Lokasi Penelitian Pengalaman Penelitian

34 sebagaimana ditulis oleh Emerson 1995:4-5 sebagai : “Fieldnotes are accounts describing experiences and observations the researcher has made while participating in an intense and involved manner.”Catatan lapangan yang menggambarkan kumpulan pengalaman dan pengamatan peneliti yang dicatat saat turut berpartisipasi secara intens dan terlibat. Penelitian antropologis dengan metode etnografi memberikan suatu bentuk analisis data lapangan berupa “ongoing analysis” yang berarti sebagai proses analisa berjalan terhadap kerja lapangan yang berdasarkan pada observasi dan wawancara terhadap informan. Langkah selanjutnya data-data ini dianalisa secara kualitatif melalui teknik taksonomi data, sehingga data yang diperoleh dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian.

1.7. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di kota Medan Provinsi Sumatera Utara di Jalan Dolok Sanggul, kecamatan Medan Kota, sebuah rumah sebagai tempat aktivitas latihan menari dan bermusik yaitu sanggar tari Tri Arga. Jalan Adi Negoro , kecamatan Medan Timur, tempat berdirinya rumah gadang BM3 sekaligus tempat latihan menari, bermusik dan silat oleh kelompok kesenian IKSA Ikatan Kesenian Sri Antokan. Dan di Jalan Darussalam, yang merupakan tempat berdirinya sanggar La Tansa. Universitas Sumatera Utara 35

1.8. Pengalaman Penelitian

Penelitian ini penulis mulai pada 12 September sampai Januari 2013. Pada saat seminar proposal, penguji ujian seminar peneliti menyarankan untuk pergi ke Padang dan melihat bagaimana tari piring yang masih tradisi disana. Akan tetapi penulis tidak bisa pergi ke sana dikarenakan orangtua penulis pergi ke Eropa selama 3 bulan sehingga tidak ada yang menjaga adik-adik penulis di rumah. Jika penulis menunggu orangtua penulis kembali kemudian pergi ke Padang akan memakan waktu yang sangat lama dalam menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengambil keputusan untuk mencari tari piring yang masih tradisi di Kota Medan ini saja. Pertama sekali penulis menjumpai Iskandar Muda yang merupakan ketua dari Sanggar Tari Tri Arga dan juga Dosen Seni Tari dan Musik di UNIMED Universitas Negeri Medan. Penulis lalu meminta izin untuk belajar tari piring di sanggar tersebut sembari menyerahkan surat izin penelitian kepada Iskandar Muda atau yang biasa disapa dengan ‘Bang Is’. Bang Is pun merespon dengan baik tujuan penulis dan memberikan informasi mengenai sanggar tari Tri Arga. Melalui bang Is penulis mengetahui siapa-siapa saja yang akan menjadi informan peneliti yakni : penari di sanggar, pemusik serta penikmat tari piring yakni konsumen . Di sanggar Tri Arga, penulis diajarkan tari piring yang biasanya ditarikan oleh anggota sanggar tersebut. Bang Is mengatakan bahwa tari Piring yang ditarikan disanggar Tri Arga merupakan hasil kreasinya ketika ia menyelesaikan Program Magister di Kota Solo. Tari piring itu iya namai Tar i Piring Lenggok Si Anak Dagang. Menurut bang Is, tari piring ini adalah hasil Universitas Sumatera Utara 36 komodifikasi dari tari piring golek yang dulu ia pelajari di ASKI Padang Panjang. Bang Is juga menyarankan penulis untuk datang ke BM3 Badan Musyawarah Masyarakat Minang untuk melihat bagaimana bentuk tari piring yang menurutnya masih tradisi. Selanjutnya penulis pergi ke BM3 untuk melihat bagaimana bentuk tari piring yang diceritakan oleh bang Is. Penulis mendatangi BM3 pada siang hari, akan tetapi keadaan disana sangat sepi dan tidak ada kegiatan tari-menari, yang ada hanya petugas kebersihan yang sedang menyapu halaman BM3. Kemudian penulis bertanya “adakah kegiatan tari menari disini ?”, lalu ia menjawab bahwa ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan penulis untuk menghubungi pengelola BM3 dan memberikan nomer handphone pengelola tersebut. Penulis kemudian menghubungi Pak Mayunas yang merupakan pengelola kelompok tari yang ada di BM3. Melalui Pak Mayunas penulis mendapatkan informasi bahwa kelompok tari di BM3 yang masih aktif ada 2 kelompok, yaitu Tuah Sakato dan IKSA Ikatan Kesenian Sri Antokan. IKSA latihan menari pada setiap hari Rabu jam 9 malam, sedangkan Tuah Sakato latihan menari pada setiap hari Kamis jam 9 malam. Berbekalkan informasi yang diberikan Pak Mayunas, penulis kembali mendatangi BM3 pada hari Rabu tepat jam 9 malam, penulis membawa teman untuk menemani yaitu Bang Rholand dikarenakan penulis tidak berani keluar malam jika sendirian. Pada malam itu yang lagi latihan ialah IKSA, pertama sekali penulis hanya mengamati anggota-anggota IKSA latihan. Mereka menarikan beberapa jenis tarian Minangkabau yaitu : tari randai, tari Universitas Sumatera Utara 37 persembahan, tari galombang, dan tari rantak. Akan tetapi penulis belum melihat mereka menarikan tari piring, penulis terus menunggu hingga waktu menunjukkan jam setengah 12 malam mereka baru menarikan tari piring diakhir latihan mereka. Setelah latihan penulis mendatangi pelatih tari di IKSA yaitu Henriri. Penulis mulai menanyakan mengenai kelompok tari mereka dan tari piring. Penulis pun menjelaskan maksud penulis datang kesana dan menanyakan izin untuk belajar tari piring disana. Hendri pun menyetujuinya dan mempersilahkan penulis untuk datang pada latihan minggu depannya. Keesokan harinya pada hari Kamis tepat jam 9 malam penulis datang lagi ke BM3 untuk melihat latihan tari kelompok tari Tuah Sakato. Disana penulis melihat tari-tarian yang ditarikan kelompok Tuah Sakato sama dengan IKSA, bedanya tari piring tidak ditarikan di akhir latihan. Oleh karena itu penulis memutuskan untuk melakukan penelitian pada kelompok tari IKSA saja. Kemudian minggu depannya penulis datang lagi ke IKSA, mereka menarikan tari piring golek, menurut ketua IKSA yaitu Pak Nazar tari piring golek ia pelajari di ASKI Padang Panjang dan menurutnya tari piring golek ini masih tradisi. Pada penelitian ini, penulis mempelajari 2 jenis yaitu : tari piring Lenggok Si Anak Dagang sebagai hasil komodifikasi sanggar Tri Arga dan tari piring golek IKSA di BM3 sebagai bentuk tari piring yang masih tradisi. Sejauh ini tidak ada kesulitan yang serius dalam melakukan penelitian ini, hanya saja terkadang orangtua penulis cemas dikarenakan penulis selalu pulang malam setelah penelitian jam latihan IKSA yang terlampau malam. Universitas Sumatera Utara 38

BAB II ETNIK MINANGKABAU DI KOTA MEDAN

2.1 Deskripsi Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara, hal ini didasarkan atas faktor sejarah terbentuknya Kota Medan yang memiliki cikal bakal dari wilayah kekuasaan Kesultanan Deli pada waktu itu BPS, 2010:xxxv. Secara spesifik pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa. Terdapat beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Babura, Sei Belawan dan Sei Sulang SalingSei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli Medan–Deli. Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Pada awal perkembangannya Kota Medan merupakan sebuah kampung kecil yang bernama Medan Putri. Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di jalur pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Deli dan sungai Babura. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal Kota Universitas Sumatera Utara