UNIVERSITAS INDONESIA HAK ASASI ATAS AKS (1)

UNIVERSITAS INDONESIA HAK ASASI ATAS AKSES AIR PADA MASYARAKAT DI KOTA KECAMATAN NATAL DI KABUPATEN MANDAILING NATAL - PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

ANDRA

1106072261

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

DEPOK

OKTOBER 2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Kuasa dan Esa karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi sebagai bentuk syarat utama dalam meraih gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak selama masa perkuliahan dan masa penulisan skripsi ini, sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan kewajiban saya untuk menulis skripsi ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

a. Ibu Dr. Raden Ismala Dewi S.H. M.H. dan Ibu Antarin Prasanthi Sigit S.H., M.Si. atas bimbingan dan ilmu yang diberikan baik di bidang hukum dan kehidupan secara umum serta kasih sayangnya terhadap penulis sehingga penulis lebih bersemangat dalam penyelesaian studi ini.

b. Pimpinan dan seluruh Staf Pengajar PK VII Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan moral kepada penulis.

c. Ibu Wirdyaningsih S.H. M.H. selaku pembimbing Akademik yang telah sabar memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

d. Pimpinan FHUI, Pak Dekan Prof. Dr. Topo Santoso S.H., M.H., Ibu Wakil Dekan I Ibu Dr. Ratih Lestarini S.H., M.H., serta Staf Pengajar dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang memberikan ilmu-

ilmunya bagi penulis dan membantu kelancaran studi penulis.

e. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua khususnya Mama (Zuriannur), Papa (Rifla Anwar), dan Nabila Rininta (Adik) yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungannya sebagai orang tua dari

penulis. Kemudian ada keluarga di Jakarta khususnya Ilham Abla (Bapak), Budi Tutuko (Pak De), Emila Anwar (Mami), Erwina Tutuko, Giry Ilham, Gary Ilham, Gabrilla Ilham, Nalindra Tutuko, Sasha Tutuko dan anggota keluarga lainnya yang tak hentinya memberikan bantuan, dorongan dan nasihat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

f. Sahabat – sahabat dari Masa SMA di SMAN 3 Medan, Fauzya, Kartika Putri Rianda Siregar, Sheila Nanda Karina, Nuzri Rahmat Al Qabri, Muhammad Faizal, Fhikry Ahmad, Nasrina, Kahfi Aulia, yang telah bersedia memberikan dorongan dan semangat kepada Penulis. Hail SMANTIG.

g. Sahabat-sahabat dan Rekan – rekan penulis di FHUI dan Universitas khususnya bagi Nabila , Endah Kartika Lestari, Kelly (yang membantu penulis di waktu – waktu yang kritis), Desy Septiani, Fathoni Asyrof, Jefri,

Ichsan Suryo, Rahmat Indera Satrya, Hammam Rafi Prayoga, Arief, Gusti

Rahayu, Fahmy Yusuf, Shanaz Makrufa, Gangsar Luthfi Wicaksana, Rizky Touristy serta rekan – rekan lainnya yang tidak dapat disebut satu – persatu yang telah memberikan semangat, dorongan dan menyumbangkan pemikirannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

h. Sahabat – sahabat dan Rekan – rekan Ikatan Mahasiswa Muslim Medan UI (IMMM-UI) yang telah menjadi keluarga selama di perantauan ini. Bang Ednaz (Mantan Ketua yang legendaris), Kak Ayang (Mantan Ketua Divisi Informasi UI GTM 2016), Rafiq Muhammad Daulay (Mantan Ketua IMMM UI 2013) serta teman – teman di IMMM. Mohon maaf sebesar – besarnya apabila penulis jarang bergabung di kegiatan –kegiatan yang di adakan oleh IMMM UI.

i. Para Narasumber yang bersedia untuk diwawancarai, bertukar pikiran dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini mulai dari Bang

Awaluddin (Staf Bappeda Kabupaten Mandailing Natal), Pak Abu Hanifah (Kepala Bappeda Kabupaten Mandailing Natal), Pak Astiono dan Mbak Febby (Staf BBWS II), Datuk Asrul (Kepala Desa Setia Karya, Natal), Ibu Asnimar (Sekretaris Camat Natal).

Pada akhir kata, penulis menyadari masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Atas hal itu, penulis terbuka menerima masukan, saran serta kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Penulis berharap melalui pemikiran ini dapat berkontribusi dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuan.

Depok, 27 Oktober 2016

Andra

Program Studi

Ilmu Hukum

Judul

HAK ASASI ATAS AKSES AIR PADA MASYARAKAT DI KOTA KECAMATAN NATAL KABUPATEN MANDAILING NATAL - PROVINSI SUMATERA UTARA

Hak asasi atas akses air menjadi hak mendasar untuk dapat hidup bagi setiap orang. Oleh karena itu, kebutuhan akan air sangat vital. Hal itu terkait air sebagai unsur penting bagi keberlangsungan hidup setiap orang di dalam suatu masyarakat. Maka dari itu, diperlukan suatu landasan pengaturan terkait kepastian di dalam pemenuhan hak asasi atas akses air. Pengaturan tentang air di Indonesia kembali pada Undang – undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang diberlakukan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PU-XII/2013. Putusan tersebut membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (LNRI 2004-32; TLNRI 4377). Pembatalan itu adalah terkait penafsiran berbeda atas pelaksanaan hak atas air. Dengan demikian terjadi perubahan fungsi sosial air yang lebih menekankan hak guna usaha atas air yang dijalankan oleh pihak swasta dibandingkan dengan hak guna pakai air bagi masyarakat. Di samping itu, adanya pergeseran peran pemerintah dalam menyediakan air bagi masyarakat. Namun ke semua hal itu dalam kenyataannya belum dapat mengatasi persoalan mendasar yang dihadapi oleh masyarakat terkait akses mereka atas air, khususnya di Kota Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana air tetap saja terbatas. Begitu pula pemberdayaan masyarakat terkait masyarakat terkait pengelolaan sumber daya air. Pelaksanaan dari berbagai perencanaan yang dibuat oleh pemerintah juga belum dapat mensejahterahkan masyarakat di Natal. Hal itu bahkan berpotensi memunculkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumber daya air di antara masyarakat sekitar dan pelaku usaha. Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persoalan pemenuhan hak akses air bagi masyarakat di Natal seperti tidak meratanya distribusi air terakit saluran akses air dari sumber air yang ada beberapa rumah masyarakat. Sarana dan prasarana sumber daya air masih minim dalam memenuhi akses masyarakat atas air di Natal. Di samping itu pemberdayaan masyarakat masih lemah di mana sebagian masyarakat di Natal belum memiliki pemahaman apa yang menjadi haknya dalam akses terhadap air. Terkait landasan pengaturan, Kabupaten Mandailing Natal masih belum memiliki peraturan daerah yang mengatur terkait sektor sumber daya air. Upaya – upaya pemerintah daerah terkait kewajiban terhadap pelaksanaan atas perencanaan pembangunan akses air masih belum dijalankan dengan baik. Selain itu, dikaji bagaimana landasan pengaturan atau hukum dan upaya – upaya pemerintah daerah dalam memenuhi hak asasi atas akses air khususnya bagi masyarakat di kota kecamatan Natal.

Kata kunci : hak asasi atas akses air, fungsi sosial air, landasan hukum,

pengelolaan dan pemanfaatan air, pemberdayaan.

Study Program

Law, Society, and Development Title

Rights of Access to Water on Society in Natal District Town Mandailing Natal Regency – Province of North Sumatera

Rights of access of water into the fundamental right to be able to live for everyone. Therefore, the need for water is vital. This is related to water as an essential element for the survival of everyone in a community. Therefore, we need

a foundation of certainty in the regulations related to the fulfillment of rights of access to water. The arrangement of the water in Indonesia returned to the Act No. 11/1974 on Irrigation imposed by the Constitutional Court Decision No. 85 / PU-

XII / 2013 that withdrawal the Act No. 7/2004 on Water Resources (LNRI 2004- 32; TLNRI 4377). Withdrawal because of different interpretations related to the implementation right to water. Thus a change in the social function of water is more emphasis on the right to cultivate the water run by the private water right run by private than the right to use water for the community. In addition, the shift in the role of government in providing water for the community. But to all of it in fact it cannot to resolve the basic problems faced by the peoples related to their access to water, especially in the Town District of Natal, Mandailing Natal, North Sumatra Province. In other side, public infrastructures for support access to the water remains limited. Similarly, there no community development related to water resources management. Implementation of the various plans made by the government is not yet able to prosper the community at Natal District City. It even has the potential to create a conflict of interest in the utilization of water resources between local peoples and private. This study research is intended to determine how the issue of the fulfillment of rights to access for water in the peoples such as the Town District of Natal uneven distribution of water connection via assembled of water drains from water sources for peoples houses. Meanwhile, existing water sources in Natal are shared by the community. Supporting elements in the form of infrastructure of water resources is still minimal of access water for peoples in Natal. In other side, the empowerment of people still weak where most peoples in Natal did not have an understanding of what they are entitled for access to water. Mandailing Natal Regency still has no local regulations level related to water resources sector. Efforts made by local government authorities, and obligations related to the implementation of planning the construction of water access are still not well executed in the field. In addition, it was studied how the legal foundation, legal arrangements and efforts by Local Government of Mandailing Natal in fulfill for rights of access to water especially for people in the Town District of Natal.

Keywords : right to water access, right to water, legal foundations, social function of water, management and utilization of water sources, empowerment

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan komponen utama dan kebutuhan dasar yang sangat vital bagi kelangsungan kehidupan manusia. Peradaban masyarakat tidak dilepaskan dari keberadaan air. Jumlah air bersih hanya sekitar 3 Persen dari total keseluruhan air di muka bumi. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan makin terbatasnya keberadaan sumber air yang memadai, menandakan kompetisi atas akses air semakin meningkat pula. Di samping itu, keadaan sarana dan prasarana akses atas air yang ada juga masih terbatas. Semuanya ini menjadi persoalan dan tantangan bagi masyarakat dalam mengakses kebutuhannya atas air. Terkait hambatan - hambatan tersebut, landasan hukum dan peran dari negara baik dari pemerintah maupun pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan akses atas air yang dihadapi oleh masyarakat.

Berdasarkan proyeksi UNDP, ketersediaan sumber air yang memadai semakin terbatas dan menjadi suatu tantangan bagi masyarakat dunia pada tahun - tahun mendatang dikarenakan beberapa faktor seperti kenaikan populasi penduduk, perubahan iklim yang berdampak pada keandalan sumber air, dan menurunnya kualitas air karena buangan dari limbah terutama dari industri, dan

terbatasnya sarana dan prasarana untuk mengimbanginya. 1 Hal itu menimbulkan peningkatan risiko terjadinya konflik tentang akses atas air baik diantara

masyarakat maupun masyarakat dengan pihak pelaku usaha. Air yang terdapat di daerah aliran sungai (DAS) merupakan salah satu komponen utama pembentuk ekosistem maupun sebagai penyangga ekosistem 2 . Terkait hal tersebut, terdapat

UNDP, Water Governance for Poverty Reduction: Key Issues and the UNDP Response to Millenium Development Goals Chapter 1, Page 3. “Oleh UNDP yang menyatakan suplai atas sumber air bersih diproyeksikan akan mengalami krisis menjelang pada tahun 2050 ...”

2 Ibid., Hal 98.

lima pilar utama di dalam pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yaitu 3 a) Ketersediaan air dan kondisi SDA, b) Sarana dan prasarana SDA, c) Pengelolaan

SDA, d) Institusi Pengelola SDA, dan e) Manusia sebagai pelaku terkait Tata Kelola SDA.

Kelima pilar pengelolaan DAS tersebut sangat penting untuk dibangun karena dampak positif bagi manusia dan lingkungannya. Selain hal itu, penting untuk diterapkan asas tata pemerintah yang baik (Good Governance) sebagaimana tertuang di dalam prinsip Integrated Water Resources Management (IWRM). Prinsip IWRM tersebut digunakan untuk penerapan terhadap para pihak di dalam pengelolaan sumber daya air. Oleh karena itu, perlu suatu landasan pengaturan dalam mengatur penerapan prinsip di dalam IWRM dan tata kelola air yang baik tersebut.

Landasan hukum sebagai suatu jaminan dan perlindungan akses air bagi masyarakat yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan hak mendasar bagi setiap warga negara salah satunya hak asasi atas air. Hal tersebut sebagaimana terdapat pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan pasal ini merupakan landasan yuridis atas pelaksanaan hak menguasai dari negara.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013 yang membatalkan Undang – Undang (UU) No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan mengembalikan pengaturan tentang sumber daya air ke UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Salah satu alasan mendasar dibatalkannya UU No.

7 Tahun 2004 tentang SDA adalah pemberlakuan UU tersebut mengakibatkan pergeseran fungsi sosial atas air yang lebih mengarah pada fungsi ekonomi atau komersialnya.

Pada dasarnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sumber daya air menekankan fungsi sosial dari air dalam pemenuhan kebutuhan atas air dan manfaatnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. 4 Dalam

3 Gunawan Jusuf, Blue Gold: Emas Biru Sumber Nyawa Kehidupan, Cet. I, (Jakarta: Bina Nusantara, November 2015) Hal 93.

4 Mahkamah Konstitusi, Putusan MK No 85/PUU-XII/2013. “Adanya Putusan MK No 4 Mahkamah Konstitusi, Putusan MK No 85/PUU-XII/2013. “Adanya Putusan MK No

a. Menyusun perencanaan teknis pengaturan atas sumber daya air (SDA).

b. Pengaturan terhadap Pengusahaan atas Air.

c. Pemanfaatan dan Pengawasan atas air

d. Mengelola dan mengembangkan terhadap sarana prasarana sumber daya air.

Dalam pelaksanaannya, disusun sebuah rencana pembangunan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) untuk diberlakukan dalam skala nasional di Indonesia. Salah satu sektor/bidang yang masuk di dalam RPJMN tersebut adalah bidang SDA terkait pembangunan sarana dan prasarana SDA daerah-daerah yang berada di Indonesia. Adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menargetkan seluruh masyarakat di wilayah Indonesia dapat mengakses air bersih yang sebagian besar berasal dari jaringan distribusi pelayanan air yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) misalnya seperti Perusahaan Jasa Tirta (PJT) yang bertanggung jawab pada prioritas skala nasional atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada tingkat operasional daerah misalnya melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pemerintah Indonesia menetapkan target

di dalam RPJMN 2015-2019 untuk mencapai angka 100 persen untuk kebutuhan mendasar seperti akses untuk air minum dan air untuk rumah tangga di seluruh

wilayah Indonesia. 5 Wilayah Provinsi Sumatera Utara (2014) memiliki persentase target yang

terdiri atas akses fasilitas sendiri sebesar 64,17 persen, fasilitas bersama 5,60 persen, fasilitas umum 6,44 persen, serta yang tidak memiliki fasilitas akses sebesar 23,79 persen. Persentase tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat yang belum memiliki akses yang mencukupi atas air guna memenuhi kebutuhan mendasar seperti air minum, air bagi kebutuhan rumah tangga serta sanitasi. 6

85/PUU-XII/2013 terkait Pembatalan Undang - undang No. 7 Tahun 2004 tentang sumber Daya Air yang kembali memberlakukan Undang-undang NO. 11 Tahun 1974‖.

5 Koran Kompas, edisi 21 April 2015 No. 286/Tahun ke 50. “Diskusi air dan Ekosistem (2): Mimpi Besar Akses 100 Persen”, Hal 15.

6 Badan Pusat Statistik, Persentase Akses air Rumah Tangga menurut Provinsi dan

Kondisi geografis Kota Kecamatan Natal yang berbatasan langsung dengan garis pantai wilayah Samudra Hindia. Hal tersebut menjadi sebab air terancam menjadi kondisi payau sebagai akibat percampuran antara air tawar dan air asin. Hal tersebut menimbulkan ketidaklayakan atas air yang di manfaatkan oleh masyarakat Kota Kecamatan Natal untuk kebutuhan hidup sehari - hari. Terkait dengan penjelasan sebelumnya, kehidupan sehari – hari masyarakat di Kota Kecamatan Natal tidak terlepas dari unsur air. Kebutuhan vital masyarakat atas akses air pada dasarnya memerlukan hal-hal yang penting seperti sarana dan prasarana akses air berupa sambungan jaringan saluran untuk distribusi air yang memadai bagi masyarakat di Natal. Sarana dan prasarana akses air tersebut sebagai suatu fasilitas penopang kebutuhan akses air bagi masyarakat di Kota Kecamatan Natal. Oleh karena itu, penanganan tindak lanjut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal perlu dikarenakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah menyangkut pembentukan perda dan pemberdayaan masyarakat di daerah Kabupaten Mandailing Natal.

Selain pembangunan atas sarana dan prasarana akses air, hal yang perlu dijadikan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal adalah aspek pemberdayaan masyarakat pedesaan yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Sebagaimana ditekankan di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa pemberdayaan masyarakat desa sebagai suatu kelembagaan sosial yang penting untuk diterapkan bagi masyarakat daerah pedesaan. Pemberdayaan tersebut melibatkan pemangku kepentingan yang ada seperti aparatur pemerintah desa, masyarakat daerah setempat dan pelaku usaha terkait dengan pemenuhan akses atas air bagi masyarakat daerah. Hal tersebut memerlukan suatu peraturan daerah (Perda) sebagai bentuk pengaturan terhadap pelaksanaan kebijakan khususnya pemerintah daerah, peningkatan peran-serta masyarakat desa di dalam pembangunan dan pengelolaan SDA di daerah. Peraturan Daerah (Perda) merupakan bentuk pengaturan yang mengakomodir pemenuhan kebutuhan strategis dalam mencapai tujuan pembangunan akses air di daerah yang bersangkkutan. Di samping itu, perda sebagai suatu bentuk landasan pengaturan terhadap kebijakan dari pemerintah daerah dalam melaksanakan

Fasilitas Tempat Air Buang Besar, Tahun 2014, Hal 1.

otonomi daerah yang diperluas dan bertanggungjawab, penyaluran aspirasi masyarakat daerah, alat transformasi perubahan daerah serta harmonisasi berbagai kepentingan di daerah.

Adanya pengusahaan air dengan kekuatan modal yang di jalankan oleh pihak pengusaha di Kota Kecamatan Natal, semakin mengancam masyarakat Natal mengakses air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu,pengaturan air di tingkat perda belum ada mengatur tentang SDA di Mandailing Natal sehingga aturan yang digunakan mengacu pada peraturan daerah tingkat Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut menimbulkan persoalan yang menyebabkan kurangnya diakomodirnya persoalan air yang dihadapi masyarakat di Kota Kecamatan Natal.

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, pengelolaan SDA di Kota Kecamatan Natal menyangkut hal yaitu Tata Kelola Air (Water Governance) di Kabupaten Mandailing Natal dengan adanya pengelolaan SDA khususnya di wilayah Kota Kecamatan Natal. Tata kelola air beberapa di antaranya yaitu integritas pelaku pengelolaan SDA, manajemen konflik terkait pengelolaan, pemanfaatan SDA dan kerusakan lingkungan SDA yang diterapkan pada pengelolaan SDA. Hal tersebut mengingat pentingnya suatu tata kelola air untuk diterapkan pada pelaksanaan atas pemenuhan kebutuhan atas air bagi masyarakat di Natal. Di samping hal tersebut, pentingnya kehadiran dari lembaga masyarakat desa yang menumbuhkan kesadaran atas pengetahuan mengenai pengelolaan air yang baik bagi pihak – pihak yang berkepentingan di Natal. Maka dari itu, peran utama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Mandailing Natal.

Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal pada dasarnya memiliki wewenang dan tanggung jawab terhadap masyarakat bagi SDA di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Di samping hal tersebut, diperlukan suatu pengetahuan dasar dan teknologi yang dimiliki oleh pihak – pihak yang berkepentingan aparatur pemerintahan desa setempat dan masyarakat Natal terkait pengelolaan SDA di wilayah Kota Kecamatan Natal. Hal tersebut menunjukkan bahwa persoalan akses air yang menyangkut aspek integritas pelaku pengelolaan

SDA, konflik di dalam pendayagunaan SDA serta ancaman pencemaran terhadap sumber-sumber air yang ada di Kota Kecamatan Natal.

Dalam hal mengetahui dan memahami persoalan mengenai hak asasi atas akses air pada masyarakat di Natal perlu dilakukan kajian yuridis baik dari sisi normatif maupun empiris mulai dari tingkat konstitusi hingga tingkat peraturan daerah (Perda) yang hak asasi atas akses air. Selain itu perlu pula dikaji permasalahan di lapangan mengenai persoalan sarana dan prasarana di Natal; peran pihak – pihak yang berkepentingan yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan pemangku kepentingan lain di dalam pemenuhan akses atas air. Berdasarkan uraian di atas dirasakan perlu untuk dilakukan penelitian mengenai hak asasi atas akses air pada masyarakat di Natal yang berjudul “HAK ASASI ATAS AKSES AIR PADA MASYARAKAT NATAL DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA .”

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan permasalahan terkait hak asasi atas akses air yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan atas pemenuhan kebutuhan air masyarakat di Natal ?

2. Bagaimana persoalan akses terhadap air yang ada di masyarakat Natal dalam memenuhi kebutuhan dasarnya atas air ?

3. Upaya-upaya apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan akses atas kebutuhan air di masyarakat Natal ?

1.3 Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian terhadap permasalahan Hak Asasi atas Air,

penulis ingin memaparkan tujuan dari penelitian antara lain :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaturan sumber daya air terkait pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat air, baik secara Nasional maupun pada tingkat daerah, di wilayah Kota Kecamatan Natal.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan akses masyarakat Kota Kecamatan Natal dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya atas air.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya-upaya apakah yang dapat dilakukan terhadap permasalahan akses air pada masyarakat di Kota Kecamatan Natal tersebut.

1.4 Kerangka Konsep

1.4.1 Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang mendasar dan melekat pada diri setiap manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, pelaksanaan HAM perlu diatur terkait aspek perlindungan, penghormatan, dan tidak boleh diabaikan oleh setiap negara dari setiap anggota masyarakat. 7 Negara memiliki kewajiban untuk mengakui dan menjunjung tinggi HAM sebagai suatu hak mendasar yang melekat pada setiap warga negaranya. Hal tersebut dilakukan melalui tindakan perlindungan, dihormati, dan ditegakkan khususnya dalam hal pemenuhan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. 8

Dalam permasalahan air, HAM dipandang sebagai hak untuk hidup yang menopang keberlangsungan kehidupan bagi setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan setiap masyarakat. Peningkatan kualitas kehidupan seseorang perlu didukung oleh keadaan lingkungan yang sehat sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara layak. HAM merupakan bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap martabat setiap orang terkait dengan hak – hak yang diakui di dalam Deklarasi Universal HAM 1948 yang mana hak asasi manusia sebagai suatu bentuk pengakuan terhadap hak setiap orang untuk mencapai standar hidup yang standar dan layak. 9

Hak asasi Manusia di Indonesia diakui dan diatur dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) dan (2) yang menegaskan setiap orang untuk mendapatkan hak hidup sejahtera dan kesempatan yang sama dalam mendapat persamaan dan keadilan dan Pasal 28I ayat (4) yang menegaskan adanya aspek jaminan dan perlindungan sebagai bentuk dari tanggung jawab negara dalam pemenuhan HAM bagi setiap warga negara. Selain UUD 1945, mekanisme pengaturan HAM diatur

7 Huruf b Pertimbangan Undang-undang RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 8 Ibid., Pasal 2.

9 https://www.humanrights.gov.au/human-rights-explained-fact-sheet-1-defining-human- rights, diakses 21 Juni 2016.

di dalam Undang - Undang yaitu UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur asas – asas dan aspek mendasar dari HAM khususnya pemberlakuan HAM di Indonesia.

Keterkaitan pengakuan HAM di tingkat global, pihak Indonesia kemudian menindaklanjuti dengan meratifikasi beberapa Kovenan-Kovenan internasional terkait hak asasi manusia diantaranya International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Hal itu menunjukkan pentingnya substansi HAM diatur lebih lanjut di dalam peraturan – peraturan di Indonesia.

1.4.2 Hak Asasi Atas Air

Berdasarkan sisi historis, terdapat doktrin – doktrin yang melatarbelakangi hak akses atas air yaitu Doktrin Appropriation dan Doktrin Riparian. Berdasarkan doktrin Riparian (Riparian Doctrine) yang berasal dari kata latin Ripa yang artinya pinggiran yang masuk. Doktrin ini berkembang didalam Kode Justinian

( The Justinian Code yang dikenal juga dengan Corpus Juris Civilis ) pada awal abad ke 16 di mana terdapat suatu kerangka hukum atas alokasi air pada seluruh wilayah Kekaisaran Romawi pada waktu itu. Melalui Doktrin Riparian menyatakan bahwa air yang berada di sebuah sungai termasuk dalam kepemilikan publik yang digunakan untuk kepentingan publik seperti aktivitas dan kepentingan bidang navigasi dan perkapalan. Maka dari itu, pada dasarnya, air tersebut tidak dapat dikontrol secara individual. Namun memasuki kurun waktu saat ini, pada prakteknya terdapat pembagian hak atas air dan menekankan pentingnya pengaturan terhadap akses atas air. 10 Pemenuhan hak asasi atas air terkait dengan beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain 11 :

a. Faktor mencukupi, bahwa jumlah air yang harus tersedia sesuai dengan pedoman internasional.

b. Faktor aman, bahwa air yang digunakan untuk keperluan pribadi dan rumah tangga harus aman, terutama secara kualitas.

10 Principles of Water Resources: History, Development, Management, and Policy, Chapter

8, Ancient Water Allocation Code, Hal 213.

11 Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air, http://www.kruha.org/page/id/dinamic_detil/13/70/Hak_atas_Air/Apa_itu_Hak_Atas_Air.html,

diakses pada 5 Mei 2016.

c. Faktor keterjangkauan secara fisik bahwa air harus berada dalam jangkauan fisik yang memadai, di dalam atau di dekat rumah, sekolah, atau pun ditempat lainnya medis.

d. Faktor keterjangkauan secara finansial tanpa harus mengurangi kemampuan orang tersebut untuk membeli barang-barang pokok lainnya. Hal tersebut memperlihatkan kebutuhan masyarakat atas air disediakan secara cuma-cuma.

Sedangkan variasi doktrin lainnya yaitu Doktrin Hak Appropriation (Appropriation Rights) yang berkembang pertama kali di wilayah bagian barat Amerika Serikat, merupakan suatu kepemilikan hak atas air oleh pihak yang paling pertama (first in time-first in right) mengambil air yang ada di sumber air yang tersedia, kemudian dimanfaatkan untuk keperluan strategis seperti kebutuhan air minum, keperluan rumah tangga, pertanian dan industri. Berdasarkan doktrin Appropriation tersebut, adanya hak pendayagunaan air oleh pihak yang lain setelah pemanfaatan pengguna air yang pertama (first user). Namun yang patut dipertimbangkan bahwa pemanfaatan air oleh pemanfaat lainnya tidak boleh melanggar hak akses air pengguna yang pertama. Pengguna lainnya tidak dapat mengubah aliran air khususnya yang berada di daerah aliran sungai (DAS) yang menyebabkan akses air bagi pemegang hak terkait doktrin appropriation lainnya menjadi terganggu.

Dalam hal Doktrin Appropriation terdapat 4 aspek penting di antara nya adalah niat (intent), pengalihan (diversion), penggunaan bermanfaat (beneficial use) dan prioritas (priority). Pada praktiknya, doktrin Appropriation tersebut berupa kepemilikan pribadi atas suatu daerah aliran sungai (DAS) oleh pemegang hak Appropriation yang berhak melakukan pengalihan atas DAS tertentu. Oleh karena itu, hak Appropriation lebih memiliki sifat individual karena penguasaannya dapat dimiliki oleh individu. Hal itu tergambarkan pada penguasaan secara fisik oleh pemegang hak Appropriation yang memiliki tanah berbatasan dengan DAS tersebut. Dengan Demikian, Hak Appropriation ini menekankan aspek penguasaan fisik atas DAS tertentu dan pemanfaatan strategis dari air. Oleh karena itu, hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan Dalam hal Doktrin Appropriation terdapat 4 aspek penting di antara nya adalah niat (intent), pengalihan (diversion), penggunaan bermanfaat (beneficial use) dan prioritas (priority). Pada praktiknya, doktrin Appropriation tersebut berupa kepemilikan pribadi atas suatu daerah aliran sungai (DAS) oleh pemegang hak Appropriation yang berhak melakukan pengalihan atas DAS tertentu. Oleh karena itu, hak Appropriation lebih memiliki sifat individual karena penguasaannya dapat dimiliki oleh individu. Hal itu tergambarkan pada penguasaan secara fisik oleh pemegang hak Appropriation yang memiliki tanah berbatasan dengan DAS tersebut. Dengan Demikian, Hak Appropriation ini menekankan aspek penguasaan fisik atas DAS tertentu dan pemanfaatan strategis dari air. Oleh karena itu, hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

tersebut diatur di dalam suatu mekanisme pengaturan dalam menjamin dan melindungi penggunaan aliran air sungai untuk kepentingan publikkhususnya bagi masyarakat . Hal tersebut diperlukan untuk mempertahankan perbedaan yang jelas antara penggunaan individual (usufructuary) dan penggunaan konsumtif. 13

Dalam konteks nasional di Indonesia, pemenuhan Hak Asasi atas Akses Air bagi masyarakat memiliki landasan pengaturan yang paling mendasar salah satunya diatur dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang mana negara memiliki tanggung jawab dalam aspek perlindungan dan jaminan pemenuhan HAM bagi setiap warga negara. Di antara unsur-unsur HAM yang ada, salah satu unsur HAM yang paling penting yaitu hak atas hidup. Terkait dengan hal tersebut, air sebagai suatu kebutuhan untuk keberlangsungan hidup yang termasuk di dalam lingkup hak asasi manusia. Oleh karena itu, air sebagai salah satu unsur yang vital dan mendasar guna pemenuhan kebutuhan hidup bagi setiap anggota masyarakat. Maka dari itu, negara memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam memenuhi hak asasi atas air. Hal tersebut dalam bentuk jaminan dan perlindungan yang diberikan negara melalui adanya akses atas air yang dapat memenuhi kebutuhan setiap anggota masyarakat.

Sebagaimana pengaturan pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945, negara berkedudukan sebagai mandataris untuk mengelola dan mengontrol pemanfaatan air bagi terpenuhinya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Selain pengaturan pada tingkat nasional terdapat juga pengaturan terkait HAM dan Hak Asasi atas Air di tingkat Intenasional diantaranya Universal Declaration of Human Rights, International Covenant on Economic, Social, dan Cultural Rights, The Dublin Principles 1992 dan General Comment No. 15 — The Right to Water yang mengatur dan jaminan terhadap hak asasi atas air sebagai bentuk adanya pengakuan hak asasi atas air termasuk di dalam lingkuphak asasi manusia.

12 Water Appropriation Systems, http://www.undeerc.org/Water/Decision-Support/Water- Law/pdf/Water-Appr-Systems.pdf, diakses 4 Oktober 2016

13 J. W. Milliman, Water Law dan Private Decision Making: A Critique, (Indiana University: The Journal of Law and Economics) Hal 42.

Pengaturan baik di tingkat nasional berupa landasan konstitusi hingga tingkat peraturan daerah menjadi suatu landasan atas pengakuan dan pemenuhan hak asasi atas air. Kemudian pada pengaturan di dalam Kovenan – Kovenan internasional, hak asasi atas air termasuk di dalam mekanisme HAM. Hal itu memberikan pengertian bahwa negara diberikan wewenang dan tanggung jawab dalam hal pemenuhan atas hak asasi atas air bagi masyarakat Indonesia.

1.4.3 Hak Menguasai dari Negara

Hak menguasai dari negara merupakan hak negara dalam memegang kendali dan pengawasan terhadap penguasaan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasar pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang telah disinggung sebelumnya, Hak Menguasai Negara di atur pada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur sektor strategis salah satunya UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Negara berada pada tingkat tertinggi atas penguasaan SDA bagi kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia. Negara diberi wewenang dan tanggung dalam pemenuhan terhadap akses kebutuhan atas air oleh masyarakat yang antara lain untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang – orang dengan bumi, air dan angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang –orang, dan perbuatan – perbuatan hukum yang berkaitan dengan bumi, air dan ruang

angkasa. Salah ketentuan terkait hak menguasai negara, Pasal 2 ayat (3) UUPA bahwa wewenang yang dimiliki negara bertujuan untuk mencapai sebesar – besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan atas masyarakat dan negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, pemerintah sebagai resepresentasi negara memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam hal pemenuhan dan perlindungan terhadap akses atas air mengingat air sebagai res commune yang berkedudukan sebagai angkasa. Salah ketentuan terkait hak menguasai negara, Pasal 2 ayat (3) UUPA bahwa wewenang yang dimiliki negara bertujuan untuk mencapai sebesar – besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan atas masyarakat dan negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, pemerintah sebagai resepresentasi negara memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam hal pemenuhan dan perlindungan terhadap akses atas air mengingat air sebagai res commune yang berkedudukan sebagai

daerah dalam hal jika diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. 15

Ketentuan pengaturan terkait hak menguasai negara bukan hanya diatur dalam UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun terdapat juga pada beberapa pengaturan di undang – undang yang mengatur terkait sektor strategis seperti UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Agraria, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adanya substansi materi mengenai hak menguasai negara di peraturan perundang – undangan yang bersangkutan menandakan negara bukan sebagai pemilik dari sumber – sumber penghidupan rakyat namun negara disini diartikan sebagai mandataris rakyat yang melaksanakan pemenuhan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian terkait persoalan hak asasi atas akses air di Kota Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan metode sosio-legal. Kajian tersebut dilakukan secara normatif dan empiris, dalam rangka menjelaskan bagaimana hukum bekerja di dalam praktik sehari-hari, dan untuk menjelaskan relasi antara hukum dengan masyarakat. Keterkaitan antara hukum dengan masyarakat itu terlihat dalam konteks ketika hukum bukan hanya mempengaruhi masyarakat tetapi masyarakat juga mempengaruhi pengaturan hukum.

Studi normatif di penelitian tersebut dilakukan dengan mempelajari teks- teks peraturan perundang-undangan yang relevan dan putusan hakim. Terkait

14 R. Ismala Dewi, Pengaturan Air Untuk Industri Air Kemasan dan Dampaknya Bagi Masyarakat Lokal, Cet I, (Jakarta: UI-Press, 2013), Hal 24-25.

15 Pasal 2 ayat 4, Undang – Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104, TLN No. 2034.

studi normatif, dilakukan analisa terhadap bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penulis melakukan kajian dan analisa terhadap bahan hukum primer di antaranya :

a. Undang-undang Dasar (UUD) 1945, berupa pasal – pasal yang tekrait dengan hak asasi manusia dan hak asasi atas air, serta menyangkut jaminan dan tanggung jawab dari negara atas pemenuhan hak-hak mendasar dari setiap warga negara di Indonesia.

b. Undang – undang terkait persoalan akses atas SDA seperti Undang – undang (UU) No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang – undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Undang – undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang – undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

c. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Putusan MK No. 85/PUU- XI/2013 yang membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air dan mengembalikan pemberlakuan UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

d. Adanya Peraturan – peraturan dibawah Undang – undang seperti Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 04/SE/M/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta terkait dengan SPAM, Peraturan – peraturan Daerah yaitu Peraturan Daerah (Perda) Tingkat Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 2014 tentang Rencana pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 -2018, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 4 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah, Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Tingkat Internasional terkait Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi

atas Air yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) Resolusi Majelis No. 217 A (III) 10 Desember 1948, Kovenan Internasional tentang Hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights/ICESCR), Dublin Principles 1992, dan Komentar Umum (General Comment) No. 15 (2002) atas Air yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) Resolusi Majelis No. 217 A (III) 10 Desember 1948, Kovenan Internasional tentang Hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights/ICESCR), Dublin Principles 1992, dan Komentar Umum (General Comment) No. 15 (2002)

Selain studi normatif yang telah dijelaskan, penelitian ini juga dilakukan studi empiris yang memakai ilmu antropologi sebagai ilmu sosial yang mendukung kajian terhadap permasalahan hak asasi atas akses air di Kota Kecamatan Natal. Dalam melakukan penelitian secara empiris terkait permasalahan tersebut, pada tahap awal penulis melakukan kunjungan ke beberapa badan dan dinas pemerintah daerah yang berwenang pada sektor sumber daya air dalam rangka mendapatkan laporan perencanaan bidang sumber daya air di Kabupaten Mandailing Natal dan melakukan pengamatan (observasi) di Kota Kecamatan Natal. Selain melakukan pengamatan (observasi) ke lapangan penelitian tersebut, penulis juga melakukan wawancara kepada pejabat dan aparatur pemerintahan di badan dan dinas pemerintahan yang berwenang pada bidang sumber daya air di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Mandailing Natal, di antara nya yaitu Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) dan Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bapedda Daerah Kabupaten Mandailing Natal, Staf di Direktorat Jenderal Cipta Karya Provinsi Sumatera Utara, Sekretaris Camat Natal, Kepala Desa beberapa Masyarakat Natal dan salah satu pelaku usaha air minum isi ulang.

Terkait pemaparan metode penelitian sosio-legal yang telah dijelaskan, hal tersebut dimaksudkan untuk memperlihatkan bagaimana pelaksanaan atas pemenuhan hak asasi atas air di lapangan terkait doktrin-doktrin dan peraturan perundang-undangan terkait dengan persoalan di lapangan terkait akses air khususnya di Kota Kecamatan Natal. Melalui metode penelitian sosio-legal, dapat dilihat bahwa kajian antara bahan-bahan hukum yang bersifat normatif-yuridis dan empiris-antropologis sebagai pisau analisis dalam meneliti dan mengkaji bahan – bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berbentuk teks, buku- Terkait pemaparan metode penelitian sosio-legal yang telah dijelaskan, hal tersebut dimaksudkan untuk memperlihatkan bagaimana pelaksanaan atas pemenuhan hak asasi atas air di lapangan terkait doktrin-doktrin dan peraturan perundang-undangan terkait dengan persoalan di lapangan terkait akses air khususnya di Kota Kecamatan Natal. Melalui metode penelitian sosio-legal, dapat dilihat bahwa kajian antara bahan-bahan hukum yang bersifat normatif-yuridis dan empiris-antropologis sebagai pisau analisis dalam meneliti dan mengkaji bahan – bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berbentuk teks, buku-

1.6 Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan, dalam penulisannya skripsi ini terdiri Skripsi ini terdiri dari lima bab pokok di antaranya : Bab 1 menguraikan mengenai pendahuluan memaparkan latar belakang terkait permasalahan vitalnya akses atas air bagi setiap orang. Hal tersebut dimulainya dari pentingnya air bagi keberlangsungan kehidupan manusia, akses atas air pada masyarakat, landasan konstitusi, peraturan teknis, serta pentingnya kajian hukum terhadap persoalan air di Kota Kecamatan Natal kemudian penulis memaparkan pokok permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan.

Bab 2 membahas mengenai landasan hukum hak asasi atas air di tingkat nasional dan internasional. Pada bagian ini penulis membahas substansi pengaturan terkait hak asasi atas akses air yang dimulai dengan landasan konstitusi UUD 1945, peraturan perundang–undangan dan pengaturan padalingkup hukum internasional.

Bab 3 membahas mengenai persoalan akses air bagi masyarakat di Kota Kecamatan Natal, Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Pada bagian ini

dibahas mengenai substansi dari permasalahan atas akses atas air yang dihadapi Masyarakat Natal.

Bab 4 menguraikan tentang peranan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan pelaku usaha dalam mengatasi persoalan akses air pada Bab 4 menguraikan tentang peranan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan pelaku usaha dalam mengatasi persoalan akses air pada

Bab 5 menguraikan tentang kesimpulan dan saran terkait persoalan yang telah di analisis. Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan atas pembahasan di dalam skripsi ini dan saran terhadap pemenuhan hak asasi atas air bagi masyarakat di Kota Kecamatan Natal.

BAB II LANDASAN HUKUM HAK ASASI ATAS AIR DI INDONESIA DAN PERATURAN DI TINGKAT INTERNASIONAL

2. 1 Landasan Hukum Hak Asasi Atas Air Di Indonesia

2. 1. 1 Landasan Konstitusional Hak atas Air

Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan landasan konstitusional untuk memberikan jaminan dan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi seluruh warga negara Indonesia. Dalam pelaksanaannya, negara dituntut untuk mewujudkan pemenuhan hak asasi manusia itu. Salah satu hak yang termasuk yaitu Hak Asasi atas akses air sebagai bagian dari hak yang mendasar yang harus dipenuhi. Atas dasar hal tersebut, hak asasi atas akses air sebagai bagian dari kesejahteraan dan keadilan bagi setiap orang. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 28H ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang berbunyi :

―(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.‖

―(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.‖

Melalui pengaturan Pasal 28H ayat (1) dan (2) tersebut, Negara memberikan jaminan dan perlindungan atas hak-hak yang mendasar bagi setiap warga negara. Hak - hak mendasar itu berupa kesejahteraan yang hakiki dalam kehidupan setiap orang, baik itu seperti mendapatkan lingkungan yang layak, sehat dan baik, dan pemenuhan kebutuhan atas pelayanan dasar yang mengakomodir akses bagi setiap warga negara. Hal itu diperlukan dalam keberlangsungan dari kehidupan yang mendasar bagi setiap warga negara. Dalam pelaksanaannya, Negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan fasilitas akses atas kebutuhan mendasar khususnya kebutuhan atas air bagi setiap warga negara dengan landasan prinsip Melalui pengaturan Pasal 28H ayat (1) dan (2) tersebut, Negara memberikan jaminan dan perlindungan atas hak-hak yang mendasar bagi setiap warga negara. Hak - hak mendasar itu berupa kesejahteraan yang hakiki dalam kehidupan setiap orang, baik itu seperti mendapatkan lingkungan yang layak, sehat dan baik, dan pemenuhan kebutuhan atas pelayanan dasar yang mengakomodir akses bagi setiap warga negara. Hal itu diperlukan dalam keberlangsungan dari kehidupan yang mendasar bagi setiap warga negara. Dalam pelaksanaannya, Negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan fasilitas akses atas kebutuhan mendasar khususnya kebutuhan atas air bagi setiap warga negara dengan landasan prinsip

―(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah‖

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, pemenuhan hak asasi atas air sebagai bagian dari HAM, wajib untuk dipenuhi mengingat hal itu sebagai bagian dari kebutuhan dasar bagi setiap masyarakat. Hal itu sebagai tanggung jawab negara dalam penguasaan untuk pemenuhan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi :

“(3) Bumi, air, angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar - besar kemakmuran rakyat.‖

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, baik pemerintah maupun pemerintah daerah sebagai pihak yang memiliki wewenang dan tanggung jawab atas penguasaan dan pengelolaan terhadap cabang-cabang produksi dari kekayaan alam yang terkandung pada wilayah Indonesia. Berlandaskan pada ketentuan UUD 1945, Negara melaksanakan hak menguasai negara dengan tujuan mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan atas rakyat dan bangsa di Indonesia termasuk dalam pemenuhan akses air sebagai bagian dari hak asasi manusia.