Analisis Sistem Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Masyarakat Adat

74 Berdasarkan hasil analisis evaluasi kelembagaan, dihasilkan bahwa masyarakat adat Kasepuhan Cibedug dalam memanfaatkan sumberdaya hutan telah memperhatikan keberlanjutan dari sumberdaya hutan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari aturan yang melarang memanfaatkan kayu rasamala. Rasamala atau Altingia excelsa merupakan tanaman yang tumbuh di hutan rimba sampai pada ketinggian 1700 mdpl meter diatas permukaan laut dan dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 45 meter 10 . Ciri yang dapat dikenali dari rasamala adalah memiliki kayu yang berwarna kuning keras dan padat serta batang dan dahannya dapat mengeluarkan banyak getah. Informasi dari adat Kasepuhan Cibedug tidak menyebutkan alasan kenapa tidak boleh memanfaatkan rasamala dan hanya mengatakan bahwa itu sudah aturan dari nenek moyang sejak dahulu. Sedikit sulit untuk mengetahui seberapa besar fungsi rasamala di dalam hutan karena tumbuhan ini banyak dimanfaatkan baik secara komersil melalui kayunya ataupun sebagai tanaman obat Priyanti et al , 2011 dan daunnya yang masih muda dapat dijadikan lalapan Hidayat dan Fijridiyanto, 2002. Alasan yang mungkin dapat menjadikan rasamala penting yaitu karena rasamala merupakan salah satu tumbuhan yang dapat membentuk sebuah vegetasi hutan yang berguna bagi manusia terutama dalam menyerap air, mencegah erosi dan menghasilkan udara segar dan menjadi sebuah potensi keindahan untuk vegetasi hutan tersebut.

6.3. Analisis Sistem Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Masyarakat Adat

Kasepuhan Cibedug Keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Cibedug di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak berdasarkan hasil wawancara dengan 10 http:www.plantamor.comindex.php Diakses pada 24 April 2012 75 pihak kasepuhan sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang 11 . Dalam kasepuhan sendiri terdapat beberapa kearifan lokal dan tradisi yang dijalankan oleh masyarakat adat kasepuhan terutama terkait dengan pemanfaatan sumberdaya hutan yang berada didalam wilayah kasepuhan. Berdasarkan informasi keberadaan dan aturan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat kasepuhan dilakukan analisis untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Instrumen perundang-undangan yang digunakan untuk melihat kesesuaian kearifan lokal masyarakat adat Kasepuhan Cibedug antara lain : 1. Aspek masyarakat adat beserta hak-hak yang didapat a. Peraturan Menteri Permen Agraria No 5 Tahun 1999 pasal 1 ayat 3, pasal 2 ayat 2 b. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 pasal 67 ayat 1. 2. Aspek pemanfaatan kawasan hutan a. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2011 pasal 35 b. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 pasal 24, 37 dan 50 ayat 3 c. Undang-Undang No 5 Tahun 1990 pasal 27 dan 33. 3. Aspek pemanfaatan sumberdaya hutan a. Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007 Pasal 19 b. Peraturan Menteri Kehutanan No 56 Tahun 2006 pasal 5 ayat 4 c. Undang-Undang No 5 Tahun 1990 pasal 26 dan pasal 31 ayat 1 d. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 pasal 50 ayat 3. 4. Aspek hukuman atau sanksi a. Peraturan Menteri Agraria No 5 Tahun 1999 pasal 2 ayat 2 11 Asbaji, wawancara 08-07-2011, di Cibedug 76 b. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 pasal 74 ayat 1, pasal 75 ayat 3 serta pasal 78 ayat 1. Pemaparan lebih jelas mengenai analisis kesesuaian kearifan lokal masyarakat adat Kasepuhan Cibedug dengan peraturan perundang-undangan ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Analisis Kesesuaian Sistem Pemanfaatan SDH Kasepuhan Cibedug No Aspek Analisis Peraturan Perundangan Kearifan Lokal Kasepuhan Cibedug Analisis Kesesuaian 1 Pengertian Masyarakat Adat dan Hak Pemanfaatan SDH Permen Agraria No 5 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 3 Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan Masyarakat adat Kasepuhan Cibedug memiliki kearifan lokal berupa aturan-aturan yang yang diwariskan secara turun- temurun dan memiliki sejarah keturunan yang berasal dari daerah Sajra Sesuai Pasal 2 ayat 2 Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari a. Masyarakat Kasepuhan Cibedug dalam kehidupan sehari-hari diatur dengan aturan-aturan adat dari leluhur mereka terutama dalam pemanfaatan kawasan hutan. Aturan- aturan tersebut terbagi dalam aturan pembagian ruang adat, aturan batasan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan dan aturan sanksi bagi yang melanggar aturan. Kasepuhan Cibedug juga memiliki struktur kelembagaan adat yang dipimpin oleh seorang Kepala Adat. Kepala adat Kasepuhan Cibedug dalam menjalankan sistem kelembagaannya dibantu oleh baris kolot, jaro dan mandor Sesuai 77 Tabel 11. lanjutan No Aspek Analisis Peraturan Perundangan Kearifan Lokal Kasepuhan Cibedug Analisis Kesesuaian b. Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari Kawasan Kasepuhan Cibedug secara administratif terletak di Desa Citorek Barat, Lebak. Kawasan Kasepuhan Cibedug juga terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagai tempat masyarakat kasepuhan dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari. Sesuai UU No 41 Tahun 1999 Pasal 67 ayat 1 point a dan b Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak : a. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug adalah salah satu Masyarakat Kasepuhan Adat Banten Kidul dan kawasan Kasepuhan Cibedug berada di dalam kawasan TNGHS. Selain menjadi tempat tinggal, kawasan TNGHS juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat Kasepuhan Cibedug yaitu dengan memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu. Sesuai b. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Pada pasal ini juga melihat pasal-pasal pada poin 2 dibawah 2 Pemanfaatan Kawasan Hutan PP No 28 Tahun 2011 pasal 35 ayat 1 point f dan ayat 2 Taman Nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan f. pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat Ayat 2 Pemanfaatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi Masyarakat Kasepuhan Cibedug memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu seperti buah-buahan, jasa lingkungan dan bambu. Dalam aturan adat pemanfaatan kayu, masyarakat hanya diperbolehkan memanfaatkan selain dari jenis Rasamala. Pemanfaatan kayu ini juga diatur dalam aturan adat yaitu hanya boleh dimanfaatkan sebanyak sekali dalam setahun. Tidak Sesuai 78 Tabel 11. lanjutan No Aspek Analisis Peraturan Perundangan Kearifan Lokal Kasepuhan Cibedug Analisis Kesesuaian UU No 41 Tahun 1999 Pasal 24 Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional Ruang adat yang dimanfaatkan masyarakat Cibedug untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yaitu pada Lahan Garapan yang terdiri dari sawah, huma dan kebun. Lalu kawasan Kasepuhan Cibedug berada di dalam kawasan TNGHS yaitu pada zona tradisional BTNGHS 2007. Sesuai Pasal 37 ayat 1 Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sesuai dengan fungsinya Masyarakat membagi kawasan adatnya menjadi beberapa bagian, antara lain : Leuweung diperuntukkan untuk wilayah hutan yang memilki fungsi sebagai fungsi perlindungan serta cadangan warga untuk jangka waktu ke depan. Reuma adalah lahan bekas garapan warga yang ditinggalkan. Lahan Garapan adalah lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian dan Lembur atau pemukiman. Sesuai Pasal 37 ayat 2 Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsinya Ruang adat Kasepuhan Cibedug yang mempunyai fungsi lindung dan konservasi terdapat pada ruang adat leuweung kolot dan leweung titipan . Sesuai UU No 5 Tahun 1990 Pasal 27 Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan Masyarakat Cibedug memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pertanian. Dalam melaksanakan kegiatan ini membutuhkan lahan dan untuk menyediakan lahan ini masyarakat membuka kawasan hutan yang ada di dalam kawasan TNGHS Tidak sesuai Pasal 33 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional Kegiatan masyarakat Cibedug baik untuk menetap dan memenuhi kebuthan hidup dilakukan di dalam kawasan TNGHS. Kawasan Kasepuhan Cibedug ditetapkan sebagai zona tradisional BTNGHS 2007. Sesuai 79 Tabel 11. lanjutan No Aspek Analisis Peraturan Perundangan Kearifan Lokal Kasepuhan Cibedug Analisis Kesesuaian UU No 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat 3 point e Setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang Dalam menyediakan ruang adat seperti pemukiman dan lahan garapan masyarakat melakukannya dengan menebang pohon. Kegiatan menebang pohon ini tidak mempunyai izin hanya didasari pada petunjuk dari leluhur. Tidak Sesuai 3 Pemanfaatan Hasil Hutan PP No 6 Tahun 2007 Pasal 19 Dalam setiap kegiatan pemanfaatan hutan yang dilakukan wajib disertai dengan izin pemanfaatan hutan Dalam memanfaatkan hasil hutan kayu, masyarakat kasepuhan tidak memiliki izin. Masyarakat kasepuhan hanya diterapkan aturan adat yaitu kayu yang dimanfaatkan tidak boleh dari jenis Rasamala dan dalam memanfaatkan kayu tersebut hanya diperbolehkan sekali dalam setahun. Tidak Sesuai UU No 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat 3 point h Setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama- sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Dalam memanfaatkan hasil hutan baik kayu maupun non kayu, masyarakat Cibedug tidak dilengkapi surat sah memanfaatkan hasil hutan. yang mereka terapkan dalam aturan adat adalah dengan tradisi minta “izin” dengan membakar panglay dan tenjo sebelum masuk ke dalam hutan. Tidak Sesuai Permenhut No 56 Tahun 2006 pasal 5 ayat 4 point a Kriteria zona tradisional meliputi a. adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya Masyarakat Cibedug dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selain dari pertanian juga memanfaatkan hasil hutan baik kayu dan non kayu. Hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan yaitu buah-buahan limus, kupa , duren, bambu dan aliran sungai. Sesuai UU No 5 Tahun 1990 Pasal 26 Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan : a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam Dalam wilayah Kasepuhan Cibedug terdapat peninggalan budaya berupa Situs Cibedug. Situs ini digunakan masyarakat untuk ritual sebelum memasuki kawasan leuweung titipan dan tidak jarang juga menarik orang dari luar Cibedug untuk datang melihat. Sesuai 80 Tabel 11. lanjutan No Aspek Analisis Peraturan Perundangan Kearifan Lokal Kasepuhan Cibedug Analisis Kesesuaian b. pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar Masyarakat Kasepuhan Cibedug memanfaatkan tumbuhan baik berupa kayu pohon maupun buah-buahan. Untuk kayu yang dimanfaatkan adalah diluar dari jenis kayu Rasamala yaitu puspa dan ki huru. Dalam pemanfaatan kayu ini masyarakat tidak melakukan penebangan secara langsung. Masyarakat menggunakan kayu-kayu yang telah tumbang untuk dimanfaatkan selanjutnya. Jenis buah-buahan yang dimanfaatkan masyarakat diantaranya limus, kupa, duren. Sesuai Pasal 31 ayat 1 Di dalam taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam. Masyarakat Kasepuhan Cibedug memiliki pesan dari leluhur mereka yaitu ngajaga turunan anu Kidul yang memiliki arti menjaga keturunan masyarakat adat kasepuhan yang ada di Banten Kidul. Melalui pesan ini masyarakat Kasepuhan Cibedug melaksanakan aturan- aturan adat yang ditetapkan oleh leluhur mereka sebagai bentuk implementasi warisan tradisi dan budaya yang diturunkan dari leluhur mereka. Sesuai 4 Sanksi Permen Agraria No 5 Tahun 1999 Pasal 2 ayat 2 point c Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : b. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut Dalam Kasepuhan Cibedug juga terdapat kearifan lokal yang mengawasi masyarakat dalam melaksanakan aturan- aturan adat. Pengawasan dilakukan oleh tokoh masyarakat Kasepuhan Cibedug dengan dibantu oleh mandor . Untuk tingkatan pelanggaran dibagi menjadi tingkatan yaitu ringan, sedang dan berat dan humuman diputuskan oleh Kepala Adat. Sesuai UU No 41 Tahun 1999 Pasal 74 ayat 1 Penyelesaian sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa Masyarakat Kasepuhan Cibedug menggunakan cara rembugan untuk menentukan menyelesaikan masalah yang tejadi di kasepuhan termasukmenentukan hukuman. Sesuai 81 Tabel 11. lanjutan No Aspek Analisis Peraturan Perundangan Kearifan Lokal Kasepuhan Cibedug Analisis Kesesuaian Pasal 75 ayat 3 Dalam penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan dapat digunakan jasa pihak ketiga yang ditunjuk oleh para pihak dan atau pendampingan organisasi nonpemerintah untuk membantu penyelesaian sengketa kehutanan. Kasepuhan Cibedug dalam menyelesaikan masalah pelanggaran aturan adat turut melibatkan pihak TNGHS terutama terkait pelanggaran terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan. Hal ini didasari pada letak kasepuhan yang berada di dalam wilayah TNGHS dan TNGHS adalah pengelola kawasan hutan yang Kasepuhan Cibedug tempati. Sesuai Pasal 78 ayat 1 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan, diancam dengan pidana penjara lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah Penetapan sanksi di Kasepuhan Cibedug tidak didasari tingkat kesalahan yang dilakukan apakah ringan, sedang dan berat. Pelanggaran ringan sanksi yang dikenakan adalah teguran. Pelanggaran sedang diberikan teguan kembali dan diperingatkan, pelanggaran berat sanksi yang diberikan adalah dikeluarkan dari kasepuhan dan dicabut semua hak dan kewajibannya sebagai masyarakat adat. Tidak Sesuai Berdasarkan hasil analisis kesesuaian, pada aspek pengertian masyarakat adat dan hak pemanfaatan sumberdaya hutan dihasilkan bahwa keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Cibedug sesuai dengan perundang-undangan. Peraturan Menteri Agraria No 5 Tahun 1999 pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa masyarakat adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya dan karena kesamaan tempat tinggal dan kesamaan keturunan. Masyarakat Kasepuhan Cibedug memiliki kearifan lokal yang mengikat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kearifan lokal yang diterapkan antara lain yaitu aturan dalam pembagian ruang adat, aturan batasan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, aturan akses dalam pemanfaatan sumberdaya hutan serta 82 aturan sanksi dan hukuman. Dengan sesuainya kearifan lokal Kasepuhan Cibedug dengan Peraturan Menteri Agraria No 5 Tahun 1999 pasal 1 ayat 3 maka mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya hutan. Undang-Undang No 41 tahun 1999 pasal 67 ayat 1 point b disebutkan masyarakat adat berhak melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Pada aturan pembagian adat kawasan hutan leuweung, Kasepuhan Cibedug membaginya menjadi tiga yaitu leuweung titipan, leuweung tutupan dan leuweung cadangan. Pembagian ini menyerupai dalam pengelolaan taman nasional berdasarkan Permenhut No 56 tahun 2006 yaitu zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan. Aspek analisis selanjutnya adalah mengenai pemanfaatan kawasan hutan yang berada di TNGHS oleh masyarakat adat Kasepuhan Cibedug. Pada Undang- Undang No 41 tahun 1999 pasal 24 disebutkan pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba taman nasional. Jika dipadukan dengan kegiatan kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Cibedug maka terdapat kesesuaian. Kegiatan kearifan lokal Kasepuhan Cibedug semua dilakukan di zona tradisional Dephut, 2007. Penentuan kawasan Kasepuhan Cibedug sebagai zona tradisional dalam TNGHS didasarkan pada kriteria yang disebutkan pada Permenhut No 56 tahun 2007 pasal 5 ayat 4. Kriteria zona tradisional meliputi adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat Kasepuhan Cibedug memanfaatkan SDA hayati 83 non kayu berupa bambu, buah-buahan limus, kupa, duren serta jasa lingkungan berupa aliran sungai. Bentuk kearifan lokal pemanfaatan kawasan hutan yang dilakukan masyarakat Kasepuhan Cibedug juga terdapat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang No 5 tahun 1990 pasal 27 disebutkan pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan. Masyarakat Kasepuhan Cibedug memenuhi kebutuhan hidup melalui pertanian dan untuk menyediakan lahan sawah atau kebun, masyarakat menebang pohon yang ada di hutan dan mengubahnya menjadi lahan pertanian. Cara yang dilakukan masyarakat kasepuhan ini tidak mendukung kelestarian dari fungsi kawasan taman nasional. Selain itu, kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam taman nasional sesuai dengan PP No 28 pasal 35 adalah pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat yaitu berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Selain memang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, masyarakat Kasepuhan Cibedug juga memanfaatkan kayu. Kayu yang dimanfaatkan berasal dari jenis selain Rasamala antara lain yaitu puspa dan ki huru. Hal ini menjadi salah satu gambaran lagi bahwa kearifan lokal Kasepuhan Cibedug dalam pemanfaatan kawasan hutan tidak sesuai dengan perundang-undangan. Dalam pemanfaatan sumberdaya hutan terdapat ketidaksesuaian antara kearifan lokal masyarakat adat Kasepuhan Cibedug dengan salah satu instrumen Perundang-undangan yaitu PP No 6 tahun 2007 pasal 19. Peraturan pemerintah ini menyebutkan dalam setiap kegiatan pemanfaatan hutan yang dilakukan wajib 84 disertai dengan izin pemanfaatan hutan namun dalam memanfaatkan sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu masyarakat Kasepuhan Cibedug tidak memiliki izin resmi untuk melakukan pemanfaatan. Kesesuaian kearifan lokal masyarakat adat Kasepuhan Cibedug terlihat pada UU No 5 Tahun 1990 Pasal 31 ayat 1. Dalam pasal ini disebutkan bahwa kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Taman Nasional yaitu untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam. Keberadaan masyarakat Cibedug di kawasan TNGHS adalah untuk melaksanakan amanat dari leluhur mereka yaitu ngajaga turunan anu Kidul yang memiliki arti menjaga keturunan masyarakat adat kasepuhan yang ada di Banten Kidul . Kearifan lokal yang dilakukan masyarakat adat Kasepuhan Cibedug di dalam kawasan TNGHS adalah bentuk implementasi pewarisan tradisi yang telah diturunkan secara turun temurun dan juga sesuai dengan bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam UU No 5 Tahun 1990 Pasal 31 ayat 1. Aspek terakhir yang dianalisis adalah mengenai sanksi yang diterapkan dalam kearifan lokal Kasepuhan Cibedug. Pada Permen Agraria No 5 tahun 1990 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa masyarakat adat masih ada apabila terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Hal ini sesuai dengan kearifan lokal yang diberlakukan Kasepuhan Cibedug. Dalam kearifan lokal Kasepuhan Cibedug terdapat aturan untuk mengawasi masyarakat kasepuhan dalam memanfaatkan kawasan atau suberdaya hutan. Pengawasan ini dilakukan oleh tokoh masyarakat dibantu dengan mandor Kasepuhan Cibedug. Dalam pemberian sanksi terdapat tiga tingkatan sanksi yang diberlakukan, mulai 85 dari tingkatan ringan, sedang dan berat. Pada tingkatan ringan sanksi yang diberikan berupa teguran dan jika melakukan kesalahan lagi maka akan diberikan teguran kembali serta diperingatkan. Jika sudah diberi perigatan maka tingkat kesalahan yang dilakukan sudah mencapai tingkatan sedang dan sanksi pada tingkatan berat adalah dikeluarkan dari kasepuhan serta dicabut hak dan kewajibannya sebagai masyarakat adat. Bentuk sanksi hukuman yang diberlakukan di Kasepuhan Cibedug merupakan ketentuan yang disepakati dari Kasepuhan Cibedug bukan hukuman pidana. Pada Pasal 78 ayat 1 disebutkan barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, diancam dengan pidana penjara lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah. Hal ini menjadikan aturan sanksi di Kasepuhan Cibedug tidak sesuai dengan perundang- undangan. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dari 18 pasal dalam 6 peraturan perundang-undangan dihasilkan 12 pasal perundang-undangan telah sesuai dengan kearifan lokal dan 6 pasal perundang-undangan yang tidak sesuai dengan kearifan lokal. Walaupun kearifan lokal Kasepuhan Cibedug banyak mengalami kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang ada tetapi tidak bisa disimpulkan bahwa kearifan lokal yang diterapkan dalam bentuk pemanfaatan sunberdaya hutan tidak menimbulkan ancaman terhadap sumberdaya hutan TNGHS. Hal ini disebabkan karena pada pasal yang tidak sesuai dengan kearifan lokal tersebut bila tetap dilakukan dapat mengancam kondisi dari kawasan hutan TNGHS terutama sumberdaya hutan yang ada didalamnya. Ketidaksesuaian tersebut antara lain kegiatan membuka lahan yang digunakan untuk pertanian di 86 dalam kawasan hutan taman nasional dan pemanfaatan sumberdaya hutan baik kayu atau non kayu yang tidak memiliki izin. Informasi tambahan yang didapat saat pengambilan data menyebutkan bahwa Kasepuhan Cibedug belum mempunyai surat keputusan resmi dari pemerintah daerah setempat mengenai keberadaan dari Kasepuhan Cibedug. Hasil wawancara menyebutkan penyebab dari tidak turunnya peraturan daerah mengenai keberadaan kasepuhan adalah dari SK Menteri Kehutanan No. 175Kpts-II2003 mengenai perluasan TNGHS 12 . Wilayah Kasepuhan Cibedug sebelum masuk kawasan taman nasional merupakan wilayah Perum Perhutani yang merupakan kawasan hutan produsi terbatas dan hutan lindung. Perubahan status kawasan ini menyebabkan terjadinya perubahan dari kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan secara langsung menjadi sebuah kawasan konservasi yang memiliki pemanfaatan bersifat terbatas. Usaha-usaha pun dilakukan dari pihak kasepuhan sampai ke tingkat Bupati tetapi tetap sampai sekarang surat keputusan belum bisa diturunkan. Dalam analisis kesesuaian disebutkan bahwa kegiatan masyarakat Kasepuhan Cibedug dilakukan pada zona tradisional TNGHS bukan di dalam zona inti seperti hasil penelitian Aprianto 2008. Penetapan kawasan Kasepuhan Cibedug sebagai zona tradisional telah sesuai dengan Permenhut No 56 tahun 2006 yang berbunyi zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan dan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam. Dengan penetapan kawasan Kasepuhan Cibedug sebagai zona tradisional di TNGHS bukan berarti 12 Asmadi, wawancara 11-07-2011, di Citorek 87 Kasepuhan Cibedug telah diakui legal sebagai masyarakat hukum adat. Undang- Undang No 41 tahun 1999 pada pasal 67 ayat 2 disebutkan bahwa pengukuhan keberadaan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah sehingga dapat dikatakan keberadaan Kasepuhan Cibedug beserta kegiatan pemanfaatan kawasan dan sumberdaya hutan yang dilakukan adalah ilegal dan masyarakat Kasepuhan Cibedug dikeluarkan dari kawasan taman nasional. Bila dilakukan penutupan wilayah Kasepuhan Cibedug serta pemindahan seluruh masyarakat ke tempat yang lain bukan alternatif cara yang tepat dikarenakan dalam proses tersebut membutuhkan jumlah biaya yang cukup besar dan sumberdaya yang tidak sedikit 13 . Cara tersebut juga dapat menimbulkan potensi konflik antara TNGHS dan masyarakat Kasepuhan sehingga langkah yang ditempuh oleh taman nasional adalah menetapkan kawasan Kasepuhan Cibedug sebagai zona tradisional. Langkah ini dinilai merupakan langkah yang paling realistis oleh taman nasional mengingat jumlah masyarakat yang berada di Kasepuhan Cibedug terbilang tidak sedikit. Hasil analisis kesesuaian juga menyebutkan bahwa dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu yang dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Cibedug dilakukan tanpa disertai izin pemanfaatan sumberdaya hutan. Selain itu, Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2011 pasal 35 juga disebutkan bentuk kegiatan pemanfaatan tradisional di dalam taman nasional yaitu dapat berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu. 13 Joni, wawancara 12-07-2011, di Citorek 88 Sumber : Dephut 2007 Gambar 12. Peta Zonasi Kawasan TNGHS. Dalam melakukan pemanfaatan masyarakat Kasepuhan Cibedug hanya terikat aturan batasan yaitu untuk memanfaatkan sumberdaya hutan berupa kayu tidak boleh kayu dari jenis Rasamala dan hanya boleh dilakukan selama sekali dalam setahun. Sebelum memasuki kawasan hutan untuk melakukan memanfaatkan sumberdaya hutan, masyarakat kasepuhan harus melakukan ritual minta “izin” dengan membakar panglay dan tenjo terlebih dahulu baru boleh masuk ke dalam hutan. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan Kasepuhan Cibedug tidak sesuai dengan perundang-undangan terutama PP No 28 tahun 2011 pasal 35 karena masyarakat Kasepuhan Cibedug juga memanfaatkan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Taman nasional memang tidak bisa menutup mata dengan fenomena kehidupan yang dijalani di masyarakat kasepuhan yang sangat bergantung dengan Lokasi Kasepuhan Cibedug 89 kondisi sumberdaya hutan yang ada di dalam kawasan. Atas dasar ini maka TNGHS menerapkan kebijakan berupa toleransi terhadap masyarakat Kasepuhan Cibedug dalam memanfaatkan sumberdaya hutan terutama kayu. Toleransi tersebut adalah jika masyarakat Kasepuhan Cibedug memanfaatkan kayu yang ada di wilayah kasepuhan juga masuk kedalam taman nasional diperbolehkan dengan catatan bahwa kayu yang diambil tidak melebihi dari jumlah kayu yang dibutuhkan, hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak untuk komersial. Berdasarkan informasi dari pihak resort taman nasional untuk kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kasepuhan Cibedug hanya kayu-kayu yang sudah tumbang. Kayu yang berasal dari pohon yang tumbang tersebut bila digunakan bisa untuk satu atau dua rumah 14 . Namun, kondisi masyarakat yang terus berkembang serta bertambah populasinya lalu dengan laju arus modernitas yang telah sampai pelosok desa yang sekalipun berada di dalam hutan membuat kebutuhan yang ingin dipenuhi semakin meningkat. Ditambah dengan potensi kayu alam yang bernilai ekonomis tinggi, didukung dengan banyaknya permintaan terhadap kayu alam, desakan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat serta adanya oknum-oknum tertentu di luar kasepuhan yang mempengaruhi masyarakat untuk menyelewengkan peraturan kasepuhan 15 menjadi beberapa potesi ancaman yang dapat mengganggu kondisi sumberdaya di dalam kawasan taman nasional. Informasi dari pihak resort taman nasional menyebutkan laporan penyelewengan di dalam kawasan taman nasional yang dilakukan oleh masyarakat 14 Joni, wawancara 12-07-2011, di Citorek 15 Sutisna, wawancara 09-07-2011, di Citorek 90 Kasepuhan Cibedug belum ada. Terakhir pada tahun 2009 terjadi pencurian kayu di wilayah Cibedug tetapi pelakunya berasal dari luar wilayah Cibedug dan pelaku di vonis 18 bulan penjara 16 . Walau belum ditemukan penyelewengan yang dilakukan masyarakat Kasepuhan Cibedug bukan berarti ancaman terhadap hutan TNGHS tidak ada. Desakan ekonomi serta adanya oknum-oknum di luar kasepuhan yang mempengaruhi masyarakat untuk menyelewengkan peraturan kasepuhan seperti yang telah disebutkan sebelumnya menjadi faktor penyebab kawasan hutan TNGHS masih belum aman terutama dari pencurian kayu. Pada gambar 18 terlihat bahwa letak Kasepuhan Cibedug yang berada pada zona tradisional bersebelahan dengan zona rimba. Zona rimba TNGHS yang bersebelahan dengan kawasan Kasepuhan Cibedug masih memiliki tegakan hutan yang relatif masih bagus menjadi ancaman karena masih banyak menyimpan potensi kayu alam yang apabila dijual memilki nilai ekonomis yang tinggi. Hal ini disebabkan masih banyaknya permintaan akan kayu alam untuk digunakan untuk keperluan konsumsi misalnya untuk membangun rumah dan sebagainya. Desakan ekonomi yang disebabkan hanya mengandalkan panen sekali dalam setahun lalu pemanfaatan kayu yang hanya digunakan untuk keperluan bangunan dan tidak boleh dikomersilkan bisa menjadi pemicu terjadinya peyelewengan aturan. Pengaruh modernisasi dari luar berupa mempunyai alat komunikasi seperti handphone juga menyebabkan kebutuhan masyarakat semakin meningkat. Alat komunikasi tersebut menggunakan pulsa untuk digunakan. Kebutuhan untuk membeli pulsa bila hanya mengandalkan panen pertanian yang hanya sekali dalam setahun tidak akan mencukupi. 15 Joni, wawancara 12-07-2011, di Citorek 91 Wilayah Kasepuhan Cibedug yang seluas 2104,403 Ha memang hanya menempati 1,85 dari total kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pemanfaatan ruang adat sebagai lahan garapan dan pemukiman hanya sebesar 0,24 dan 0,02 dari luas kawasan TNGHS. Kondisi seperti ini bisa diinterpretasikan bahwa keberadaan masyarakat Kasepuhan Cibedug dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan tidak membahayakan bagi kawasan taman nasional. Terutama ditambah lagi dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan tersebut hanya digunakan hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak diperjualbelikan. Akan tetapi, dengn adanya ketidaksesuaian pada peraturan perundangan, pengaruh modernisasi yang menyebabkan kebutuhan meningkat dapat menjadi alasan terbantahkannya interpretasi mengenai keberadaan masyarakat Kasepuhan Cibedug tidak membahayakan bagi kawasan taman nasional. Lalu dapat disimpulkan keberadaan masyarakat Kasepuhan Cibedug dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan masih menimbulkan ancaman terhadap TNGHS menjadi tetap ada. Tabel 12. Persentase Ruang Adat Kasepuhan Cibedug No Ruang Adat Kasepuhan Cibedug Luas Ha Persentase dari Luas Kawasan TNGHS 1 Leuweung Kolot 251,650 0,22 2 Leuweung Titipan 474,330 0,41 3 Leuweung Cadangan 1.099,220 0,96 4 Lahan Garapan 275,785 0,24 5 KampungLembur 3,418 0,02 Total 2.104,403 1,85 Masih banyaknya potensi ancaman terhadap kawasan dan sumberdaya hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak maka diperlukan sebuah alternatif pengelolaan untuk kawasan hutan TNGHS. Alternatif pengelolaan yang akan dijalankan dapat melibatkan kedua pihak yaitu TNGHS sebagai pengelola resmi 92 dari kawasan hutan TNGHS dan Kasepuhan Cibedug sebagai masyarakat hukum adat yang mendiami kawasan TNGHS sejak turun temurun. Alternatif pengelolaan yang dijalankan oleh kedua pihak diharapkan tidak akan mengurangi hak dan kewajiban kedua pihak sehingga dari alternatif pengelolaan tersebut keberadaan kawasan hutan beserta sumberdaya hutan yang ada di dalamnya tetap dapat dipertahankan dan dimanfaatkan secara lestari. a b Gambar 13. Kejadian Pencurian Kayu di Wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak. a Kepala Resort TNGHS Memeriksa Kayu Telah ditebang, b Sisa Potongan Kayu yang Tergeletak di Pinggir Jalan

6.4. Ko-Manajemen Sebagai Alternatif Pengelolaan Taman Nasional