Sirup glukosa Sukrosa Bahan Tambahan

2.6.1 Sirup glukosa

Sirup glukosa dan high maltose syrup dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen, selai dan pengalengan buah-buahan Tjokroadikoesoemo 1986. Sirup glukosa adalah nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau enzim pada waktu, suhu dan pH tertentu. Glukosa tergolong jenis monosakarida. Monosakarida yaitu senyawa gula sederhana yang tidak mungkin diuraikan lagi menjadi molekul yang lebih kecil oleh hidrolisis. Fase cair dari permen harus memiliki konsentrasi bahan kering sebesar 75-76 berat, untuk mencegah kerusakan karena mikrobiologi. Kondisi tersebut tidak mungkin didapat dari melarutkan gula secara sendiri-sendiri. Larutan semacam ini hanya dapat diperoleh dengan mencampurkan gula sukrosa dengan gula invert, sirup glukosa dan maltosa. Bahan-bahan tersebut kecuali gula sukrosa, karena sifatnya yang dapat mencegah kristalisasi sukrosa meskipun dalam keadaan lewat jenuh, di dalam perdagangan disebut doctoring agent Tjokroadikoesoemo 1986. Kunci utama dari seni pembuatan permen dan manisan gula termasuk didalamnya selai dan jam adalah doctoring agent yang tepat dan penentuan perbandingan bersama dengan pengaturan kondisi fisik selama pengolahan yang tepat. Tujuan utama dari usaha tersebut adalah untuk menghindari terjadinya kristalisasi sukrosa sampai tingkat yang diinginkan sesuai kualitas produk akhir yang diharapkan Tjokroadikoesoemo 1986.

2.6.2 Sukrosa

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis. Penambahan sukrosa berguna untuk memberikan rasa manis, mengawetkan, meningkatkan konsentrasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan aktivitas air dari bahan olahan Buckle et al. 1987. Gula tebu atau sukrosa merupakan disakarida dari glukosa dan fruktosa. Tidak seperti pada maltosa dan laktosa, sukrosa tidak mengandung atom karbon anomer bebas, karena saling berikatan satu dengan yang lain, karena itu sukrosa merupakan gula pereduksi Muchtadi et al. 1993. Sukrosa meleleh pada suhu 160 C membentuk cairan yang jernih, yang pada pemanasan selanjutnya warnanya berangsur-angsur berubah menjadi coklat Hughes dan Bennion 1970. Gula bertindak sebagai pengawet karena Marliyati et al. 1989 : a mengurangi aktivitas air a w sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat; b meningkatkan tekanan osmofilik sehingga menyebabkan terjadinya plamolisis sel. Pengaruh konsentrasi gula pada a w bukan merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nilai a w yang sama dapat menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikororganisme Buckle et al. 1987. Produk-produk pangan berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah rusak oleh panas seperti dalam pasteurisasi atau dihambat oleh hal-hal lain. Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan a w bahan pangan dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang sama dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti selai Buckle et al. 1987. Pembuatan marshmallow menggunakan sukrosa sebagai salah satu bahan baku, karena selain dapat memberi rasa manis juga memberikan peranan dalam pembentukan gel permen. Sukrosa dapat dikombinasikan dengan monosakarida seperti glukosa atau fruktosa, untuk mencegah kristalisasi Birch dan Parker 1979. Campuran glukosa atau fruktosa dengan sukrosa akan menghasilkan tekstur yang lebih liat tetapi sifat kekerasan permen cenderung menurun Ward 1977.

2.6.3 Bahan Pelapis Permen