5. 2 Undang - Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

2. 1. 5. 2 Undang - Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Desa dipandang sebagai suatu komunitas yang mana terdiri kumpulan masyarakat yang masih memiliki ikatan yang kuat bagi masyarakat desa yang bersangkutan. Desa merupakan wilayah penunjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan terhadap kawasan perkotaan dalam berbagai bidang baik secara sosial, ekonomi, dan budaya. Desa dipandang sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan pengaturan yang ada. Terkait dengan penjelasan tersebut, beberapa aspek – aspek yang perlu dipertimbangkan untuk diterapkan di wilayah suatu desa antara lain :

a. Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diatur di dalam pasal 1 angka 12 UU 6/2014 tentang Desa sebagai upaya pengembangan masyarakat desa atas

TAHUN 2014 NOMOR 244 , TLN Nomor 5587, Pasal 12 ayat 1 – 4.

kemandirian, kesejahteraan masyarakat, peningkatan pengetahuan, kemampuan, perilaku, dan kesadaran atas suatu kebijakan program kegiatan yang diprioritaskan dan dibutuhkan masyarakat suatu desa.

b. Adanya pengaturan di tingkat desa yaitu Peraturan Desa sebagaimana diatur di dalam pasal 69 ayat (1–4) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Menurut UU tersebut, Peraturan desa terdiri atas peraturan bersama Kepala Desa dan peraturan kepala desa. Rancangan Peraturan Desa dikonsultasikan kepada masyarakat desa. Masyarakat desa memiliki hak memberikan masukan terhadap rancangan peraturan desa yang ingin dibentuk dan diberlakukan bagi

masyarakat desa itu sendiri. 26 Terkait dengan peraturan desa, mengakomodir pembangunan yang dilakukan desa dan masyarakat desa yang bersangkutan.

c. Pembangunan Desa, bahwa di desa perlu diberlakukan suatu pembangunan bagi tumbuh dan perkembangan suatu desa dan masyarakatnya. Pada

ketentuan Pasal 78 ayat 1-3 UU No. 6 tahun 2016, ditekankan mengenai tujuan dari pembangunan desa bahwa demi memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat suatu desa, sarana dan prasarana desa, pengelolaan potensi lokal dan sumber daya alam di desa. Hal tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

d. Hak & Kewajiban Desa (pasal 67 ayat 1 dan 2), Sebagaimana pada Pasal 67 ayat (1) huruf a, desa melalui aparatur pemerintahan desa, pada dasarnya

memilik hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dengan pertimbangan atas aspek-aspek penting bagi masyarakat desa seperti hak asal- usul, adat-istiadat, dan nilai sosial budaya yang ada di suatu desa. Berdasarkan ayat 2 nya UU No. 6/2014 tentang Desa, selain hak tersebut, pemerintahan desa juga memiliki kewajiban dalam hal seperti peningkatan kualitas kehidupan masyarakat desa, pemberdayaan masyarakat desa dan memberikan pelayanan publik bagi masyarakat desa. Melalui suatu peraturan desa, membentuk suatu struktur organisasi desa yang berguna mengatur bidang dan aspek yang bagi masyarakat desa. Selain hal tersebut, desa juga memiliki kewajiban dalam mengembangkan kehidupan sosial budaya dari masyarakat desa yang bersangkutan. Pemerintahan desa juga memiliki

26 Indonesia, Undang-undang No. 6 Tahun 2015, LN Nomor 7 tahun 2014, TLN Nomor 5495, Pasal 69.

kewajiban mengkoordinasi setiap masyarakat desa untuk berpartisipasi di dalam setiap pembangunan desa. 27 Masyarakat juga memiliki hak dalam

menikmati proses pembangunan desa sebagaimana diatur di dalam Pasal 68 ayat (1) Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hak dari masyarakat desa tersebut di antaranya yaitu :

a. Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;

b. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil.

c. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaankemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Selain hak tersebut, terdapat juga kewajiban yang dimiliki oleh

masyarakat desa sebagaimana diatur di dalam Pasal 68 ayat (2). Kewajiban yang melekat pada diri setiap masyarakat seperti memelihara lingkungan sekitar desa; mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa; memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa; serta berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan di tingkat desa. Upaya mendukung pembangunan desa tidak terlepas dari kertekaitan keberadaan dari aset desa.

Sebagaimana pada Pasal 76 ayat (1), beberapa aset desa yang penting diantaranya hutan milik desa, mata air dan pemandian umum yang terdapat pada desa yang bersangkutan. Hal itu terkait dengan sumber daya air yang sifatnya vital bagi masyarakat suatu desa. Maka dari itu, beberapa aset desa tersebut penting untuk dikelola oleh para pihak yang berkepentingan di desa yang bersangkutan. Adanya kepemilikan atas aset desa sebagai salah satu daya dukung dalam pembangunan suatu desa. Aset desa sebagai suatu

27 Ibid., UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, pasal 2.

potensi kekayaan yang dimiliki tiap desa. Aset-aset yang ada, dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu desa. 28

e. Pelaksanaan Pembangunan Desa (Pasal 81 ayat 2 dan 3), Pengelolaan atas aset kekayaan yang dimiliki desa tentunya termasuk dalam pelaksanaan pembangunan desa. Dalam pelaksanaannya, pembangunan masyarakat desa termasuk di dalam suatu perencanaan yang disusun oleh pemerintahan desa. Sebagaimana pada Pasal 81 ayat (2) pembangunan desa pada dasarnya melibatkan masyarakat desa dengan aspek gotong royong. Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan dengan pertimbangan aspek kearifan lokal khususnya terkait sumber daya alam bagi pembangunan desa. 29

f. Kerja Sama antar Desa (terkait dengan kearifan desa), Pembangunan desa dapat dilakukan suatu kerjasama di bidang-bidang terkait. Kerjasama tersebut terdapat 2 macam yaitu kerjasama dengan desa lain dan kerjasama dengan pihak ketiga (Pasal 91). Salah satu kerjasama yang dapat dilakukan antar desa yaitu seperti kegiatan kemasyarakatan, bidang pelayanan publik masyarakat desa, pembangunan masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa (Pasal 92 ayat (1) huruf b). Kerja sama antar-desa berawal dari hasil kesepakatan yang dimusyawarahkan bersama, untuk kemudian dimasukkan dalam bentuk peraturan desa. Melalui peraturan desa, maka menjadi suatu ketetapan hukum untuk diterapkan di desa yang bersangkutan. Hal tersebut sebagai bentuk akomodasi dalam mengatur pemenuhan kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat desa yang bersangkutan.

g. Kelembagaan masyarakat desa (Pasal 94 ayat 1-4), Partisipasi dari masyarakat desa perlu ditumbuhkan dan dikembangkan untuk terlibat di dalam pembangunan suatu wilayah pedesaan. Hal tersebut dilakukan melalui kelembagaan masyarakat desa (Pasal 94 ayat (1 – 4). Kelembagaan tersebut sebagai bentuk pemberdayaan terhadap masyarakat desa yang bersangkutan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan desa. Sebagaimana program dan kegiatan yang bersinggungan dengan masyarakat, diwajibkan menggunakan lembaga

28 Ibid., Pasal 77 ayat (1) dan (2) 29 Ibid.,Pasal 81 ayat 1 - 3 28 Ibid., Pasal 77 ayat (1) dan (2) 29 Ibid.,Pasal 81 ayat 1 - 3

h. Lembaga Adat Desa (Pasal 95 ayat (1-3), dalam hal kearifan lokal, pemerintah desa dan masyarakat desa dapat membentuk suatu lembaga adat. Lembaga adat tersebut berfungsi dalam menjalankan adat istiadat dan struktur lembaga asli yang sudah ada di desa yang bersangkutan. Dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan desa, salah satu hal yang penting bagi masyarakat desa yaitu perlu mendapatkan jaminan dan perlindungan atas akses air bersih serta pemberdayaan dalam mewujudkan masyarakat desa yang berkecukupan dan sejahtera. Maka dari itu, diperlukan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan yang berkelanjutan di desa yang bersangkutan. Masyarakat perlu dilibatkan dalam suatu musyawarah desa. Sebagaimana diatur pada Pasal 54 ayat (1), musyawarah desa diadakan untuk membahas dan mencari solusi bersama terhadap isu persoalan mendasar atas akses air yang dihadapi masyarakat desa. Musyawarah desa dilakukan dengan menghadirkan pihak-pihak berkepentingan seperti pemerintah desa, badan permusyawaratan desa dan wakil-wakil dari masyarakat desa sehingga dapat mensinkronkan segala urusan dan kepentingan bersama. Segala urusan dan kepentingan bersama atas permasalahan akses terhadap sumber daya air dibahas seluruhnya di dalam musyawarah desa. Terkait persoalan yang dibahas, hasil dari musyawarah desa diperlukan

mengingat sifatnya strategis yang meliputi beberapa hal penting yaitu penataan desa, perencanaan desa, rencana pembangunan bagi desa. 30 Hasil dari

musyawarah desa tersebut dapat dijadikan sebagai proses awal dari mewujudkan kebijakan sumber daya air di wilayah suatu desa. Keberadaan pengaturan sebagai upaya dalam mengatur dan menjamin usaha-usaha yang dilakukan dalam pendayagunaan atas sumber daya air. Hal itu berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Terkait pengelolaan air, pengaturan tingkat desa pada dasarnya memiliki tujuan antara lain meningkatkan partisipasi masyarakat desa terkait

30 Indonesia, Undang-undang Desa, UU No. 6 Tahun 2014, LN No. 7 Tahun 2014, TLN No. 5495., Pasal 54 ayat 2.

mengembangkan potensi dan aset desa untuk mencapai kesejahteraan bersama, terbentuknya pemerintahan desa yang profesional, terbuka, dan bertanggung jawab dalam melayani kebutuhan bagi masyarakat desa, serta memajukan dan membentuk ketahanan masyarakat desa. Pemerintah desa memiliki tanggung jawab mewujudkan tujuan desa melalui pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan tetap mempertimbangkan prakarsa masyarakat khususnya terkait persoalan sumber daya air yang di hadapi masyarakat desa yang bersangkutan.

Terkait dengan lingkup hak, masyarakat desa mempunyai hak antara lain mendapatkan informasi dari pemerintah desa, melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa, memperoleh pelayanan publik yang sama dan adil serta menyampaikan aspirasi dan pendapat baik secara lisan atau tertulis kepada pihak penyelenggaraan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa. Masyarakat desa juga berkewajiban dalam beberapa hal diantaranya ikut serta dalam pembangunan desa, memelihara lingkungan desa, partisipasi di dalam pelaksanaan pembangunan desa, ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat desa yang baik dan memelihara serta mengembangkan nilai mufakat, kekeluargaan, dan kegotong-royongan di desa yang bersangkutan. 31 Pemenuhan dan kebutuhan sumber daya air memerlukan suatu dukungan baik. Hal itu perlu dilaksanakan sebagai tujuan atas peningkatan kesejahteraan dari masyarakat. Hal itu dimulai dari adanya tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan khususnya dari pihak masyarakat desa. Tahapan itu didasari dengan aspek-aspek seperti kebersamaan, kekeluargaan dan kegotong- royongan dalam mewujudkan keadilan sosial. Dalam prakteknya, masyarakat belum diberdayakan di dalam pengelolaan air di Kota Kecamatan Natal fungsi pengawasan dari pemerintahan maupun masyarakat Natal yang tidak berjalan dengan baik. Adanya prinsip dalam menjalankan otonomi daerah masih belum diterapkan dengan benar mengingat Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal masih belum memperhatikan aspek pembangunan sektor SDA terhadap masyarakat di Kota Kecamatan Natal.

31 Ibid., pasal 68 ayat 2.

2.1.6 Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013

terhadap Peraturan Pemerintah terkait Sumber Daya Air

Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 yang membatalkan pemberlakuan dari UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan yang berada dibawah UU tentang Sumber Daya (SDA) pun ikut dibatalkan. Sebagaimana yang terdapat di putusan MK tersebut, peraturan-peraturan tersebut antara lain :

a. Peraturan Pemerintah 32 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

b. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai

c. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

d. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Air

e. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

f. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2013 tentang Rawa

g. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM. Pembatalan UU tentang SDA melalui Putusan Mahkamah Konstitusi

Pembatalan UU 7/2004 Tentang SDA yang kemudian mendorong pemerintah mengambil langkah dengan mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai langkah untuk mengatur bidang SDA. Terkait pembatalan UU SDA tersebut, Pemerintah mengeluarkan dua RPP yaitu RPP tentang Pengusahaan Sumber Daya Air dan RPP tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum serta Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai langkah lebih lanjut sebagai dampak pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang SDA beserta peraturan – peraturan yang mengacu terhadap UU tentang SDA tersebut.