1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sebagaimana tertuang
dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propenas tahun 2000-2004 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Sisdiknas. Namun demikian, keberhasilan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain faktor guru Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar 1993:112. Bahkan dapat dikatakan bahwa guru merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas hasil out put pendidikan. Dengan demikian, guru adalah sosok sentral dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Karena itu, kesiapan guru dalam melakukan proses belajar mengajar, dedikasi dan loyalitas pengabdian mereka memiliki pengaruh yang
positif bagi peningkatan kualitas pendidikan. Dengan kata lain, kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja
guru itu sendiri. Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan usaha untuk mencapai tingkat
produktivitas organisasi yang tinggi. Di samping itu, masyarakat juga menilai bahwa sebagian guru tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam
melaksanakan kegiatan proses pembelajaran. Kondisi inilah yang menjadi
2
salah satu penyebab semakin menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Menurut Walton dan Kossen 1993:14, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, termasuk guru, yaitu sebagai berikut.
1. Kompensasi yang memadai dan wajar;
2. Kondisi kerja yang aman dan sehat;
3. Kesempatan untuk mengembangkan kemampuan;
4. Kesempatan pertumbuhan berlanjut dan ketentraman;
5. Rasa ikut memiliki;
6. Hak-hak karyawan;
7. Ruang kehidupan kerja; dan
8. Relevansi sosial dari kehidupan kerja
Sementara itu, Gibson 1985:52 mengatakan “faktor yang ikut menentukan kinerja dan keberhasilan guru adalah kepemimpinan kepala
sekolah disamping faktor-faktor yang lain seperti faktor institusi, dan kelompok organisasi”. Dengan demikian, di antara faktor-faktor tersebut,
faktor kepemipinan leadership kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja guru. Dalam dunia pendidikan, kepala sekolah
memiliki tugas dan wewenang untuk mengatur kegiatan belajar mengajar pada sekolah yang dipimpin. Tugas tersebut antara lain meningkatkan
pelaksanaan administrasi sekolah sesuai dengan pedoman, meningkatkan penyelenggaraan tugas tenaga kependidikan sesuai dengan tujuan pendidikan,
dan mengatur serta memelihara secara professional pendayagunaan sarana dan prasarana pendidikan. Mulyasa 2003:115-116. Sementara itu, kualitas
kepemipinan leadership seorang kepala sekolah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keefektifan komunikasi kepala sekolah. Menurut
Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel 1999:45 “kesuksesan seorang manajer tidak akan pernah diperoleh tanpa penguasaan keterampilan
3
komunikasi yang efektif, sebab tanpa keterampilan tersebut, seorang manajer tidak dapat membangun sebuah teamwork yang solid.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses komunikasi terdapat lima komponen yang saling terkait, yaitu: pengirim pesan sender, pesan
yang dikirimkan message, bagaimana pesan tersebut dikirimkan delivery channel
atau media, penerima pesan receiver, dan umpan balik feedback. Karena itu, seorang manajer yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang
efektif akan mampu mengirimkan pesan atau informasi dengan baik, mampu menjadi pendengar yang baik, dan terampil dalam menggunakan berbagai
media atau alat audio visual. www.sinarharapan.co.idekonomi
mandiri2002041. Menurut Stephen Covey Mulyasa 2003:118-120 “unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang
tertulis dan terucap, tetapi sangat tergantung pada karakter sender dan bagaimana ia menyampaikan pesan kepada penerima pesan”. Jika kata-kata
ataupun tulisan dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal etika kepribadian, bukan dari dasar diri yang paling dalam etika karakter, maka
hubungan komunikasi akan berlangsung secara tidak normal dan rigid. Jadi syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang
dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat. Keefektifan komunikasi ini memiliki hubungan yang erat dengan
keberhasilan sebuah organisasi. People in organizations typically spend over 75 of their time in an interpersonal situation; thus it is no surprise to find
that at the root of a large number of organizational problems is poor
4
communications. Effective communication is an essential component of organizational success whether it is at the interpersonal, intergroup,
intragroup, organizational, or external levels. http:web.cba.neu.edu
~ewertheiminterpercommun.htm. William V. Hanney Onong Uchyana Effendi 2001:116 mengatakan “organization consists of a number of people;
it involves interdependence; interdependence alls for coordination and coordination requires communication”.
organisasi terdiri atas sejumlah orang, ia melibatkan keaadaan saling bergantung, ketergantungan
memerlukan koordinasi, dan koordinasi mensyaratkan komunikasi. Oleh karena itu, komunikasi adalah suatu sine qua non bagi organisasi.
Dengan demikian, urgensitas komunikasi dalam sebuah organisasi memiliki hubungan erat dengan koordinasi. Istilah koordinasi berasal dari
bahasa latin coordinatio yang berarti “kombinasi atau interaksi yang harmonis”. Sementara itu, interkasi yang harmonis di antara para karyawan
sebuah organisasi, baik secara vertikal maupun horizontal, disebabkan oleh komunikasi. Kemudian, untuk melahirkan interaksi yang harmonis ini,
seorang manajer harus menyesuaikan teknik penyampaian pesannya dengan peran yang sedang ia emban. Menurut Henry Mintzberg Onong Uchyana
Effendi 2001:120 “wewenang formal seorang manajer menyebabkan timbulnya tiga peranan antarpesonal interpersonal roles yang menyebabkan
adanya tiga peranan informasi informational roles, dan ini pada gilirannya pula menyebabkan sang manajer melakukan peranan memutuskan”.
5
Dalam memainkan peranan antarpersonal interpersonal roles, seorang manajer dapat memainkan tiga peran. Pertama, peranan tokoh
figurehead role. Sebagai kepala suatu unit organisasi, seorang manajer melakukan tugas yang bersifat keupacaraan ceremonial nature, tetapi ia juga
terkadang diundang pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara. Dikantornya sendiri, seorang manajer akan tampil sebagai seorang
komunikator yang harus memberikan penerangan, penjelasan, imbauan, ajakan dan lain-lain, tetapi pada upacara di luar pun, bisa jadi ia juga tampil
untuk memberikan sambutan. Kedua, peranan pemimpin leader role yang harus bertanggung jawab atas kelancaran pekerjaan yang dilakukan bawahan,
baik berkaitan dengan kegiatan yang bersangkutan langsung dengan kepemimpinannya pada semua tahap manajemen, seperti penentuan
kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian, maupun kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan
kepemimpinannya, seperti memberi motivasi bawahan untuk giat bekerja. Dalam kontek kepemimpinan, seorang manajer dikatakan efektif bila mampu
membuat karyawan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan dan kegembiraan. Dalam suasana kerja seperti itu akan dapat
diharapan hasil yang memuaskan. Ketiga, peranan penghubung liaison role yang mengharuskan seorang manajer melakukan komunikasi dengan orang-
orang di luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun tidak formal. Menurut Henry Mintzberg, hasil beberapa penelitian mengenai pekerjaan
manajerial menunjukan bahwa para manajer menghabiskan waktunya untuk
6
berhubungan dengan orang-orang di luar organisasinya sama dengan waktu yang dipergunakan untuk berhubungan dengan bawahannya, sementara waktu
yang dipergunakan untuk berhubungan dengan atasannya sendiri sangat sedikit. Onong Uchjana Effendi 2001:118
Selain memainkan peranan interpersonal, seorang manajer juga memainkan peranan informasional. Dalam organisasinya, seorang manajer
berfungsi bagaikan pusat hubungan karena ia berada di tengah-tengah jaringan kontak dengan semua pihak yang ada kaitannya dengan organisasi.
Ia mengkomunikasikan banyak informasi ke luar yang oleh bawahannya kurang dilakukan. Sebaliknya, ia banyak menerima lebih banyak informasi
yang oleh bawahannya jarang diperoleh. Komunikasi sering dilakukan oleh manajer dengan rekan manajer yang lain yang sama statusnya. Dengan
demikian, manajer mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan organisasinya. Peranan informasional tersebut meliputi peranan-peranan
sebagai berikut. 1.
Peranan Monitor Monitor Role Dalam peranannya sebagai monitor, manajer memandang lingkungannya
sebagai sumber informasi. Ia mengajukan berbagai pertanyaan kepada rekan-rekan atau kepada bawahannya, dan ia menerima informasi yang
diperlukan organisasi dari mereka tanpa diminta berkat kontak pribadi yang selalu dibinanya.
7
2. Peranan Penyebar Disseminato Role
Manajer berperan sebagai penyebar informasi yang ia terima kepada bawahannya, karena karyawan tidak banyak memperoleh kesempatan
untuk memperoleh informasi dari luar, padahal informasi dari luar sangat penting artinya bagi organisasi.
3. Peranan Juru Bicara Spokesman Role
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai juru bicara, ia harus mengkomunikasikan informasi kepada orang-orang yang bepengaruh yang
melakukan pengawasan terhadap organisasinya. Kepada khalayak di luar organisasinya, ia meyakinkan khalayak bahwa organisasi yang
dipimpinnya telah melakukan tanggungjawab sosial sebagaimana mestinya.
Di luar peranan antarpersonal dan peranan informasional, manajer juga memiliki peranan memutuskan decisional role. Menyebarkan dan
mencari informasi sudah barang tentu bukan tujuan organisasi, tetapi informasi merupakan sumber dasar bagi pengambilan keputusan. Manajer
memegang peranan yang sangat menentukan dalam sistem pengambilan keputusan dalam organisasinya. Ada empat peranan yang dicakup oleh
peranan memutuskan: peranan wiraswasta enterpreneur role, peranan pengendali gangguan disturbance handler role, peranan penentu sumber
resource allocater role dan peranan perunding negotiator role. Onong Uchjana Effendi 2001:20.
8
Dengan demikian, komunikasi memainkan peran sentral dalam organisasi, bahkan ia mampu menyentuh semua sektor kegiatan sebuah
organisasi. Kemudian, dalam kaitannya dengan institusi pendidikan, seorang komunikator dikatakan efektif apabila memliki tiga aspek berikut.
1 organizational stability answers questions clearly and concisely, explains guidelines, and points out what is important in each lesson; 2 instructional
adaptability shows interest in student opinions; and 3 interpersonal flexibility does not put students down or interrupt them.
http:www. ericfacility.netdatabasesERIC_Digestsed380847.html
. Dengan demikian, keefektifan komunikasi ini memiliki hubungan erat dengan kepemimpinan
yang efektif. Seorang pemimpin yang mampu memainkan diri sebagai pemimpin yang komunikatif, maka dia layak dianggap sebagai pemimpin
yang efektif dan berkualitas. Selain faktor keefektifan komunikasi kepala sekolah, iklim
organisasi juga merupakan faktor yang ikut mempengaruhi kinerja guru. Menurut Gibson 1985:134 “iklim organisasi adalah seperangkat prioritas
lingkungan kerja, yang dipersepsikan pegawai secara langsung atau tidak langsung, yang dianggap sebagai faktor utama dalam mempengaruhi perilaku
pegawai”. Sementara itu, Dawis 1996:21 mengatakan “iklim organisasi adalah lingkungan manusia para pegawai organisasi melakukan pekerjaan
mereka”. Iklim organisasi sebagai konsep sistem yang dinamis akan dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi.
Dengan demikian iklim merupakan konsep sistem yang mencerminkan
9
keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Lebih lanjut Dawis 1996:25 mengemukakan ada beberapa unsur khas yang turut membentuk iklim yang
menyenangkan, yaitu sebagai berikut. 1.
Kualitas kepemimpinan; 2.
Kadar kepercayaan; 3.
Komunikasi ke atas dan ke bawah 4.
Perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat; 5.
Tanggung jawab; 6.
Imbalan yang adil; 7.
Tekanan pekerjaan yang nalar; 8.
Kesempatan; 9.
Pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar; 10.
Keterlibatan pegawai dan keikutsertaan Lebih khusus lagi kaitanya dengan sekolah, Koster 2001:2
berpendapat “iklim sekolah adalah keseluruhan harapan, pendapat, dan pengalaman yang dirasakan oleh guru berkenaan dengan situasi kerjanya yang
meliputi lima aspek yaitu: 1 kondisi fisik dan fasilitas sekolah, 2 cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, 3 harapan pada prestasi sekolah,
4 hubungan kerja, 5 ketertibandisiplin sekolah”. Seorang pegawai akan merasa bahwa iklim organisasi tempat mereka
bekerja menyenangkan apabila mereka dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan berharga, pekerjaan yang menantang
juga akan memberikan kepuasan bagi mereka yang mampu mengerjakannya dengan baik. Mereka menginginkan tanggung jawab dan mempunyai
kesempatan yang sama untuk berhasil, ingin didengarkan, dipandang dan diperlakukan sebagai orang yang bernilai, sebagai bagian dari organisasi.
Pegawai ingin merasakan bahwa organisasi benar-benar memperhatikan kebutuhan dan masalah mereka. Karena itu, iklim organisasi sekolah tertentu
10
akan berbeda dengan iklim organisasi sekolah yang lain menurut persepsi para guru atau orang-orang yang terlibat di dalam organisasi tersebut
termasuk Dinas Pendidikan di Kota Tegal. Dinas Pendidikan Kota Tegal, membawahi empat UPTD SD Kecamatan yaitu UPTD SD Kecamatan Tegal
Timur, UPTD SD Kecamatan Tegal Barat, UPTD SD Kecamatan Tegal Selatan, dan UPTD SD Kecamatan Margadana. UPTD SD Kecamatan Tegal
Selatan dan Kecamatan Margana merupakan pengembangan dari Kota Tegal. Diantara kedua kecamatan tersebut yang jauh dengan kepala dinas pendidikan
kota Tegal adalah Kecamatan Margadana. UPTD SD Kecamatan Margadana mempunyai 26 SD Negeri jumlah pendidik 156 orang.
Pendidik Kecamatan Margadana dalam kaitannya dengan kinerja guru, mereka beranggapan bahwa kinerjaprestasi kerja guru adalah mereka
yang mampu memilih dan dan menciptakan situasi belajar-mengajar yang menggairahkan siswa termasuk memilih metode dan materi pelajaran yang
sesuai dengan kemajuan. Kinerja guru dapat dikatakan optimal, jika mereka dapat memenuhi kewajiban untuk mengajar semua mata pelajaran. Guru harus
menguasai berbagai pendekatan, metode, sumber belajar, dan teknik evaluasi yang tepat dalam mencapai tujuan belajar. Namun kenyataannya untuk
mencapai tujuan tersebut tidak mudah, karena guru selain mengajar juga diwajibkan membuat administrasi sekolah. Oleh karena itu guru SD Negeri
se-Kecamatan Margadana mengharapkan bagaimana keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi yang ada dalam menciptakan kinerja guru
11
yang optimal. Berkenaan dengan hal tersebut diharapkan kualitas pendidikan akan meningkat.
Sejalan dengan itu, dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim organisasi dengan
kinerja guru. Kedua hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja guru, di samping faktor yang lain yaitu motivasi dan evaluasi kinerja. Penelitian
kinerja perorangan didahulukan, karena ada asumsi bahwa kinerja individu pada dasarnya merupakan cerminan keefektifan seseorang dalam organisasi.
Bila setiap guru terutama SD Negeri se-Kecamatan Margadana terkoordinasi dengan baik dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan masing-masing maka
dapat tercipta kinerja yang optimal. Dengan demikian, penelitian ini berupaya mengungkap hubungan keefektifan komunikasi kepala sekolah dan iklim
organisasi dengan kinerja guru SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota Tegal. Selanjutnya keefektifan komunikasi seorang kepala sekolah dan iklim
organisasi mempunyai kontribusi yang jelas untuk meningkatkan kinerja guru di sekolah. Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya
sekolah yang dikelola oleh seorang pimpinan yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang efektif dan memiliki iklim organisasi yang kondusif akan
mampu mempengaruhi kinerja guru kearah yang lebih baik. Hubungan ketiga aspek tersebut yakni keefektifan komunikasi kepala sekolah, iklim organisasi
dan kinerja guru, akan diuji validitasnya dengan menguji ketiga aspek tersebut pada institusi SD Negeri se-Kecamatan Margadana Kota Tegal. Peneliti
menggunakan lokasi tersebut karena belum pernah diteliti, dan juga paraktis.
12
Dikatakan praktis karena peneliti sebagai tenaga pengajar calon guru SD di Kota Tegal, di samping faktor tugas juga tempat. Dengan demikian secara
keseluruhan proses penelitian yang dilakukan mengacu kepada kegiatan yang bersifat akademis dan praktis, secara akademis berkaitan dengan
pengembangan keilmuan setiap variabel penelitian, sedangkan secara praktis berkaitan dengan manfaat hasil penelitian selanjutnya, terutama bagi para
pengambil kebijakan sehubungan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan selanjutnya menarik untuk dikaji lebih dalam dalam bentuk penelitian, sehingga judul yang
ditetapkan dalam tesis ini adalah : “Hubungan Keefektifan Komunikasi Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru SD Negeri
se-Kecamatan Margadana Kota Tegal”.
B. Identifikasi Masalah