ii Umur tanaman bawang merah siap panen bervariasi antara 60 – 90 hari
tergantung varietasnya. Ciri – ciri tanaman bawang merah yang siap panen adalah umbi tampak besar dan beberapa daun berwarna kecoklatan. Keadaan tanah pada
saat panen diusahakan kering untuk mencegah terjadinya pembusukan umbi Sudarmanto, 2009 .
Kualitas bawang merah yang disukai pasar adalah berwarna merah atau kuning mengilap, bentuknya padat, aromanya harum saat digoreng, dan tahan
lama. Beberapa varietas unggul tanaman bawang merah yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut : bawang merah bima brebes, bawang merah
sumenep, bawang merah ampenan, bawang merah bali, bawang merah medan, bawang merah kramat 1 dan 2, bawang merah australia, bawang merah bangkok,
dan bawang merah Pilipina Sudarmanto, 2009.
2.1.1 Tinjauan Ekonomi
Peluang sekaligus tantangan baru dalam pengembangan komoditas hortikultura ke depan adalah adanya liberalisasi perdagangan. Dikatakan
memberikan peluang karena pasar komoditas tersebut akan semakin luas sejalan dengan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antarnegara. Namun,
liberalisasi perdagangan tersebut akan menimbulkan masalah jika komoditas hortikultura yang dihasilkan petani nasional tidak mampu bersaing dengan
komoditas dari negara lain sehingga pasar domestik semakin dibanjiri oleh komoditas hortikultura impor, yang pada akhirnya akan merugikan petani
nasional. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi nasional juga perlu diiringi dengan peningkatan daya saing dan efisiensi usaha komoditas hortikultura
Universitas Sumatera Utara
ii tersebut Irawan et al., 2001. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Adyana
dan Adyana dan Suryana 1996, untuk mengantisipasi permintaan pasar ke
depan kita harus bisa menciptakan : teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan menciptakan nilai
tambah serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi tersekat-sekat dan kurang
memiliki daya saing Irawan et al., 2001, yaitu : 1 tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku agribisnis, 2
terbentuknya margin ganda, sehingga ongkos produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga
sistem agribisnis berjalan tidak efisien, 3 tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sulit mendapatkan
harga pasar yang wajar. Pada sektor agribisnis hortikultura di kawasan sentra produksi hortikultura
di Jawa Tengah dan Sumatra Utara, setiap kegiatan agribisnis mulai dari pengadaan sarana produksi, produksi, hingga pengolahan dan pemasaran hasil,
serta jasa penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang berbeda Saptana et al., 2000 dan Saptana et al., 2004.
Beberapa kekhasan yang dimiliki dalam agribisnis hortikultura ada antara lain 1 usahatani yang dilakukan lebih berorientasi pasar, 2 bersifat padat
modal, 3 risiko harga relatif besar karena sifat komoditas yang cepat rusak dan 4 dalam jangka pendek harga relatif berfluktuasi Hadi et al., 2000; Irawan,
2001. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto et al. 1993 yang
Universitas Sumatera Utara
ii mengemukakan bahwa petani sayuran unggulan di sentra produksi pada saat
panen raya berada pada posisi lemah. Lebih lanjut Rachman 1997 mengungkapkan bahwa, rata-rata perubahan harga ditingkat produsen lebih
rendah dari rata-rata perubahan harga ditingkat pengecer, sehingga dapat dikatakan bahwa efek transmisi harga berjalan tidak sempurna Imperfect price
transmission. Keadaan ini menunjukkan bahwa pasar masih merupakan masalah bagi produk hortikultura.
Pada umumnya komoditi pertanian memiliki kurva penawaran yang agak inelastis. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti tanah, tenaga kerja dan
peralatan yang digunakan untuk keperluan pertanian tidak bisa dengan cepat dialihkan ke sektor non pertanian pada saat permintaan jatuh dan tidak bisa
dengan cepat dikembalikan lagi ke sektor pertanian pada saat permintaan naik. Lipsey 1995 menjelaskan bahwa perubahan harga akibat fluktuasi
produksi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan produsen. Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva
permintaan. Apabila kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif kecil. Sebaliknya, apabila kurva permintaan inelastis, maka perubahan
harga yang terjadi relatif besar. Sebagian besar produk pertanian, mempunyai permintaan inelastis. Hal ini
menyebabkan variasi harga produk pertanian yang relatif besar. Saat produksi meningkat akibat panen yang baik, harga cenderung merosot tajam. Sebaliknya
saat panen gagal, produksi merosot dan mengakibatkan harga naik dengan tajam. Hal ini mengakibatkan, penerimaan petani cenderung berubah berlawanan
arah dengan perubahan hasil panen. Bila hasil panen baik, produksi melimpah,
Universitas Sumatera Utara
ii penerimaan petani cenderung turun. Demikian sebaliknya, jika panen kurang
berhasil, penerimaan petani akan cenderung meningkat. Dalam kasus ini, terlihat bahwa kepentingan petani berlawanan dengan kepentingan konsumen. Hal ini
semakin terasa pada saat terjadi kegagalan panen di mana harga bahan makanan melonjak dan penerimaan petani meningkat tetapi konsumen dirugikan. Bila
panen berhasil, harga akan merosot tajam dan konsumen diuntungkan, sedangkan petani dirugikan karena penerimaannya turun.
Ketersediaan input produksi yang sangat mendukung besarnya produksi yang dihasilkan. Produksi yang tinggi akan sangat mempengaruhi keuntungan
yang diperoleh pengolah. Harga jual yang ditetapkan oleh pengolah bedasarkan hasil produksi dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
Semakin banyak bawang merah yang dikupas terjual dan kecilnya biaya produksi memberikan keuntungan yang besar bagi tenaga kerja dan pengusaha bawang
merah Sarwono,2003.
2.1.2. Tenaga Kerja