65 Secara historis dapat diketahui bahwa hubungan antara wilayah
Minangkabau dan Sumatera Utara tepatnya Kota Medan telah berlangsung sejak waktu yang lama, hal ini didasarkan adanya kedekatan secara geografis wilayah
antara Minangkabau dan Kota Medan. Terdapat kesulitan untuk mengungkapkan secara pasti mengenai sejarah
tari piring di Kota Medan dikarenakan tidak terdapat waktu yang pasti mengenai keberadaan tari piring di Kota Medan, namun dapat diketahui bahwa kedatangan
etnik Minangkabau ke Kota Medan turut serta membawa nilai budaya Minangkabau.
Kegiatan merantau yang dilakukan secara individual maupun kelompok membuka peluang terhadap keberadaan tari piring di Kota Medan, mengutip Pelly
1994:57 yang mengatakan keberadaan etnis Minangkabau sebagai bagian dari jumlah penduduk Kota Medan telah ada pada tahun 1930 dengan jumlah 5.590
jiwa. Berdasarkan data penduduk yang dikutip oleh Pelly 1994:57 bahwa
terdapat 5.590 jiwa penduduk Minang di Kota Medan pada tahun 1930 dapat ditafsirkan bahwa pada saat itu telah masuk pula tari piring di Kota Medan
melalui kelompok-kelompok sosial masyarakat berskala kecil dan ditampilkan pada kesempatan terbatas, seperti perkawinan.
3.2 Makna Gerak Tari Piring
Tari piring seperti juga dengan tari-tari lainnya mempunyai landasan yang sama, yaitu gerak. Gerak pada setiap tari mempunyai variasi yang beragam
tergantung pada ide yang digarap dengan menggunakan medium tubuh yang
Universitas Sumatera Utara
66 mampu membuat hidup dalam mengisahkan kehidupan.
Tari piring yang sudah tersebar di seluruh nagari setelah keluar Istana Pagaruyung berubah ide, dasar penciptaan gerak dan tujuannya telah disepakati
oleh para pendukung adat sebagai pusaka leluhur. Dalam arti sebagai pusaka hak hukumnya sama dengan jenis atau bentuk pusaka lainnya dan dipatri dalam fatwa
adat. Disebabkan ide penciptaannya adalah “kemakmuran” yang terkait dengan
aspek kehidupan sosial-ekonomis, maka dasar penciptaannya pun digunakan gerak-gerak pencak silat yang dapat diterima oleh masyarakat.
Penata tari piring yang terdiri dari kawula istana, seperti penari-penari istana atau senimannya yang menjadi guru di nagari-nagari telah memodifikasi
gerak-gerak tersebut dengan mengaitkannya dengan dasar falsafah alam Minangkabau.
Pada proses perkembangannya tari piring telah menjadi milik rakyat dan sudah merakyat. Dalam keadaan demikian gerak-gerak dasar Tari Piring
dimodifikasi ke dalam bentuk yang ekspresif dan estetis, atau dengan kata lain gerak-gerak tari oiring berubah menjadi gerak maknawi.
Dalam wawancara penelitian ini terhadap seorang penari tari piring bernama Iskandar 30 Tahun diketahui bahwa terdapat nama-nama gerak dasar
tari piring yang dibentuk oleh para pendahulu, secara lebih terperinci dijelaskan : “Gerakan tari piring itu dasarnya ada beberapa bagian yang
menjadi penentu gerakan tersebut termasuk tari piring atau tidak, seperti gerak persembahan sebagai pembuka, kemudian gerak
berkaca atau bercermin, gerak basiang, gerakan membuaikan anak, terus gerak bungo kambang, alang babega, menggulung benang,
tupai bagaluik, malunyah, mainjak piring, bagolek, manyemba
Universitas Sumatera Utara
67 lalok sama gerak penutupnya gerak sambah panutuik ... gerak-
gerak inilah dasar tari piring tapi dalam bentuknya bisa tidak berurutan tergantung kondisi dan bisa juga hanya sebahagian saja.”
Secara lebih lengkap dapat dituliskan beberapa gerak dasar dalam tari piring adalah :
a Gerak Sambah Pembukak sembah pembuka; b Gerak Bacamin berkaca;
c Gerak Basiang membersihkan rumput disela-sela rumpun padi; d Gerak Buai Anak membuaikan anak;
e Gerak Bungo Kambang bunga mekar; f Gerak Alang Babega elang terbang di angkasa;
g Gerak Mangumpo Suto menggulung benang; h Gerak Tupai Bagaluik tupai bersenda gurau;
i Gerak Malunyah menginjak-injak tanah sawah supaya gembur; j Gerak Mainjak Piriang menginjak piring;
k Gerak Bagolek berguling; l Gerak Manyemba Lalok menyambar sambil tidur; dan
m Gerak Sambah Panutuik sembah penutup. Dari beragam gerak dasar tari piring tersebut dapat dibagi menjadi dua
bagian besar berdasarkan sudut pandang etnokoreologi, yaitu gerak statis staticaxeil movement dan gerak berpindah locomotion movement.
Dengan memperhatikan teknik gerak tersebut diperoleh gambaran, bahwa para seniman di Minangkabau telah mampu memberikan variasi dan menciptakan
langkah mendasar dalam tari piring.
Universitas Sumatera Utara
68 Dalam tabel berikut terlihat bentuk-bentuk gerak dasar yang menggunakan
kedua macam teknik gerak yang dimaksud, dan juga dapat diperhatikan frekuensi gerak dasar yang disajikan dalam setiap penampilan.
Tabel 3 Gerak Dasar dalam Tari Piring
Nama Gerak Teknik Gerak
Locomotion Movement
Axieil Movement
1. Sambah Pambuka
2. Bacamin
3. Basiang
4. Buai Anak
5. Bungo Kambang
6. Alang Babega
7. Mangumpo Suto
8. Tupai Bagaluik
9. Malunyah
10. Mainjak Piriang
11. Bagolek
12. Manyemba Lalok
13. Sambah Panutuik
- X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
- -
- -
- -
- -
- -
- -
Sumber : pengamatan penelitian terhadap gerakan tari piring data diolah penulis
Berdasarkan tabel gerak dasar dalam tari piring tersebut, terdapat gerak- grak yang dominan dalam penyajiannya, yaitu gerak-gerak yang sering diulang-
ulang. Gerak tersebut adalah gerak alang babega yang frekuensi penyajiannya terlihat pada angka dalam tabel di atas.
Iskandar 50 Tahun menuturkan bahwa : “Pada pertunjukannya tari piring tidak selalu mengikuti alur
gerakan dasar, bisa saja dalam satu pertunjukan lebih banyak pengulangan gerakan tupai bagaluik, bisa juga gerakan alang
babega tergantung kondisi pertunjukannya ... kan lebih meriah kalau gerakan tari piringnya yang lebih semangat.”
Kenyataan ini memberikan pandangan bahwa gerakan dalam tari piring mengutamakan unsur akrobatik sebagai daya tarik pertunjukan terhadap penonton
Universitas Sumatera Utara
69 dan juga memberikan bagian terhadap penari untuk mengeluarkan gerakan yang
semangat dan menarik sehingga tercipta korelasi pertunjukan antara penonton dan penari yang atraktif.
Telah diketahui pada uraian sebelumnya tentang pembentukkan gerak tari piring, bahwa perekayasaan yang dilakukan oeh kawula istana dengan
mengangkat gerak pencak silat sebagai dasar dari penciptaannya. Hal ini dilakukan agar masyarakat di tiap-tiap nagari dapat menerima sesuai aturan atau
norma yang berlaku dalam nagari itu sendiri. Keterkaitan antara gerak dan kondisi alam terhadap penciptaan gerak tari
piring merupakan bentuk korelasi yang memperkaya ragam bentuk dan jenis tari piring. Menurut Jamal 1992:36-37 dalam kehidupan masyarakat Minangkabau
dikenal peribahasa adat yang berkaitan dengan bentuk korelasi tersebut : • Bagian Timur gunung Merapi terdapat “bumi di sana sejuk, airnya jernih,
ikannya jinak yang berarti bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut berhati lembut, tenang dan suka damai”. Wilayah ini kemudian
disebut dengan Luhak Tanah Datar. • Bagian Barat gunung Merapi terdapat “bumi di sana hangat, airnya keruh,
ikannya liar yang berarti bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut keras hati, berani dan suka berkelahi”. Wilayah ini kemudian
disebut dengan Luhak Agam. • Bagian Utara gunung Merapi terdapat “hawanya nyaman, airnya manis
dan ikannya banyak yang berarti bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut memiliki sikap ramah, sabar dan damai”. Wilayah ini
Universitas Sumatera Utara
70 kemudian disebut dengan Luhak Lima Puluh Koto.
Berdasarkan faktor geografis tersebut, gerakan tari piring yang bersumber pada ketiga wilayah tersebut juga memiliki perbedaan antara satu sama lain yang
dipengaruhi oleh sifat wilayah dan masyarakatnya. Jamal 1992:37 menuliskan bahwa gerak tari piring yang berasal dari Luhak Tanah Datar memiliki sifat legato
lambat, gerak tari piring yang berasal dari Luhak Agam bersifat staccato patah- patah dan gerak tari piring yang berasal dari Luhak Lima Puluh Koto bersifat
piano. Selain dipengaruhi oleh kondisi geografis, gerak dalam tari piring juga
dipengaruhi oleh kondisi alam yang terdapat disekitar lingkungan masyarakat, hal ini tampak pada pembentukan pola dasar gerak tari piring yang didasarkan pada
kehidupan hewan dan tumbuhan. Gerakan tari piring yang didasarkan atas kehidupan hewan adalah elang,
tupai, rama-rama kupu-kupu, murai, balam. Namun dalam gerakan tari piring pada umumnya mempergunakan gerak elang dan tupai dikarenakan kedua hewan
tersebut mewakili simbol gagah elang dan simbol lincah tupai. Gerakan-gerakan dalam tari piring selain dipengaruhi oleh kondisi
geografis serta ekologis hewan, tumbuhan pada proses perkembangannya hingga saat ini juga dipengaruhi oleh tokoh penari yang berfungsi sebagai penjaga nilai
tradisi tari piring dan juga sebagai perubah gerak tari piring.
Universitas Sumatera Utara
71
Tabel 4 Gerakan Tari Piring Meniru Gerak Ekologis Hewan dan Tumbuhan
Nama Gerak Keterangan
• Bungo Kambang • Alang Babega
• Tupai Bagaluik • Bunga Mekar
• Elang terbang sambil berputar- putar di udara
• Tupai bersenda gurau
Sumber : pengamatan penelitian terhadap gerakan tari piring data diolah penulis
Beberapa diantara tokoh yang memiliki kemampuan reka gerak terhadap tari piring yang diakui secara umum adalah Syofyani, Saugi Bustami, Gusmiati
Suid dan Huriah Adam. Erlinda 2012:106 tokoh-tokoh tersebut menjadi acuan dalam menata gerak tari piring.
Djelantik menjelaskan bahwa proses perekayasaan ini dalam istilah lain disebut dengan proses sublimasi atau usaha yang bertujuan untuk menghindari
penolakan suatu karya seni oleh masyarakat Djelantik, 1999: 62. Di dalam pengembangan gerak selanjutnya, maka para seniman tari atau kawula istana yang
berada di nagari-nagari melakukan modifikasi dari tari ritual kesuburan menjadi tari yang bersifat hiburan atau yang dikenal sekarang dengan Tari Piring.
Dilihat dari segi “metode konstruksi” ternyata para seniman itu telah menghayati arti tentang proses, atau metode penyusunan dalam
mengkombinasikan berbagai elemen tari. Pengembangan gerak ditinjau dari sudut ini dikaitkan dengan dasar falsafah hidup orang Minangkabau, yaitu dengan
“rangsang” gerak-gerak alam dan kegiatan hidup sehari-hari. Pengembangan gerak-gerak tari yang demikian tidaklah bertentangan dengan pendapat seorang
ahli tari yaitu Jacqueline Smith Suharto, 1987:24 yang mengatakan bahwa dalam peristiwa berbentuk apa saja agar menjadi nyata dalam suatu karya atau
Universitas Sumatera Utara
72 tidak, “rangsang” itu akan mendikte sebuah tipe tari.
Mengutip Kaeppler 2001: 50 yang mengatakan bahwa : “Dance can be considered a “cultural artifact” -- a cognitive
structure – that exists in dialectical relationship with the social order and that both are understanable. Relationship between dance
and the social order are constantly modelling, modifying, and shaping each other over time.” Tarian adalah bentuk artifak
kebudayaan yang didalamnya terdapat struktur kognitif sebagai bentuk hubungan dialektika antara gerakan tari dan kondisi sosial,
hubungan antara keduanya mencakup proses pembentukan, perubahan dan penajaman gerak sesuai dengan kondisi sosial yang
berlangsung.
Tabel 5 Gerakan Tari Piring Berdasarkan Perilaku Sosial Manusia
Nama Gerak Keterangan
Sambah Pambuka Bacamin
Basiang Buai Anak
Mangumpo Suto Malunyah
Mainjak Piriang Bagolek
Manyemba Lalok Sambah Panutuik
Sembah Pembuka Berkaca
Membersihkan Rumput disela-sela rumpun padi Membuaikan Anak
Menggulung Benang Menginjak-injak tanah sawah supaya gembur
Menginjak Piring Berguling
Menyambar sambil tidur Sembah penutup
Sumber : pengamatan penelitian terhadap gerakan tari piring data diolah penulis
Dalam hal ini gerak dasar tari piring diangkat dari gerak pencak silat yang menjadi awal pembentukkan gerak tari piring ditambah dengan gerak – gerak
alam dan gerak-gerak kegiatan hidup sehari-hari sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Gerak pencak silat, gerak-gerak alam dan gerak-gerak kegiatan hidup sehari-hari itu dilakukan dengan cara pembentukan gerak, rekayasa gerak dan
Universitas Sumatera Utara
73 penajaman gerak hingga melahirkan gerak-gerak ritmis dan indah.
Dasar-dasar gerak tersebut diabstraksikan dengan melibatkan pembentukkan bersama dengan unsur-unsur yang selaras sehingga merupakan
suatu rangkaian penyatuan yang utuh. Dalam keadaan ini unsur-unsur yang selaras itu terlihat dengan adanya ruang, waktu dan tenaga yang dalam pengembangannya
terbukti dalam penampilannya secara tradisi. Pada mulanya ruang gerak Tari Piring diisi dengan pengembangan gerak-
gerak yang sudah menyatu berdasarkan arah, fokus, area, kepadatan, jarak, level, dan volume.
Penentuan arah ditujukan untuk memudahkan agar penari dapat dilihat penonton secara berhadap-hadapan tampa hambatan, sehingga terfokus pada
gerak-gerak yang disajikan. Untuk itu penempatan para penari berada tepat di tengah-tengah area.
Area yang ditunjuk untuk menyajikan tari piring di masa dahulunya adalah di halaman Rumah Gadang rumah adat Minangkabau dengan bentuk melingkar
atau arena. Penyajian tari piring mengandung kepadatan isi gerak yang berbentuk pertalian antara satu gerak dengan gerak berikutnya, sehingga pengaruh lamanya
waktu penyajian dirasakan relatif singkat. Penggunaan jarak antara sesama penari di atur, tidak lagi menggunakan
jarak seperti yang terdapat dalam pencak silat dengan demikian juga dalam pengembangan level yang dilakukan penari tari piring yang diikuti gerak-gerak
kaki dan tangan memperlihatkan volume yang tidak memberi kesan adanya dasar- dasar gerak pencak silat, gerak alam dan gerak kegiatan hidup sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
74 Hendri 30 Tahun seorang informan yang juga merupakan seorang penari
dan merangkap sebagai pelatih tari piring di BM3 Medan menuturkan bahwa : “Saya mempelajari tari dari orang tua dan kakek saya, di sanggar
ini tari piring ditarikan masih sangat tradisi, misalnya menggunakan biji pala untuk membunyikan piring agar suaranya
enak didengar dan piring tidak pecah, piring yang digunakan dalam menari tidak menggunakan penyangga ditangan sehingga
sesekali piring bisa terjatuh dari tangan penari dan pecah.”
Keterangan informan ini menguatkan pendapat mengenai adanya unsur estetis bunyi dalam tari piring yang menggunakan medium biji pala, dan juga
memberi korelasi antara gerak tari piring dan lingkungan sekitar yang tidak hanya sebagai bentuk rekayasa gerak melainkan juga menggunakan bahan material
yang berada disekitar lingkungan mereka. Dasar-dasar gerak yang disebutkan itu dikembangkan lagi menurut waktu
melalui ritme, tempo dan durasi waktu. Jatah waktu yang menimbulkan ritme tari piring disertai oleh bunyi cincin cincin yang terbuat dari batok kemiri yang
dipasangkan pada ujung jari telujuk sejalan dengan tempo, maka ekspresi gerak menunjukkan leburnya gerak-gerak pencak silat, gerak-gerak alam dan gerak-
gerak kegiatan hidup sehari-hari. Terlebih lagi setelah gerak-gerak tersebut menggunakan durasi waktu yang telah ditentukan, sehingga terasa sekali manfaat
gerak dalam pengembangan tari piring. Selanjutnya dari segi tenaga memperlihatkan dinamika tari piring
dikembangkan melalui faktor-faktor kualitas, intensitas, dan aksen gerak sehingga memberikan keseimbangan dalam suatu koordinasi gerak-geraknya.
Penyaluran tenaga yang memberikan kualitas gerak tari piring terletak pada gerak-gerak kaki yang disebut “langkah”, sejalan melalui kedua belah tangan
Universitas Sumatera Utara
75 yang memegang piring ketika mengayun, memutar-mutar dan naik turunnya
tangan. Dalam penggunaan tenaga inipun terlihat tidak semuanya mendapat aksen-aksen yang berat atau besar, melainkan ada juga yang ringan atau kecil
pada beberapa gerak tari piring. Itulah sebabnya setiap penari tari piring tidak merasa keletihan atau kehabisan tenaga dalam menari, karena intensitas gerak
berimbang. Usaha pengembangan gerak tari piring yang dilakukan seniman-seniman
tradisional di atas telah menimbulkan suatu ketertarikan bagi masyarakat untuk disaksikan, hal ini dipengaruhi oleh dasar pengembangan dan perekayasaan yang
dilakukan disesuaikan dengan aturan-aturan, norma-norma adat dan agama yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
Selanjutnya ketertarikan masyarakat tersebut disebabkan karena di dalam tari piring terlihat adanya “rangsangan kinestesis” yaitu rangsangan yang
ditimbulkan dari gerakan-gerakan para penari dalam menarikan tari piring. Melihat penampilan tari piring pada masa itu, maka tampaknya tari piring
dapat dikategorikan ke dalam tari yang bertipe murni, yaitu tari yang hanya mengutamakan keindahan pada setiap gerak-geraknya serta setiap gerakan dalam
penyajiannya bersifat simbolis yang hanya memperagakan gerak-gerak berupa lambang-lambang.
Tari Piring sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa usaha yang telah dilakukan oleh seniman tradisional adalah suatu perekayasaan untuk
menciptakan tari piring dari dasar gerak pencak silat. Gerakan pencak silat sebagai dasar kemudian dilengkapi dengan gerak-
Universitas Sumatera Utara
76 gerak alam dan gerak-gerak kehidupan sehari-hari sesuai dengan dasar filsafat
alam Minangkabau. Semua daar gerak tersebut dimodifikasi sehingga gerak-gerak tari piring merupakan gerak-gerak kinestetik, atau gerak-gerak murni.
Setelah melewati proses identifikasi pada ketiga macam dasar gerak pencak silat, gerak-gerak alam dan gerak-gerak sehari-hari yang menjadi dasar
gerakan dalam tari piring, akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa dasar gerak tari piring mempunyai ciri-ciri, yaitu :
• Peniruan gerak-gerak binatang yang telah dirubah sesuai dengan kebutuhan tari, dalam tulisan ini disebut gerak-gerak imitatif,
• Peniruan dari gerak kegiatan manusia yang juga telah melalui proses perubahan sesuai dengan kebutuhan tari, selanjutnya dalam tulisan ini
disebut dengan gerak mimetis. Pada gerak yang bersumber dari gerak pencak silat juga mempunyai siri
gerak imitatif dan mimetis. Pada gerak-gerak pencak silat yang berpangkal dari gerak-gerak silat Minangkabau menunjukkan nama-nama gerak binatang seperti
gerak elang, gerak harimau, gerak tunggul dan lain-lain. Melalui proses klasifikasi data antara gerak-gerak pencak silat dan gerak-
gerak imitatif lainnya yang dikatakan sebagai tambahan gerak tari piring, tampaknya ada kecenderungan bahwa gerak-gerak tari piring bersumber dari
gerak-gerak pencak silat. Penambahan gerak diluar pencak silat seperti silat bacamin berkaca,
gerak basiang membersihkan rumput disela-sela rumpun padi, gerak buai anak membuaikan anak, gerak bungo kambang bunga mekar, gerak alang babega
Universitas Sumatera Utara
77 elang terbang di angkasa, gerak mangumpo suto menggulung benang, gerak
tupai bagaluik tupai bersendau gurau, gerak malunyah menginjak-injak tanah sawah supaya gembur, dan gerak mainjak piring menginjak piring merupakan
usaha mencari bentuk yang disesuaikan dengan simbol atau lambang yang diinginkan. Pada prinsipnya materi gerak tari piring sangat erat dengan gerak-
gerak kehidupan di dunia. Semua gerak kehidupan itu diabstraksikan dan dituangkan ke dalam tari
piring, dalam tari piring gerak-gerak kehidupan tersebut diekspresikan sebagai sesuatu yang indah. Berhubung dengan adanya unsur “indah” pada sesuatu itulah
timbul minat dan perhatian manusia, baik pada benda mati maupun pada benda hidup untuk menikmatinya. Dalam ungkapan Minangkabau dinyatakan dengan
condong mato ka nan rancak, condong salera ka nan lamak memandang sesuatu cenderung ke yang indah atau cantik, menikmati makanan cenderung pada yang
enak.
3.3 Fungsi dan Penggunaan Tari Piring