1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan salah satu fase dalam perkembangan manusia yang terentang sejak anak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia.
Masa remaja memiliki ciri yang berbeda dengan masa sebelumya yaitu masa kanak-kanak atau masa sesudahnya yaitu masa dewasa, karena dalam masa
remaja banyak sekali terjadi hal –hal yang menarik untuk dibicarakan.
Remaja memiliki beberapa perkembangan yang menarik untuk dibahas diantaranya adalah perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial.
Diantara perkembangan tersebut, perkembangan emosi dan sosial yang banyak berpengaruh dalam kehidupan remaja.
Masa remaja yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa tentunya memiliki ciri-ciri tertentu diantaranya adalah
periode perubahan, dimana remaja mengalami perubahan fisik dan perubahan perilaku yang sangat pesat. Hurlock dalam Rita Eka Izzaty, dkk 2008:125
menyatakan bahwa ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi; perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat dan
pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Selain periode perubahan, masa remaja juga merupakan masa dimana mereka
mencari identitas diri, mereka tidak puas dengan keadaan dirinya yang sama seperti masa sebelumnya yaitu masa kanak-kanak. Mereka mulai berusaha
2 untuk menjadi berbeda dan berusaha menunujukkan siapa dirinya dan
perannya dalam kehidupan masyarakat. Cara mencari identitas diri remaja ditunjukkan dengan perilaku mereka,
baik dengan cara yang positif maupun dengan cara yang negatif, karena remaja masih memiliki emosi yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-
ledak. Maka dari itu masa remaja juga merupakan usia bermasalah, dimana remaja banyak mengalami permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.
Jenis-jenis atau bidang-bidang dari masalah yang sering dihadapi oleh para remaja di Indonesia yang telah dikemukakan oleh Zakiah Darajat 1978
diantaranya adalah problem memilih pekerjaan atau kesempatan belajar; problem sekolah; problem kesehatan; problem keuangan, problem seks;
problem untuk persiapan keluarga; problem keluarga; problem pribadi emosi; problem perkembangan pribadi dan sosial; problem agama dan
akhlak; problem kehidupan masyarakat. Tidjan, dkk, 2000:23. Berbicara mengenai problem yang dihadapi oleh remaja, ada beberapa
problem yang paling berpengaruh terhadap kehidupan sosial remaja yaitu masalah keluarga, masalah perkembangan pribadi dan sosial dan masalah
kehidupan masyarakat. Masalah keluarga misalnya perceraian orang tua yang mengakibatkan anak menjadi korban broken home, remaja yang menjadi
korban broken home ini biasanya akan melakukan hal-hal yang dianggap bisa membuat dirinya merasa lebih baik, remaja korban broken home juga rentan
mengalami drop out karena kondisinya yang tidak stabil membuat kegiatan sekolahnya terganggu, remaja menjadi tidak peduli dengan sekolah dan juga
3 lingkungan. Akhirnya mereka dikeluarkan dari sekolah atau di drop out.
Namun selain karena masalah keluarga, drop out juga dapat disebabkan karena himpitan ekonomi yang menjadikan suatu keluarga tidak sanggup lagi
menyekolahkan anak-anaknya. Faktor lainnya adalah lingkungan sosial dimana remaja bergaul, pergaulan yang salah juga dapat menjadi penyebab
remaja mengalami putus sekolah. Menurut data dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY pada
tahun 2015, pada sekolah SMASMKMA angka putus sekolah penduduk yang berusia 16-18 tahun dalam lima tahun terakhir tahun 2009 -2013
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2009 angka putus sekolah tingkat SMPMTs sebesar 0,24 persen dan meningkat
hingga sebesar 0,51 persen pada tahun 2013. Data dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 1 Angka Putus
Sekolah Tingkat SMA dan MA D.I. Yogyakarta Tahun 20082009 sd 20122013
No Kabupaten
2008200 9
20092010 20102011
20112012 20122013
1 2
3 4
5 6
7 1
Kulon Progo 0,56
0,93 0,64
0,63 0,79
2 Bantul
0,25 0,19
0,25 0,22
0,25 3
Gunungkidul 0,36
0,48 0,37
0,70 0,84
4 Sleman
0,19 0,63
0,39 0,43
0,33 5
Yogyakarta 0,08
0,17 0,51
0,82 0,43
Rata-rata 0,24
0,43 0,44
0,57 0,51
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY
Jika dilihat per KabupatenKota di DIY, pada tahun 2013 angka putus sekolah setingkat SLTA tertinggi berada di Kabupaten Gunungkidul yaitu
4 sebesar 0,84 persen sementara terendah Kabupaten Bantul sebesar 0,25
persen. Sedangkan Kabupaten Sleman menempati urutan kedua terendah setelah Kabupaten Bantul yaitu sebesar 0,33 persen, ini artinya Kabupaten
Sleman memiliki angka partisipasi sekolah setingkat SLTA yang cukup tinggi.
Kondisi remaja yang mengalami putus sekolah ini tentunya akan berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosialnya, dan juga berpengaruh
terhadap kehidupannya di masyarakat. Remaja menjadi lebih sensitif, emosional dan juga individual. Hal tersebut akan berpengaruh dalam
kehidupan sosialnya, karena remaja akan mengalami masalah dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Seharusnya, remaja pada
fasenya sudah harus mulai bisa berinteraksi dengan baik terhadap sesama teman atau dengan lingkungan sosialnya. Maka dari itu diperlukanlah
bimbingan untuk remaja khususnya remaja putus sekolah agar mereka mampu berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sosialnya.
Berdasarkan pengamatan lapangan, remaja putus sekolah menyandang berbagai permasalahan dalam diri mereka. Selain masalah broken home,
kemiskinan dan kemampuannya yang rendah sebagai penyebab remaja putus sekolah, masalah lain yang disandang oleh remaja yang telah putus sekolah
ialah munculnya sikap pesimis, rendah diri, karakter yang negatif, pemurung dan juga kurang mampu mengelola kemampuan potensi yang ada di dalam
dirinya. Masalah-masalah inilah yang harus segera ditangani agar remaja tidak semakin terjerumus kedalam hal yang negatif.
5 Remaja sebagai generasi penerus bangsa harus diselamatkan dari hal-
hal yang negatif yang dapat merusak kehidupan mereka. Remaja putus sekolah di Indonesia termasuk mereka yang berada di DIY seharusnya berhak
untuk mendapatkan pelayanan berupa bimbingan dan rehabilitasi sosial dari pihak terkait misalnya Panti Sosial untuk meningkatkan kesejahteraan remaja
terlantar, sebagian sudah mendapatkan hak tersebut dan sebagian lagi belum mendapatkan hak tersebut sehingga mereka menjadi remaja dengan perilaku
sosialnya yang negatif. Remaja kurang mampu berperilaku positif di dalam masyarakat, akhirnya mereka juga kurang dapat diterima di masyarakat.
Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja sebagai salah satu lembaga yang menyelenggarakan pelayanan, perlindungan dan rehabilitasi
sosial remaja, memberikan layanan penuh kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial yaitu remaja putus sekolah atau remaja terlantar untuk
dapat mengembangkan potensi dirinya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya. Remaja penyandang kesejahteraan sosial dalam hal ini remaja
putus sekolah di bina, dibimbing dan diarahkan agar mampu berkembang baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya. Bimbingan jasmanifisik
berupa olahraga, dan pemriksanaan kesehatan, bimbingan rohanimental berupa agama, konseling psikologi, ESQ, dan kedisiplinan, bimbingan sosial
berupa motivasi kelompok, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, out bond, dan relaksasi.
Selain bimbingan tersebut juga terdapat bimbingan keterampilan yang dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan remaja sebagai bekal untuk
6 kehidupan dan penghidupan masa depannya secara wajar. Semua bentuk
bimbingan tersebut tentunya membutuhkan interaksi yang baik antara pekerja sosial dan remaja penyandang masalah kesejahteraan sosial, juga interaksi
antara remaja itu sendiri satu sama lain, namun yang perlu diketahaui adalah bahwa kemampuan interaksi sosial antara remaja satu dengan remaja yang
lain yang ada di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja ini tentunya berbeda-beda, sehingga ada sebagian remaja yang mengalami
kesulitan dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal ini disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda pula yang melatar belakangangi remaja tersebut.
Ada yang disebabkan karena emosional, pengalaman masa lalu, dan sifat dari remaja itu sendiri.
Interaksi sosial diperlukan agar segala bentuk bimbingan yang diberikan kepada remaja penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam hal
ini remaja putus sekolah dapat berjalan dengan baik dan lancar. Selain itu, juga agar remaja penyandang masalah kesejahteraan sosial ini dapat
berhubungan baik dengan sesama teman dan dapat berbaur serta bekerja sama dengan orang lain. Interaksi sosial itu sendiri adalah hubungan timbal balik
antara dua atau lebih individu manusia ketika tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain,
atau sebaliknya. Karena interaksi sosial itu mampu mempengaruhi dan memperbaiki kelakuan individu, maka diperlukan interaksi yang baik untuk
dapat memperbaiki tingkah laku para remaja penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam hal ini putus sekolah. Melihat pentingnya interaksi
7 sosial bagi remaja penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam hal ini
remaja putus sekolah maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Kemampuan Berinteraksi Sosial Remaja Putus Sekolah Studi Kasus Di
Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja Yogyakarta ”
B. Identifikasi Masalah