Konfigurasi Spasial Pola Penganggaran

5.3.2. Konfigurasi Spasial Pola Penganggaran

Untuk konfigurasi spasial kinerja penganggaran dilakukan dengan menganalisis variabel penciri faktor masing-masing indikator seperti yang akan dibahas secara detil dibawah ini. A . Pola Penganggaran Perbidang. Hasil principal component analisis PCA untuk variabel indikator penciri faktor kinerja penganggaran perbidang ditunjukkan pada Tabel 36. Tabel 36. Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Penganggaran Perbidang Factor F1 Factor F2 Factor F3 Simbol Bidang 1 2 3 X80 Pendidikan dan Kebudayaan 0.913 -0.139 0.104 X83 Permukiman 0.110 0.894 0.200 X88 Olahraga -0.239 0.890 -0.107 X93 Pertambangan dan Energi -0.870 -0.031 0.254 X97 Penanaman Modal -0.089 0.067 0.971 Expl.Var 1.668 1.616 1.068 Proporsi Total 0.334 0.323 0.214 LnIdx_KpS1 LnIdx_KpS2 LnIdx_KpS3 Sumber : data diolah, 2009 Cat : - Marked loadings are .700000 - Antar faktor tidak berkorelasi ortogonalisasi - Indeks diversitas tidak masuk karena dianggap homogen Dari Tabel 1 menjelaskan bahwa : 1. Hasil Prinsipal Component Analisis PCA yang ditunjukkan pada Tabel 36 menerangkan bahwa faktor 1 untuk realisasi anggaran pembangunan per bidang di 34 kabkota tiga Propinsi yang dianalisis yakni Bali, NTB dan NTT terdapat suatu pola pengalokasian penganggaran bahwa bidang pendidikan dan kebudayaan berasosiasi dengan bidang pertambangan dan energi. Maknanya bahwa ketika APBD di fokuskan pada bidang pendidikan dan kebudayaan maka anggaran untuk bidang pertambangan dan energi akan berkurang atau menurun, demikian pula sebaliknya. Alokasi anggaran bidang pertambangan secara umum di semua daerah yang dianalisis kecil karena investasi dibidang ini sifatnya padat modal, beresiko tinggi dan berada di daerah terpencil. Rasio keberhasilan eksplorasi umumnya dibawah 5. 98 Dari hasil PCA juga diketahui bahwa pola penganggaran untuk bidang pertanian tidak muncul dalam analisis ini karena hampir homogen di setiap wilayah. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran perbidang KpS1 untuk faktor 1 Tabel 36 dengan karakteristik tinggi Tabel 31. Maknanya apabila pemda Kab. Sumbawa Barat memfokuskan peningkatkan anggaran bidang pendidikan dan kebudayaan maka anggaran bidang pertambangan dan energi berkurang atau menurun, demikian pula sebaliknya, hal ini terjadi karena kedua bidang ini berasosiasi. 2. Faktor 2 menerangkan bahwa terdapat suatu pola jika penganggaran di fokuskan pada bidang permukiman maka anggaran bidang olahraga juga meningkat karena kedua bidang ini berasosiasi. Namun peningkatan secara bersama pada kedua bidang tersebut menyebabkan penurunan pada bidang pendidikan dan kebudayaan dan bidang olahraga dan bidang penanaman modal. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran perbidang KpS2 untuk faktor 2 Tabel 36 dengan karakteristik rendah Tabel 37. Maknanya apabila pemda Kab. Sumbawa Barat memfokuskan peningkatkan anggaran bidang pemukiman maka anggaran bidang olahraga juga meningkat karena kedua bidang ini berasosiasi. Disebabkan anggaran kedua bidang tersebut meningkat secara bersamaan menyebabkan penurunan pada bidang pendidikan dan kebudayaan, bidang olahraga serta bidang penanaman modal karena bidang-bidang tersebut berasosiasi. 3. Faktor 3 menerankan bahwa terdapat suatu pola jika penganggaran di fokuskan pada bidang penanaman modal menyebabkan bidang ini berdiri sendiri, tidak berasosiasi dengan bidang-bidang lainnya bahkan berasosiasi negatif yang tinggi dengan bidang olah raga. Fokusing anggaran pada bidang penanaman modal juga mengakibatkan penurunan pada bidang pendidikan dan kebudayaan, bidang permukiman serta bidang pertambangan dan energi. Dengan kata lain bidang penanaman modal melemahkan bidang lainnya. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja anggaran perbidang KpS3 untuk faktor 3 Tabel 36 dengan karakteristik sedang Tabel 37. Maknanya apabila pemda Kab. Sumbawa Barat memfokuskan peningkatkan anggaran bidang penanaman modal maka berasosiasi negatif dengan bidang lainnya artinya ketika anggaran bidang penanaman modal ditingkatkan maka 99 terjadi penurunan anggaran untuk bidang pendidikan dan kebudayaan, bidang permukiman serta bidang pertambangan dan energi karena bidang tersebut berasosiasi. Gambar 29 dibawah ini menunjukkan peta konfigurasi spasial kinerja penganggaran perbidang di propinsi Bali, NTB dan NTT dan kinerja penganggaran bidang persektor di Propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 28. Gambar 29. Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Penganggaran Perbidang di Propinsi Bali, NTB dan NTT Sumber : data diolah, 2009 Tabel 37. Kinerja Penganggaran Bidang Persektor di Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Idx_KpS1 Tinggi Idx_KpS2 Sedang Tipologi I Kabupaten Sumbawa Barat, Alor, Lembata, Timor Tengah Utara, Rote Ndao dan Manggarai Barat Idx_KpS3 Sedang Idx_KpS1 Sedang Idx_KpS2 Tinggi Tipologi II Kabupaten Sumba Timur Idx_KpS3 Sedang Idx_KpS1 Sedang Idx_KpS2 Sedang Tipologi III Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jemrana, Karangasem, Klungkung, Tabanan, Denpasar, Bima, Dompu, Lombok barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Mataram, Bima, Belu, Ende, Flores Timur, Kupang, Manggarai, Ngada, Sikka, Sumba Barat, Timor Tengah Selatan, dan Kota Kupang. Idx_KpS3 Sedang Sumber : data diolah, 2009 100 Keterangan Penciri Karakteristik Idx_KpS1 = Bidang pendidikan kebudayaan +, Pertambangan energi - Idx_KpS1 = Bidang pendidikan kebudayaan +, Pertambangan energi - Idx_KpS2 = Bidang Permukiman +, olahraga + Idx_KpS3 = Bidang Penanaman Modal +

B. Pola Penganggaran terhadap Luas Wilayah

Hasil principal component analisis PCA untuk variabel indikator penciri faktor kinerja penganggaran terhadap luas wilayah ditunjukkan pada Tabel 38. Tabel 38. Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Penganggaran terhadap Luas Wilayah Factor Factor Factor Factor Simbol Bidang 1 2 3 4 X22 Administrasi Pemerintahan 0.946 X23 Kesehatan 0.989 X24 Pendidikan dan Kebudayaan 0.975 X25 Sosial 0.897 X27 Permukiman 0.920 X28 Pekerjaan Umum 0.897 X29 Perhubungan 0.946 X30 Lingkungan Hidup 0.958 X31 Kependudukan 0.959 X33 Pertanian 0.986 X34 Kepariwisataan 0.849 X38 Kehutanan dan Perkebunan 0.763 X39 Perindustrian dan Perdagangan 0.978 X40 Perkoperasian 0.916 X41 Penanaman Modal -0.969 X42 Ketenagakerjaan 0.966 X56 Rataan Perluas Lahan Total Anggaran Belanja Daerah 0.978 Expl.Var 11.708 1.723 1.508 1.124 Proporsi Total 0.689 0.101 0.089 0.066 LnIdx_KpW1 LnIdx_KpW2 LnIdx_KpW3 LnIdx_KpW4n Sumber : data diolah 2009 Cat : Marked loadings are .700000 Dari Tabel 38 diatas dapat dijelaskan bahwa : 1. Hasil Prinsipal Component Analisis PCA yang ditunjukkan pada Tabel 38 menerangkan bahwa faktor 1 untuk kinerja penganggaran terhadap luas wilayah, bidang-bidang yang berada di faktor 1 muncul secara bersamaan dari 34 kabkota 101 yang dianalisis dan juga menurun secara bersamaan di daerah-daerah yang lain. Munculnya bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian dan rataan per luas lahan total APBD merupakan bidang-bidang yang menjadi fenomena perkotaan. Ini diakibatkan oleh akumulasi penduduk didaerah perkotaan dengan kompleksitas permasalahannya sehingga bidang tersebut berasosiasi dan muncul bersamaan. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang terhadap luas wilayah KpW1 untuk faktor 1 Tabel 38 dengan karakteristik tinggi Tabel 39. Maknanya apabila pemda Kab. Sumbawa Barat memfokuskan meningkatkan anggaran bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan, serta bidang perkoperasian maka akan terjadi penurunan penganggaran bidang kehutanan dan perkebunan serta bidang penanaman modal disebabkan karena bidang-bidang tersebut berasosiasi. 2. Faktor 2 menerangkan bahwa terdapat suatu pola penganggaran di daerah yang dianalisis bahwa ketika penganggaran di fokuskan pada bidang permukiman atau ketika anggaran bidang permukiman meningkat maka anggaran bidang kehutanan dan perkebunan juga meningkat. Maknanya bahwa jika aktifitas permukiman meningkat maka ada kecenderungan untuk mengkonservasi kehutanan dan perkebunan kearah yang lebih baik dengan tujuan agar pasokan kebutuhan air tercukupi, pengendalian banjir dan kelestarian sumberdaya lahan. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang terhadap luas wilayah KpW2 untuk faktor 2 Tabel 38 dengan karakteristik tinggi Tabel 39. Maknanya apabila Pemda. Kab. Sumbawa Barat memfokuskan peningkatkan anggaran bidang permukiman maka ada kecenderungan penganggaran bidang kehutanan dan perkebunan akan meningkat karena kedua bidang ini berasosiasi. 3. Faktor 3 menerangkan bahwa terdapat suatu pola jika penganggaran di fokuskan pada bidang ketenagakerjaan maka bidang ini ternyata berdiri sendiri bahkan berasosiasi negatif dengan bidang kesehatan, permukiman, perhubungan, lingkungan 102 hidup, kependudukan, pertanian dan perkoperasian. Fokusing penganggaran pada bidang ketenagakerjaan justru menyebabkan penurunan pada bidang-bidang lainnya seperti bidang administrasi pemerintahan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, kepariwisataan, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, penanaman modal dan rataan per luas lahan. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang terhadap luas wilayah KpW3 untuk faktor 3 Tabel 38 mempunyai karakteristik sedang Tabel 39. Maknanya apabila Pemda. Kab. Sumbawa Barat memfokuskan penganggaran bidang ketenagakerjaan maka bidang ini ternyata berdiri sendiri bahkan akan terjadi penurunan penganggaran bidang kesehatan, permukiman, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, pertanian dan perkoperasian karena bidang-bidang tersebut berasosiasi negatif. 4. Faktor 4 menerangkan bahwa terdapat suatu pola jika penganggaran bidang penanaman modal mengalami penurunan maka bidang administrasi pemerintahan, pendidikan dan kebudayaan, permukiman, pekerjaan umum, pertanian, perindustrian dan perdagangan dan bidang ketenagakerjaan mengalami penurunan secara tajam. Dengan kata lain bidang penanaman modal dan bidang yang disebutkan diatas ada kecenderungan saling melemahkan. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang terhadap luas wilayah KpW4 untuk faktor 4 Tabel 38 dengan karakteristik rendah Tabel 39. Maknanya apabila penganggaran tidak difokuskan pada bidang penanaman modal oleh Pemda. Kab. Sumbawa Barat menyebabkan penganggaran bidang tersebut mengalami penurunan juga menyebabkan penurunan penganggaran secara tajam untuk bidang administrasi pemerintahan, pendidikan dan kebudayaan, permukiman, pekerjaan umum, pertanian, perindustrian dan perdagangan dan bidang ketenagakerjaan karena bidang-bidang tersebut berasosiasi. Gambar 30 dibawah ini menunjukkan peta konfigurasi spasial kinerja anggaran perluas wilayah di propinsi Bali, NTB dan NTT dan Tabel 39 kinerja penganggaran perluas wilayah di Propinsi Bali, NTB dan NTT. 103 Gambar 30. Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Penganggaran Perluas Wilayah di Propinsi Bali, NTB dan NTT Sumber : data diolah, 2009 Tabel 39. Kinerja Penganggaran Perluas Wilayah di Propinsi Bali, NTB dan NTT. Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Idx_Kpw1 Sedang Idx_Kpw2 Sedang Idx_Kpw3 Sedang Tipologi I Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Kota Kupang, dan Rote Ndao Idx_Kpw4n Tinggi Idx_Kpw1 Sedang Idx_Kpw2 Sedang Idx_Kpw3 Sedang Tipologi II Kota Denpasar, Mataram dan Bima Idx_Kpw4n Sedang Idx_Kpw1 Tinggi Idx_Kpw2 Tinggi Idx_Kpw3 Sedang Tipologi III Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem, Klungkung, Tabanan, Bima, Dompu, Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Alor, Belu, Ende, Flores Timur, Kupang, Lembata, Manggarai, Ngada, Sikka, Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Manggarai Barat. Idx_Kpw4n Rendah Sumber : data diolah, 2009 104 Penciri Karakteristik Idx_Kpw1 = Bidang Administrasi pemerintahan, Kesehatan pendidikan kebudayaan, Sosial, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kependudukan, Pertanian, Kepariwisataan, Perindustrian dan Perdagangan, Perkoperasian, dan Rataan perluas Lahan Total Anggaran Belanja Daerah + Idx_Kpw2 = Bidang Permukiman, Kehutanan dan perkebunan. pendidikan kebudayaan + Idx_Kpw3 = Bidang Ketenagakerjaan +, Idx_Kpw4 = Bidang Penanaman Modal +

C. Pola Penganggaran Bidang Perkapita

Hasil principal component analisis PCA untuk variabel indikator penciri faktor kinerja penganggaran bidang perkapita ditunjukkan pada Tabel 40. Tabel 40. Hasil PCA Pola Asosiasi Variabel Indikator Penciri Faktor Kinerja Penganggaran Bidang Perkapita Factor Factor Factor Factor Simbol Bidang 1 2 3 4 X1 Administrasi Pemerintahan 0.744 X2 Kesehatan 0.707 X7 Pekerjaan Umum 0.911 X9 Lingkungan Hidup 0.975 X12 Pertanian 0.877 X13 Kepariwisataan 0.845 X15 Perikanan 0.879 X16 Pertambangan dan energi 0.779 X18 Perindustrian dan Perdagangan 0.858 X19 Perkoperasian 0.951 X20 Penanaman Modal 0.871 X21 Ketenagakerjaan 0.806 Expl.Var 6.133 1.830 1.859 1.211 Prp.Totl 0.472 0.141 0.143 0.093 LnIdx_Kp1 LnIdx_Kp2 LnIdx_Kp3 LnIdx_Kp4 Sumber : data diolah 2009 Marked loadings are .700000 Dari Tabel 40 diatas dapat dijelaskan bahwa : 1. Hasil Prinsipal Component Analisis PCA yang ditunjukkan pada Tabel 40 menerangkan bahwa faktor 1 untuk kinerja penganggaran bidang perkapita, terdapat suatu pola bahwa bidang-bidang yang berada di faktor 1 pada 34 kabkota yang dianalisis dan juga menurun secara bersamaan di daerah-daerah yang lain. Fokusing penganggaran mengalami peningkatan dan muncul secara bersamaan untuk bidang 105 bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pekerjaan umum, kepariwisataan, perikanan, pertambangan dan energi, perindustrian dan perdagangan dan ketenagakerjaan muncul secara bersamaan yang merupakan bidang yang menjadi fenomena daerah urban perkotaan. Sebaliknya penganggaran mengalami penurunan untuk bidang lingkungan hidup dan perkoperasian. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang perkapita Kp1 untuk faktor 1 Tabel 40 dengan karakteristik sedang Tabel 41. Maknanya apabila Pemda. Kabupaten Sumbawa Barat memfokuskan penganggaran pada bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pekerjaan umum, kepariwisataan, perikanan, pertambangan dan energi, perindustrian dan perdagangan serta ketenagakerjaan maka penganggaran bidang kehutanan dan perkebunan serta bidang penanaman modal akan mengalami penurunan hal ini disebabkan karena bidang-bidang tersebut berasosiasi. 2. Faktor 2 terdapat suatu pola bahwa jika penganggaran di fokuskan pada bidang perkoperasian maka bidang tersebut berdiri sendiri disertai dengan peningkatan penganggaran. Namun disisi lain anggaran untuk bidang bidang pekerjaan umum, kepariwisataan, pertambangan dan energi, penanaman modal dan bidang ketenagakerjaan mengalami penurunan. 3. Faktor 3 terdapat suatu pola bahwa jika penganggaran di fokuskan pada bidang pertanian dan penanaman modal maka anggaran untuk kedua bidang tersebut akan meningkat secara bersamaan karena berasosiasi. Sebaliknya penganggaran bidang pekerjaan umum, lingkungan hidup, kepariwisataan, perikanan mengalami penurunan. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang perkapita Kp3 untuk faktor 3 Tabel 40 dengan karakteristik sedang Tabel 41. Maknanya apabila Pemda. Kabupaten Sumbawa Barat memfokuskan peningkatan penganggaran pada bidang pertanian dan bidang penanaman modal maka penganggaran bidang pekerjaan umum, lingkungan hidup, kepariwisataan dan perikanan mengalami penurunan disebabkan bidang-bidang tersebut berasosiasi. 4. Faktor 4 terdapat suatu pola bahwa jika penganggaran di fokuskan pada peningkatan penganggaran bidang lingkungan hidup maka bidang tersebut berdiri sendiri. Namun disisi lain anggaran untuk bidang administrasi pemerintahan, pekerjaan umum, 106 pertanian, perikanan, pertambangan dan energi, penanaman modal serta bidang ketenagakerjaan mengalami penurunan. Untuk konteks Kabupaten Sumbawa Barat terdapat suatu pola realisasi kinerja penganggaran bidang perkapita Kp4 untuk faktor 4 Tabel 40 dengan karakteristik sedang Tabel 41. Maknanya apabila Pemda. Kabupaten Sumbawa Barat memfokuskan peningkatan penganggaran bidang lingkungan hidup maka bidang tersebut berdiri sendiri, namun disertai penurunan penganggaran pada bidang administrasi pemerintahan, pekerjaan umum, pertanian, perikanan, pertambangan dan energi, penanaman modal serta bidang ketenagakerjaan ini disebabkan karena bidang tersebut berasosiasi. Gambar 31. Peta Konfigurasi Spasial Kinerja Penganggaran Perkapita di Propinsi Bali, NTB dan NTT Sumber : data diolah, 2009 Gambar 31 diatas menunjukkan peta konfigurasi spasial kinerja penganggaran perkapita di Propinsi Bali, NTB dan NTT dan Tabel 41 menunjukkan kinerja penganggaran perkapita di Propinsi Bali, NTB dan NTT. 107 Tabel 41. Kinerja Penganggaran Bidang Perkapita di Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Idx_Kp1 Sedang Idx_Kp3 Sedang Tipologi I Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Tabanan, Kota Denpasar, dan Kota Mataram Idx_Kp4 Tinggi Idx_Kp1 Sedang Idx_Kp3 Sedang Tipologi II Kabupaten Sumbawa Barat, Lembata, Timor Tengah Utara, dan Rote Ndao Idx_Kp4 Sedang Idx_Kp1 Tinggi Idx_Kp3 Tinggi Tipologi III Kabupaten Jemrana, Bima, Dompu, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Alor, Belu, Ende, Flores Timur, Kupang, Manggarai, Ngada, Sikka, Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan Kota Bima, dan Kota Kupang Idx_Kp4 Sedang Sumber : data dioalah, 2009 Penciri Karakteristik Idx_Kp1 = Bidang Administrasi pemerintahan, Kesehatan, Pekerjaan Umum, Kepariwisataan, Perikanan, Pertambangan dan Energi, Perindustrian dan Perdagangan, Ketenagakerjaan dan Rataan Perkapita Total Anggaran Belanja Daerah + Idx_Kp3 = Bidang Pertanian, Penanaman modal +, Idx_Kp4 = Bidang Lingkungan Hidup + 5.3.3. Hubungan Fungsional antara Konfigurasi Spasial Pola Pengalokasian Anggaran Belanja Daerah dengan Konfigurasi Spasial Kinerja Pembangunan Daerah

A. Hubungan Fungsional Pola Penganggaran dengan Kinerja Pembangunan

Dimensi Produktifitas Ekonomi, Kapasitas Fiskal dan Kesejahteraan Masyarakat Hubungan fungsional pola penganggaran dengan kinerja pembangunan untuk indeks produktifitas ekonomi, kapasitas fiskal dan kesejahteraan dilakukan dengan menganalisis aspek pangsa keluarga miskin, produktifitas wilayah, pangsa PAD, PAD perkapita dan PAD luas wilayah Tabel 42 menggunakan analisis spatial durbin model. 108 Tabel 42. Model Spasial Kinerja Pembangunan Dimensi Produktifitas Ekonomi, Kapasitas Fiskal dan Kesejahteraan Masyarakat Kpem1 Kelompok Simbol Keterangan Parameter Arah Pengaruh terhadap Kpem1 LnIdx_Kpw1 Bidang Administrasi Pemerintahan, Kesehatan, Pendidikan Dan Kebudayaan, Sosial, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kependudukan, Pertanian, Kepariwisataan, Perindustrian Dan Perdagangan, Perkoperasian + Nyata tidak elastis Meningkat + LnIdx_Kpw3 Bidang Ketenagakerjaanwilayah + Nyata tidak elastis Meningkat + LnIdx_Kpw4N Bidang Kehutanan dan Perkebunanwilayah - Nyata tidak elastis Menurun - LnIdx_KpS3 Bidang Penanaman Modal + Nyata tidak elastis Meningkat + LnIdx_KpS2 Bidang Permukiman dan Olahragapenduduk + Nyata tidak elastis Meningkat + LnIdx_Kp3 Bidang Pertanian, Penanaman Modalkapita + Nyata tidak elastis Meningkat + Instrumen daerah sendiri LnIdx_Kp4 Bidang Lingkunganpenduduk + Nyata tidak elastis Menurun - Sumber : hasil olah Spatial Durbin Model, 2009 Keterangan : ƒ Di duga dengan regresi berganda ƒ Nyata P-Level kurang dari 0,01 R= .96729249 R²= .93565476 Adjusted R²= .90767857 ƒ Elastis : Parameter koefisien variabel 1,0 Kpem 1 = 0.167472 + 0.948104 LnIdx_Kpw1 + 0.394375 LnIdx_Kpw3 - 0.547514 LnIdx_Kpw4N + 0.275889 LnIdx_KpS3 + 0.304150 LnIdx_Kp3 - 0.295638 LnIdx_Kp4 - 0.152587 LnIdx_Kpem3 + 0.115022 LnIdx_Kp1 - 0.108080 LnIdx_Kp2 + 0.110524 LnIdx_KpS2 Hasil analisis pola penganggaran di setiap 34 KabKota tiga propinsi yakni Bali, NTB dan NTT menunjukkan bahwa kinerja pembangunan untuk aspek pangsa keluarga miskin, produktifitas wilayah, pangsa PAD, PAD perkapita dan PAD luas wilayah, secara nyata dipengaruhi oleh pola penganggaran di daerah sendiri dan tidak dipengaruhi oleh pola penganggaran daerah lain. Secara rinci hubungan antara pola penganggaran dengan kinerja pembangunan diatas adalah sebagai berikut : 109 1. Untuk bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan luas wilayah masing-masing KabKota tersebut pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis menurunkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis dalam meningkatkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah Gambar 32 dan kinerja penganggaran bidang perwilayah KpW1 propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 43. Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan kinerja pembangunan Kpem1 untuk penganggaran bidang perwilayah KpW1 dengan karakteristik rendah Tabel 43 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana-IPB 2009 Gambar 32. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bdang Perwilayah KpW1 Sumber : data diolah, 2009 110 Tabel 43. Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah KpW1 KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Klungkung, Kota Denpasar, Kota Mataram Bidang Administrasi Pemerintahan, Kesehatan, Pendidikan Dan Kebudayaan, Sosial, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kependudukan, Pertanian, Kepariwisataan, Perindustrian dan Perdagangan serta Perkoperasian Tinggi Tipologi II Kab. Badung Bidang Administrasi Pemerintahan, Kesehatan, Pendidikan Dan Kebudayaan, Sosial, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kependudukan, Pertanian, Kepariwisataan, Perindustrian dan Perdagangan serta Perkoperasian Sedang Tipologi III Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Tabanan, Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Bima, Kab. Sumbawa Barat , Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Manggarai Barat Bidang Administrasi Pemerintahan, Kesehatan, Pendidikan Dan Kebudayaan, Sosial, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kependudukan, Pertanian, Kepariwisataan, Perindustrian dan Perdagangan serta Perkoperasian Rendah Sumber : data dioalah, 2009 2. Untuk bidang ketenagakerjaan terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan luas wilayah masing-masing KabKota pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis menurunkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis dalam meningkatkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah ditunjukkan dengan Gambar 33 dan kinerja penganggaran bidang perwilayah KpW3 KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 44. Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan indeks produktifitas ekonomi, kapasitas fiskal dan kesejahteraan Kpem1 untuk penganggaran bidang perwilayah KpW3 dengan karakteristik sedang Tabel 38 111 Gambar 33. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perwilayah KpW3 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana – IPB 2009 Sumber : data diolah, 2009 Tabel 44. Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah KpW3 KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Badung Bidang Ketenagakerjaan Tinggi Tipologi II Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, Kab. Bima Kab. Dompu, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Bidang Ketenagakerjaan Sedang Tipologi III Kota Denpasar, Kota Mataram Bidang Ketenagakerjaan Rendah Sumber : data diolah, 2009 112 2. Untuk bidang kehutanan dan perkebunan terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan luas wilayah masing-masing KabKota pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis menurunkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis dalam meningkatkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah. 3. Untuk bidang penanaman modal terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD di bagi dengan setiap sektor 21 sektor masing-masing KabKota pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis menurunkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis dalam meningkatkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah. 4. Untuk bidang permukiman terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan setiap sektor 21 sektor pada masing-masing KabKota pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis menurunkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya kecil atau tidak strategis pengaruhnya dalam meningkatkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah. 5. Untuk bidang pertanian dan penanaman modal terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD di bagi dengan jumlah penduduk perkapita pada masing- masing KabKota pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis menurunkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis dalam meningkatkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah. 6. Untuk bidang lingkungan hidup terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD di bagi dengan jumlah penduduk perkapita pada masing-masing KabKota pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis meningkatkan pangsa keluarga miskin dan juga pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis dalam menurunkan produktifitas wilayah, pangsa pendapatan asli daerah PAD, PAD dibagi dengan jumlah penduduk dan PAD dibagi dengan luas wilayah Gambar 34 dan kinerja penganggaran bidang perkapita Kp4 KabKota di propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 45 113 Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan indeks produktifitas ekonomi, kapasitas fiskal dan kesejahteraan Kpem1 untuk penganggaran bidang perwilayah Kp4 dengan karakteristik rendah Tabel 45 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Gambar 34. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perkapita Kp4 Sumber : data dioalah, 2009 Tabel 45. Kinerja Penganggaran Bidang Perkapita Kp4 KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Klungkung, Kota Denpasar, Kota Mataram, Bidang Lingkungan hidup Tingi Tipologi II Kab. Badung Bidang Lingkungan hidup Sedang Tipologi III Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Tabanan, Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Manggarai Barat Bidang Lingkungan hidup Rendah Sumber : data diolah, 2009 114

B. Hubungan Fungsional Pola Penganggaran dengan Kinerja Pembangunan

untuk Dimensi Ketimpangan Partisipasi Ekonomi Hubungan fungsional pola penganggaran dengan kinerja pembangunan untuk Indeks ketimpangan partisipasi ekonomi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis spatial durbin model. Tabel 46 menunjukkan indeks ketimpangan partisipasi ekonomi. Tabel 46. Model Spasial Kinerja Pembangunan Dimensi Ketimpangan Partisipasi Ekonomi Kpem2 Kelompok Simbol Keterangan Parameter Arah Pengaruh terhadap Kpem2 LnIdx_Kp3 Bidang Pertanian, Penanaman Modal + Nyata tidak elastis Meningkat + LnIdx_KpW4 Bidang Penanaman Modalwilayah - Nyata tidak elastis Meningkat + Instrumen daerah sendiri LnIdx_KpS3 Bidang Penanaman Modal + Nyata tidak elastis Meningkat + WILnIdx_KpW2 Bidang Permukiman, Kehutanan dan Perkebunan + Nyata tidak elastis Meningkat + Instrumen daerah terkait WiLnIdx_KpS1 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan +, Pertambangan dan Energi - Nyata tidak elastis Menurun - Sumber : hasil olah Spatial Durbin Model Keterangan : ƒ Di duga dengan regresi berganda ƒ R= .88338969 R²= .78037735 Adjusted R²= .69801885 ƒ Elastis : Parameter koefisien variabel 1,0 Kpem 2 = 2.653013 -0.918973 LnIdx_Kp3 + 0.125170 LnIdx_Kp1 + 0.277892 LnIdx_Kpem3 + 0.367217 LnIdx_Kpw4N - 0.384275 LnIdx_Kpem1n - 0.186569 LnIdx_KpS1 + 0.455305 WiLnIdx_Kpw2 - 0.488130 WiLnIdx_KpS1n Hasil analisis pola penganggaran di setiap 34 KabKota tiga propinsi yakni Bali, NTB dan NTT menunjukkan bahwa kinerja pembangunan untuk aspek produktifitas penduduk dan tingkat pengangguran secara nyata dipengaruhi oleh pola penganggaran di daerah sendiri dan tidak dipengaruhi oleh pola penganggaran daerah lain. Secara rinci hubungan antara pola penganggaran dengan kinerja pembangunan diatas adalah sebagai berikut : 1. Untuk bidang pertanian dan penanaman modal pola penganggaran didaerah sendiri terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD di bagi dengan jumlah penduduk perkapita pada masing-masing KabKota pengaruhnya positif namun 115 kecil atau tidak strategis meningkatkan produktifitas wilayah dan tingkat pengangguran Untuk bidang penanaman modal pola penganggaran didaerah sendiri terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan luas wilayah masing- masing KabKota pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis meningkatkan indeks ketimpangan partisipasi ekonomi. Gambar 35 dan kinerja penganggaran bidang perkapita KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 46. Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan indeks ketimpangan partisipasi ekonomi Kpem2 untuk penganggaran bidang perwilayah KpW4 dengan karakteristik rendah Tabel 47 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana – IPB 2009 Gambar 35. Peta Konfiguras Spasial Penganggaran Bidang Perkapita KpW4 Sumber : data diolah, 2009 116 Tabel 47. Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah KpW4 KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao Bidang Lingkungan hidup Tinggi Tipologi II Kota Bima Bidang Lingkungan hidup Sedang Tipologi III Kab. Badung, Kab. Bangli, Kab. Buleleng Kab. Gianyar, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, Kota Denpasar, Kab. Bima Kab. Dompu, Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa, Kota Mataram, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Manggarai Barat Bidang Lingkungan hidup Rendah Sumber : data diolah, 2009 2. Untuk bidang penanaman modal pola penganggaran didaerah sendiri terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan rataan penganggaran persektor masing-masing KabKota pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis meningkatkan indeks ketimpangan partisipasi ekonomi Gambar 36 dan hubungan kinerja penganggaran bidang persektor KpS3 KabKota propinsi Bali. NTB dan NTT Tabel 46 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana – IPB 2009 Gambar 36. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Persektor KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT KpS3 Sumber : data diolah, 2009 117 Tabel 48. Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Persektor KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT KpS3 Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao Bidang Penanaman Modal Tinggi Tipologi II Kota Bima Bidang Penanaman Modal Sedang Tipologi III Kab. Badung, Kab. Bangli, Kab. Buleleng Kab. Gianyar, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, Kota Denpasar, Kab. Bima Kab. Dompu, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Mataram, Kab. Sumbawa Barat , Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Manggarai Barat Bidang Penanaman Modal Rendah Sumber : data diolah, 2009 Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional indeks ketimpangan partisipasi ekonomi Kpem2 untuk penganggaran bidang per sektor KpS3 dengan karakteristik rendah Tabel 48 diatas. Sedangkan untuk pola penganggaran didaerah yang menjadi mitra dagang suatu daerah pada 34 KabKota tiga propinsi Bali, NTB dan NTT yang mempengaruhi kinerja pembangunan untuk aspek produktifitas penduduk dan tingkat pengangguran adalah sebagai berikut : 1. Terdapat suatu pola apabila penganggaran bidang permukiman, kehutanan dan perkebunan dominan didaerah-daerah mitra dagang terhadap rataan luas wilayah masing-masing daerah pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis meningkatkan produktifitas penduduk dan tingkat pengangguran didaerah sendiri Gambar 37 dan hubungan kinerja penganggaran bidang perluas wilayah KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 46. 118 Gambar 37. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perkapita KpW2 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana – IPB 2009 Sumber : data diolah, 2009 2. Terdapat suatu pola apabila penganggaran untuk bidang pendidikan dan kebudayaan dominan didaerah-daerah mitra dagang sedangkan pola penganggaran bidang pertambangan dan energi menurun terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan setiap sektor 21 sektor pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis menurunkan produktifitas penduduk dan tingkat pengangguran didaerah sendiri. Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan indeks ketimpangan partisipasi ekonomi Kpem2 untuk penganggaran bidang perluas wilayah KpW2 dengan karakteristik rendah Tabel 49 dibawah ini. 119 Tabel 49. Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Terhadap Luas Wilayah KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT KpW2 Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kota Bima Bidang Permukiman, Kehutanan dan Perkebunan Tinggi Tipologi II Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao Bidang Permukiman, Kehutanan dan Perkebunan Sedang Tipologi III Kab. Badung, Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, Kab. Jembrana Kab. Karangasem, Kab. Klungkung Kab. Tabanan, Kota Denpasar, Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa, Kota Mataram, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Manggarai Barat Bidang Permukiman, Kehutanan dan Perkebunan Rendah Sumber : data diolah, 2009 3. Sebaliknya ketika pola penganggaran bidang pertambangan dan energi dominan didaerah-daerah mitra dagang sedangkan penganggaran bidang pendidikan dan kebudayaan menurun terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan setiap sektor 21 sektor pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis meningkatkan produktifitas penduduk dan tingkat pengangguran didaerah sendiri

C. Hubungan Fungsional Pola Penganggaran dengan Kinerja Pembangunan

untuk Indeks Laju Pertumbuhan Ekonomi Hubungan fungsional pola penganggaran dengan kinerja pembangunan untuk indeks laju pertumbuhan ekonomi selanjutnya dianalisis dengan spatial durbin model. Tabel 50 menunjukkan indeks laju pertumbuhan ekonomi. 120 Tabel 50. Model Spasial Kinerja Pembangunan Dimensi Laju Pertumbuhan Ekonomi Kpem3 Kelompok Simbol Keterangan Parameter Arah Pengaruh Terhadap Kpem 3 Instrumen daerah terkait WiLnIdx_KpS1 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan +, Pertambangan dan Energi - Nyata tidak elastis Meningkat + LnIdx_KpW1 Bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, Pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian + Nyata tidak elastis Meningkat + Instrumen daerah sendiri LnIdx_Kp3 Bidang Pertanian, Penanaman Modal + Nyata tidak elastis Meningkat + Sumber : hasil olah Spatial Durbin Model, 2009 Keterangan : ƒ Di duga dengan regresi berganda ƒ R= .70393721 R²= .49552759 Adjusted R²= .30635044 ƒ Elastis : Parameter koefisien variabel 1,0 Kpem 3 = -1.23295 + 0.93851 WiLnIdx_KpS1n + 0.50905 LnIdx_Kpem2 - 0.93881 LnIdx_Kpem1 + 0.53498 LnIdx_Kpw1 + 0.64905 LnIdx_Kp3 - 0.11149 LnIdx_KpS3 - 0.74270 WiLnIdx_KpS3 - 0.37746 LnIdx_Kpw4N - 0.14230 LnIdx_Kp2 Hasil analisis pola penganggaran di 34 KabKota tiga propinsi yakni Bali, NTB dan NTT didaerah-daerah yang menjadi mitra dagang suatu daerah yang mempengaruhi kinerja pembangunan daerah sendiri untuk laju produk domestik regional bruto PDRB secara rinci adalah sebagai berikut : 1. Terdapat suatu pola ketika penganggaran untuk bidang pendidikan dan kebudayaan dominan didaerah-daerah mitra dagang sedangkan pola penganggaran bidang pertambangan dan energi menurun terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan setiap sektor 21 sektor pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis meningkatkan indeks laju pertumbuhan ekonomi PDRB didaerah sendiri Gambar 38 dan hubungan kinerja penganggaran persektor KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 50. 121 Gambar 38. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Persektor KpS1 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana – IPB 2009 Sumber : data diolah, 2009 Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan indeks laju pertumbuhan ekonomi Kpem3 untuk penganggaran bidang persektor KpS1 yang menjadi mitra dagang daerah tersebut KpS1 dengan karakteristik sedang Tabel 51 dibawah ini. Tabel 51. Hubungan Kinerja Penganggaran Persektor KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Badung Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Pertambangan dan Energi Tinggi Tipologi II Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Manggarai Barat Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Pertambangan dan Energi Sedang Tipologi III Kota Denpasar, Kota Mataram, Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Pertambangan dan Energi Rendah Sumber : data diolah, 2009 122 2. Sebaliknya ketika pola penganggaran untuk bidang pertambangan dan energi dominan didaerah-daerah mitra dagang sedangkan pola penganggaran bidang pendidikan dan kebudayaan menurun terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan setiap sektor 21 sektor pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis meningkatkan laju produk domestik regional bruto PDRB didaerah sendiri. Hasil analisis pola penganggaran di setiap 34 KabKota tiga propinsi yakni Bali, NTB dan NTT menunjukkan bahwa kinerja pembangunan untuk aspek laju produk domestik regional bruto secara nyata dipengaruhi oleh pola penganggaran di daerah sendiri dan tidak dipengaruhi oleh pola penganggaran daerah lain. Secara rinci hubungan antara pola penganggaran dengan kinerja pembangunan diatas adalah sebagai berikut : 1. Untuk penganggaran bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian di daerah sendiri terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD dibagi dengan luas wilayah masing-masing KabKota pengaruhnya positif namum kecil atau tidak strategis meningkatkan laju PDRB Gambar 39 dan hubungan kinerja penganggaran bidang perwilayah KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 50. Gambar 39. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perwilayah KpW1 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana – IPB 2009 Sumber : data diolah, 2009 123 Tabel 52. Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT KpW1 Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kota Denpasar, Kota Mataram, Bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, Pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan serta perkoperasian Tinggi Tipologi II Kab. Badung, Bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, Pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan serta perkoperasian Sedang Tipologi III Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Manggarai Barat Bidang administrasi pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, Pertanian, kepariwisataan, perindustrian dan perdagangan serta perkoperasian Rendah Sumber : diolah, 2009 2. Untuk penganggaran bidang pertanian dan penanaman modal didaerah sendiri terhadap total anggaran pendapatan belanja daerah APBD di bagi dengan jumlah penduduk perkapita pada masing-masing KabKota pengaruhnya positif namun kecil atau tidak strategis meningkatkan laju PDRB Gambar 39 dan hubungan kinerja penganggaran bidang persektor KabKota propinsi Bali, NTB dan NTT Tabel 50 124 Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Gambar 40. Peta Konfigurasi Spasial Penganggaran Bidang Perwilayah Kp3 Sumber : data diolah, 2009 Untuk konteks Kab. Sumbawa Barat hubungan fungsional pola penganggaran dengan kinerja pembangunan untuk indeks laju pertumbuhan ekonomi Kpem3 untuk penganggaran bidang persektor Kp3 dengan karakteristik rendah Tabel 53 diatas. Tabel 53. Hubungan Kinerja Penganggaran Bidang Perwilayah KabKota Propinsi Bali, NTB dan NTT Kp3 Tipologi Daerah Penciri Karakteristik Tipologi I Kab. Badung Bidang Pertanian dan penanaman modal Tinggi Tipologi II Kab. Bangli, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar Kab. Jembrana, Kab. Karangasem, Kab. Klungkung, Kab. Tabanan, Kab. Bima, Kab. Dompu, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kota Bima, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Alor, Kab. Belu, Kab. Ende Kab. Flores Timur, Kab. Kupang, Kab. Lembata, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sikka, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Manggarai Barat Bidang Pertanian dan penanaman modal Sedang Tipologi III Kota Denpasar, Kota Mataram Bidang Pertanian dan penanaman modal Rendah Sumber : data diolah, 2009 125

5.4. Analisis Isi

Dokumen yang terkait

Analisis dampak ekonomi dan sosial tambang emas dan tembaga bagi masyarakat komunal dan pembangunan wilayah Propinsi NTB (Studi kasus : Proyek Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa)

2 163 756

Pola Pertumbuwan Dan Kebiasaan Makanan Ikan Sicyopterrus Microcephalus (Gobiidae) Pada Sungai - Sungai Di Kawasan Pertambangan Emas PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) Sumbawa, Nusa Tenggara Barat

0 8 84

Analisis ekonomi dan kebijakan pengembangan tambang tembaga dan emas di kawasan hutan lindung (Studi kasus PT. Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara)

0 6 182

Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Ekonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan ke Sumberdaya Lokal Terbarukan

0 20 180

MODEL KETAHANAN PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL (STUDI KASUS PROVINSI JAWA BARAT)

0 3 2

Strategi Penguatan Program Pembangunan Bisnis Lokal PT. Newmont Nusa Tenggara Untuk Keberdayaan Pengusaha Lokal (Studi Di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat).

0 10 145

PERANAN PT NEWMONT NUSA TENGGARA TERHADAP PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

0 3 107

Magang tentang kesetan dan kesehatan kerja di PT Newmont Nusa Tenggara Jobsite Sumbawa Barat NTB a9 27

0 1 64

MODEL PEMBANGUNAN DAERAH BERKELANJUTAN MELALUI TRANSFORMASI STRUKTUR BKONOMI BERBASIS SUMBERDAYA PERTAMBANGAN KE SUMBERDAYA LOKAL TERBARUKAN (Sustainable Local Development Model by means Economic Structure Transformation from Mine Resources Basis) | Malan

0 0 9

KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI NUSA TENGGARA BARAT

0 1 24