Penyimpanan dingin Pascapanen Mangga Gedong Gincu

22 Tabel 4. Perubahan Parameter Mutu Selama Penyimpanan Mangga Gedong Gincu Pada Suhu 13 C Parameter Mutu Pengamatan hari ke- 14 21 Susut bobot 0,00 0,59 0,99 Kekerasan Newton 28,40 9,73 4,08 Total asam 1,16 1,01 0,76 Total padatan terlarut brix 12,10 14,50 15,73 Warna 7,5 GY 7,5 Gy – 5 GY 5 GY -2,5 GY Laju respirasi ml CO 2 kg-jam 7,53 4,17 3.56 Organoleptik 1. Warna 2. Tekstur 3. Rasa 4. Aroma 5. Tingkat kesukaan 4 12 orange 5 keras 3 agak asam 3 agak harum 3 agak suka 5 orange 4 agak keras 4 agak manis 5harum 5 suka Sumber : Rizkia 2004 Pengukuran warna dilakukan menggunakan Chromameter Minolta CR- 200 dengan metode Hunter dan Munsell Color GY = Green Yellow hijau kekuningan, semakin kecil nilainya, semakin berkurang warna hijaunya atau bertambah kuningnya. laju respirasi setelah 12 jam dalam ruang penyimpanan laju respirasi tertinggi selama 24 jam penyimpanan Uji organoleptik terhadap 10 panelis berdasarkan skala mutu hedonik 1 – 6

2.3. Paramater Mutu Buah Mangga

Mutu hasil hortikultura segar didefinisikan Kader 1992 sebagai kombinasi dari karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan makanan dan bahan kesenangan. Secara umum mutu akhir buah yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor prapanen mutu benihbibit, lingkungan tempat tumbuh, agroklimat dan teknik budidaya tanaman serta faktor pascapanen umur petik, pemanenan,dan penanganan hasil panen. Tingkat mutu yang dihasilkan saat prapanen tidak dapat diperbaiki pada saat pascapanen, dan tingkat mutu yang dihasilkan saat prapanen dapat dipertahankan dengan penanganan pascapanen. Pada sepanjang rantai pasok mangga, keberagaman mutu yang dapat ditemukan meliputi ukuran, rasa, warna, aroma, berat, dan bentuk. Menurut Kader 2002, konsumen mangga menilai perfoma mutu mangga tergantung pada parameter mutu eksternal atau penampilan visual bebas memar, bebas getah, bebas cedera, berat, warna, dan bentuk dan pada parameter mutu 23 internal warna daging, kerusakan, tingkat keasaman, dan derajat kemanisan. Komponen mutu eksternal merupakan penilaian pertama yang dapat memberi gambaran tingkat mutu suatu komoditas karena dapat terlihat langsung. Dalam pemasaran, mutu visual merupakan faktor yang sangat penting, karena konsumen akan lebih dulu menilai hal yang terlihat langsung. Komponen yang berhubungan dengan mutu eksternal terdiri dari bentuk, ukuran, warna, kesegaran, kebersihan, kerusakan fisik, dan kerusakan mikrobiologis. Kerusakan atau cacat suatu komoditas dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab dan sangat berpengaruh terhadap mutu visual hasil hortikultura. Cacat fisik seperti keriput, layu, terpotong, tergores, dan memar. Cacat fisiologis meliputi kerusakan akibat penyimpanan di bawah batas suhu penyimpanan optimal, kerusakan akibat terik matahari, memar, dan sebagainya. Cacat patologis adalah pembusukan akibat jamur atau bakteri dan cacat atau kelainanpenyimpangan akibat virus. Mutu internal merupakan kondisi di dalam komoditas, terutama menyangkut jumlah yang dapat dikonsumsi tebal kulit, rendemen jus, dan jumlah kerusakan, tekstur, citarasa, dan nilai gizi. Tingkat kekerasan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan tingkat kesegaran freshness buah saat dinikmati dan juga berkaitan dengan kemampuan dalam menahan tekanan selama proses pengangkutan dan distribusi. Buah yang lunak bila dikirim jarak jauh akan mengalami kehilangan dan kerusakan cukup tinggi akibat kerusakan fisik. Citarasa merupakan penilaian terhadap rasa dan aroma beberapa komponen dalam suatu komoditas hortikultura. Umumnya, konsumen menilai komponen nilai gizi sebagai bahan pertimbangan di tahap keputusan akhir. Pada rantai pasok mangga segar, pasar lebih menekankan penampilan visual dan umur simpannya. Kriteria mutu kritis yang menentukan pada penampilan visual adalah warna dan kekerasan atau ketegaran firmness. Perubahan warna pada buah mangga berkaitan dengan tingkat kematangan. Umumnya, konsumen mengasumsikan warna merah atau kuning kemerah-merahan merupakan warna mangga yang sudah matang. Warna eksotis mangga gedong gincu untuk tujuan ekspor adalah adanya warna merah pada pangkal buah yang terjadi jika buah matang pohon yaitu saat buah berumur 100-120 hsbm dengan tingkat kematangan 80-85. Ketegaran buah berkaitan dengan tingkat kesegaran freshness buah 24 tersebut sehingga freshness merupakan kriteria mutu penting dalam tingkat penerimaan konsumen buah atau sayuran segar. Freshness dijelaskan oleh Kays 1991 sebagai suatu kriteria mutu yang berkaitan dengan tingkat kebersihan cleanlines dan tingkat kematangan maturity yang merupakan faktor yang memunculkan kondisi pertimbangan mutu termasuk kondisi mutu visual secara umum dari suatu produk. Pada buah segar, freshness menurun dengan semakin meningkatnya maturity dan semakin menurunnya firmness. Penurunan freshness, menyebabkan semakin menurun pula umur simpan self-life buah dan tingkat penerimaan acceptance konsumen terhadap mutu buah. Hal ini berarti, bahwa untuk mempertahankan mutu buah segar, perlu memperhatikan aspek freshness buah tersebut. Secara kuantitatif, parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran freshness buah adalah : susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, total asam, dan perubahan warna. Perubahan susut bobot berbanding lurus dengan semakin tingginya suhu penyimpanan dan lama penyimpanan, sedangkan perubahan tingkat kekerasan dan total asam berbanding terbalik dengan semakin tingginya suhu penyimpanan dan lamanya penyimpanan. Keberhasilan memperpanjang umur simpan buah-buahan segar ditunjukkan dengan menurunnya laju pemasakan atau tertundanya awal pemasakan dan mencegah kerusakan fisik dan mikrobiologis sehinga freshness dapat dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima oleh konsumen. Hal ini dapat dicapai dengan merubah lingkungan produk segera setelah pemanenan yaitu dengan cara penurunan suhu, penggunaan bahan kimia, memodifikasi atmosfir sekitar produk, atau kombinasi perlakuan tersebut Irving, 1984.

2.4. Pendekatan Sistem

Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi dalam satu kesatuan untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Eriyatno 1999 menjelaskan bahwa pendekatan sistem merupakan metode pemecahan masalah dengan menggunakan abstraksi keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata untuk pengkajian suatu masalah. Pendekatan sistem dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan kegiatan yang bersifat multi disiplin dan terorganisir, penggunaan 25 model matematika, mampu berpikir kuantitatif, penggunaan teknik simulasi dan optimasi, serta diaplikasikan dengan bantuan komputer. Adakalanya lingkungan nyata terlalu rumit sehingga sekedar untuk memahaminya ataupun untuk mengkomunikasikan dengan orang lain diperlukan sebuah model yang representatif. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa untuk kondisi tertentu perlu membangun sebuah model yang mewakili sistem nyata serta mempelajarinya sebagai pengganti sistem nyata. Teori dasar yang dapat digunakan dalam pendekatan sistem adalah : model matematik, analisa fungsi model matematik, teori kontrol, teori estimasi, dan teori keputusan. 2.4.1. Pemodelan Sistem Elemen aktifitas pembuatan model disebut Eriyatno 1999 sebagai pemodelan. Menurut Marquez 2010, pemodelan adalah proses menghasilkan model sebagai representasi abstrak dari beberapa entitas dunia nyata, proses atau sistem. Jadi pemodelan sistem dapat diartikan sebagai proses menghasilkan model sebagai gambaran atau representasi dari suatu sistem. Klasifikasi pemodelan sistem dapat dilihat pada Gambar 5. Sistem Ekperimen dengan sistem nyata Eksperimen dengan model sistem Model fisik Model matematika Penyelesaian analitis Simulasi Gambar 5. Klasifikasi Pemodelan Sistem Law and Kelton, 1991 dalam Manona dan Soetopo, 2008 Eriyatno 1999 menjelaskan tahap pemodelan sistem yaitu : seleksi konsep, rekayasa model, implementasi komputer verifikasi, validasi, dan aplikasi model. Tahap seleksi konsep dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang 26 bermanfaat dan bernilai cukup untuk pemodelan berkaitan dengan kinerja sistem yang akan dihasilkan. Rekayasa model dilakukan untuk menentukan jenis model yang akan digunakan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Pada tahap rekayasa model dilakukan asumsi model, konsistensi internal pada struktur model, data input dan pendugaan parameter, hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual, dan membandingkan model dengan kondisi aktual. Pada tahap implementasi komputer, model diwujudkan dalam bentuk berbagai persamaan. Pada tahap ini, dilakukan pembuktian verifikasi bahwa model komputer mampu melakukan simulasi dari model yang dikaji. Validasi dilakukan untuk menyimpulkan apakah model sistem merupakan perwakilan yang sah dari keadaan nyata yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dapat dimulai dengan uji sederhana meliputi pengamatan tanda aljabar, tingkat kepangkatan dari besaran, format respon linier, eksponensial, logaritma, dan sebagainya, arah perubahan peubah jika parameter diganti-ganti, serta nilai peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem. Prinsip pemodelan sistem tidak terlalu menitik beratkan kepada bentuk model apa untuk merancang sebuah sistem. Bentuk model bebas, bisa menggunakan bentuk apa saja sesuai dengan keinginan kita. Bentuknya bisa berupa narasi, prototipe atau gambar, yang terpenting adalah harus mampu merepresentasikan visualisasi bentuk sistem yang diinginkan oleh pengguna user, karena sistem akhir yang dibuat bagi pengguna akan diturunkan dari hasil model tersebut. 2.4.2. Model Matematik Dalam Pemodelan Sistem Pemodelan sistem identik dengan mathematical modeling. Dimulai dengan intepretasi dari kondisi yang ada, menyederhanakannya dalam sebuah model, merepresentasikannya ke dalam model matematis, lalu menerjemahkannya ke dalam model komputerisasi sehingga dapat disimulasikan untuk mengeluarkan output atau kesimpulan. Jadi, model adalah representasi dari sebuah permasalahan agar mudah untuk diselesaikan. Menurut Stewart 1999, model bertujuan untuk memahami suatu fenomena dan mungkin membuat prakiraan tentang perilaku di masa depan.