pemberian jawaban Mempresentasikan hasil kerja 5 Kesimpulan Menyimpulkan materi

(lampiran 9) 2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti atau mitra peneliti yang melakaukan pengamatan atau observasi terhadap subjek atau objek penelitian tindakan kelas.3 Catatan lapangan digunakan untuk mengetahui kondisi siswa pada saat proses pembelajaran NHT berlangsung.(lampiran 10)

3. Wawancara

Menurut Hopkins dalam Wiriatmadja, wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandangan yang lain.4 Pada penelitian ini dilakukan wawancara siswa pada setiap akhir siklus yang bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai kesulitan atau kendala-kendala yang dihadapi selama pembelajaran NHT diterapkan serta masukkannya dalam upaya perbaikan pembelajaran. (lampiran 11)

4. Tes

Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen berupa tes tertulis. Tes adalah kumpulan soal pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh siswa dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan serta kemampuan penalarannya.5 Tes dibuat untuk mengukur hasil belajar kimia siswa pada materi kesetimbangan. Aspek yang dinilai adalah aspek kognitif siswa yang dibuat dalam bentuk tes objektif pilihan ganda. Adapun alasan penulis menggunakan soal pilhan ganda untuk mengidentifikasi sampai sejauh mana tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal. Instrumen ini mengukur aspek dengan kategori

3

Rochiati Wiraatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Maret 2008), cet 5, h.125

4

Ibid h. 117

5


(49)

ingatan, pemahaman, dan aplikasi. Adapun kisi –kisi instrumennya sebagai berikut:

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Siklus I

No Indikator C1 C2 C3 C4 Jumlah

1 Menjelaskan kesetimbangan

dinamis

1,2 - - - 2 soal

2 Menjelaskan tetapan

kesetimbangan

3,5 4 - - 3 soal

3 Meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier

6,12, 7, 8,9, 10,11,12,13, 15, 17, 19,18

- - 12 soal

Jumlah 6 11 - - 17 soal

Siklus II

4 Menghitung harga Kc - - 1, 2, 3, 4 4 soal

5 Menghitung derajat disosiasi 8 - 9,10,

12

11, 13 6 soal

6 Menentukan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi berdasarkan Kc dan derajat disosiasi dan sebaliknya

6 7,5,

14, 15

5 soal

Jumlah 1 - 6 8 15 soal

Siklus III

7 Menghitung harga Kp - 10, 11 1, 2, 3,

4, 5, 6,7,12

8, 9 12 soal

8 Menentukan harga K dari

reaksi lain

13, 14 15 3 soal

9 Menjelaskan kondisi

optimum untuk memproduksi bahan-bahan kimia di industri yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan

- - 16,17 - 2 soal

Jumlah - 4 11 2 17 soal

(lampiran 7, 8)

I. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data tentang aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung diambil denga cara observasi menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan


(50)

2. Data tentang respon siswa terhadap pembelajaran NHT diperoleh dengan mewawancarai beberapa siswa sebagai perwakilan dari seluruh siswa. 3. Data tentang hasil belajar siswa diperoleh dengan memberikan tes kepada

siswa pada setiap akhir siklus.

J. Teknik pemeriksaan kepercayaan studi

Alat ukur tes sebelum diberikan kepada siswa, harus diketahui lebih dahulu apakah tes tersebut baik dan sudah siap diberikan kepada siswa untuk diambil datanya pada penelitian ini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka tes tersebut diujicobakan untuk mengetahui validitas dan reliabelitas tes.

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang dapat diartikan tepat atau sahih, yakni sejauh mana ketepatan atau kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.6 Validitas merupakan ciri dari instrumen yang sangat penting.

Untuk pengujian validitas instrumen hasil belajar kimia pada materi kesetimbangan penulis menggunakan program ANATES yaitu suatu software yang dapat mengolah data secara otomatis dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Isi kolom jumlah subjek b. Isi kolom butir soal

c. Isi kolom jumlah pilihan jawaban

d. Masukkan kunci jawaban pada kolom pertama e. Masukkan data jawaban yang akan diolah

f. Simpan file lalu pilih menu proses secara otomatis maka, hasil akan keluar secara otomatis

Berdasarkan uji validitas menggunakan program ANATES untuk soal kemampuan pemahaman siswa pada pembelajaran kimia pada konsep kesetimbangan kimia diperoleh hasil sebagai berikut:

6


(1)

(lampiran 12)

Hasil pengamatan aktifitas siswa selama pembelajaran siklus III berlangsung diperoleh hasil cukup baik. Hal ini dikarenakan siswa semakin terbiasa dengan pembelajaran NHT sehingga siswa semakin terbiasa dengan bekerjasama dengan siswa lain, siswa semakin aktif dan bertanggung jawab dengan kelompok masing-masing.

d. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa kelas XI IPA yang berjumlah 32 orang dengan memberikan tes pada akhir siklus. Berdasarkan hasil tes kemampuan belajar siswa pada siklus III diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.15 Perolehan Nilai Tes Akhir Siklus III

Nilai Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Kumulatif

73 – 76 14 43,7 100

77 – 80 7 22 56,3

81 – 84 0 0 56,3

85 – 88 8 25 34,3

89 – 92 0 0 34,3

93 – 96 3 9,3 9,3

Rata-rata 79,65

(lampiran 22)

Berdasarkan hasil tes yang dilaksanakan pada siklus III diperoleh rata-rata kelas sebesar 79,65 dengan nilai tertinggi 93 yang dicapai oleh 3 orang siswa (9,3%) dan nilai terendah 73. Hasil tes yang dilaksanakan pada siklus III ini sudah memenuhi kriteria yang diharapkan karena jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar sudah 32 orang (100%) .

e. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, dapat dikatakan jalannya pembelajaran pada siklus III telah berhasil memperbaiki berbagai kelemahan yang terjadi pada siklus sebelumnya. Perbaikan tersebut berakibat pada peningkatan hasil belajar siswa yang optimal, hal


(2)

tersebut dapat diketahui dari nilai rata-rata siswa sebesar 79,65 dan tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai dibawah 65.

f. Keputusan

Berdasarkan hasil refleksi siklus III diperoleh kemampuan pemahaman dalam memahami konsep sudah mencapai kriteria yang diharapkan yaitu sudah tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai <65. Oleh karena itu tindakan akan dihentikan.

B. Pembahasan

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli sepakat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe salah satu diantaranya adalah tipe NHT.

Model NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam metode NHT struktur khusus menghendaki kerjasama dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penguasaan akademik siswa melalui 4 tahapan, yaitu (1) penomoran (numbering), (2) pengajuan pertanyaan (questioning), (3) berpikir bersama (head together), dan (4) pemberian jawaban (answering).

Tipe ini melatih kognitif siswa dalam menyampaikan informasi, mengkaji ketergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima informasi diantara anggota kelompok sehingga mendorong kedewasaan berfikir siswa selain itu teknik ini memberi kesempatan siswa untuk melatih bicara aktif, berpartisipasi dan bersosialisasi antar sesama siswa, sehingga tercipta suasana kelas yang aktif dan berakibat pada peningkatan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan aktifitas belajar siswa yang meningkat dari 48% dengan kategori sangat tidak baik pada siklus I meningkat menjadi 81% dengan kategori cukup baik pada siklus III


(3)

Pada siklus I, evaluasi yang dilaksanakan pada siklus I dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap pelajaran kimia pada konsep kesetimbangan kimia dengan materi pengertian kesetimbangan, menentukan tetapan kesetimbangan dan meramalkan arah pergeseran kesetimbangan dengan menggunakan azas Le Chatelier.

Berdasarkan hasil tes yang dilaksanakan pada siklus I diperoleh hasil rata-rata kelas sebesar 64,22 dengan nilai tertinggi 80 dicapai oleh 2 orang siswa (6,3%) dan nilai terendah 46 oleh 1 orang siswa (14,5%) nilai terbanyak yang diperoleh siswa adalah 66 yaitu 9 orang siswa ( 28,1%). Dari hasil tes yang diperoleh dapat diketahui bahwa ketuntasan siswa belum mencapai 100%, siswa yang tuntas sebanyak 19 orang siswa (59,4%) karena masih terdapat 13 orang siswa (40,6%) yang mendapat nilai dibawah 65.

Berdasarkan hasil observasi siklus I aktifitas siswa belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya dinamika diskusi yang terjadi dalam kelompok, siswa belum terbiasa bekerjasama dengan anggota kelompok, siswa pandai juga masih kesulitan dalam menjelaskan materi kepada temannya bahkan ada siswa yang lebih suka belajar sendiri. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT .

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang tejadi pada siklus I, guru melakukan perbaikan-perbaikan yang dilaksanakan pada siklus II seperti: lebih memantau siswa dalam diskusi kelompok, memberikan lebih banyak contoh-contoh soal dan latihan agar siswa terbiasa mengerjakan soal-soal dan lebih memotivasi siswa dalam berdiskusi.

Pada akhir pembelajaran siklus II, dilaksanakan tes untuk melihat perkembangan penguasaan konsep kimia para siswa. Hasilnya adalah: rata – rata kelas 72,78 dengan nilai tertinggi adalah 93 yang dicapai oleh 1 orang siswa dan nilai terendah 53 oleh 1 orang siswa. Terdapat 29 orang siswa (90,7%) yang mendapat nilai diatas 65. Hasil tersebut sudah cukup baik, namun jumlah siswa yang tuntas sebagaimana yang ditetapkan dalam indikator keberhasilan belum mencapai 100% siswa.


(4)

Dari hasil observasi dan evaluasi yang dilaksanakan pada siklus II, maka dapat dikatakan bahwa berbagai kekurangan yang dilakukan pada siklus I telah berhasil diatasi dengan baik pada siklus II. Aktifitas siswa yang dilakukan pada siklus II mengalami peningkatan. Pada saat diskusi kelompok siswa sudah bisa bekerjasama dengan kelompok, siswa saling mengajarkan dan membantu siswa lainnya yang mengalami kesulitan. Interaksi siswa dengan guru juga meningkat karena siswa sudah tidak takut atau malu lagi dalam bertanya. Kesemuanya itu kemudian mengakibatkan pada pencapaian hasil belajar yang cukup memuaskan, jumlah siswa mencapai ketuntasan belajar sebanyak 29 orang (90,7%).

Meskipun hasil tersebut belum mencapai hasil yang ditetapkan dalam indikator keberhasilan tindakan, namun peningkatan rata-rata nilai yang dicapai para siswa sangat menggembirakan, yaitu meningkat dari 66,22 menjadi 72,78.

Pada akhir pembelajaran siklus III, dilaksanakan tes untuk melihat perkembangan penguasaan konsep kimia para siswa. Hasilnya adalah rata-rata kelas 79,65 nilai tertinggi adalah 93 yang dicapai oleh 3 orang siswa dan nilai terendah adalah 73 oleh 14 orang siswa. Hal tersebut telah mencukupi batas indikator keberhasilan tindakan yang telah ditetapakan karena sudah tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai dibawah 65 dengan kata lain jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 32 orang (100%).

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, dapat dikatakan bahwa jalannya pembelajaran pada siklus III telah berhasil memperbaiki berbagai kelemahan yang terjadi pada siklus II. Perbaikan tersebut berakibat pada peningkatan aktifitas siswa dalam pembelajaran dan pada akhirnya mengakibatkan pada pencapaian hasil belajar yang memuaskan, yaitu tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai <65.

Selain itu siswa juga memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran NHT yang diterapkan karena siswa dapat saling membantu dan mengajarkan dalam memahami materi yang diajarkan. Siswa juga merasa


(5)

senang dengan pembelajaran NHT karena dapat memudahkan siswa dalam menyerap materi yang diajarkan.

Hasil tes kemampuan yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus menunjukkan terjadinya peningkatan rata-rata skor hasil belajar siswa yaitu pada tes kemampuan siklus I 64,22 kemudian meningkat menjadi 72,78 dan akhirnya meningkat menjadi dan 79,65 pada akhir siklus III. Berikut ini disajikan grafik peningkatan nilai rata-rata kelas dari siklus I sampai III.

64.22

72.78 79.65

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Nilai rata-rata kelas

si klu

s 1 si

klu s 2

sikl us 3

Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Nilai Rata-Rata Siswa

Pada siklus I terdapat 19 orang siswa yang mencapai nilai ketuntasan diatas 65 kemudian meningkat menjadi 29 orang siswa pada siklus II dan akhirnya menjadi 32 orang siswa pada siklus III. Hasil ini telah memenuhi standar nilai yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan tindakan yaitu tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai <65.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian tersebut masih banyak keterbatasan. Adapun kekurangan dan kelemahan dari penelitian tersebut diantaranya yaitu: keterbatasan waktu penelitian dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung jalannya penelitian, sehingga pengoptimalan penerapan model pembelajaran NHT kurang maksimal tidak hanya hal tersebut, penelitian merupakan hal yang baru bagi peneliti oleh karena itu kemampuan peneliti pun terbatas untuk meneliti secara mendalam.


(6)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas XI IPA SMA Nusantara Unggul terkait dengan upaya peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran NHT pada konsep kesetimbangan kimia, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rata-rata tes hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 64,22 dengan jumlah siswa yang mengalami ketuntasan 19 siswa (59,4%) kemudian meningkat menjadi 72,78 dan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 29 siswa (90,7%) pada siklus II dan akhirnya meningkat menjadi 79,65 dan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 32 siswa (100%) pada siklus III. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa khususnya pada konsep kesetimbangan kimia.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti menyarankan:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pembelajaran kimia, khususnya pada konsep kesetimbangan kimia dengan menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar, kiranya dapat dipertimbangkan oleh sekolah dan para guru.

2. Agar penerapan model pembelajaran tipe NHT berjalan dengan baik sebaiknya guru lebih mempersiapkan perencanaan pembelajaran seperti membuat RPP dan LKS.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Efektifitas pembelajaran kooperatif metode numbered heads together (NHT) terhadap hasil belajar pendidikan Agama Islam di SMP Islam al-Fajar Kedaung Pamulang

0 10 20

Peningkatan minat dan hasil belajar IPS siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif metode numbered heads together di SMP Nusantara plus Ciputat

1 6 201

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

Effect of Method Numbered Head Together (NHT) to the Student Results on Subjects of Fiqh at Al-Zahra Indonesian Junior Pamulang.

0 25 177

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) POKOK BAHASAN BILANGAN PECAHAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 0 45

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI.

0 0 11