7. 3. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 4 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah

2. 1. 7. 3. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 4 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah

Adanya otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki wewenang dan tanggung dalam pengelolaan air tanah. Atas dasar hal itu, pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara bersama lembaga legislatif DPRD Sumatera Utara membentuk Perda Provinsi Sumatera Utara No. 4 Tahun 2013 tentang

Pengelolaan Air Tanah [Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah No. 11], yang terkait dengan tata kelola air tanah di wilayah provinsi Sumatera Utara yang perlu di akomodasikan oleh pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara. Hal itu mengingat persoalan pengelolaan air tanah yang bersifat lokalitas baik dari sisi teknis maupun non – teknis dikarenakan faktor karakteristik wilayah dan kondisi sumber air tanah serta keadaan masyarakat yang berada di wilayah provinsi Sumatera Utara.

Isi pengaturan mengenai perda tentang pengelolaan air tanah tersebut, mengatur aspek konservasi dan kelestarian atas keberadaan sumber air tanah sebagai sumber daya air yang vital bagi akses air untuk masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan. Melalui Perda tentang Pengelolaan Air Tanah tersebut, upaya konservasi atas air tanah secara mendasar terdapat aspek perlindungan dan aspek pemeliharaan air tanah yang mengatur tentang asas pengelolaan air tanah yang berwawasan aspek lingkungan, keseimbangan,

keadilan, transparansi dan akuntabilitas. 39 Pengelolaan air tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek fungsi sosial, lingkungan hidup serta kepentingan

pembangunan antar sektor. Hal itu sebagai bentuk penyeimbangan antara ketersediaan air tanah dengan kebutuhan air masyarakat yang semakin meningkat. Terkait pendayagunaan air tanah, perlu suatu upaya pengawasan terhadap air tanah sebagaimana yang diatur pada Pasal 3 ayat (1) dan (2) yang berbunyi 40 :

―(1) Pengelolaan air tanah dimaksudkan untuk memelihara keberadaan air tanah sebagai sumber daya air, agar kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup tetap dapat berlangsung sesuai tuntutan pembangunan yang berkelanjutan.

―(2) Pengelolaan air tanah bertujuan agar pengelolaan air tanah memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, serta kepentingan pembangunan antar sektor secara selaras, sehingga dapat mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan air tanah yang cenderung menurun dan kebutuhan air tanah yang semakin meningkat.‖

Berdasarkan asasnya, Peraturan Daerah memiliki kebijakan prioritas atas pemanfaatan sumber air tanah bagi peruntukan kebutuhan masyarakat yang

39 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 4 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah, LEMBARAN DAERAH TAHUN 2013 NO. 4, TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH

No. 11, Pasal 2. 40 Ibid., Pasal 3.

mendasar seperti air minum, air untuk keperluan rumah tangga, serta air untuk irigasi pertanian rakyat. Prioritas itu menjadi tuntutan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya terkait persoalan SDA termasuk air tanah yang di hadapi pihak – pihak berkepentingan di daerah. Jaminan akses masyarakat atas air tanah, substansi pengaturan peraturan daerah yang mengatur atas hak atas air perlu dibedakan prioritasnya antara hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hal yang penting untuk ditekankan bahwa air itu dipandang punya fungsi yang vital dan dipandang sebagai kepemilikan bersama oleh masyarakat.

Terkait dengan hal tersebut, secara praktik di lapangan pembagian hak atas air yang pengaturan hanya didasarkan pada pola topdown yang tidak memandang nilai-nilai kehidupan dan kondisi masyarakat lokal yang bottom up. Adanya peningkatan usaha yang mengusahakan air sebagai komoditas menyebabkan air semakin dieksploitasi demi kepentingan dunia usaha. Hal itu menyebabkan fungsi sosial air tergeser dan mengancam akses masyarakat atas air dan menjadi ancaman dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah. Di sisi lain pelaku usaha memiliki kedudukan yang lebih kuat dengan modal yang dimilikinya memperoleh izin akses sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan masyarakat memiliki posisi tawar rendah sehingga semakin terpinggirkan. Demikian kesimpulannya mengaburkan konsep dari hak atas air yaitu makna fungsi sosial dari air sebagai kepemilikan publik (public commune) tergeser dan akses kebutuhan mendasar atas sumber daya air bagi masyarakat.

Berkaitan dengan persoalan sebelumnya, ketiadaan suatu perda di kabupaten yang mengatur tentang pengelolaan khususnya air tanah menjadi suatu keperluan yang bersifat mendesak oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal yang tidak memiliki Perda yang khusus mengatur substansi tentang SDA. Hal itu menunjukkan ketidakseriusan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal untuk memberikan suatu landasan hukum dan jaminan pemenuhan hak atas air bagi masyarakat Natal. Perda memiliki kedudukan yang penting dalam menjamin dan mengatur secara spesifik apa dan bagaimana hak masyarakat atas air tanah menjadi prioritas atas kebijakan dan program Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal yang mana air sebagai salah satu unsur yang mempengaruhi pembangunan dan masyarakat di wilayah Mandailing Natal.

2.2 Peraturan di Tingkat Internasional

2.2.1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR ) Resolusi Majelis Umum No. 217 A (III) tertanggal 10 December 1948

Majelis Umum Perserikatan Bangsa - Bangsa melalui Deklarasi Univeral Hak Asasi Manusia mengakui hak asasi manusia sebagai hak yang mendasar bagi setiap orang tanpa dibatasi status sosial, gender, dan teritori suatu wilayah negara. Hak – hak mendasar yang bersangkutan menyangkut martabat manusia yang mendasar dan kesetaraan bagi setiap orang. Deklarasi Universal HAM ini sebagai suatu standar umum terkait tujuan yang ingin dicapai suatu negara dan bangsa. UDHR dijadikan sebagai standar umum bersama bagi negara –negara anggota PBB yang mana mekanisme jaminan pemenuhan dan perlindungan HAM masuk ke dalam prinsip rule of law suatu negara. Hak mendasar bagi setiap orang terkait Hak Asasi atas Air diantara mengenai hak untuk hidup ( right to life ) sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 3 –11 dan hak sosial, ekonomi dan budaya ( Social, Economic, dan Culture Rights ) sebagaimana diatur di dalam Pasal 22 – 27 UDHR 1948. UDHR 1948 menyatakan secara eksplisit mendefinisikan kebebasan yang fundamental dan hak asasi manusia yang mengikat bagi setiap negara. UDHR 1948 dianggap sebagai fondasi awal bagi Kovenan PBB seperti ICCPR dan ICESCR dan bagian dari hukum kebiasaan internasional yang dapat memberikan tekanan terhadap negara – negara anggota yang melanggar ketentuan – ketentuan yang di dalam UDHR yang bersangkutan.

Pencapaian atas aspirasi mendasar atas HAM membutuhkan proteksi rule of law negara. Melalui Deklarasi Universal HAM yang dicetuskan oleh PBB menjadikannya sebagai suatu pernyataan dan kesepakatan bersama dari setiap negara anggota untuk mencapai tujuan dari Deklarasi Universal HAM tersebut. Pencapaian tujuan tersebut membutuhkan pemahaman secara mendasar bagi setiap orang dalam realisasi penuh atas HAM yang bersangkutan dalam bentuk penghormatan dan menentukan langkah – langkah progresif baik secara nasional

maupun internasional dengan tetap memperhatikan yurisdiksi suatu negara. 41

41 Salman M. A. Salman and Siobhán McInerney-Lankford, The Human Rights to Water: Legal and Policy Dimensions, Law, Justice and Development Series, (World Bank, 2004), hal 101-

2.2.2 Kovenan Internasional tentang Hak atas Ekonomi, Sosial, dan Budaya

( The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

/ICESCR)

Kovenan internasional tentang Hak atas Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang mulai berlaku tertanggal 3 Januari 1976 memiliki pengertian bahwa hak asasi manusia diberlakukan setara dan tidak dapat dicabut dari setiap orang. Sebagai bagian dari hak dan martabat yang mendasar dan melekat menciptakan suatu kondisi terhadap setiap orang untuk dapat menikmati hak – hak mendasar di berbagai aspek seperti di bidang ekonomi, sosial, budaya serta politik. Negara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjamin dan melindungi terhadap hak – hak yang diatur di dalam Kovenan ICESCR. 42 Terkait dengan pengaturan atas hak – hak mendasar tersebut, pengakuan terhadap hak atas ekonomi, sosial dan budaya memiliki kedudukan yang penting di dalam persoalan SDA mengingat keterkaitan dengan kehidupan masyarakat. Beberapa pasal – pasal yang mendasar yang mengatur mengenai hak – hak mendasar antara lain :

"Article 1 1. All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development.‖

2. All peoples may, for their own ends, freely dispose of their natural wealth and resources without prejudice to any obligations arising out of international economic co-operation, based upon the principle of mutual benefit, and international law. In no case may a people be deprived of its own means of subsistence. ‖

Terjemahan Pasal 1 :

1. Setiap orang memiliki hak atas penentuan nasib atas masing-masing individu. Berdasarkan hak tersebut mereka diberikan kebebasan dalam menentukan status hak seperti di bidang politik dan kebebasan mereka

dalam berkecimpung di lingkup pembangunan bidang ekonomi, sosial dan budaya.

2. Setiap bangsa di dunia yang memiliki tujuan masing - masing dapat secara bebas memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka

tanpa mengurangi kewajiban yang timbul dari kerjasama di bidang ekonomi internasional tanpa melupakan tujuan mereka sendiri. Prinsip dari ketentuan ini berbasis pada prinsip yang saling menguntungkan

102. 42 Ibid, hal 109.

dan rezim hukum internasional yang berlaku dan dalam hal apapun tidak satu pun pihak/orang dapat dicabut haknya atas akses sarana penghidupan yang bermanfaat baginya.

Sebagaimana penjelasan Pasal 1 Ayat (1) menekankan adanya hak yang melekat di setiap individu yang mana memiliki kebebasan dalam menentukan suatu hak yang mencakupi aspek politik, ekonomi sosial dan budaya pada kehidupan setiap orang. Pasal 1 Ayat (2) menekankan bahwa setiap bangsa memiliki tujuan dan kewajiban yang beriringan yang mana setiap individu memiliki hak akses atas sarana penghidupan dengan kedudukan setara sebagaimana yang diatur pada Kovenan ICECSR. Terkait dengan pelaksanaannya, diperlukan peran negara dalam pemenuhan hak asasi atas sosial, ekonomi, dan budaya bagi setiap orang sebagai bentuk jaminan atas tanggung jawab negara kepada rakyatnya.

― Article 2 1. Each State Party to the present Covenant undertakes to take steps,

individually and through international assistance and co-operation, especially economic and technical, to the maximum of its available resources, with a view to achieving progressively the full realization of the rights recognized in the present Covenant by all appropriate means, including particularly the adoption of legislative measures.

2. The States Parties to the present Covenant undertake to guarantee that the rights enunciated in the present Covenant will be exercised without discrimination of any kind as to race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other

status.‖

Terjemahan Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:

1. Setiap Negara peserta di dalam Kovenan mengambil langkah-langkah baik secara mandiri maupun melalui kerjasama tingkat internasional, khususnya secara ekonomi dan teknis dengan daya maksimal atas sumber daya yang tersedia, dengan maksud untuk mencapai realisasi penuh secara progresif atas hak-hak yang diakui di dalam Kovenan ini dengan segala cara yang tepat termasuk langkah-langkah secara legislatif.

2. Negara peserta pada konvenan ini berjanji dalam menjamin bahwa hak-hak yang diatur dalam Kovenan dilaksanakan tanpa adanya diskriminasi apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal nasional atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.

Pada dasarnya dengan kewenangan dan tanggung jawabnya, negara berkewajiban atas realisasi penuh atas pengelolaan sumber daya alam dalam memenuhi kesejahteraan bagi masyarakat. Terkait dengan kewajiban yang diemban oleh negara, masyarakat internasional dapat mendukung upaya yang dilakukan suatu pemerintahan negara. Hal itu sebagai bentuk partisipasi dan bantuan dari masyarakat internasional terhadap masyarakat tanpa menganggu yuridiksi suatu negara yang bersangkutan.

Article 4 ―The States Parties to the present Covenant recognize that, in the enjoyment

of those rights provided by the State in conformity with the present Covenant, the State may subject such rights only to such limitations as are determined by law only in so far as this may be compatible with the nature of these rights and solely for the purpose of promoting the general welfare in a democratic society.‖

Terjemahan Pasal 4 :

“Negara-negara peserta Kovenan mengakui bahwa, dalam menikmati hak- hak yang diberikan oleh negara sesuai dengan ketentuan di kovenan, Negara sebagai subjek dengan batas-batas yang ditentukan oleh hukum hanya sejauh hal tersebut mungkin dan sesuai dengan sifat hak-hak yang diatur dan semata-mata bertujuan dalam mempromosikan kesejahteraan umum di suatu masyarakat demokratis. Negara yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak asasi itu, yang berlandaskan pada aturan –aturan yang berlaku dalam rangka kesejahteraan bagi masyarakat. ”

Terkait dengan ketentuan pasal 4 bahwa negara sebagai pihak utama dalam mengedepankan hak – hak yang diatur oleh Kovenan ICESCR dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat.

Article 6 ― (2)

The steps to be taken by a State Party to the present Covenant to achieve thefull realization of this right shall include technical and vocational guidance and training programmes, policies and techniques to achieve steady economic, social and cultural development and full and productive employment under conditions safeguarding fundamental political and econom ic freedoms to the individual.‖

Terjemahan Pasal 6 : “(2) Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara peserta di dalam

Kovenan untuk mencapai realisasi penuh hak-hak yang diatur mencakup atas bimbingan teknis, kejuruan dan pelatihan program, kebijakan dan teknik dalam mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan budaya yang Kovenan untuk mencapai realisasi penuh hak-hak yang diatur mencakup atas bimbingan teknis, kejuruan dan pelatihan program, kebijakan dan teknik dalam mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan budaya yang

Dalam pelaksanaannya, penting untuk melakukan sinkronisasi secara faktor teknis dan non teknis antara proses perencanaan dengan pemberdayaan di lapangan. Baik antara pemerintah, pemangku kepentingan dan masyarakat bersama – sama memberikan kontribusi dalam mengembangkan aspek ekonomi, sosial dan budaya. Dalam permasalahan SDA, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya merupakan aspek – aspek yang saling mempengaruhi kehidupan masyarakat karena keterkaitannya. Maka dari itu aspek –aspek tersebut perlu masuk sebagai bagian dari perencanaan dan pemberdayaan masyarakat di lapangan.

Article 11 ― The States Parties to the present Covenant recognize the right of everyone

to an adequate standard of living for himself and his family, including adequate food, clothing and housing, and to the continuous improvement of living conditions. The States Parties will take appropriate steps to ensure the realization of this right, recognizing to this effect the essential importance of international cooperation based on free consent. ‖

Terjemahan Pasal 11 “1. Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar

kehidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk masalah pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup yang berkelanjutan. Negara-negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menjamin perwujudan hak ini, dengan mengakui pentingnya penting kerjasama internasional berdasarkan konsesus bebas.”

Berdasarkan Pasal 11 ini pemerintah diwajibkan untuk mengambil tindakan lebih lanjut dalam pemenuhan hak mendasar bagi setiap individu. Hal itu terkait dengan standar kehidupan sebagai faktor yang penting dalam mencapai as kehidupan yang berkelanjutan (sustainable life). Selain itu, aspek kerjasama internasional antar negara sebagai salah satu elemen yang penting dalam mewujudkan pemenuhan atas hak tersebut sebagai bentuk daya dukung pemerintah suatu negara dalam mencapai tujuan bagi memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya. Dari sisi praktiknya bahwa pemerintah Indonesia menerima kerja sama dengan pihak luar atas nama masyarakat internasional dalam hal pengembangan dan perbaikan terhadap tata kelola SDA di Indonesia.

Hal itu sebagai wujud atas pemenuhan hak asasi atas air bagi setiap masyarakat di Indonesia.

2.2.3 Dublin Principles 1992

Adanya pertemuan tingkat internasional yaitu International Conference on Water and the Environment/ICWE pada tanggal 26 – 31 Januari tahun 1992 di Dublin, Irlandia terkait persoalan air dan lingkungan memberikan pengakuan air sebagai hak asasi atas air bagi setiap masyarakat. Hal itu dilatarbelakangi dengan adanya kelangkaan air sebagai dampak dari penggunaan berlebihan atas air dan potensi konflik atas penggunaan air di masyarakat. Adanya dorongan yang di mulai dari tingkat lokal, nasional hingga internasional yang memberikan pengakuan air sebagai suatu hak yang mendasar bagi setiap unsur kehidupan khususnya bagi masyarakat. Berdasarkan hasil pertemuan di Dublin, terdapat prinsip – prinsip yang penting untuk ditekankan antara lain 43 :

a. Prinsip Pertama, air bersih adalah sumber daya terbatas dan rentan, sangat penting untuk dapat mendukung kehidupan, pembangunan dan lingkungan.

b. Prinsip Kedua, Pengembangan dan pengelolaan air harus didasarkan pada pendekatan partisipatif, melibatkan pengguna, perencana dan

pembuat kebijakan di semua tingkatan.

c. Prinsip Ketiga, Perempuan memainkan bagian penting dalam penyediaan, pengelolaan dan pengamanan air.

Berdasarkan prinsip – prinsip di atas, hak asasi atas air mendapatkan pengakuan dan masuk ke dalam lingkup hak asasi manusia. Pengakuan itu terbentuk dengan adanya sebagai dasar dukungan terhadap keberlangsungan kehidupan dan lingkungan serta pembangunan bagi masyarakat. Pengelolaan dan pengembangan SDA pada dasarnya melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan terkait dengan integrasi atas pengelolaan SDA di daerah yang bersangkutan. Pada prakteknya, perempuan merupakan salah satu unsur masyarakat yang berkepentingan dalam pengelolaan air. Hal itu mengingat perempuan yang memiliki aktivitas terkait dengan air di kehidupan sehari –

43 The Dublin Principles 1992, http://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/documents/english/icwedece.html, diakses 3 Oktober 2016.

harinya. Dari penjelasan sebelumnya, pengakuan air sebagai hak asasi manusia sebagai bentuk jaminan atas perlindungan dan penghormatan terhadap setiap masyarakat dalam mengakses air di kehidupan sehari – hari nya.

Adanya pengaturan mengenai HAM yang bersifat universal bertujuan untuk mengikat bagi setiap negara anggota Kovenan atas kewajiban dan ketaatannya terhadap pengaturan suatu prinsip internasional khususnya sebagaimana yang diatur Dublin Principles 1992. Negara memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam memperjuangkan, mempromosikan dan meindungi hak-hak masyarakat sebagaimana yang diakui dalam Dublin Principles 1992 tersebut. Melalui prinsip tersebut, diperlukan pembentukan suatu pengaturan di tingkat nasional penghormatan setiap orang dalam mengakses apa yang menjadi haknya. 44

2.2.4 General Comment No. 15 (2002) The Right to Water

Berdasarkan pengaturan Paragraf 5 Deklarasi Wina menegaskan bahwa perlindungan atas hak manusia universal, dan saling tergantung dan saling terkait. Masyarakat internasional harus memperlakukan hak asasi manusia secara global dengan cara yang adil dan setara, pada pijakan yang sama, dan dengan penekanan yang sama. Oleh pihak komite hak atas Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Commitee on Economic, Social, Cultural Rights/CESCR), diadopsi apa yang disebut Komentar Umum No. 15 yang mengakui adanya hak atas air sebagai salah satu komponen yang paling penting dalam mencapai standar hidup dan standar kesehatan yang terkait dengan ketentuan pasal 11 dan 12 dari Kovenan ICESCR. 45

Adanya pernyataan yang disampaikan sebelumnya oleh komite CESCR, menandakan sebagai bagian dari kerangka hukum dan inisiatif dari kebijakan tingkat internasional. Komentar Umum No. 15 Tahun 2015 tentang hak atas air menggarisbawahi fakta bahwa air merupakan sumber daya alam yang vital dan

44 Salman M. A. Salman and Siobhán McInerney-Lankford, The Human Rights to Water: Legal and Policy Dimensions, Law, Justice and Development Series, (World Bank, 2004), Hal 123-

124 45 World Bank, On the Right Tracks: Good Practices on Realising Right to Water and

Sanitation, Chapter 1, Legal and Institutional Framework, page 47. “In November 2002, however, the UN Committee on Economic, Social and Cultural Rights adopted General Comment No. 15, which was formulated by experts as a comment on articles 11 and 12 of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. In this comment, water is recognised not only as a limited natural resource and a public good but also as a human right. This step - adopting General Comment No. 15 - was seen as a decisive step towards the recognition of water as universal right.” Sanitation, Chapter 1, Legal and Institutional Framework, page 47. “In November 2002, however, the UN Committee on Economic, Social and Cultural Rights adopted General Comment No. 15, which was formulated by experts as a comment on articles 11 and 12 of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. In this comment, water is recognised not only as a limited natural resource and a public good but also as a human right. This step - adopting General Comment No. 15 - was seen as a decisive step towards the recognition of water as universal right.”

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, Indonesia sebagai negara yang menandatangani dan meratifikasi Kovenan – Kovenan yang bersangkutan juga menerapkan aspek – aspek yang dimuat dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang – undangan seperti undang – undang hingga tingkat peraturan daerah. Salah satu yang penting untuk diberikan jaminan dan perlindungan dari negara adalah hak asasi atas air. Hal itu sebagai bentuk pengakuan negara atas pengakuan hak asasi atas air bagi setiap masyarakat di Indonesia.

Terkait persoalan akses air khususnya yang berada di Natal bahwa masyarakat pada dasarnya mendapat jaminan dan perlindungan dari negara dalam hak akses atas air bagi pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Aspek – aspek mendasar seperti sosial, ekonomi, politik dan budaya yang saling berkaitan mempengaruhi kehidupan masyaraka. Maka dari itu, negara penting untuk melaksanakan tanggung jawab dalam memainkan peranan penting terhadap persoalan air di masyarakat termasuk persoalan akses air yang dihadapi masyarakat di Kota Kecamatan Natal.

General Comment No. 15 comprises 60 paragraphs divided into six parts: an introduction; normative content of the right to water; States Parties’ obligations; violations; implementation at the national level; and obligations of actors other than states. The Human Right to Water, World Bank, hal 149.