Pola Evapotranspirasi Secara Spasial dan Temporal

Jika pola tersebut dikaitkan dengan penggunaan lahan yang terdapat pada DAS Cimadur gambar 5.3.2.a, terlihat bahwa pada bagian selatan dari DAS Cimadur didominasi oleh sawah, semaktegalan, dan kebun campuran. Kemudian, semakin menuju ke arah utara, hutan mulai mendominasi penggunaan lahan pada DAS Cimadur. Pada bagian utara DAS Cimadur, terlihat bahwa dibagian tengah wilayah tersebut, mulai didominasi kembali oleh sawah dan semaktegalan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa nilai evapotranspirasi potensial yang didapatkan pada penelitian ini, sangat terkait dengan masukan data suhu dari LST MODIS. Sehingga, jika terdapat pola evapotranspirasi potensial yang terdapat pada gambar 5.3.2.a, besar kemungkinan bahwa pola tersebut dipengaruhi oleh suhu udara. Secara umum, suhu permukaan akan meningkat seiring dengan berkurangnya vegetasi yang menutupi permukaan tanahlahan. Penelitian Hung et al. 2005 dan Sandholt et al. 2002 menunjukkan bahwa hubungan antara LST dan NDVI adalah negatif, yang berarti semakin tinggi suhu permukaan, maka indeks vegetasinya menurun. Sehingga, hal tersebut sesuai dengan apa yang ditampilkan pada Gambar 5.3.1.a, bahwa suhu permukaan jauh lebih tinggi pada bagian selatan DAS Cimadur dengan menganalogikan bahwa nilai evapotranspirasi yang terdapat pada gambar tersebut, berbanding lurus dengan suhu permukaan, akibat pola penggunaan lahannya yang cenderung dipenuhi oleh sawah, semaktegalan, dan pemukiman. Pada wilayah utara, vegetasi hutan cenderung memiliki suhusuhu yang lebih rendah. Pada wilayah tengah di sebelah utara DAS Cimadur, kenaikan suhu disebabkan oleh terdapatnya pola penggunaan lahan berupa semaktegalan dan persawahan pada wilayah tersebut gambar 5.3.2.a. Gambar 5.3.2.b menunjukkan hubungan antara elevasi dan LSTmean terhadap penggunaan lahan yang terdapat di DAS Cimadur. Hutan dan sawah dipilih sebagai pembanding terkait dengan karakteristik penggunaan lahan yang sangat berbeda diantara keduanya. Pada analisis tersebut, diambil 6 titik contoh untuk elevasi dan penggunaan lahan yang berbeda. Berdasarkan gambar 5.3.2.b, terlihat bahwa penggunaan lahan sawah memberikan nilai suhu yang lebih tinggi dibandingkan hutan. Bahkan pada elevasi yang relatif sama, sawah masih memiliki nilai suhu yang lebih tinggi dibandingkan hutan. Gambar 5.3.2.b juga menunjukkan bahwa, pada penggunaan lahan yang relatif sama, topografi juga berkontribusi terhadap perubahan suhu yang diestimasi oleh LST MODIS. Hal ini dapat diamati pada penggunaan lahan sawah dan hutan, yang memiliki nilai suhu yang semakin meningkat seiring dengan rendahnya elevasi pada wilayah penelitian. Gambar 5.3.2.b Hubungan antara Elevasi dan LSTmean pada Berbagai Penggunaan Lahan di DAS Cimadur. Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa suhu yang diestimasi oleh MODIS relatif sensitif terhadap perubahan penggunaan lahan dan juga topografi. Dengan demikian, nilai LST tersebut akan mempengaruhi nilai evapotranspirasi yang dihasilkan dalam penelitian. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa persamaan Blaney-Criddle yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persamaan evapotranspirasi potensial dalam keadaan standard. Asumsi yang digunakan adalah kondisi tanaman pendekrumput, tinggi seragam, menutupi tanah sempurna, dan dalam kondisi cukup air. Dengan demikian, nilai evapotranspirasi yang didapat, tidak spesifik secara langsung untuk jenis penggunaan lahan tertentu. Namun, pola penggunaan lahan dan topografi tetap akan memberikan kontribusi terhadap nilai suhu permukaan lahan, yang merupakan data masukan utama dalam perhitungan nilai ETo.

5.4 Validasi Nilai Estimator Evapotranspirasi

Validasi nilai estimator evapotranspirasi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan antara nilai evapotranspirasi yang didapatkan dari hasil penelitian ETm, dengan nilai evapotranspirasi yang diukur pada panci evaporasi yang berasal dari stasiun klimatologi Baranangsiang FMIPA IPB sejak tahun 2009-2010 dan data Lysimeter tahun 2009 yang didapatkan dari stasiun klimatologi Darmaga. Panci evaporasi A dan Lysimeter merupakan suatu metode sederhana dalam perhitungan Evapotranspirasi. Validasi diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keterkaitan data evapotranspirasi hasil perhitungan pada penelitian, dengan dua metode evapotranspirasi sederhana yang juga umum digunakan sebagai standar perhitungan evapotranspirasi. Pada tahap validasi, dilakukan perbandingan antara nilai ETm dengan nilai validator evapotranspirasi panci evaporasi A dan lysimeter dengan membandingkan nilai estimator evapotranspirasi rataan dari 1x1 pixel dan 3x3 pixel, dengan nilai yang ditunjukkan oleh validator. Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh spasial nilai evapotranspirasi antara 1x1 pixel dan 3x3 pixel, dan juga untuk menambah ketersediaan data validasi.

5.4.1 Validasi Data ETm dan Panci Evaporasi A

Validasi Data ETm dan panci evaporasi A memiliki kendala terkait ketersediaan data ETm. Nilai ETm tidak bisa didapatkan untuk setiap bulannya karena pengaruh pixel yang mengandung ‘no data’ area. Pada tahun 2008 dan 2009, data ETm yang tersedia pada titik stasiun Baranangsiang, hanya terdapat pada 1 bulan pengamatan. Bahkan, pada tahun 2010, tidak ada data yang tersedia Gambar 5.4.a a dan b. Namun, validasi terhadap rataan pixel 3x3 pada titik stasiun iklim Baranangsiang ternyata mampu menambah ketersediaan data untuk validasi, walaupun tidak cukup banyak data yang bertambah. Sehingga, pada validasi data ETm, hanya didapatkan total 2 bulan nilai evapotranspirasi pada tahun 2008 dan 2009 untuk nilai evapotranspirasi 1x1 pixel dan juga total 5 bulan nilai evapotranspirasi pada tahun 2008 dan 2009 untuk nilai evapotranspirasi 3x3 pixel. Sedangkan tahun 2010, data tetap tidak tersedia.