Konseptualisasi Conceptualization
Rancangan Design
Analisis Analysis
Identifikasi Problem Penelitian Review Theory
dan Penelitian Sebelumnya Assert Research Questions
Penentuan Konteks yang relevan Spesifikasi Desain Formal
Pembuatan Dummy Tables
Pretest
Proses pengolahan data : Analisis kualitatif, Analisis Kuantitatif
atau gabungan keduanya Tetapkan Reliability
HASIL Pembangunan Protokol Pengkodean
Spesifikasikan Populasi Spesifikasi Sampling Frame
Gambar 20. Prosedur Analysis Isi content analysis Sumber : Rosylin, 2008
Analisis isi content analysis untuk keperluan penelitian ini dilakukan terhadap peraturan perundang undangan tentang mineral dari pusat hingga ke daerah penelitian
dalam konteks pembanguan berkelanjutan untuk aspek ekonomi, lingkungn dan sosial.
2.7.2. Proses Perubahan Kebijakan
Sutton 1999 menyatakan bahwa segala sesuatu yang diputuskan oleh para pembuat keputusan dianggap sebagai perwujudan pemikiran umum dan pemisahan
keputusan-keputusan tersebut dari implementasinya, padahal naskah suatu kebijakan dilahirkan oleh suatu proses yang “chaotic”. Lindayati dalam Rosylin 2008
menyatakan pengalaman di Indonesia menunjukkan bahwa pembuatan kebijakan tidak hanya didorong oleh kepentingan pemerintah; tetapi juga melibatkan proses
50
”pembelajaran” bagi pembuat kebijakan dimana gagasan kebijakan memainkan peranan utama.
Arus utama dalam pembuatan kebijakan yang berjalan saat ini disebut sebagai model liner. Model ini dikenal juga dengan model rasional atau common-sense. Urutan
pembuatan kebijakan dalam model ini adalah sebagai berikut Sutton, 1999 : 1. Mengenali dan merumuskan isu yang diperkirakan sebagai masalah.
2. Merumuskan tindakan untuk mengatasai masalah. 3. Memberi bobot terhadap alternatif tindakan dengan mengenali resiko dan hambatan
yang mungkin terjadi. 4. Memilih tindakan sebagai kebijakan yang dianggap paling tepat.
5. Pelaksanaan kebijakan. 6. Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan.
Sedangkan menurut IDS, 200 proses pembuatan kebijakan non linier mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Pembuatan kebijakan harus dipahami sebagai suatu proses politik yang sesungguhnya yaitu sesuatu yang bersifat analitis atau suatu pemecahan masalah.
Proses pembuatan kebijakan sama sekali bukan semata-mata bersifat teknis, aktivitas rasional-lah yang sering dipertahankan.
2. Pembuatan kebijakan adalah suatu proses yang kompleks dan tidak menentu, bersifat berulang-ulang dan sering juga didasarkan pada percobaan, kesempatan
belajar dari kekeliruan, dan mengambil ukuran-ukuran yang bersifat perbaikan. Oleh karena itu tidak ada keputusan atau hasil kebijakan tunggal yang optimal.
3. Selalu ada tumpang-tindih dan agenda yang berlawanan; disana mungkin tidak ada kesepakatan yang penuh antar stakeholders atas apa permasalahan kebijakan penting
yang sebenarnya. 4. Keputusan tidaklah bersifat teknis dan terpisah: nilai-nilai dan fakta-fakta saling
terjalin. Pertimbangan-pertimbangan nilai memainkan peran utama. 5. Implementasi melibatkan pertimbangan dan negosiasi oleh para pengambil
keputusan dan pelaksana keputusan memberi kesempatan untuk melakukan inovasi dan lebih dihargai.
6. Tenaga ahli teknis dan penentu kebijakan bekerja sama ‘saling membangun’ kebijakan. Kerja sama ini dikenal juga sebagai co-produksi produksi bersama
antara kebijakan dan ilmu pengetahuan. 7. Co-Produksi kebijakan dan ilmu pengetahuan sering dilakukan untuk mengurangi
ketidaktahuan dan ketidakpastian ilmiah, dimana ilmuwan berusaha melengkapi dengan memberi jawaban untuk pembuat kebijakan, dan selanjutnya didiskusikan.
51
8. Proses kebijakan meliputi beberapa perspektif atas biaya sebagai perspektif dari kemiskinan dan ketermarjinalan yang sering terabaikan.
Proses pembuatan kebijakan dapat dikembangkan dan diuraikan dalam suatu kerangka sederhana yang menghubungkan tiga tema yang saling berhubungan Gambar
21 IDS, 2006, yaitu : 1. pengetahuan dan diskursus apa yang merupakan ‘kebijakan naratif’? Bagaimana hal
tersebut dirangkai melalui ilmu pengetahuan, riset dan lain sebagainya ?; 2. para pelaku dan jaringan kerja siapa yang terlibat dan bagaimana mereka terhubung
?; dan 3. politik dan kepentingan apakah yang merupakan dasar dinamika kekuasaan ?
Diskursus Naratif
Politik Kepentingan
Pelaku Jaringan
Kerja
Gambar 21. Kerangka Hubungan Antar Aktor dalam Proses Perumusan Kebijakan Sumber : Institute of Development Studies, 2006
Sutton 1999 menjelaskan bahwa pengembangan narasi narrative development yaitu suatu keyakinan di masa lalu berisi penyederhanaan kompleksitas situasi yang
seringkali digunakan oleh pembuat kebijakan. Mereka sering menetapkan keyakinan- keyakinan tersebut sebagai kearifan di masa lalu yang sulit sekali ditinggalkan.
Keberadaan kelompok kepentingan, kekuasaan, dan kewenangan mempunyai kedudukan penting karena akan saling memberi pengaruh terhadap ’kebenaran’, asumsi, jalan
keluar, berdasarkan argumentasi dari pengalaman, literatur, atau pasal-pasal dalam peraturan-perundangan. Kelompok-kelompok tersebut menentukan cakupan atau arena
yang dibahas dalam pembuatan kebijakan. Narasi membatasi ruang untuk melakukan manuver atau membatasi ruang kebijakan policy space, yaitu kemampuan pembuat
kebijakan untuk menemukan alternatif atau pendekatan baru. Narasi dilahirkan melalui jaringan pembuat kebijakan policy coalitionnetwork dan mengembangkan
paradigmanya sendiri sehingga menjadi sangat berpengaruh.
52
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Metodologis Pendekatan Penelitian
Kerangka metodologis pendekatan penelitian dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Membangun model transformasi struktur ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat yang baru melalui skenario restrukturisasi keterkaitan antar sektor dengan simulasi
tabel Input Output IO Sumbawa Barat 2007 dengan sektor yang sama jumlah dan detilnya dengan IO interregional Nusa Tenggara Barat 2005.
2. Menganalisis potensi daerah dari sumberdaya terbarukan renewable resources
yang dapat di jadikan sumber-sumber pertumbuhan baru untuk menopang pembangunan berkelanjutan di masa mendatang dengan melakukan analisis
keunggulan komparatif wilayah. 3.
Keterkaitan antara pola penganggaran APBD dengan kinerja pembangunan pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan pengaruh spasial kinerja pembangunan
antar daerah dengan menganalisis dan memetakan a konfigurasi spasial kinerja pembangunan b konfigurasi spasial kinerja penganggaran c peran struktur
alokasi anggaran belanja dan keterkaitan antar daerah untuk optimalisasi kinerja pembangunan daerah. Peran pemerintah dalam pengalokasian anggaran sangat
menentukan bidang-bidang atau sektor-sektor mana yang harus dikembangkan di luar pertambangan untuk ditingkatkan anggarannya karena berpengaruh terhadap
kinerja pembangunan. 4.
Analisis isi peraturan perundangan dan perubahan kebijakan pertambangan kearah transformasi struktur ekonomi sebagai antisipasi habisnya pertambangan
3.2. Ruang Lingkup Materi
Tiga tahapan ruang lingkup materi untuk menjawab ketiga tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pertama, model simulasi tabel Input-Output Sumbawa Barat 2007 dengan sektor yang
sama jumlah dan detilnya dengan IO interregional Nusa Tenggara Barat 2005 dan analisis keunggulan komparatif wilayah dengan analisis location quation.
Kedua, menganalisis dan memetakan a konfigurasi spasial kinerja pembangunan b konfigurasi spasial pola penganggaran c peran struktur alokasi anggaran belanja