BAB III METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2011 hingga bulan Desember 2011. Tapak penelitian ini terletak di kawasan Batik Trusmi yang berada di
Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon bagian Utara, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kecamatan Plered merupakan salah satu kecamatan yang berada di
pusat Kabupaten Cirebon terletak di antara 06 39’10”-06
44’08” LS dan 108
28’20”- 108 31’28” BT dengan luas wilayah 919 ha. Lokasi penelitian
meliputi Desa Trusmi Kulon dan Wetan, Desa Panembahan, Desa Weru Lor, Desa Weru Kidul, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon Gambar 2.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Desa Trusmi Kulon berbatasan dengan Desa Wotgali di sebelah Utara, di sebelah Selatan dengan Desa Weru Lor, di sebelah Timur dengan Desa Trusmi
Wetan, dan sebelah Barat dengan Desa Wotgali. Desa Trusmi Wetan berbatasan dengan Desa Kalitengah di sebelah Utara, di sebelah Selatan dengan Desa Weru
Lor, di sebelah Timur dengan Desa Panembahan, dan di sebelah barat dengan Desa Trusmi Kulon.
3.2 Tahapan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan berdasarkan pendekatan Gold 1980, dengan penekanan pendekatan aktivitas dan pendekatan sumberdaya budaya.
Penelitian dilakukan dengan melewati beberapa tahapan terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan.
Tahapan proses penelitian yang akan dilaksanakan dilihat pada Gambar 3.
3.2.1 Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap awal pada penelitian ini. Tahap persiapan ini berupa kegiatan perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian,
pembuatan proposal penelitian, dan perijinan penelitian.
3.2.2 Inventarisasi
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Data yang didapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan :
a. Pengamatan langsung di lapang.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada narasumber yang terkait tentang budaya dan sejarah Batik Trusmi serta pengelola kawasan tersebut, yaitu Bapak H.
Ahmad sebagai sesepuh desa dan Bapak Katura sebagai sejarahwan dan budayawan batik.
- Perumusan masalah
- Tujuan penelitian
- Pembuatan proposal penelitian
- Perijinan penelitian
Data Primer dan Data Sekunder -
Aspek sejarah sejarah kawasan, sejarah batik di kawasan Trusmi, sejarah perkembangan batik di
kawasan Trusmi, situs sejarah kawasan -
Aspek fisik-biofisik aksesibilitas dan jalur sirkulasi, jenis tanah dan topografi, tata guna lahan, iklim,
kualitas visual, elemen fisikstruktur bangunan dan arsitektur, fasilitas, vegetasi, hidrologi
- Aspek sosial, budaya, dan ekonomi keadaan
penduduk dan ekonomi, aktivitas budaya, kesenian -
Aspek wisata jumlah dan karakter pengunjung, aktivitas pengunjung, jenis dan kondisi objek wisata
keinginan masyarakat dan pengunjung -
Aspek Pengelolaan lanskap ,
Analisis Potensi Ruang Budaya dan Sejarah
Gambar 3 Tahapan proses penelitian
Persiapan
Inventarisasi
Analisis
Analisis Ruang dan Aktivitas Wisata Eksisting dan Potensial Peta komposit
Sintesis
Rencana Blok block plan Konsep Pengembangan
Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Wisata, Sirkulasi, dan Tata Hijau
Perencanaan Perencanaan Lanskap Wisata Kawasan Budaya Batik
Trusmi Cirebon Analisis Daya Tarik ObjekAtraksi
Analisis Fasilitas Pendukung Wisata
Konsep Dasar Mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi
c. Kuesioner
Sasaran dari kuesioner ini adalah pengunjung dan masyarakat setempat. Kuesioner dibagikan kepada 30 pengunjung dan 30 masyarakat sekitar.
Dari informasi pengunjung yang akan diperoleh adalah keinginan pengunjung terhadap kawasan ini. Sedangkan dari masyarakat diharapkan
mendapatkan informasi tentang ketersediaan masyarakat sekitar untuk mendukung aktivitas wisata.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui sumber-sumber terkait, studi pustaka yang mendukung. Data yang akan dikumpulkan tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data dan sumber perolehannya
No Jenis Data
Bentuk Data Sumber Data
1 Aspek Sejarah
a. Sejarah kawasan Deskripsi
Wawancara dan studi pustaka b. Sejarah batik di kawasan Trusmi Deskripsi
Wawancara dan studi pustaka c. Sejarah perkembangan batik
Deskripsi, foto Wawancara dan studi pustaka
di kawasan Trusmi c. Situs sejarah kawasan
Deskripsi, foto Wawancara dan studi pustaka
2 Aspek Fisik-Biofisik a. Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi
Deskripsi, peta Dinas Perhubungan dan survei langsung
b. Jenis tanah dan topografi Deskripsi, peta
Bappeda c. Tata Guna Lahan
Deskripsi, peta Dinas Pertanahan
d. Iklim Deskripsi, tabel BMKG
e. Kualitas visual Deskripsi, foto
Survei langsung f. Elemen fisikstruktur bangunan
Deskripsi, foto Survei langsung dan studi pustaka
dan arsitekturnya g. Fasilitas
Deskripsi Survei langsung dan studi pustaka
g. Vegetasi Deskripsi, foto
Wawancara dan survei langsung h. Hidrologi
Deskripsi, foto Bappeda
3 Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi a. Keadaan penduduk dan ekonomi Deskripsi
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, b. Aktivitas budaya
Deskripsi, foto Wawancara dan studi pustaka
c. Kesenian Deskripsi
Wawancara dan studi pustaka 4 Aspek
wisata a. Jumlah dan karakter pengunjung
Deskripsi, tabel Wawancara dan survei langsung b. Aktivitas pengunjung
Deskripsi Wawancara dan survei langsung
c. Jenis dan kondisi objek wisata Deskripsi
Wawancara dan survei langsung d. Keinginan masyarakat dan
Deskripsi Kuesioner dan wawancara
pengunjung 5 Aspek Pengelolaan Lanskap
Deskripsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
3.2.3 Analisis
Tahap analisis dilakukan terhadap berbagai aspek berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan. Analisis yang dilakukan berupa analisis spasial dan
deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis spasial digunakan pada analisis
potensi ruang budaya dan sejarah, analisis daya tarik objekatraksi, analisis pendukung wisata, dan analisis ruang serta aktivitas wisata eksisting dan
potensial. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk analisis kenyamanan manusia, kapasitas parkir dan daya dukung. Sedangkan analisis deskriptif
kualitatif digunakan untuk analisis aspek fisik-biofisik, aspek sejarah, aspek sosial, budaya, dan ekonomi, serta analisis pengelolaan kawasan. Data dari
berbagai analisis tersebut di overlay dan menjadi peta komposit merupakan hasil analisis yang akan digunakan untuk tahap berikutnya yaitu sintesis.
Analisis spasial dilakukan dengan unit analisis berdasarkan desa. Analisis potensi ruang budaya dan sejarah bertujuan untuk mengetahui desa yang masih
memiliki budaya dan sejarah di kawasan Batik Trusmi. Kriteria penilaian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria penilaian potensi ruang budaya dan sejarah
Kriteria penilaian Skor
Tinggi 3 Sedang 2
Rendah 1 Nilai sejarah
Terdapat elemen lanskap Terdapat elemen
Tidak terdapat sejarah yang berkaitan
lanskap sejarah elemen lanskap
dengan Batik Trusmi yang bukan BCB
sejarah yang berkaitan dengan Batik Trusmi
Nilai budaya Terdapat elemen
Terdapat aktivitas Tidak terdapat
lanskap budaya budaya membatik
aktivitas dan elemen yang berkaitan
lanskap budaya dengan Batik Trusmi
membatik
Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : • Potensi ruang budaya dan sejarah tinggi 3 = Desa yang memiliki nilai
sejarah dan budaya yaitu adanya elemen sejarah dan elemen budaya yang berkaitan dengan Batik Trusmi.
• Potensi ruang budaya dan sejarah sedang 2 = Desa yang terdapat elemen sejarah yang bukan BCB dan adanya aktivitas budaya membatik.
• Potensi ruang budaya dan sejarah rendah 1 = Desa yang tidak terdapat elemen lanskap sejarah dan tidak adanya kegiatan membatik.
Analisis daya tarik objekatraksi bertujuan untuk mengetahui desa yang mempunyai objek dan atraksi wisata di kawasan Batik Trusmi. Kriteria untuk
analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria penilaian potensi daya tarik objek dan atraksi wisata
Kriteria penilaian Skor
Tinggi 3 Sedang 2
Rendah 1 Objek dan
Terdapat lebih dari sama Terdapat 3-4 jenis objek Terdapat 1-2 jenis Atraksi wisata
dengan 5 jenis objek dan atraksi wisata
objek dan atraksi wisata Jumlah Objek
dan atraksi wisata Terdapat lebih dari 10
Terdapat 3-9 objek Terdapat 1-2 objek
dan Atraksi objek dan atraksi
dan atraksi wisata dan atraksi wisata
wisata wisata
Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : • Potensi daya tarik objek dan atraksi wisata tinggi 3 = Desa yang
memiliki lebih dari sama dengan lima jenis dan lebih dari 10 objek dan atraksi wisata
• Potensi daya tarik objek dan atraksi wisata sedang 2 = Desa yang memiliki 3-4 jenis objek dan atraksi wisata dengan jumlah lebih dari 10
atau terdapat 3-9 jumlah objek dan atraksi wisata. • Potensi daya tarik objek dan atraksi wisata rendah 1 = Desa yang
memiliki 1-2 jenis dan jumlah objek serta atraksi wisata. Analisis fasilitas pendukung wisata bertujuan untuk mengetahui desa yang
memiliki fasilitas pendukung wisata yang dibutuhkan untuk kawasan Batik Trusmi. Kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria penilaian fasilitas pendukung wisata
Kriteria penilaian Skor
Tinggi 3 Sedang 2
Rendah 1 Aksesibilitas
Akses jalan Akses jalan
Akses jalan dan sirkulasi
sangat mendukung cukup mendukung
kurang mendukung Fasilitas pendukung Terdapat lebih dari 2 fasilitas Terdapat 1-2 fasilitas
Tidak ada fasilitas wisata
pendukung wisata pendukung wisata
pendukung wisata gerbang, lahan parkir,
gerbang, lahan parkir, gerbang, lahan parkir,
information centre, toilet information centre, toilet information centre, toilet
papan interpretasi papan interpretasi
papan interpretasi
Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan : • Fasilitas pendukung wisata tinggi 3 = Desa yang memiliki aksesibilitas
dan sirkulasi yang sangat mendukung menuju kawasan tersebut dengan adanya lebih dari 2 fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk wisata.
• Fasilitas pendukung wisata sedang 2 = Desa yang memiliki aksesibilitas dan sirkulasi yang cukup mendukung menuju kawasan tersebut dengan
adanya 1-2 fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk wisata. • Fasilitas pendukung wisata rendah 1 = Desa yang memiliki aksesibilitas
dan sirkulasi yang kurang mendukung menuju kawasan tersebut dengan tidak adanya fasilitas wisata yang dibutuhkan untuk wisata.
Analisis ruang dan aktivitas wisata dibagi menjadi dua yaitu eksisting dan potensial. Analisis ruang dan aktivitas wisata eksisting dilakukan berdasarkan
fakta yang ada di lapangan dengan kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel 5. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ruang dan aktivitas wisata eksisting di
kawasan Batik Trusmi.
Tabel 5 Kriteria penilaian ruang dan aktivitas wisata
Kriteria penilaian Skor
Tinggi 3 Sedang 2
Rendah 1 Ruang wisata
Terdapat lebih dari sama Terdapat 3-4 ruang
Terdapat 1-2 ruang potensial
dengan 5 ruang potensial potensial untuk
potensial untuk untuk dijadikan ruang
dijadikan ruang dijadikan ruang
wisata wisata
wisata Aktivitas wisata
Terdapat lebih dari sama Terdapat 1 jenis
Tidak ada jenis dengan 2 jenis aktivitas
aktivitas wisata aktivitas wisata
wisata Kunjungan wisata Kunjungan wisatawan
Kunjungan wisatawan Kunjungan wisatawan banyak
sedikit tidak ada
Analisis ruang dan aktivitas wisata potensial dilakukan berdasarkan potensi yang ada di kawasan Batik Trusmi dan rencana pembangunan oleh
pemerintah. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ruang dan aktivitas wisata yang potensial di kawasan Batik Trusmi. Berdasarkan penilaian tersebut
didapatkan : • Ruang dan aktivitas wisata tinggi 3 = Desa yang memiliki lebih dari
sama dengan 5 ruang potensial dan atau 3-4 ruang untuk dijadikan ruang wisata dengan lebih dari 2 jenis aktivitas wisata yang memiliki kunjungan
wisatawan banyak.
• Ruang dan aktivitas wisata sedang 2 = Desa yang memiliki 3-4 ruang potensial untuk dijadikan ruang wisata dengan 1 jenis aktivitas wisata
yang memiliki kunjungan wisatawan banyak. • Ruang dan aktivitas wisata rendah 1 = Desa yang memiliki 1-2 ruang
potensial yang dijadikan untuk ruang wisata dan tidak adanya aktivitas wisata
Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis kebutuhan parkir dengan perhitungan kapasitas parkir didapatkan dari banyaknya kendaraan
per hari x dimensi kendaraan. Dimana dimensi kendaraan Neufert, 1980 : Mobil = 3m x 5m = 15m
2
; Motor = 2m x 1m = 2m
2
; Bus = 12m x 3m =36 m
2
. Analisis kenyamanan manusia bertujuan untuk mengetahui tingkat
kenyamanan di kawasan Batik Trusmi. Analisis ini menggunakan perhitungan rumus tingkat kenyamanan manusia, yaitu :
THI = 0,8T + RHxT500. Dimana : T : Suhu; RH : Kelembaban.
Analisis daya dukung di kawasan Batik Trusmi bertujuan untuk mengetahui kapasitas pengunjung agar kawasan ini nyaman. perhitungan daya
dukung untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah, Pramukanto, Wibowo 2003 yaitu :
DD = AS ; T = DD x K ; K = NR. Dimana :
DD : Daya Dukung orang A : Area yang digunakan
S : Standart rata-rata individu m
2
orang K : Koefisien rotasi
T : Total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan orang R : Rata-rata waktu kunjungan jam
N : Jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan. Dari analisis spasial yang telah dilakukan kemudian dioverlay untuk
mendapatkan hasil analisis berupa peta komposit. Hasil analisis yang diperoleh dalam bentuk peta spasial dan deskriptif. Hasil analisis ini dilanjutkan ke tahap
selanjutnya yaitu tahap sintesis. Berdasarkan penilaian overlay hasil analisis peta spasial didapatkan peta potensi wisata dengan ruang:
• Potensi wisata tinggi 3 = Desa yang memiliki potensi ruang budaya dan sejarah tinggi, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata tinggi, fasilitas
pendukung wisata sedang, ruang dan aktivitas wisata tinggi. • Potensi wisata sedang 2 = Desa yang memiliki potensi ruang budaya dan
sejarah rendah, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata sedang, fasilitas pendukung wisata tinggi, ruang dan aktivitas wisata sedang.
• Potensi wisata rendah 1 = Desa yang memiliki potensi ruang budaya dan sejarah rendah, potensi daya tarik objek dan atraksi wisata rendah, fasilitas
pendukung wisata tinggi, ruang dan aktivitas wisata rendah.
3.2.4 Sintesis
Tahap ini bertujuan untuk mencari solusi terbaik dari setiap kendala serta mengangkat potensi yang ada pada kawasan. Konsep dasar yang akan dibuat
adalah mengeksplorasi budaya dan eksotika Batik Trusmi yang ada sebagai daya tarik wisata dengan mempertimbangkan kenyamanan wisatawan. Konsep dasar
tersebut dikembangkan ke dalam konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas wisata, konsep sirkulasi, dan konsep tata hijau. Hasil pengembangan konsep ini
berupa rencana blok block plan.
3.2.5 Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap untuk mengembangkan tapak sesuai dengan rencana blok block plan yang telah dibuat. Perencanaan yang akan
dihasilkan adalah rencana lanskap yang dilengkapi dengan tata ruang, aktivitas dan fasilitas wisata, tata hijau, serta rencana tertulis pada kawasan yang meliputi
jalur sirkulasi wisata, dan perjalanan wisata.
3.3 Bentuk Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah perencanaan lanskap wisata kawasan budaya Batik Trusmi Cirebon. Dengan produk berupa jalur sirkulasi wisata,
perjalanan wisata, dan rencana lanskap landscape plan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aspek Sejarah 4.1.1 Sejarah Kawasan
Nama Trusmi berasal dari kata Terusemi. Kata ini mempunyai 2 versi yang berbeda. Versi pertama kata Terusemi berarti tanaman yang sudah habis
kemudian tumbuh kembali. Terdapat 2 cerita dibalik arti ini, cerita yang pertama menurut Bapak H. Ahmad, sesepuh di Desa Trusmi ini, berawal dari Putra Sunan
Gunung Jati yang dititipkan kepada Ki Buyut Trusmi di pesantrennya. Ketika membersihkan taman yang berada di pesantren tersebut Putra Sunan Gunung Jati
pun ikut membersihkan. Tanaman yang ada di taman tersebut dipotong habis oleh Putra Sunan Gunung Jati. Putra Sunan Gunung Jati merasa bersalah dengan
kejadian itu. Lalu melakukan tafakur menghadap Yang Maha Kuasa meminta agar tanaman itu langsung tumbuh kembali. Do’a Putra Sunan Gunung Jati ini ternyata
dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Seketika itu juga tanaman di taman itu kembali subur. Cerita kedua, menurut buku Ceritera Rakyat : Asal-Usul Desa di
Kabupaten Cirebon, berawal dari ulah Pangeran Trusmi putra pasangan Pangeran Carbon Girang dengan Nyi Cupluk. Nyi Cupluk adalah putri Ki Gede Trusmi
sedangkan Pangeran Carbon Girang adalah putra Ki Kuwu Cirebon. Pangeran Trusmi atau Bung Cikal dikisahkan memiliki kebiasaan senang memangkas
tanaman yang ditanam kakeknya. Namun, setiap kali tanaman itu dipangkas, saat itu pula tanaman itu tumbuh kembali, begitu seterusnya.
Dari perbedaan cerita di atas bukanlah hal yang aneh. Akan tetapi intinya adalah Terusemi yang berarti tanaman yang sudah habis kemudian tumbuh
kembali. Versi keduanya adalah kata Trusmi berarti terus kelihatan ke bawah. Maksud dari kalimat ini berasal dari kolam yang sangat jernih airnya sampai dasar
dari kolam ini terlihat terus terlihat ke bawah. Menurut Bpk H.Ahmad dalam Adimuryanto 2001, Desa Trusmi yang
pertama dibangun adalah komplek masjid Keramat Ki Buyut Trusmi. Di wilayah inilah awal dari Desa Trusmi. Wilayah ini disebut sebagai Tanah Keramat. Tanah
Keramat ini terdiri dari dua blok utama yaitu blok Jero dan blok Pasarean yaitu
makam Ki Buyut Trusmi. Blok Jero berada di sebelah Barat, Pasarean di pusat sebagai bagian paling utama, alun-alun di sisi Selatan Pasarean. Batas antara
pusat desa ditandai oleh jalan lingkungan dan khusus pada Pasarean ditandai oleh dinding keliling dari batu bata setinggi 2 m. Pada blok Pasarean terdapat Bale
Gede Nesan yang merupakan Bale Gede pertama di Trusmi setelah Omah Gede
didirikan. Blok Jero dibagi atas Jero Dalem di Utara dan Jero di sisi Selatan. Jero Dalem
adalah hunian Ki Buyut Trusmi, sedangkan blok Jero adalah hunian untuk masyarakat umum. Pola tata ruang Desa Trusmi Gambar 4 berpusat di area
makam Ki Buyut Trusmi. Perkembangan pemukiman secara fisik di desa ini mengikuti sebaran dari area makam Ki Buyut Trusmi. Secara administrasi Desa
Trusmi sudah mengalami pemekaran menjadi dua desa, yaitu Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan.
22
4.1.2 Sejarah Batik di Kawasan Trusmi
Nama Trusmi dan batiknya memang tidak terlepas dari keberadaan Ki Buyut Trusmi. Menurut buku Babad Tanah SundaBabad Cirebon, Ki Buyut
Trusmi yang bernama asli Pangeran Cakra Buwana atau Pangeran Walangsungsang merupakan anak ke-1 dari Prabu Siliwangi dengan Nyimas
Subangkeranjang Gambar 5.
Prabu Siliwangi + Nyimas Subangkeranjang
Pangeran Cakra Buwana Nyimas Rarasantang Pangeran Raja Sengara Gambar 5 Silsilah keluarga Pangeran Cakra Buwana
Asal nama Pangeran Cakra Buwana menurut buku Babad SundaBabad Cirebon adalah Walangsungsang. Saat Walangsungsang pergi ke Gunung Jati
untuk belajar agama Islam, Walangsungsang bertemu dengan Ki Syekh Nurjati. Kemudian oleh Ki Syekh Nurjati, Walangsungsang diberi nama Somadullah. Pada
hari ahad tanggal 1 Suro 1445 M Ki Syekh Nurjati menugaskan Somadullah membangun dukuhpemukiman. Somadullah beristirahat di rumah Ki Gedeng
Alang-Alang dan diberi nama Cakra Buwana, karena menganggap Somadulloh sebagai anaknya. Di daerah inilah Cakra Buwana membuat pemukiman yang
disebut Cirebon. Nama Ki Buyut Trusmi diterima Pangeran Walangsungsang ketika
Cirebon diserahkan kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang mengembara dari Keraton Pajajaran sampai di Cirebon. Pangeran
Walangsungsang pindah ke Trusmi dan merupakan orang pertama yang berada di wilayah itu. Sehingga Pangeran Walangsungsang dijuluki Ki Buyut Trusmi. Ki
Buyut Trusmi mendirikan pesantren dan mengasuh anak Sunan Gunung Jati. Menurut Bapak H.Ahmad, seorang sesepuh di desa ini yang masih
merupakan keturunan langsung dari Ki Buyut Trusmi, selain menjadi orang yang pertama berada di wilayah Trusmi, Ki Buyut Trusmi memang mempunyai
keterkaitan dengan keberadaan Batik Trusmi. Pada awalnya Sunan Gunung Jati
mempunyai batik yang sudah agak lusuh. Sunan Gunung Jati meminta Ki Buyut Trusmi untuk pindon kain batiknya yang lusuh. Ki Buyut Trusmi pun
menyanggupinya dan mengerjakannya. Ternyata batik yang dibuat oleh Ki Buyut Trusmi sama persis dengan batik yang lusuh milik Sunan Gunung Jati. Oleh
karena itu, di kawasan ini masyarakatnya lebih mengerti tentang batik.
4.1.3 Sejarah Perkembangan Batik di Kawasan Trusmi
Dalam buku Batik Nusantara, secara terminologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa, “amba” yang berarti lebar, luas, kain: dan “titik” yang berarti titik
atau matik kata kerja membuat titik yang kemudian berkembang menjadi istilah “batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain
yang luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori. Dalam bahasa
Jawa, “batik” ditulis dengan “bathik”, mengacu pada huruf “tha” yang menunjukkan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk
gambaran tertentu. Berdasarkan etimologi tersebut, sebenarnya “batik” tidak dapat diartikan sebagai satu atau dua kata, maupun satu padanan kata tanpa penjelasan
lebih lanjut. Ada yang mengatakan bahwa batik berasal dari kata “tik” yang terdapat di dalam kata titik, yang berarti juga tetes. Ada juga ahli yang mencari
asal kata batik dihubungkan dengan kata tulis atau lukis. Pada tanggal 2 Oktober 2009, badan PBB untuk pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan budaya UNESCO mengukuhkan batik sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia. Sejak itulah, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai “Hari
Batik” di Indonesia. Beberapa alasan yang menyatakan bahwa batik adalah hasil budaya asli Indonesia, adalah sebagai berikut :
1. Teknik dasar batik, yaitu menutup bagian kain tidak berwarna, tidak hanya
dikenal di daerah-daerah yang langsung terkena kebudayaan Hindu Jawa dan Bali, tetapi juga dikenal di Toraja, Flores, dan Papua.
2. Pemberian zat warna dengan atau dari bahan-bahan tumbuhan setempat
dikenal di seluruh wilayah Nusantara. 3.
Penggunaan malam sebagai penutup dalam pembatikan asli dari Indonesia berasal dari Palembang, Sumbawa, dan Timor.
4. Teknik mencelup dengan cairan merah yang dingin beda dengan teknik
pencelupan panas yang dilakukan di India. 5.
Pola geometris sudah dikenal di seluruh wilayah Nusantara, jauh sebelum terjadi interaksi antara pedagang Nusantara dengan pedagang dari India.
6. Menurut sejarah, batik di Nusantara sudah dikenal dan berkembang pada
masa Kerajaan Majapahit di Jawa pada abad XIII. Padahal perkembangan teknik celup di Insia baru mulai abad XVII. Pada masa ini abad XVII,
batik Nusantara telah menjadi bagian budaya, baik di kalangan kerajaan maupun rakyat Nusantara. Artinya, jauh sebelum abad tersebut, batik telah
hidup dan berkembang subur di wilayah Nusantara dengan adanya Kerajaan Majapahit.
7. Penggunaan batik sebagai busana pada saat itu membuat batik mengalami
banyak perkembangan bentuk dan pola. Pola yang ada memiliki perbedaan tersendiri antara batik yang berkembang di keraton dan di luar keraton
yang disebut juga batik pesisiran. Selain kedua jenis batik ini, ada juga batik-batik lain yang berkembang dengan bentuk dan pola khas yang
berbeda dengan batik keraton atau pesisiran, yang disebut batik pedalaman.
Batik telah menjadi bagian keseharian masyarakat Indonesia yang sangat berarti. Batik telah menjadi aset kekayaan Nusantara. Keberadaan batik menjadi
sangat penting bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Industri batik di Nusantara telah menampung jutaan tenaga kerja, terutama perempuan dengan
industri-industri skala rumah tangga yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Belum terhitung pada jumlah mereka yang menjadi pedagang batik, baik skala
kecil, menengah, maupun besar. Kabupaten Cirebon memiliki potensi industri kerajinan batik yang telah
dikenal oleh masyarakat luas sejak abad ke-10 Masehi yang merupakan warisan budaya keraton di Cirebon. Pusat pertumbuhan sentra industri kerajinan batik
tersebut adalah di Desa Trusmi, Kecamatan Plered, terletak ± 5 km ke arah Barat dari Kota Cirebon. Pada awalnya batik merupakan produk seni, kemudian
berkembang lebih luas lagi menjadi produk sandang yang memiliki nilai seni. Di Desa Trusmi terdapat motif batik klasik dan modern yang secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kategori Keraton dan kategori Pesisiran. Batik pesisiran adalah batik yang umumnya berkembang di Pantai
Utara Pulau Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Pekalongan, Lasem, Tuban, Gresik, dan Madura. Batik Pesisiran ditandai dengan visualisasi yang lebih
dinamis, meriah dengan banyak warna yang sangat ditentukan oleh permintaan pasar. Genre batik ini pada dasarnya adalah batik yang tumbuh dan berkembang
dari daerah di luar benteng keraton Motif batik yang dibuat oleh para pengrajin di Trusmi sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, seperti lingkungan alam dan keadaan flora dan fauna. Setiap goresan dalam motif batik memiliki makna yang tinggi berupa filosofi-
filosofi hidup antara lingkungan dengan masyarakat maupun hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Motif batik Cirebon menunjukkan
adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk hiasan yang mendatar, seperti lukisan ragam hias khas mega dan wadasan dalam megamendung dan
wadasan. Beberapa motif batik klasik yang telah dikenal oleh masyarakat secara
luas, baik di dalam maupun di luar negeri antara lain adalah motif Mega Mendung, Wadasan, Gedongan, Liris, Peksi Naga Liman, Cerita Panji, dan Singa
Barong Gambar 6. Didesain dengan corak kondisi alam di lingkungan keraton maupun kondisi pesisir pantai, kondisi dua lingkungan yang saling menunjang.
Salah satu motif batik yang terkenal di Cirebon adalah batik Mega Mendung. Mega Mendung melambangkan pembawa hujan yang dinanti-nantikan
sebagai pembawa kesuburan dan pemberi kehidupan. Motif ini didominasi dengan warna biru, mulai dari biru muda hingga biru tua. Warna biru tua
menggambarkan awan gelap yang mengandung air hujan, pemberi penghidupan. Sedangkan biru muda melambangkan semakin cerahnya kehidupan.
Batik Trusmi saat ini telah berkembang pesat ke berbagai desa di sekitarnya yang berada di kecamatan Plered, Weru, Tengah Tani bahkan hingga
Kecamatan Ciwaringin yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka dan telah menjadi usaha pokok bagi sebagian masyarakat di beberapa desa
tersebut. Dengan berkembangnya kerajinan batik di Kabupaten Cirebon, terutama di sentra Trusmi, maka Trusmi pada saat ini dijadikan sebagai salah satu tujuan
wisata industri bagi wisatawan domestik maupun wisatawan dari mancanegara.
a Mega Mendung b Peksi Naga Liman
c Cerita Panji d Wadasan
e Singa Barong f Liris Gambar 6 Motif batik di Cirebon
Pewarnaan pada Batik Trusmi awalnya menggunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti dari Pohon Mengkudu untuk warna merah
dari buahnya, warna coklat dari batangnya, dan hijau dari daunnya. Pewarnaan alami pada batik ini sudah lama tidak dipakai setelah mengenal pewarna sintetis
dan sudah berkurangnya bahan untuk membuat warna alami ini. Menurut Bapak Katura, seorang sejarah dan budayawan batik, pewarnaan alami memiliki
beberapa kekurangan, seperti kualitas pewarnaan kurang dan sulit dalam menghasilkan warna yang sesuai dengan permintaan pasar. Oleh karena itu,
pewarnaan pada Batik Trusmi sudah menggunakan pewarna sintetis yang disinyalir dapat mengatasi kekurangan pewarna alami, seperti tahan luntur dan
warna yang dihasilkan dapat diproduksi kembali serta sesuai dengan permintaan pasar.
4.1.4 Situs Sejarah Kawasan
Pada kawasan ini, terdapat situs yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Situs ini dinamakan Situs Keramat Ki Buyut Trusmi karena di
dalamnya terdapat makam Ki Buyut Trusmi, tokoh yang memiliki andil yang besar di kawasan ini. Selain itu, masyarakat menganggap tempat ini memiliki nilai
sakral. Situs ini hingga mendatangkan pengunjung dari berbagai daerah. Makam Buyut Trusmi adalah salah satu makam tokoh penyebar agama Islam yang
dibangun pada abad 15. Berdasarkan sejarah Cirebon, desa pada era Kasultanan Cirebon tersebut merupakan sebuah Kadipaten atau kesatuan pemerintahan
setingkat di bawah Kerajaan. Desa Trusmi memiliki kekayaan budaya berupa tradisi - tradisi ritual seperti penggantian atap welit dan atap sirap yang dilakukan
tiap tahunnya dan berbagai tradisi unik lainnya yang dilaksanakan di Makam Buyut Trusmi karena objek tersebut dianggap memiliki nilai paling sakral dan
dianggap sebagai pusat desa oleh masyarakat Trusmi Adimuryanto, 2001. Dalam buku Batik Cirebon : Sebuah Pengantar Apresiasi, Motif, dan
Makna Simboliknya , komplek situs keramat Ki Buyut Trusmi merupakan komplek
bangunan yang dibatasi oleh pagar tembok batu bata merah. Lokasi situs ini ± 75 m ke arah Utara dari balai Desa Trusmi Wetan. Memasuki areal situs ini baik dari
arah Barat maupun arah Timur terdapat sebuah Gerbang Candi Bentar pada
Gambar 7. Menurut Soekmono 1986 dalam Casta dan Taruna 2008, Gapura
Kori Agung pada Gambar 8 adalah gapura dalam khasanah kebudayaan Islam di Indonesia pada zaman madya dengan ciri-ciri fisik memiliki atap dan berdaun
pintu serta ukurannya kecil orang yang masuk ke dalamnya harus sambil
berjongkok sebagai simbol agar siapa pun yang masuk dengan cara berhormat yaitu menundukkan kepala. Di samping kanan dan kiri gapura terdapat padasan
sebagai simbol saat memasuki wilayah ini dengan keadaan suci lahir batin.
Gambar 7 Gerbang Candi Bentar
Gambar 8 Gapura Kori Agung
Melewati gapura kori agung ini terdapat tembok hijab yang berbentuk persegi dengan lengkungan di puncak dan di ujungnya terdapat hiasan memolo. Di
sebelah Utara hijab terdapat Paseban Gambar 9 dan Pakuncen Gambar 10. Hijab
Gambar 11 ini berfungsi sebagai pemisah alur masuk, yang ke kiri arah menuju Pakuncen dan alur yang ke kanan akan menuju tempat wudhu untuk
memasuki masjid. Komplek masjid Trusmi ini terbagi dua bagian besar yang dibatasi oleh tembok keliling dari susunan batu bata dengan ketinggian kurang
lebih 120 cm. Bagian Utara tembok pemisah itu pada dasarnya dibagi dua pula yakni pemakaman Angsana yang terletak di bagian Barat dan petilasan keramat
Buyut Trusmi yang juga dikelilingi oleh makam-makam terletak di bagian Timur. Dapur terletak di komplek Angsana. Terdapat pintu berbentuk kori agung di dekat
dapur yang menghubungkan dengan Pakuncen.
Gambar 9 Paseban
a Pakuncen tampak depan ; b Pakuncen bagian dalam
Gambar 10 Pakuncen
Gambar 11 Hijab
Pada bagian petilasan keramat Buyut Trusmi terdapat bangunan beratap limas cukup besar yang disambung dengan atap cungkup untuk menaungi
peziarah di depan bangunan petilasan tersebut. Bangunan petilasan keramat itu
selalu terkunci rapat sementara para peziarah duduk bersila di hadapan bangunan petilasan hingga tembok hijab di hadapan bangunan petilasan tersebut. Pintu
untuk memasuki halaman petilasan juga berbentuk gapura kori agung. Bagian Selatan komplek situs keramat Masjid Trusmi memiliki bangunan
dan artefak yang penting. Di sebelah Utara tembok hijab adalah deretan tiga buah bangunan cungkub dengan atap welit yang merupakan bangunan Paseban dan
Pakuncen . Di sebelah Timur bangunan ini merupakan lokasi kuburan yang
dibatasi tembok dengan pintu terbuka dengan sebutan Lawang Kepundung. Kepundung adalah nama sebuah tanaman. Pintu ini diberi nama Lawang
Kepundung Gambar 12 karena di dekatnya terdapat Pohon Kepundung. Di kiri
dan kanan Lawang Kepundung terdapat dua padasan.
Gambar 12 Lawang Kepundung dengan dua Padasan
Di sebelah Timur kuburan Kepundungan salah satu daerah yang juga berbatas tembok dengan daun pintu berbentuk kori agung adalah daerah yang
menghubungkan dengan petilasan keramat Buyut Trusmi. Di dalam daerah ini terdapat beberapa bangunan seperti : Bangsal Jinem Gambar 13, Watu
Padadaran pada Gambar 14, digunakan untuk menyimpan ajaran perintah
melaksanakan sholat lima waktu yang 17 raka’at, Pesalinan pada Gambar 15.
Gambar 13 Bangsal Jinem
Gambar 14 Watu Padadaran Gambar 15 Pesalinan
Ke arah Selatan dari alur kanan tembok hijab sebelah barat akan dijumpai bangunan atap joglo yang merupakan bangunan pendopo. Di sebelah pendopo
terdapat bangunan masjid keramat Trusmi. Masjid ini Gambar 16 memiliki tiga ruangserambi yang masing-masing beratap limas. Ruang inti masjid terletak pada
bagian Barat dengan atap berbentuk tumpang. Serambi tengah hanya memiliki satu atap limas, sedangkan serambi depan juga beratap tumpang dengan tiga
tingkatan tetapi lebih rendah dari pada atap tumpang pada bagian inti masjid tersebut Gambar 17. Bangunan masjid memiliki atap sirap. Bangunan yang
menyatu dengan masjid adalah sumur dan tempat untuk wudhu. Bangunan yang menyatu masjid tetapi dengan atap sendiri adalah Pewadonan. Di samping
bangunan tersebut terdapat sebuah ceruk yang merupakan tempat menyimpan katil.
Gambar 16 Masjid Trusmi tampak depan dan bagian dalam
Gambar 17 Masjid Trusmi tampak samping dan bagian dalam
Di sebelah Barat masjid terdapat bangunan beratap limas merupakan tempat menyepinya kaum perempuan dengan beratap welit. Di sebelah Barat
terdapat bangunan pertama yang dibuat di komplek keramat masjid Trusmi adalah Balong Pekuloan
Gambar 18. Di sebelah barat yang digunakan untuk tempat istirahat dan segala aktivitas dibangun Witana Gambar 19. Di sebelah Utara
masjid dibangun Pesekaranpesalinan. Pada area Pasarean keramat hanya bisa dimasuki oleh Juru Kunci. Syarat menjadi seorang Juru Kunci adalah seseorang
yang masih mempunyai keturunan dari Ki Buyut Trusmi dan sudah berumur 17 tahun, kecuali Kemit. Juru Kunci ini terdapat 17 orang laki-laki yaitu :1 pimpinan,
4 Kuncen Sepuh Kiyai, 4 Kuncen Muda, 4 Kaum, dan 4 Kemit. Pimpinan ini dipegang oleh Bapak H. Ahmad sendiri karena beliau merupakan keturunan ke -
11 dari Ki Buyut Trusmi Gambar 20.
Gambar 18 Pekuloan Gambar 19 Witana
Berikut adalah silsilah pimpinan Masjid Ki Buyut Trusmi : Ki Buyut Trusmi
Ki Sucia
Ki Ratnawi
Sasmita Kusuma
Rapudin
Saidin
Tolapudin
Kitolaha
Malawi
Mahmud
Hj. Ahmad Abdurrohim Mahmud
Gambar 20 Silsilah pimpinan Situs Ki Buyut Trusmi
Seorang Kuncen Sepuh bertugas untuk menerima tamu, Kuncen Muda bertugas untuk membersihkan di lingkungan keramat, Kaum bertugas untuk
mengurus masjid, dan Kemit bertugas untuk membantu semua pekerjaan Pimpinan, Kuncen Sepuh, Kuncen Muda, dan Kaum. Pemilihan Kuncen atau
Kiyai dilakukan seperti pemilihan kuwu di desa apabila ada Kuncen atau Kiyai yang meninggal dunia. Sementara posisi Pimpinan dipilih oleh para Kuncen atau
Kiyai atas dasar siapa yang paling tinggi keilmuannya dan akhlak yang bagus. Saat ini jabatan Pimpinan tidak dipilih lagi, harus dari keturunan yaitu keturunan
tertua. Apabila keturunan tertua tidak sanggup menjadi Pimpinan, maka akan diserahkan kepada keturunan berikutnya.
Selama bertugas, Kuncen Sepuh, Kuncen Muda, Kaum, dan Kemit memakai pakaian yang khas. Setiap Kemit Gambar 21 c dan d menggunakan
iket ikat kepala yang terbuat dari batik Trusmi Cirebon, mengenakan sarung dengan dada terbuka. Sementara kain berbentuk bujur sangkar dilipat menjadi dua
lalu diselempangkan di dada. Dalam bertugas seorang Kemit tidak menggunakan sandal dan
menggunakan kain dengan 4 warna berbeda yaitu kuning, hijau, merah, dan putih. Pergantian kain tersebut dilakukan pada hari Jum’at setiap minggunya. Berbeda
dengan Kemit, seorang Kuncen atau Kiyai Gambar 21 b dan Kaum Gambar 21 a memakai ikat kepala, sarung batik dengan motif Mega Mendung, berjas
pantalon, dan mengenakan sandal trumpa.
a Pakaian Kaum ; b Pakaian Kuncen ; c dan d Pakaian Kemit
Gambar 21 Pakaian adat
Pembangunan masjid pada waktu itu dibangun oleh Malawi atau Buyut dari Bapak H. Ahmad, sedangkan kolam dan serambi dibangun oleh Mahmud
atau Kakek dari Bapak H.Ahmad. Dalam pesantren ini terdapat Paseban, Bale Malang tempat untuk para Kuncen Sepuh, dan Bale Pakuncen untuk para Kuncen
Muda. Secara keseluruhan tata ruang Situs Keramat Ki Buyut Trusmi dapat dilihat pada Gambar 22.
37
4.2 Aspek Biofisik 4.2.1 Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi
Aksesibilitas menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Barat dari dan Timur. Jalur Barat merupakan jalur dari arah JakartaJawa Barat sedangkan
jalur Timur merupakan jalur dari arah BrebesJawa Tengah dan Jawa Timur. Dapat dilihat Gambar 23 Aksesibilitas menuju kawasan ini.
Gambar 23 Aksesibilitas menuju kawasan
Jalur sirkulasi menuju kawasan Batik Trusmi dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan berukuran kecil hingga sedang, karena jalan menuju
kawasan ini hanya cukup untuk 2 mobil berukuran sedang. Untuk bus mini tidak bisa masuk ke dalam kawasan ini. Kondisi jalan menuju kawasan ini sangat padat
dikarenakan adanya Pasar Pasalaran sebelum memasuki kawasan ini. Terlebih lagi kondisi jalan yang berlubang sehingga menambah ketidaknyamanan pengunjung.
Namun, kondisi jalan seperti ini hanya ditemui saat akan memasuki kawasan ini. Setelah berada di kawasan ini kondisi jalan sudah beraspal dan tidak berlubang.
Bagi pengunjung dari luar daerah Cirebon yang tidak menggunakan kendaraan pribadi dapat menggunakan transportasi darat berupa bus terminal
atau kereta api stasiun. Kemudian dilanjutkan dengan angkutan umum menuju
kawasan. Untuk pengunjung yang menggunakan transportasi bus terminal dari arah Timur Jawa Tengah dan Jawa Timur maka dapat dilanjutkan dengan
menggunakan angkutan umum berupa mobil mini bus ELF yang menuju arah RajagaluhMajalengkaKadipaten. Sedangkan untuk arah dari Barat ditawarkan 3
alternatif untuk menuju kawasan ini. Alternatif pertama adalah jika bus tersebut masuk ke dalam Terminal Harjamukti, yaitu terminal Cirebon. Maka dapat
dilanjutkan dengan dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil mini bus ELF yang menuju arah RajagaluhMajalengkaKadipaten. Alternatif kedua
adalah jika bus masuk terminal dan tidak ingin memutar maka dapat meminta bus tersebut untuk turun di daerah Tegal Karang kemudian dilanjutkan dengan
angkutan umum AP Arjawinangun – Plered berwarna kuning karena jalur ini lebih mempersingkat waktu. Alternatif ketiga adalah jika bus tersebut tidak
melalui Terminal Harjamukti melainkan melalui Palimanan. Bus akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan
menggunakan dokar delman atau becak. Namun, jarang dinemui bus yang melalui Palimanan. Alternatif ketiga adalah alternatif yang paling efisien
dibandingkan dengan kedua alternatif yang lain dengan petimbangan biaya yang cukup murah Tabel 6. Dapat dilihat pada Gambar 24 Alternatif angkutan umum
menuju kawasan untuk transportasi bus.
Tabel 6 Jenis angkutan umum dan biaya menuju kawasan Batik Trusmi
No Jenis Angkutan Umum
Jalur Biaya Rp
1 Mini bus Elf
Cirebon - Rajagaluh 2000
Cirebon - Majalengka 2000
Cirebon - Kadipaten 2000
2 AP Arjawinangun
- Plered
4000 3
D6 Perum - Karanggetas
2000 4
GP Gunung Sari - Plered
3000 5
Dokar Delman Sepanjang jalan kawasan
dekat 1000 jauh 5000 - 10000
6 Becak
Sepanjang jalan kawasan dekat 2000 - 3000
jauh 5000 - 10000 7 Becak
Keluar dari
stasiun 5000 - 10000
Bagi pengunjung yang menggunakan transportasi kereta api terdapat 3 alternatif menuju kawasan ini. Alternatif pertama adalah dengan dilanjutkan
menggunakan angkutan umum D6 Perum – Karanggetas berwarna biru, turun di
depan SMAN 2 Cirebon dan dilanjutkan dengan menggunakan GP Gunung Sari – Plered berwarna biru. Angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan
masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar delman atau becak. Alternatif kedua adalah dilanjutkan berjalan kaki ke
arah masjid At-Taqwa kemudian naik angkutan umum GP Gunung Sari –Plered dan sedikit memutar.
Transportasi bus
Dari Arah
Timur Dari
Arah Barat
Jawa Tengah dan Jawa Timur Pantura
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Terminal Harjamukti Turun Tegal Karang
Melalui Palimanan
Elf AP
Cirebon-Rajagaluh Arjawinangun – Plered
Cirebon-Majalengka Cirebon-Kadipaten
Turun Tepat Depan Jalan Masuk Kawasan Batik Trusmi
Gambar 24 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi bus Alternatif ini hanya menggunakan satu kali angkutan umum saja kemudian
angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan menggunakan dokar delman atau becak.
Alternatif yang ketiga adalah naik becak hingga Grage Mall, salah satu mall terbesar di Cirebon. Kemudian dilanjutkan dengan naik angkutan umum GP
Gunung Sari – Plered berwarna biru. Angkutan umum ini akan berhenti tepat di depan jalan masuk kawasan Batik Trusmi dan dilanjutkan kembali dengan
menggunakan dokar delman atau becak. Dapat dilihat pada Gambar 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api
stasiun.
Transportasi Kereta Api Stasiun Kejaksan Cirebon
Alternatif 1 Alternatif 2
Alternatif 3 D6
Jalan menuju Becak
Perum – Karanggetas Masjid At-Taqwa
Turun di Depan Turun di Depan
SMAN 2 Cirebon Grage Mall
GP Gunung Sari – Plered
Turun Tepat Depan Jalan Masuk Kawasan Batik Trusmi
Gambar 25 Alternatif angkutan umum menuju kawasan untuk transportasi Kereta Api stasiun
Untuk pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi dari arah Jakarta, akses yang digunakan tidak masuk tol Cirebon melainkan melalui jalan
daerah yaitu daerah Palimanan-Klangenan-Jamblang-Plumbon-Plered. Jalan masuk kawasan Batik Trusmi langsung ditemukan di sebelah kiri jalan. Adapun
dari arah Timur Jawa Tengah dan Jawa Timur masuk Kabupaten Cirebon melalui akses jalur Pantai Utara Pantura tanpa melalui tol Cirebon. Jalan masuk
kawasan Batik Trusmi berada di sebelah kanan jalan. Jalan yang sempit dengan berbagai macam jenis kendaraan Gambar 26 di
dalamnya mobil, motor, sepeda, dokar delman, becak dan pejalan kaki
menyebabkan jalur sirkulasi menuju kawasan Batik Trusmi mengalami kemacetan. Titik kritis macet yang terjadi diantaranya di saat memasuki kawasan
dari arah Barat karena terdapat pasar Pasar Pasalaran yang selalu padat di pagi hari Gambar 27. Pasar ini berada tepat di samping jalan masuk kawasan Batik
Trusmi. Titik kritis macet selanjutnya adalah saat memasuki kawasan Batik Trusmi. Titik kritis macet dapat dilihat pada Gambar 28.
Dengan meningkatkan penggunaan kendaraan tradisional seperti dokar delman untuk memasuki kawasan ini akan berpengaruh terhadap tambahan
pemasukan dan tenaga kerja bagi penduduk sekitar. Hal ini juga berpengaruh terhadap pergerakan pengunjung dan tidak menimbulkan kemacetan di beberapa
titik.
Gambar 26 Suasana Jalan Trusmi
Gambar 27 Suasana Pasar Pasalaran
43
4.2.2 Jenis Tanah dan Topografi
Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang RUTR Bappeda Kabupaten Cirebon, tanah yang berada di kawasan ini terdiri dari Mediteran Coklat yang
memiliki struktur tanah gembur yang baik sekali untuk areal persawahan dan perkebunan, Grumosol yang memiliki struktur keras yang baik untuk
pembangunan kawasan perumahan, perkantoran, maupun gedung bangunan lainnya. Kondisi geologi di kawasan ini terdiri dari Endapan Alluvial dan Produk
Erupsi Muda Termal. Topografi pada kawasan Batik Trusmi sebagian besar adalah datar Gambar 29
dengan kemiringan 0-8 Gambar 30. Dengan kemiringan tersebut dianalisis menggunakan analisis kemiringan untuk area
rekreasi menurut Widiatmaka 2001 kawasan ini sesuai untuk pengembangan wisata.
4.2.3 Tata Guna Lahan
Desa Trusmi Kulon memiliki luas 58,53 ha dan Desa Trusmi Wetan memiliki luas 54,03 ha. Penggunaan lahan di wilayah ini dibagi menjadi
persawahan 36,74 ha atau 41,35 , pemukiman 70,81 ha atau 79,71 , dan sisanya untuk fasilitas umum. Berdasarkan Dinas Pertanahan Kabupaten Cirebon
untuk tata guna lahan keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 31. Perkembangan di wilayah ini lebih condong terhadap kedekatannya
dengan Jalan Trusmi yang merupakan pusat dari galeri-galeri batik. Masyarakat di sepanjang Jalan Trusmi memiliki perubahan yang lebih cepat dibanding
masyarakat yang jauh dari jalan. terlihat dari rumah-rumah mewah yang terpampang di sepanjang Jalan Trusmi. Sebagian besar dari rumah mewah ini
milik developer bukan milik penduduk asli. Masyarakat asli banyak tinggal jauh dari Jalan Trusmi.
45
46
Sumber : Dinas Pertanahan Kabupaten Cirebon
47
4.2.4 Iklim
Berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, iklim yang terdapat di kawasan ini adalah iklim tropis dengan rata-rata per bulan pada tahun
2010 temperatur rata-rata 27,9
o
C, curah hujan rata-rata 210,7 mm. Dengan menggunakan rumus tingkat kenyamanan manusia THI, kawasan ini tergolong
nyaman
1
dengan nilai THI rata-rata 26,9 Tabel 7. Tabel 7 Data iklim kawasan dan perhitungan THI
No Bulan Curah Hujan
Temperatur Rata-Rata Kelembaban Rata-Rata
THI mm
o
C 1 Januari
357.1 26.7
88 26
2 Februari 353.5
26.7 79
26 3 Maret
263.5 27.8
84 27
4 April 241.5
28.1 81
27 5 Mei
211.5 27.9
88 27
6 Juni 138.6
28.4 86
28 7 Juli
158 28.4
84 27
8 Agustus 60.5
28.6 82
28 9 September
144.1 27.4
68 26
10 Oktober 133.9
29.1 81
28 11 November
256.5 28.3
79 27
12 Desember 209.5
27.9 79
27 Jumlah 2528.2
335.3 979 323
Rata-Rata 210.7
27.9 82
26.9
Pada kawasan ini tergolong nyaman di bulan Januari, Februari, dan September. Selain bulan tersebut kawasan ini memiliki tingkat kenyamanan
manusia yang tidak nyaman.
4.2.5 Vegetasi
Kawasan Batik Trusmi termasuk ke dalam kawasan yang sedikit memiliki vegetasi lebih banyak didominasi oleh bangunan-bangunan. Vegetasi yang berada
di kawasan ini berupa vegetasi kebun campuran dan beberapa vegetasi peneduh serta groundcover. Pada kebun campuran dari halaman rumah masyarakat
penduduk Desa Trusmi banyak ditemui Pohon Mangga Magnifera indica. Pohon
1
pada nilai THI, jika THI 27 maka dinyatakan nyaman, sedangkan jika nilai THI 27 maka dinyatakan tidak nyaman.
Mangga ini juga banyak ditemui di Cirebon. Selain vegetasi yang umum dalam kawasan Situs Ki Buyut Trusmi terdapat vegetasi yang dianggap keramat seperti
Pohon Jambe dan Pohon Kepundung. Pohon Jambe Gambar 32.a ini seperti Pohon Palem namun tinggi pohon ini melebihi tinggi Pohon Palem pada
umumnya. Pohon ini memiliki ketinggian ± 20m.
Pohon Kepundung Gambar 32.b berada di sebelah pintu masuk komplek pemakaman umum. Kepundung merupakan nama lain dari Menteng. Menteng
atau Kepundung merupakan pohon dengan tinggi antara 15-25 m dengan diameter 25-70 cm, berkulit kasar, dan berwarna keputihan. Daunnya lebih banyak
terkumpul di ujung ranting, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan ujung yang lancip. Daun Menteng mempunyai panjang 7-20 cm dengan lebar 3-7,5 cm.
Buahnya berdiameter 2-2,4 cm, berwarna hijau kekuningan atau kemerahan. Kulit buah berwarna hijau dan kekuningan saat masak. Tanaman ini memiliki 2 tipe,
berdaging buah putih dan berdaging buah warna merah. Kedua tipe ini berasa asam dan manis. Pohon ini dijadikan nama pintu dari pintu masuk area
pemakaman umum dan sudah ada sejak kawasan Keramat Masjid Ki Buyut Trusmi. Namun, sekarang pohon ini sudah ditebang dan diganti dengan pohon
yang baru dengan jenis yang sama.
a Pohon Jambe Areca pumila ; b Pohon Kepundung Baccaurea
racemosa Gambar 32 Vegetasi yang dianggap keramat
4.2.6 Hidrologi
Sumber air berasal dari air permukaan dan air tanah, yang digunakan untuk kebutuhan air bersih, irigasi, dan industri. Air permukaan adalah air yang
mengalir di permukaan tanah, termasuk air sungai, kali, danau. Desa Trusmi memiliki sungai yang diperuntukan sebagai bagian dari sistem irigasi setengah
teknis yang mengairi sawah-sawah milik masyarakat Trusmi dan sebagian dialirkan ke Pekuloan. Seiring dengan perubahan peruntukan lahan maka sungai
ini kurang memperoleh suplai air. Akibatnya sungai menjadi dangkal, bahkan fungsinya lebih sebagai sarana pembuangan limbah batik atau pabrik kue,
sehingga menyebabkan bau yang menyengat dengan warna air keruh dan sampah yang bertumpukan.
Air tanah adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah, mengisi rongga-rongga batuan. Tinggi permukaan air tanah di berbagai tempat tidak sama
bergantung pada daya resap air ke dalam tanah. Air tanah ini dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan akan air umumnya sudah memakai air perpipaan dan
sebagian kecil masih ada yang memanfaatkan air sumur untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
4.2.7 Kualitas Visual
Desa Trusmi yang terkenal dengan pembuatan batiknya memiliki karakteristik view yang terpendam . Desa ini tertutup dengan adanya pasar yang
tumpah ruah di depan jalan masuk desa. Padahal pemandangan masyarakat menjemur batik dan membuat batik membuat nilai tambah di desa ini. Gerbang
masuk kawasan ini adalah sebuah pasar yang memakan jalan masuk kawasan batik ini. Median jalan pun digunakan sebagai tempat menjajakan barang
dagangan. Di sebelah kanan dan kiri jalan masih didominasi toko-toko kebutuhan sehari-hari. Setelah memasuki kawasan Batik Trusmi yang terlihat adalah deretan
berbagai macam galeri batik di sepanjang Jalan Trusmi. Di sepanjang Jalan Trusmi galeri batik ini ada yang berupa rumah-rumah yang merupakan rumah
masyarakat desa ini. Namun, ada pula berupa galeri yang dibangun oleh investor luar yang menanam saham dengan membangun galeri batik tersebut. Berbeda
dengan galeri batik yang berada di Jalan Panembahan yang berada di Desa
Panembahan, galeri di sepanjang jalan ini berupa rumah-rumah mewah yang dijadikan tempat untuk menjual batiknya. Peta kualitas visual dapat dilihat pada
Gambar 33.
4.2.8 Elemen fisikstruktur bangunan dan arsitekturnya
Kawasan Batik Trusmi sudah mengalami banyak perubahan. Dari mulai bermunculannya pemukiman hingga galeri-galeri di sepanjang Jalan Trusmi dan
Jalan Panembahan. Saat masuk kawasan ini yang terlihat adalah jejeran galeri- galeri batik. Memasuki lebih dalam Desa Trusmi rumah-rumah masyarakat Desa
Trusmi masih ada yang beralaskan tanah untuk lantai di dalam rumah. Namun, banyak juga yang sudah beralaskan keramik untuk lantainya. Tatanan halaman
luas yang dijadikan kebun campuran warga masih ada di desa ini. Fasilitas desa seperti kantor desa masih menggunakan arsitektur lama. Kantor Desa Trusmi
Wetan yang masih menggunakan bangunan lama. Sedangkan untuk kantor Desa Trusmi Kulon sudah menggunakan bangunan baru. Untuk masjid sudah
mengadopsi arsitektur modern. Area keramat Ki Buyut Trusmi yang masih menjaga keaslian bangunannya. Atap yang berbahan dari welit dan sirap serta
bangunannya berbahan dasar kayu dengan tembok dari batu bata merah. Beberapa bangunan di Desa Trusmi Kulon dan Trusmi Wetan masih
menggunakan bahan dasar kayu. Bangunan ini merupakan rumah penduduk di desa ini. Namun, hanya beberapa saja yang masih mempertahankan bangunan ini
sebagai tempat tinggal Gambar 34. Pada jalan masuk kawasan Batik Trusmi terdapat beberapa bangunan peninggalan Cina. Menurut sejarah masyarakat
Trusmi, ada beberapa keturunan Cina yang sempat tinggal di daerah ini. Keturunan Cina ini sempat mendominasi daerah Trusmi sehingga membangun
beberapa bangunan yang mencirikan khas Cina. Namun, sekarang sedikit masyarakat keturunan Cina yang masih tinggal di daerah ini. Hal ini disebabkan
adanya konflik antara keturunan Cina dan pribumi pada saat itu. Bangunan peninggalan Cina ini dibiarkan terbengkalai dan rapuh. Bangunan ini tertutup oleh
pedagang di sekitar jalan masuk kawasan Batik Trusmi.
52
Gambar 34 Arsitektur rumah Desa Trusmi
4.2.7 Fasilitas Wisata
Kawasan Batik Trusmi kurang memiliki fasilitas wisata. Jalan Trusmi yang menjadi pusat menuju kawasan Batik Trusmi berukuran kurang lebih dari 3
meter ini dipakai oleh berbagai jenis kendaraan, seperti mobil, motor, dokar, becak, dan pejalan kaki. Seluruh pengguna jalan masuk di dalamnya. Berbeda
dengan Jalan Panembahan yang merupakan jalan lain memasuki kawasan Batik Trusmi memiliki lebar jalan 2x dari Jalan Trusmi.
Saluran drainase yang berada di sepanjang Jalan Trusmi ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini dibuktikan dengan adanya genangan air di saat
hujan turun Gambar 35. Genangan air ini hampir menutupi seluruh jalan yang dapat menghambat pergerakan pengunjung. Pengunjung menjadi kesusahan dalam
mobilitas dari satu galeri ke galeri lain.
Gambar 35 Genangan air di sepanjang Jalan Trusmi
4.3 Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi 4.3.1 Keadaan penduduk dan ekonomi
Masyarakat Desa Trusmi tergolong masyarakat pekerja yang memiliki mobilitas tinggi. Pada umumnya masyarakat terpusat di bidang industri batik.
Hampir di setiap rumah terdapat tempat pembuatan batik. Menurut Bapak H.Ahmad, seorang sesepuh yang berada di desa ini, membuat batik di desa ini
sudah pak-paknya masyarakat Trusmi. Selain di bidang industri batik ada juga yang bergerak di bidang pertanian tanaman pangan dengan jumlah yang tidak
begitu signifikan. Hal ini dikarenakan lahan pertanian yang letaknya jauh dari pemukiman.
Wilayah Trusmi memiliki susunan pemerintahan yang relatif tidak berbeda dengan wilayah lain di Jawa, namun dalam tata negaranya terdapat gelar-gelar
pemerintahan yang lebih spesifik. Gelar-gelar tersebut telah diseragamkan oleh Sunan Gunung Jati. Contohnya adalah dalam strata kepemimpinan wilayah
dimana pemerintahan kepala masyarakat terkecil yang penduduknya paling banyak 20 somah dipimpin oleh Ki Buyut, beberapa Kabuyutan yang merupakan
sebuah dukuhdesa dipmpin oleh Kuwu dipimpin oleh Ki Gede, beberapa Ki Gede dipimpin oleh Adipati atau Tumenggung. Para pejabat ini bersama Patih, Mantri,
Jagabaya, Jaksa, putra-putra dan kerabat Sunan Gunung Jati memiliki kewajiban seba
atau menghadap raja tiap Jum’at Kliwon yang disebut seba kliwonan di ibukota kerajaan pusat pemerintahan. Semua pejabat memiliki hak atas sebidang
tanah yang disebut Kalungguhan dan luasnya bervariasi sesuai tingkat jabatannya Sunardjo dalam Adimuryanto, 2011.
Namun, saat ini sistem pemerintahan yang demikian sudah tidak digunakan dalam pemerintahan di wilayah Trusmi. Seiring dengan perkembangan
politik dan pemerintahan di negara Indonesia, Trusmi sudah tidak menganut pemerintahan yang disebutkan di atas. Hal ini diperkuat dengan sudah tidak
adanya lagi pemilihan pemimpin desa dan pemimpin di Situs Keramat Masjid Ki Buyut Trusmi. Pemilihan desa sudah dilakukan secara umum yaitu dengan
pemilihan suara. Sedangkan untuk pemilihan pemimpin masjid sudah tidak memakai cara tersebut.
4.3.2 Aktivitas Budaya
Masyarakat Trusmi merupakan suatu masyarakat di Kabupaten Cirebon yang juga memiliki upacara ritual dengan spirit Islam. Berbagai selametan masih
tetap dilakukan oleh penduduk Trusmi dengan sungguh-sungguh. Mengingkari selametan
bagi mereka adalah pengingkaran terhadap leluhur dan itu berarti akan terkena “bendu”. Melakukan berbagai selametan dengan berbgai ketentuan yang
telah ditetapkan saat dan terbentuknya akan semakin mengukuhkan eksistensinya sebagai wong Trusmi.
Beberapa ritual yang dilakukan masyarakat Trusmi dibedakan berdasarkan ritual tentang hari besar Islam, ritual tentang siklus diri manusia, dan upacara yang
bersifat penghormatan terhadap alam. Ritual tentang hari besar Islam seperti Tradisi Muludan, Tradisi Ruwahan dan Selametan Puasa, Tradisi Syawalan,
Tradisi Saparan, dan Tradisi Suroan. Ritual tentang siklus diri manusia seperti Selametan
Seputar Kehidupan dan Kematian. Upacara yang bersifat penghormatan terhadap alam seperti Memayu dan Ganti Sirap.
Berikut adalah penjelasan ritual-ritual yang berlangsung di masyarakat Trusmi:
1. Tradisi Muludan Muludan adalah sebuah istilah masyarakat Cirebon untuk memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai hari lahirnya. Muludan di kawasan ini merupakan rangkaian acara yang dilakukan oleh Keraton Kasepuhan dan
Kanoman Cirebon untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Pertama, muludan dilakukan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Acara
ini berlangsung selama satu minggu. Acara berupa pasar malam yang diadakan di sekitar Keraton Kasepuhan dengan malam puncak yang terjadi pada malam
tanggal 12 bulan Maulud disebut dengan Panjang Jimat. Panjang Jimat adalah acara arak-arakkan yang dilakukan oleh abdi dalem Keraton Kasepuhan. Panjang
Jimat berisi segala macam barang yang berada di Museum Keraton Kasepuhan dan terdapat sego kuning yang berukuran besar. Menurut masyarakat setempat,
cara pembuatan sego kuning tersebut harus dengan perempuan yang masih gadis perawan sunti tidak boleh perempuan yang sudah menikah. Pembuatannya pun
dilakukan beberapa bulan sebelumnya dikarenakan membuka biji padinya harus menggunakan tangan dengan cara dibuka satu-satu tidak boleh menggunakan
mesin. Untuk barang-barang dari Museum Keraton sebelum diarak harus dibersihkan terlebih dahulu oleh air yang sudah diberi do’a oleh abdi dalem.
Menurut masyarakat setempat, air sisa dari membersihkan barang-barang mempunyai khasiat untuk kesehatan dan kebaikan bagi yang mengambilnya.
Banyak masyarakat yang menunggu air sisa dari membersihkan barang tersebut dan sego kuning. Prosesi Panjang Jimat berlangsung dari Keraton terus bergerak
menuju Langgar Agung di kompleks Keraton Kasepuhan yang diakhiri dengan pembacaan Kitab Barzanji.
Kedua, setelah di Keraton Kasepuhan dan Kanoman muludan di laksanakan di Desa Kajengan, Klangenan dengan puncak tanggal 15 Maulud
selama 3 hari. Ketiga, di Desa Tuk, Kecamatan Cirebon Barat dengan puncaknya pada tanggal 19 Maulud. Keempat, di Desa Gegesik pada tanggal 21 Maulud.
Kelima, acara muludan ini terjadi di Desa Trusmi tepatnya di Situs Keramat Buyut Trusmi dengan puncaknya pada tanggal 25 Maulud. Peringatan Maulud
Nabi Muhammad di Trusmi hampir sama dengan peringatan yang diadakan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman. Terdapat pasar malam dan hiburan rakyat yang
dilaksanakan dari pagi hingga malam Gambar 36. Pasar malam ini berlangsung dari perempatan Plered Desa Weru Lor hingga pertigaan Desa Panembahan
Gambar 37.
Gambar 36 Suasana di pasar malam
57
Pasar malam ini berlangsung selama satu minggu setelah pasar malam di Keraton Kasepuhan bubar. Para pengunjung yang berasal dari masyarakat Trusmi
dan sekitarnya memanfaatkan pasar malam ini dari sekedar menikmati keramaian pasar malam hingga membeli berbagai macam kebutuhan dengan harga yang
lebih murah dibandingkan dengan harga di hari biasa. Para pedagang memanfaatkan halaman kosong di depan galeri batik. Banyak galeri batik yang
tertutup oleh pedagang kaki lima selama pasar malam berlangsung. Pemanfaatan waktu pasar malam berbeda dengan pengunjung yang berasal dari luar daerah,
seperti Indramayu, Majalengka, Subang, Karawang, Kapetakan, Bondet, dan lainnya. Kehadiran para pengunjung tersebut biasanya untuk mengharapkan
berkah dari Situs Keramat Ki Buyut Trusmi. Para pengunjung biasanya singgah terlebih dahulu di rumah Kunci atau Kiyai, baru kemudian berziarah ke makam Ki
Buyut Trusmi. Selain berziarah, berdo’a dan melakukan tahlil di makam Keramat Ki
Buyut Trusmi, pengunjung juga seringkali melakukan ritual lain seperti mandi di sumur atau di kolam Pekuloan seperti pada Gambar 38. Sepulang dari ziarah
pengunjung berebut oleh-oleh bawaan semacam “jimat” Gambar 39 di samping membawa beberapa botol air yang diyakini memiliki berkah tertentu dan juga
sebagian lainnya ada yang membawa oleh-oleh berupa batik khas Trusmi. Oleh- oleh yang diyakini memiliki berkah adalah minyak jelantah, abu, gabah, dan
batang daun kelapa lidi. Benda-benda ini diperoleh dari sisa kegiatan yang telah berlangsung di kompleks masjid Trusmi.
Gambar 38 Pengunjung yang menceburkan dirinya di Pekuloan
Gambar 39 Berbagai macam “jimat”
Minyak jelantah adalah minyak yang merupakan sisa lampu-lampu tradisional yang dinyalakan setiap malam di komplek masjid Trusmi. Begitu juga
dengan abu adalah sisa pembakaran untuk pemenuhan kebutuhan kegiatan di kompleks masjid. Oleh sebagian orang benda-benda ini diyakini bertuah. Selain
minyak benda-benda itu akan digunakan untuk ikhtiar pada saat menyemai bibit padi di sawah. Gabah dan abu disatukan dengan bibit padi lalu disemaikan
bersama, sedangkan lima batang lidi ditancapkan di sudut-sudut petak sawah. Harapan dan keyakian akan meningkatkan penghasilan dalam bertani.
Menurut Bapak H.Ahmad, pemilihan tanggal 25 Maulud diadakan peringatan ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang ke-25.
Para Kunci, Kiyai, Merbot, dan Kaum diwajibkan membuat berkat pontang untuk selametan
. Selain nasi dan masakan ikan yang bermacam-macam, juga terdapat juwadah
yang diletakkkan pada pontang wadah terbuat dari anyaman sederhana daun kelapa.
Pada malam puncaknya tanggal 25 Maulud terdapat acara seperti Panjang Jimat yang dilaksanakan di Keraton Kasepuhan. Namun, di Trusmi ini acara
tersebut dinamakan Panggung Jimat. Dinamakan Panggung Jimat karena yang diarak adalah 2 panggung yang diusung oleh orang-orang dari komplek Ki Buyut
Trusmi. Arak-arakkan ini dimulai dari rumah Bapak H. Ahmad dan berakhir di komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi Gambar 40. Panggung 1 Gambar 41
a berisi sego tumpeng sego salam nasi mulya. Sego tumpeng sego salam nasi mulya adalah nasi yang hanya diberi salam dan garam. Tempat pembuatan
60
nasi ini adalah di rumah Bapak H. Ahmad. Panggung kedua Gambar 41 b berisi Kitab Barzanji untuk dibacakan di Masjid Kompleks Situs Keramat Ki Buyut
Trusmi. Awal mulanya perayaan Muludan ini hanya berziarah. Namun, seiring perkembangan zaman acara Muludan berkembang menjadi perayaaan pasar
malam sebelum malam puncaknya.
a Panggung Jimat 1 ; b Panggung Jimat 2 Gambar 41 Panggung Jimat
2. Tradisi Ruwahan dan Selametan Puasa Bulan Ruwah adalah satu bulan menjelang datangnya bulan Ramadhan
bulan puasa. Masyarakat Trusmi melakukan Selametan Ruwahan dalam bentuk bersedekah makanan ketan putih yang di atasnya diberi kelapa. Tujuan dari
selametan ini adalah untuk lebih mengikat hubungan iketan, Jawa Cerbon
dengan sesama. Hubungan ketan dengan “iketan” adalah arti dari kata ketan yaitu sejenis nasi yang cenderung kenyal dan lengket.
Pada bulan puasa setiap malamnya ada berkat caratan, yaitu berkat yang dibuat oleh orang dalam masjid secara bergantian. Caratan artinya penunjukkan
secara bergantian. Bentuk dari berkat ini adalah makanan berbuka puasa. Malam tanggal ganjil setelah tanggal 20 bulan puasa, para petugas dan parat termausk
kepala desa membuat berkat maleman. Bentuknya adalah nasi dan lauk pauk serta kue atau buah seadanya.
3. Tradisi Syawalan Tradisi Syawalan bagi masyarakat Cirebon merupakan hari raya ke dua
setelah Idul Fitri. Mereka menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal biasanya berturut-turut setelah Idul Fitri dan setelah itu mereka berziarah ke Makam Sunan
Gunung Jati dan para leluhur mereka Ki Gede desanya masing-masing, seperti Ki Gede Trusmi bagi masyarakat Desa Trusmi. Pada beberapa desa tradisi ini
dipimpin oleh kepala desanya masing-masing selepas shalat shubuh dengan berjalan kaki dari desanya menuju Astana Gunung Jati.
Para pendahulu Cirebon memberikan anjuran untuk melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal yang pahalanya seperti puasa satahun. Anjuran seperti
ini tampaknya harus terus dilestarikan untuk masa sekarang. Pada masyarakat Trusmi acara Syawalan dilaksanakan dalam bentuk acara tahlilan di masjid
Kompleks Situs Keramat Ki Buyut Trusmi pada hari ketujuh setelah Idul Fitri. Usai tahlilan berkat selametan Syawalan dibagi-bagikan kepada anak-anak.
Berkat ini berbentuk makanan yang terdiri dari nasi dan telur.
4. Tradisi Saparan Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati bulan Shafar. Bulan
ini diyakini oleh masyarakat Cirebon sebagai bulan yang sering terjadi kecelakaan, bencana, dan kerugian. Oleh karena itu, kemudian di msyarakat
Cirebon mengenal tiga tradisi yang populer pada bulan ini, yaitu ngapem, ngirap, dan rebo wekasan. Tradisi ini lebih banyak berbuat baik, banyak bersedekah, dan
banyak menyucikan diri adalah pangkal dari segala penolak bencana. Ritual ngapem merupakan bentuk ajaran untuk senang bersedekah kepada
fakir miskin seperti wasiat Sunan Gunung Jati, “Ingsun titip tajug lan fakir miskin”
. Ritual ngapem adalah bersedekah kue apem. Tradisi ngirap merupakan simbolis dari ajaran untuk menyucikan diri. Tradisi rebo wekasan ditandai dengan
malam untuk berbagi harta kekayaan dengan menyantuni fakir miskin. Ada tawurji, doa-doa yang dilantunkan dengan irama tertentu “tawurji tawur selamet
dawa umur”. Masyarakat Trusmi secara umum bagi yang mampu melakukan
Selametan Saparan, yaitu membagi-bagikan kue apem kepada tetangga dan handal
tolan sedulur parek lan sedulur adoh. Kata apem dari kata dalam Bahasa Arab
yaitu afuun yang artinya ampunan. Makna simbolik dari selametan apem adalah sebuah harapan untuk memperoleh pengampunan dari sesama dan Allah SWT.
5. Tradisi Suroan Upacara Suroan di Cirebon ditandai dengan selametan bubur suro, yaitu
bubur yang diracik dari berbagai bahan makanan. Pembuatan bubur seperti ini mengingatkan kepada peristiwa banjir besar yang menimpa umat Nabi Nuh AS.
Di samping itu selametan bubur suro ini dimaksudkan sebagai selametan tahun baru Islam. Bagi masyarakat Cirebon termasuk juga masyarakat Trusmi pada
umumnya melakukan selametan suroan ini juga memperingati peranan Pangeran Walangsungsang mendirikan pedepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal
Cirebon. Pada malam satu Syuro di Trusmi selalu berlangsung peringatan sekaligus
dengan rembugan tetua desa dan tetua adat untuk membicarakan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi di tahun depan. Rembugan ini dilaksanakan di
Witana. Bagi masyarakat Trusmi peringatan satu Syuro dianggap sebagai peringatan atas cikal bakal pendukuhan Trusmi. Konon masyarakat Trusmi
meyakini bahwa leluhurnya yakni Ki Buyut Trusmi pada tanggal itu mendirikan Witana dan Pekuloan yang berada di Situs Keramat Ki Buyut Trusmi.
Rembugan ini membahas dua hal, pertama adalah membahas pekerjaan
yang telah dilakukan selama satu tahun yang lalu dan kedua adalah membahas rencana-rencana kegiatan untuk tahun depan, seperti : penentuan jatuhnya
Memayu, Ganti Sirap, dan lainnya. Acara ini dihadiri oleh tokoh masyarakat, sesepuh, Kunci atau Kiyai, mantan Masbok, dan masyarakat yang berminat
menyumbangkan pemikiran. 6. Memayu dan Ganti Sirap
Ritual Memayu adalah mengganti atap bangunan di Situs Keramat Ki Buyut Trusmi yang terbuat welit Gambar 42. Ritual ini dilaksanakan setiap
musim hujan. Perhitungan musim hujan ini berdasarkan Mangsa Jawa Kalender Jawa. Satu tahun yang lalu ritual ini berlangsung di bulan Syawal sedangkan
pada tahun ini diperkirakan berlangsung di bulan Dzulhijjah. Ritual ini di musyawarahkan pada malam 1 Muharram di Witana.
Pada saat yang sama diadakan Ritual Ganti Sirap Gambar 43. Dahulu Ganti Sirap prakteknya diadakan setiap 8 tahun sekali. Namun, sekarang Ganti
Sirap dalam pelaksanaannya setiap 4 tahun sekali dengan melakukannya
setengah-setengah. Melihat gotong-royong masyarakat Trusmi pada acara ini, pengunjung dari luar Trusmi banyak yang ikut membantu.
Gambar 42 Welit
Gambar 43 Sirap
Pengunjung dari luar Trusmi seperti Indramayu sangat tertarik dengan acara ini. Pengunjung berebut atap welit bekas karena diyakini memiliki tuah.
Pengurus Koperasi Batik Budi Tresna mengadakan arak-arakkan yang dimulai dari Masjid Ki Buyut Trusmi menuju Desa Weru, Desa Panembahan, dan berakhir
di alun-alun Trusmi Gambar 44. Arak-arakkan ini selalu dilaksanakan pada hari
65
Minggu pagi. Keesokan harinya barulah dimulai penggantian atap welit bangunan di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi.
7. Selametan Seputar Kehidupan dan Kematian Selametan
seputar kelahiran seseorang bagi masyarakat Trusmi berbentuk selametan
: ngupati, mituingrujaki, nglolosi, puputan, bebersih, nyukur, dan mudun lemo
. Selametan yang berhubungan dengan kematian seseorang berbentuk selametan
: nelung dino, mitung dino, patang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo,
dan nyewu. Selametan ini berupa pembacaan doa dan pemberian berkat
yang diwadahi pontang yang berisi juwadah, sebungkus nasi, dan sudi. Berkat untuk selametan kehidupan memiliki perbedaan dengan berkat untuk
selametan kematian. Perbedaan terletak di susunan lauk dan masakan pada sudi.
Berkat selametan kehidupan Ikan Petek berhadapan lurus dengan tahu, sedangkan pada berkat untuk selametan kematian Ikan Petek berhadapan lurus dengan
cemplung. Tetangga dan kerabat turut terlibat dalam selametan ini. masyarakat
menyebutnya dengan istilah ngobeng atau rerewang. Orang yang melakukannya disebut pengobeng. Pengobeng di Trusmi memiliki ciri khas tersendiri, baik
pengobeng laki-laki atau pengobeng perempuan. Pengobeng ini memakai lapisan
kain batik dan tidak bersandal. Lapisan kain batik sebagai pelapis pakaian dalam sedangkan tidak bersandal sebagai simbol bahwa pengobeng itu trengginas.
Selametan ngupati yang merupakan selametan tentang kehidupan adalah selametan yang ditujukan kepada ibu hamil yang menginjak usia kehamilan empat
bulan. Selametan ini berupa sedekah ketupat dan pisang raja serta dilengkapi dengan lauk berkuah atau masakan pelengkap lainnya. Ngupati ini dilaksanakan
pada usia kehamilan empat bulan karena pada usia ini mulai ditiupkan ruh dan ditentukannya jodoh, pati, rejeki, dan musibah seseorang. Oleh karena itu,
berharap semua yang diperoleh kelak adalah kebaikan. Ketika usia kehamilan menginjak tujuh bulan maka dilangsungkan selametan mituingrujaki. Selametan
ini dilaksanakan pada hari-hari dengan tanggal 7, 17, atau 27. Waktu pelaksaaan selametan dipilih pada jam 7. Selametan ini diyakini
karena bayi dalam usia 7 bulan di dalam kandungan sudah memiliki bentuk yang
sempurna. Acara ini dimulai dengan pembacaan doa-doa kemudian dilanjutkan dengan memandikan sang ibu dengan air khusus dari tempayan selama tujuh kali
ganti kain panjang batik. Memandikan ini dilakukan di halaman depan rumah di dalam sebuah tempat yang berbentuk joglo sederhana. Setelah itu tempayan yang
berisi air dan perlengkapan lainnya dipecahkan di perempatan jalan. Beberapa anak kecil biasanya mengikuti acara pemecahan tempayan ini karena diikuti
dengan curakan sebagai bentuk shodaqoh dan ungkapan rasa suka cita. Berkat selametan Mitui ini berisi nasi, juwadah, buah, Ikan Petek, makanan, secangkir
rujak buah delima, cermin kecil, jarum, dan benang jahit. Selametan nglolosi dilakukan saat usia kehamilan menginjak bulan ke
delapan. Selametan ini membagi-bagikan bubur lolos abang puti. Bubur lolos adalah bubur yang terbuat dari beras ketan, manis, dikemas ke dalam bentuk
gulungan daun pisang yang sebelumnya diolesi minyak kelapa sehingga saat ingin memakannya licin. Selametan ini dimaksudkan agar dalam proses kelahiran bayi
berlangsung dengan mudah. Beberapa hari setelah puput memutuskan tali pusar, orang tua akan melangsungkan selametan ketan dan serabi abang puti kepada
tetangga terdekat. Selameran bebersih dilakukan setelah 40 hari pasca melahirkan dan diikuti dengan aqiqah bagi yg mampu dan pada sore hari dibacakan
kidungang kidung rararoga. Selametan berikutnya adalah nyukur pisan dan pindo
waktunya tergantung keputusan keluarga. Selametan in berupa pembuatan bubur merah dan bubur putih. Selametan mudun lemo dilakukan pada saat bayi
menginjak umur 9 bulan, seorang bayi mulai boleh menginjak tanah untuk belajar berjalan.Semua ritual yang berada di Trusmi ini penghubung antara dunia dan
akhirat. Ritual ini merupakan ungkapan tertentu yang berhubungan dengan bermacam-macam peristiwa yang penting bagi suatu komunitas dan dapat
berlangsung secara turun-temurun. Tradisi ini memiliki nilai lebih untuk kegiatan wisata. Berbagai tradisi
dapat dijadikan objek wisata yang menarik wisatawan domestik maupun luar kota atau pun luar negeri. Kecenderungan manusia untuk meneliti budaya yang tidak
mereka miliki menjadikan manusia ingin lebih mengetahui budaya tersebut Yoeti, 1985. Tradisi yang berada di kawasan Batik Trusmi yang memiliki
kegiatan yang dapat digunakan sebagai atraksi wisata di kawasan Batik Trusmi
dengan kurun waktu yang ditentukan sesuai tradisi itu berlangsung. Seperti pada Tabel 8 disediakan bahwa tradisi dengan kegiatannya dapat dijadikan sebagai
objek dan atraksi wisata yang berpotensi di kawasan Batik Trusmi.
Tabel 8 Aktivitas budaya kawasan Batik Trusmi
No Upacara Ritual
Aktivitas Budaya 1 Tradisi Muludan
a. Panjang Jimat b. Pasar Malam
2 Tradisi Ruwahan Membagi-bagikan berkat
3 Tradisi Syawalan Selepas sholat shubuh dipimpin kepada Desa Trusmi
ke Astana Gunung Jati 4 Tradisi Saparan
Membuat makanan yang disebut apem 5 Tradisi Suroan
a. Membuat bubur suro b. Memperingati peranan Pangeran Walangsungsang dalam
mendirikan padepokan Kebon Pesisir sebagai cikal bakal Cirebon
c. Adanya 2 musyawarah antara tetua desa 6 Memayu dan Ganti Sirap
a. Pergantian atap di Komplek Situs Keramat Ki Buyut Trusmi b. Arak-arakkan atap welit yang baru
7 Seputar Kehidupan dan a. Seputar Kehidupan : Selametan ngupati, mituingrujaki,
Kematian nglolosi
, puputan, bebersih, nyukur, dan mudun lemo b. Seputar Kematian : Selametan nelung dino, mitung dino,
patang puluh dino, nyatus, mendak pisan, mendak pindo, dan nyewu
Perbedaan waktu yang ditawarkan oleh tradisi ini memang sangat tidak disadari oleh masyarakat di luar kawasan Batik Trusmi. Masih banyak masyarakat
yang tidak mengetahui adanya tradisi tersebut. Jalan keluar dari permasalahan ini adalah dibuatnya papan interpretasi dimana terdapat informasi tentang keberadaan
tradisi ini. Keberadaan papan interpretasi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih dari para pengunjung yang hanya bertujuan membeli batik pada
awalnya. Papan interpretasi ini akan ditempatkan di area selamat datang atau di tempat-tempat yang dapat dilihat pengunjung dengan jelas.
4.3.3 Kesenian
Masyarakat Trusmi memiliki kesenian yang khas, unik, dan berbeda dari desa lainnya. Kesenian yang masih ada yaitu kesenian Brai, lukisan kaca, dan tari
baksa. Namun, sekarang kesenian Brai sudah jarang ditemui hanya dimainkan pada saat tertentu saja. Kesenian ini khusus dipentaskan untuk upacara sedekah
bumi atau Ganti Sirap. Kesenian Brai adalah beberapa orang membaca dengan menggunakan genjring yang besar. Lukisan kaca yang berkembang di Trusmi
memang belum lama. Diperkirakan lukisan kaca ini mulai ada pada tahun 50an di Trusmi dan mulai kebangkitannya pada tahun 80an dengan pelopor Raden Sugro.
Raden Sugro merupakan seorang keturunan dari Keraton Kasepuhan Cirebon yang tinggal di Trusmi. Raden Sugro belajar melukis kaca secara otodidak dengan
melihat dan mempelajari karya pamannya yaitu Raden Saleh yang merupakan pujangga dan pengukir dari Keraton Kasepuhan. Karya lukisan pada generasi
Raden Sugro adalah serabad, insan kamil, banteng windu, macan ali, dan sebagainya.
Kesenian di desa ini dirasakan hampir punah karena sudah jarang dijumpai. Dikhawatirkan desa ini tidak lagi mempunyai kekhasan dan kepribadian
sendiri. Kemerosotan ini terjadi disebabkan oleh masyarakat pendukung kesenian ini sudah semakin sedikit. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat
seleranya mulai beralih pada seni modern, kesenian-kesenian tradisional yang ada dinilai masih dirasakan ada kekurangan dibanding seni modern yang mulai
melanda masuk desa Yoeti,1985. Salah satu usaha untuk menarik kedatangan wisatawan pada suatu negara adalah dengan jalan memelihara dan membina seni
budaya yang dimiliki. Untuk menunjang agar menarik wisatawan dapat berhasil, kiranya perlu diberikan sarana pendukung, misalnya :
1. Tersedianya pusat-pusat informasi bagi wisatawan, tempat mereka dapat
memperoleh penjelasan tentang sesuatu obyek budaya yang hendak dikunjunginya dengan dilengkapi leaflets atau brosur yang menerangkan
masing-masing obyek secara terperinci. 2.
Museum hendaknya dapat menggugah wisatawan yang datang untuk menghargai benda-benda seni budaya dan ikut serta menjaga warisan
budaya yang langka tersebut. 3.
Pramuwisata yang memandu para wisatawan harus dapat berfungsi sebagai juru penerang yang baik, sehingga para wisatawan dapat
menghayati betapa pentingnya memelihara seni budaya bangsa, karena
selain disaksikan untuk mengagumi keindahannya juga dapat sebagai obyek penelitian yang tidak habis-habisnya.
4. Biro Perjalanan hendaknya dapat memberikan penjelasan kepada
wisatawan yang dibawanya tentang segala sesuatunya seperti sejarah, latar belakang atau kepercayaan masyarakat di sekitarnya mengenai benda-
benda purbakala atau candi yang akan disaksikannya. Dengan penjelasan itu diharapkan sifat vandalisme dan suka mencuri dapat dihindarkan.
4.4 Aspek Wisata 4.4.1 Jumlah dan Karakteristik Pengunjung
Kawasan Batik Trusmi yang memiliki banyak galeri batik di sepanjang Jalan Trusmi ini banyak dikunjungi di hari Sabtu dan Minggu, hari libur, mudik
lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, dan hari besar keagamaan. Setiap galeri setidaknya ± 100 pengunjung bergiliran keluar-masuk. Terkadang beberapa bus
rombongan masuk ke Jalan Trusmi yang hanya 3 meter lebarnya. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi berasal dari berbagai daerah seperti
Indramayu, Kuningan, Jakarta, Bandung, bahkan ada pengunjung dari luar Indonesia. Pengunjung kawasan Trusmi mempunyai keanekaragaman yang besar.
Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua.
4.4.2 Aktivitas Pengunjung
Pengunjung di kawasan Batik Trusmi memiliki aktivitas yang berbeda Tabel 9. Pada hari biasa atau hari libur pengunjung yang datang dari luar daerah
Cirebon atau dari dalam Cirebon bertujuan untuk membeli beberapa batik untuk keperluan sehari-hari ataupun kebutuhan untuk berdagang. Sedangkan
pengunjung yang datang di hari-hari tertentu, seperti pada peringatan hari Maulid Nabi Muhammad. Pengunjung datang bukan untuk berbelanja batik, bahkan
beberapa galeri batik tutup untuk beberapa hari kemudian. Pengunjung ada yang berziarah ke makam Ki Buyut Trusmi dan ada yang memberikan hasil panen
mereka kepada orang-orang yang berada di Kompleks Keramat Ki Buyut Trusmi.
Tabel 9 Aktivitas pengunjung
No Hari
Aktifitas Pengunjung 1 Hari Biasa, Hari Libur
Berbelanja batik 2 Hari Keagamaan
Mengunjungi pasar malam, berbelanja batik, Maulid Nabi Muhammad khususnya
ziarah ke makam Ki Buyut Trusmi, menanti malam puncak Panggung Jimat
4.4.3 Jenis dan Kondisi Objek Wisata
Objek wisata yang berada di kawasan Batik Trusmi hanya berupa galeri- galeri batik. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Cirebon galeri yang berada di kawasan ini sebanyak 60 galeri. Wisata yang dihadirkan di kawasan ini adalah wisata belanja batik. Masih banyak
masyarakat yang belum mengetahui tentang seni budaya dan sejarah di kawasan ini. Terdapat 60 galeri batik di kawasan ini mulai dari Jalan Trusmi hingga Jalan
Panembahan. Namun, di beberapa jalan pintas di kawasan Batik Trusmi Cirebon
masih banyak galeri batik yang dimiliki oleh masyarakat sekitar.
Galeri batik yang didominasi oleh rumah-rumah penduduk setempat memberikan kesan nyaman bagi para pengunjung karena seperti berada di rumah
sendiri
2
. Tidak hanya rumah-rumah sederhana yang menjadi galeri batik, rumah mewah pun menjadi galeri batik. Di dalam rumah mewah ini memakai Air
Conditioner AC dan terdapat ruangan untuk belajar membatik. Beberapa galeri
batik memajang atraksi membatik di depan galeri sebagai penarik pengunjung. Galeri yang diambil pada penelitian ini sebanyak 41 galeri Gambar 45.
2
Wawancara dengan salah satu pengunjung
72
4.4.4 Keinginan Masyarakat dan Pengunjung
Kuesioner untuk masyarakat sebanyak 30 responden terdiri dari 9 laki-laki dan 21 perempuan dengan tingkatan usia mulai 15 hingga lebih dari 48 tahun.
Usia ini dianggap sudah dapat menjawab isi kuesioner. Dari 30 responden ini sebagian besar berpendidikan terakhir SMP 48 dengan pekerjaan karyawan
swasta sebanyak 33. Terlihat bahwa masyarakat di desa ini masih kurang di bidang pendidikan. Masyarakat yang tinggal di desa ini sebanyak 70 adalah
penduduk asli dan 30 adalah pendatang dari desa lain. Masyarakat di Desa Trusmi sebanyak 73 sudah tinggal selama lebih dari 5 tahun dan sisanya kurang
dari 5 tahun. Alasan dari masyarakat yang tinggal di kawasan ini adalah dikarenakan keluarga mereka yang sudah dari dulu tinggal di desa ini dan
merasakan nyaman tinggal di desa ini. Namun, pengetahuan masyarakat di desa ini tentang sejarah kawasannya masih kurang. Sebanyak 57 responden yang
mengetahui sejarah kawasan ini. Padahal penduduk asli dari responden ini sebanyak 70. Berarti sebanyak 13 dari responden tidak mengetahui sejarah
kawasannya walaupun penduduk asli Gambar 46. Sumber sejarah banyak diperoleh masyarakat dari keluarganya sendiri.
Gambar 46 Diagram kependudukan dan pengetahuan tentang sejarah kawasan
Menurut masyarakat sekitar objek yang paling menonjol di desa ini adalah kerajinan batiknya 67 dan Situs Keramat Ki Buyut Trusmi 33. Kuliner
daerah Cirebon kurang ditonjolkan di desa ini. Masyarakat di desa ini sangat mendukung adanya kegiatan wisata. Kegiatan wisata yang dirasakan cocok oleh
masyarakat di desa ini adalah wisata belanja Gambar 47 yang mempunyai perbedaan tipis dalam presentasenya dengan wisata budaya. Sebanyak 63
Pengetahuan tentang sejarah kawasan Kependudukan
masyarakat di desa ini berpartisipasi langsung dalam kegiatan wisata ini. Bentuk partisipasi mereka adalah sebagai penjual batik, terlibat aktif dalam pengelolaan
kawasan Batik Trusmi, dan menjadi objekatraksi wisata budaya Gambar 48. Hal ini memberikan asumsi bahwa masyarakat masih ingin menonjolkan budaya
yang ada di daerahnya.
Gambar 47 Diagram bentuk wisata yang cocok
Gambar 48 Diagram bentuk partisipasi
Kuesioner untuk pengunjung sebanyak 30 responden terdiri dari 13 laki- laki dan 17 perempuan. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi
sebanyak 53 adalah berpendudukan asli Cirebon sedangkan sisanya merupakan pendatang dari luar Cirebon. Dari 30 responden, pengunjung yang pertama kali
datang ke kawasan Batik Trusmi ini adalah sebanyak 53. Pengunjung yang datang ke kawasan Batik Trusmi yang lebih dari 5 kali dengan frekuensi
kunjungan lebih dari 1 kali dalam satu bulan Gambar 49. Mayoritas tujuan
pengunjung adalah membeli batik untuk kebutuhan pribadi dan untuk dijual kembali
3
. Sumber keberadaan kawasan Batik Trusmi didapatkan pengunjung dari teman pengunjung.
Gambar 49 Diagram intensitas dan frekuensi kunjungan
Aktivitas pengunjung di kawasan Batik Trusmi ini sebanyak 93 dari 30 responden yang dipilih secara acak adalah berbelanja batik dan sisanya adalah
kuliner masakan khas. Mengenai kawasan Batik Trusmi pengunjung mempunyai kesan yang nyaman dengan kondisi yang bersih. Pengunjung merasakan tidak
nyaman saat memasuki kawasan Batik Trusmi melalui jalur Pantura Pantai Utara tanpa memasuki tol. Ketidaknyamanan ini dikarenakan pasar dan lampu
merah yang berada di perempatan jalan. Bagi yang pertama kali melewati jalur ini kawasan Batik Trusmi memang tidak terlalu kelihatan. Tanda penunjuk tempat
Gambar 50 masih kurang terlihat dari jalan utama.
Gambar 50 Penunjuk tempat kawasan Batik Trusmi
3
Menurut wawancara kepada salah satu pengunjung di galeri batik.
Fasilitas galeri batik yang terdapat di kawasan Batik Trusmi ini dirasa cukup lengkap. Sebanyak 57 pengunjung merasa kelengkapan fasilitas galeri
batik di kawasan Batik Trusmi baik, 33 sangat baik, 7 cukup baik, dan 3 kurang baik. Pengunjung kurang merasakan fasilitas seperti tempat makan, tempat
parkir, dan kios cinderamata. Tempat makan-makanan kuliner khas Cirebon diinginkan pengunjung. Pengunjung suka merasa kebingungan saat menunggu
istri atau keluarganya berbelanja atau setelah berbelanja pengunjung ingin mendapatkan tempat istirahat yang nyaman
4
. Pengunjung mendapatkan sarana interpretasi dari brosurleaflet.
Pengunjung kurang mendapatkan sarana interpretasi yang berada di dalam kawasan Batik Trusmi ini. Banyak dari pengunjung yang tidak mengetahui
sejarah kawasan di kawasan Batik Trusmi. Namun, setelah berkunjung pengunjung merasa pengetahuannya bertambah, pengunjung mengetahui budaya
dan kesenian masyarakat, tempat pembuatan batik, tempat-tempat yang terkait dengan sejarah Batik Trusmi, dan tentang sejarah Batik Trusmi Gambar 51.
Pengunjung mengetahui tempat-tempat yang ada kaitannya dengan Batik Trusmi tanpa melakukan ritual-ritual yang dilakukan oleh pengunjung yang sengaja
datang ke kawasan ini dengan tujuan ingin melakukan berbagai macam ritual. Pengunjung sangat mengharapkan kawasan Batik Trusmi untuk dilestarikan.
Pengunjung bersedia kembali ke kawasan ini dikarenakan pengunjung ingin berbelanja batik kembali.
Gambar 51 Diagram pengalaman pengunjung setelah berkunjung
4
Menurut wawancara kepada salah satu pengunjung di galeri batik.
4.5 Aspek Pengelolaan Lanskap
Kawasan Batik Trusmi dahulu dikelola oleh Koperasi Batik Budi Tresna yang berada di Jalan Trusmi. Koperasi Batik Trusmi memberikan modal awal dan
bahan baku batik kepada masyarakat yang ingin membuka galeri batik sendiri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu banyak investor yang membuka galeri
batik di kawasan ini. Sehingga galeri di batik ini tidak lagi bergabung dalam Koperasi Budi Tresna. Hal ini menyebabkan banyaknya galeri batik yang
menjamur di jalan Trusmi mendesak beberapa toko yang berada di ujung jalan ini dengan penghasilan yang tidak tinggi, karena jarang dikunjungi oleh pengunjung.
Pengunjung lebih banyak mengunjungi galeri batik yang berada di awal masuk kawasan ini.
Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon berencana mengelola kembali kawasan Batik Trusmi untuk
menyeimbangkan antara penjual batik dengan pembuat batik. Tujuannya adalah : 1.
Melestarikan batik 2.
Mengakomodir aspirasi masyarakat Trusmi sebagai pengrajin 3.
Mengaspirasi masyarakat sekitar 4.
Membuka peluang usaha dengan menambah sentra batik lagi Rencana ini sudah masuk ke dalam APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi yang berawal dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan - Bappeda
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten - Bappeda Provinsi - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi.
4.6 Analisis