Penjadwalan Transportasi, Rute Angkut dan Penentuan Jumlah Kebutuhan Alat Angkut Tebu

Gambar 12. Diagram Alir Penjadwalan dan Penentuan Rute Transportasi Melalui Gambar 12, dapat dilihat bahwa setelah dilakukan inisiasi jumlah kendaraan yang akan digunakan, program akan melakukan alokasi truk terhadap kebun yang akan diangkut. Pada trip pertama alokasi truk dilakukan secara acak serta dilakukan pengurutan kebun berdasarkan dari jumlah tebu yang akan ditebang terbanyak sampai kebun dengan jumlah tebang tebu paling sedikit. Setelah itu, program akan menghitung perkiraan waktu selesai mengangkut tebu sampai truk tersebut selesai membongkar tebu di caneyard dan menghitung sisa tebu yang tersedia untuk diangkut dari setiap kebun ST. Menurut Ramda 2011, proses penjadwalan dimulai dari penentuan waktu tempuh standar setiap aktivitas trip yang akan ditempuh oleh kendaraan menuju kebun, selanjutnya, waktu tempuh standar ini akan ditambahkan dengan waktu loading dan unloading. Dalam proses alokasi ini, waktu memuat tebu sangat diperhitungkan, dengan kata lain, apabila terdapat dua truk yang mengangkut tebu di satu kebun, maka truk kedua akan mendapat jeda waktu selama 25 menit. Jeda tersebut merupakan waktu menunggu truk kedua pada saat truk pertama sedang dimuat tebu oleh penebang tebu. Waktu selesai mengangkut tebu dan sisa tebu yang akan ditebang yang telah dihitung pada trip pertama akan dijadikan input pada proses alokasi truk untuk trip selanjutnya. Proses menghitung jumlah tebu yang telah B A diangkut pada setiap trip, jumlah sisa tebu yang akan diangkut di setiap kebun, dan waktu selesai mengangkut tebu setiap truk dapat dihitung pada pada persamaan 1, 2, dan 3 : ∑ ∑ ∑ dengan : i = nomor trip j = nomor kebun k = nomor kendaraan JA = Jumlah tebu yang diangkut ton JT = Total tebu yang akan diangkut ton ST = Sisa tebu untuk diangkut ton N = Jumlah kendaraan yang mengangkut tebu di kebun j pada satu trip unit K = Kapasitas truk tonunit W = Menit selesai mengangkut tebu M = Menit keberangkatan truk mengangkut tebu t j = Waktu tempuh ke kebun j menit J = Jeda menit Waktu tempuh setiap kebun dari pabrik t j pada persamaan 4 merupakan hasil dari penjumlahan dari waktu memuat tebu di kebun t m , waktu perjalanan t p j , serta waktu mengantri di stasiun bongkar tebu t a . Penjumlahan ini dapat ditulis menjadi persamaan matematika, yaitu : Berbeda dengan alokasi truk untuk trip 1 yang dilakukan secara acak, alokasi truk untuk trip ke-2 dan trip selanjutnya dilakukan dengan sistem mengalokasikan truk yang selesai mengangkut tebu paling cepat pada trip sebelumnya menuju kebun dengan sisa tebu terbanyak. Dengan kata lain, hasil dari persamaan 2 dan 3 akan diurutkan oleh program, lalu pengalokasian truk dilakukan sesuai dengan urutan tercepat menuju kebun dengan urutan sisa tebu terbanyak. Ilustrasi dari proses alokasi tersebut dapat dilihat pada persamaan 5. dengan : c = Urutan sisa tebu terbanyak d = Urutan truk yang selesai membongkar tebu tercepat m = urutan terakhir sisa tebu terbanyak v = urutan terakhir truk yang selesai membongkar tebu tercepat Proses alokasi truk ini akan dihitung oleh program sampai dengan waktu untuk mengangkut tebu selesai, yaitu pukul 20.00 atau menit ke-840 terhitung dari pukul 06.00 menit ke-0. Apabila sampai dengan menit ke-840 jumlah tebu yang ditebang tidak sesuai dengan rencana tebang, maka program akan melakukan penambahan jumlah truk di setiap kebun sebanyak satu truk, dan melakukan kembali alokasi truk mulai dari trip 1 dengan jumlah truk sebanyak Jk + 1. Proses ini akan terus dilakukan oleh oleh program sampai dengan jumlah tebu pada rencana tebang terpenuhi. Produktivitas truk dihitung dengan membandingkan rata – rata jumlah tebu yang dapat diangkut oleh setiap truk yang digunakan oleh perusahaan dengan rata – rata jumlah tebu yang dapat diangkut oleh setiap truk melalui model penjadwalan. Efisiensi rata – rata jumlah angkutan tebu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 6 : E = Efisiensi Jm = Jumlah tebang model penjadwalan Ton Km = Jumlah truk model penjadwalan Unit Jak = Jumlah tebang actual Ton Ka = Jumlah truk actual Unit Jumlah waktu tunggu dihitung untuk mengetahui berapa lama waktu tunggu tebu dimulai dari tebu tersebut ditebang sampai dengan tebu tersebut akan diolah. Waktu tunggu tebu terdiri dari waktu tungggu ketika tebu tersebut belum diangkut, waktu tunggu ketika tebu dimuat ke dalam truk, waktu tunggu ketika tebu diangkut dari kebun menuju pabrik, dan waktu tunggu tebu ketika truk mengantri sebelu dibongkar. Waktu tunggu tebu ketika tebu berada di dalam caneyard tidak dimasukan kedalam perhitungan karena sifat atau disiplin penggilingan tebu tidak bersifat First in First out FIFO namun bersifat acak, sehingga waktu tunggu tebu di dalam caneyard sulit untuk ditentukan. Waktu tunggu tebu dapat dihitunga dengan menggunakan persamana 7 : Dimana : W t = Waktu tunggu tebu Menit t m = Waktu muat tebu Menit t a = waktu antrian Menit t p = waktu perjalanan kebun – pabrik Menit t t = waktu tunggu tebu sebelum dimuat ke dalam truk Menit

IV. PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Aktual Perusahaan

PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka merupakan salah satu perusahaan gula yang termasuk kedalam Badan Usaha Milik Negara BUMN dengan penggunaan Hak Guna Usaha HGU untuk perkebunan tebu negara seluas ±7000 ha. Perkebunan tebu yang diolah oleh PG Rajawali II dibagi menjadi empat rayon, dimana di setiap rayon tersebut terdapat wilayah – wilayah dan kebun tebu yang berjumlah ±2417 kebun. Peta lahan HGU PG Rajawali II Unit Jatitujuh dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Peta Lokasi Lahan HGU Pada tahun 1971, Pemerintah Indonesia mengupayakan swasembada gula dengan mengadakan kerjasama dengan Bank Dunia dan membentuk Indonesia Sugar Study ISS. Program tersebut berisi pencarian areal baru yang berorientasi pada lahan kering. Survey terhadap lapangan terus dilakukan di beberapa wilayah, antara lain di Hutan Loyang, Jati Munggul, dan Jatitujuh. Pada tanggal 23 Juni 1975, Menteri Pertanian mengeluarkan SK No. 795MentanVI1975 tentang izin prinsip Pabrik Gula di Jatitujuh yang dikenal sebagai “Proyek Gula Jatitujuh” yang kemudian disusul dengan keluarnya SK Menteri Pertanian No. 2033DJJ1975 pada tanggal 10 Juli 1975 tentang dasar-dasar pengaturan lebih lanjut mengenai SK Menteri Pertanian. Setelah Menteri Pertanian mengeluarkan lagi SK No. 481KPTSUM1975 pada tanggal 9 Agustus 1976, maka areal Badan Kuasa Pemangku Hutan BKPH Jatimunggul, Cibenda, Kerticala, dan Jatitujuh dibebaskan untuk dikelola oleh PNP XIV Proyek Gula Jatitujuh. Pada tanggal 5 Novermber 1980, PG Jatitujuh diresmikan oleh Presiden Soeharto dalam rangka meningkatkan produksi gula dalam negeri sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula nasional dan mampu merangsang berdirinya pabrik-pabrik gula baru yang lain. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1981 tanggal 1 April 1981, PNP XIV diubah menjadi PTP XIV Persero dan pabrik gula Jatitujuh menjadi salah satu pabrik yang berada di bawah naungan PTP XIV Persero yang berlokasi di Propinsi Jawa Barat. Ketika PTP XIV mengalami banyak gangguan teknis maupun manajemen, perusahaan diserahkan kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia. Hal tersebut dilakukan dalam upaya penyehatan usaha. Penyerahan tersebut berdasarkan SK menteri Keuangan No. 1326MK0131988 pada tanggal 30 Desember 1988 sedangkan peralihan secara tertulis dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 1989. PT Rajawali II Nusantara Indonesia Persero merupakan BUMN dalam lingkup Departemen Keuangan. Bidang usahanya antara lain perdagangan, ekspor-impor, produsen obat-obatan, pabrik kulit, dan pabrik gula. Oleh karena adanya perubahan anggaran dasar perseroan, nama PT Perkebunan XIV diubah menjadi PT Pabrik Gula rajawali II yang merupkaan anak perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia yang sahamnya dimiliki seluruhnya bersama pabrik gula lainnya, yaitu PG Tresana Baru, PG Karangsuwung, PG Sindang Laut, PG Subang, dan Pabrik Spiritus Alkohol PSA Palimanan.

4.1.1 Manajemen Transportasi Pengangkutan Tebu

Manajemen transportasi pada sistem tebang angkut tebu merupakan proses yang sangat penting karena berfungsi sebagai penghubung antara proses penebangan dengan pengolahan tebu di pabrik. Sistem transportasi yang dilakukan di PG Jatitujuh dilakukan berdasarkan dari perencanaan tebang dan perencanaan produksi serta jumlah dari sumber daya yang tersedia, baik itu sumber daya berupa tenaga tebang maupun sumber daya angkut tebu truk.

a. Proses Pengangkutan Tebu

Tebu yang telah ditebang diangkut dengan menggunakan truk-truk pengangkut tebu menuju pabrik. Sebelum memasuki pabrik, tebu ditimbang dan ditera terlebih dahulu. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan kotor bruto di pintu selatan seperti yang terlihat pada Gambar 14a, kemudian timbangan tara dilakukan melalui pintu utara penimbangan truk kosongan seperti yang terlihat pada Gambar 14b. Dari dua kali penimbangan tersebut, dapat diketahui berat bersih tebu yang diangkut oleh sebuah truk. a b Gambar 14. Penimbangan a Bruto; b Tara