Potensi Sumberdaya Udang Potensi Perikanan Udang Penaeid

4 HASIL PENELITIAN

4.1 Potensi Sumberdaya Udang

Tersedianya informasi tentang potensi sumberdaya perikanan di suatu perairan merupakan satu dasar bagi langkah pengembangan upaya penangkapan dan pengelolaannya dalam rangka memperoleh manfaat yang berkelanjutan dari sumberdaya tersebut Nurhakim, 2004. Adapun potensi lestari potential yield udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan adalah sebesar 12.778,174 tontahun, dengan stock density sebesar 0,508 tonkm 2 dan biomassa standing stock sebesar 16.637,566 ton. Hasil perhitungan potential yield, stock density dan standing stock pada setiap strata kedalaman pengamatan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil perhitungan stock density, potential yield dan standing stock Strata kedalaman Stock density tonkm 2 Standing stock ton Potential yield tonth 3-6 0,333 10.919,551 8.489,663 3-8 0,359 11.748,813 9.111,610 3-10 0,593 19.440,362 14.880,271 10-20 0,649 21.254,722 16.241,041 20-30 0,605 19.824,383 15.168,287 Jumlah 2,539 83.187,830 63.890,872 Rata-rata 0,508 16.637,566 12.778,174 4.2. Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid 4.2.1 Unit penangkapan udang 1 Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan untuk penangkapan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan adalah jaring trammel net. Kontruksi umum dari jaring trammel net dapat dilihat pada Gambar 9. Badan jaring terdiri atas tiga lapis jaring yaitu satu lapis jaring bagian dalam inner net yang berfungsi sebagai penjerat udang dan dua lapis jaring bagian luar outer net yang berfungsi sebagai penguat inner net dan kerangka untuk terbentuknya kantong saat inner net menjerat udang. Jaring yang digunakan terbuat dari bahan nylon multifilament dengan mesh size inner net 38 mm dan mesh size outer net 140 mm. Hanging ratio untuk inner net yaitu 75 – 80 , sedangkan untuk outer net 60 – 70 . Hanging ratio yang digunakan adalah hanging ratio yang baik untuk menangkap udang sesuai dengan hasil penelitian Mangunsukarto et al., tahun 1996 yang menyebutkan bahwa trammel net dengan hanging ratio yang tertinggi 80 dapat menangkap udang lebih efektif daripada yang lainnya. Gambar 9 Kontruksi umum jaring trammel net. Panjang jaring pada operasi penangkapan udang berukuran 300 meter atau menggunakan jaring sebanyak 33 piece yang terdiri dari 15 piece untuk inner net dan 18 piece untuk outer net. Lebar jaring trammel net yang digunakan adalah 1,5 m. Untuk memberikan daya apung dan menambah berat supaya kedudukan jaring di perairan sesuai dengan yang diharapkan maka di sepanjang jaring terdapat pelampung dan pemberat. Pelampung berfungsi untuk mengangkat tali ris atas agar posisi jaring berdiri tegak vertikal terhadap permukaan air laut, sedangkan pemberat berfungsi untuk memberikan gaya berat pada jaring agar dapat tenggelam pada saat pengoperasian dengan kedalaman yang diharapkan, selain itu pemberat juga berfungsi sebagai pengimbang dari buoyancy force yang dihasilkan oleh pelampung sehingga jaring dapat terentang di dalam air dan kedudukan jaring menjadi stabil. Pelampung yang digunakan berjumlah 90 buah dengan jarak antara pelampung yang satu dengan pelampung yang lainnya sebesar 100 cm. Pelampung yang digunakan terbuat dari gabus berukuran panjang 5 cm dengan diameterlebar 10 cm. Sedangkan untuk pemberat, bahan yang digunakan adalah timah berukuran 2,75 cm dengan berat 40 gr. Pemberat yang digunakan sebanyak 50 buahpiece jaring. Selain pemberat yang digunakan pada kontruksi trammel net , digunakan pula pemberat tambahan yang dipasang diantara tali selambar dengan jaring. Pemberat tambahan ini berfungsi agar kedudukan jaring di dasar perairan lebih stabil. Bagian lain yang terdapat dalam kontruksi alat tangkap trammel net adalah tali ris. Tali ris ini terdiri dari tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas berfungsi untuk menggantungkan jaring utama dan pelampung. Sedangkan tali ris bawah berfungsi sebagai tempat melekatnya jaring dengan pemberat. Bahan penyusun tali ris adalah PE multifilament. Panjang tali ris atas yang digunakan adalah 320 m dengan diameter 5 mm, sedangkan tali ris bawah adalah 340 m dengan diameter 3 mm.Tali pelampung yang menempel bersama tali ris atas mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan tali pemberat yang menempel bersama tali ris bawah, hal ini dimaksudkan agar daya apung tali pelampung lebih besar daripada tali pemberat.dan pada saat hauling jaring lebih mudah ditarik. Bagian yang menghubungkan badan jaring dengan tali pelampung dan tali pemberat disebut selvedge yang berfungsi untuk melindungi jaring terutama pada bagian bawah jaring dari gesekan dengan dasar perairan. Selain tali ris, terdapat pula tali selambar yang berfungsi untuk menghubungkan jaring dengan perahu dan jaring dengan pelampung tanda. Tali yang menghubungkan jaring dengan perahu disebut tali selambar depan sedangkan yang menghubungkan jaring dengan pelampung tanda disebut tali selambar belakang. Tali selambar depan memiliki panjang 60 m sedangkan tali selambar belakang memiliki panjang 50 m. Pelampung tanda adalah pelampung tambahan yang berada di permukaan perairan dan berfungsi sebagai tanda tempat trammel net dioperasikan. Pelampung tanda ini dilengkapi dengan tiang bendera sehingga akan mudah terlihat meskipun jaraknya relatif jauh. Pelampung yang digunakan sebagai pelampung tanda ini berbentuk kotak yang terbuat dari bahan gabus dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi masing-masing 30 cm, 20 cm dan 20 cm. Pada penelitiann ini jaring trammel net yang digunakan sebagian besar nelayan di Kabupaten Sorong Selatan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Jaring trammel net yang digunakan nelayan di Kabupaten Sorong Selatan. 2 Armada penangkapan di Kabupaten Sorong Selatan Armada penangkapan udang yang beroperasi dengan menggunakan alat tangkap trammel net di Kabupaten Sorong Selatan adalah perahu ketinting, jolor, johnson dan pkp. Spesifikasi armada penangkapan trammel net yang ada di Kabupaten Sorong Selatan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Spesifikasi armada penangkapan trammel net di Kabupaten Sorong Selatan Armada penangkapan ketinting jolor johnson pkp Dimensi kapal m L x B x D 9 x 0,7 x 0,7 9 x 0,7 x 0,7 12 x 2,5 x 2,5 12 x 2,5 x 2,5 Kekuatan mesin PK 5,5 7 40 30 - 40 Ukuran trammel net m 300 350 500 400 Jumlah nelayan orang 1 - 2 2 - 3 6 - 7 4 - 5 Berdasarkan Tabel 11, perahu johnson dan pkp memiliki dimensi kapal, kekuatan mesin, ukuran trammel net lebih besar dibandingkan perahu ketinting dan jolor. Namun besarnya dimensi kapal, kekuatan mesin, ukuran trammel net yang digunakan untuk penangkapan udang dan jumlah nelayan yang lebih besar tersebut tidak menjadikan armada penangkapan dengan perahu johnson dan pkp dianggap sebagai armada yang produktif dan banyak digunakan oleh nelayan penangkap udang di Kabubaten Sorong Selatan. Sedikitnya penggunaan perahu johnson dan pkp dalam penangkapan dengan trammel net di Kabupaten Sorong Selatan tersebut disebabkan oleh daerah operasi yang jauh sehingga membutuhkan anggaran biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih banyak dan resiko keselamatan di laut lebih besar. Selain itu, banyaknya udang di lokasi yang dekat sehingga tidak membutuhkan banyak waktu untuk mencapai fishing ground dan juga anggaran menjadi alasan sedikitnya penggunaan armada penangkapan dengan perahu johnson dan pkp. Penggunaan perahu johnson dan pkp lebih banyak digunakan sebagai perahu pengangkut hasil tangkapan ikan dari Kabupaten Sorong Selatan ke Kota Sorong. Armada penangkapan yang digunakan untuk pengoperasian trammel net di Kabupaten Sorong Selatan pada umumnya adalah perahu ketinting. Dimensi perahu ketinting ini adalah L x B x D = 900 cm x 70 cm x 70 cm Gambar 11. 900 cm 70 cm 70 cm Gambar 11 Dimensi umum perahu ketinting yang digunakan nelayan. 3 Nelayan trammel net di Kabupaten Sorong Selatan Nelayan yang melakukan operasi penangkapan dengan trammel net yang menggunakan perahu ketinting di Kabupaten Sorong Selatan pada umumnya berjumlah 1 - 2 orang. Kedua orang nelayan tersebut memiliki peran dan tugas yang sama dalam melakukan pengoperasian alat tangkap baik dalam penyiapan perbekalan, perjalanan menuju fishing ground maupun pada saat setting dan hauling . Untuk perjalanan menuju fishing ground, mesin dikemudikan oleh nelayan secara bergantian namun pada umumnya cukup dengan satu orang. Banyaknya nelayan yang bekerja pada armada selain ketinting masing-masing adalah jolor 2-3 orang, johnson 6-7 orang dan pkp 4-5 orang.

4.2.2 Operasi penangkapan

trammel net di Kabupaten Sorong Selatan Pengoperasian trammel net yang dilakukan di Kabupaten Sorong Selatan dimulai dengan pemberangkatan kapal dari fishing base menuju fishing ground setelah pengecekan alat tangkap dan semua perbekalan seperti bahan bakar, air tawar dan bahan makanan selesai dilakukan. Penentuan fishing ground dilakukan berdasarkan pengalaman nelayan dan tujuan kedalaman pengoperasian yang diinginkan atau dapat juga berdasarkan jumlah hasil tangkapan trip sebelumnya dan informasi dari nelayan lain yang mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Selain itu, pemilihan fishing ground memperhatikan juga pada kondisi perairan seperti gelombang, arus dan arah angin sebelum melakukan operasi penangkapan. Setelah sampai di fishing ground, dilakukan penurunan jaring setting. Penurunan jaring trammel net ini dilakukan secara berurutan dimulai dari penurunan pelampung tanda, tali selambar belakang, pemberat tambahan, jaring dan selanjutnya selambar depan yang menghubungkan dengan perahu. Setting ini dilakukan selama 10–15 menit. Setelah dilakukan setting, jaring dibiarkan di dasar perairan selama kurang lebih 1 jam dengan kondisi perahu dalam keadaan diam tanpa menghidupkan mesin perahu membuang jangkar. Kegiatan penebaran jaring setting trammel net dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Kegiatan penebaran jaring trammel net. Setelah jaring berada di perairan selama kurang lebih 1 jam, kemudian dilakukan penarikan jaring hauling. Penarikan jaring hauling dengan cara menarik tali selambar depan ke atas kapal yang kemudian diikuti dengan penarikan bagian-bagian yang berada pada kontruksi alat tangkap trammel net lainnya secara berurutan. Proses hauling dapat berlangsung selama 2-3 jam, hal ini dikarenakan pada proses hauling diikuti pula dengan pengambilan udang sebagai hasil tangkapan. Proses ini merupakan kegiatan yang paling lama, hal ini dikarenakan banyaknya hasil tangkapan udang dan perlunya penanganan hasil tangkapan Gambar 13. Gambar 13 Kegiatan pengambilan hasil tangkapan udang oleh nelayan. 4.2.3 Swept area trammel net Trammel net yang digunakan dalam melakukan swept area memiliki panjang 300 m. Pengoperasian alat dilakukan dengan cara ditarik hingga daerah sapuan berbentuk 14 lingkaran dengan luas sapuan jaring sebesar 70.650 m 2 . Lama penarikan jaring berkisar antara 15-18 menit. Luas sapuan jaring bergantung pada penampilan jaring di dalam air yang dipengaruhi oleh kecepatan arus pada kedalaman perairan, kecepatan kapal serta daya apung-tenggelam dan hang in ratio jaring. Pada penelitian ini kecepatan penarikan jaring berkisar antara 26,17mmenit hingga 31,40 mmenit. Hasil tangkapan udang selama penelitian berjumlah 448,41 kg yang didapatkan dari 25 kali melakukan penebaran jaring titik pengamatan. Penebaran jaring dilakukan sebanyak 5 kali pada setiap strata kedalaman. Variasi jumlah hasil tangkapan pada setiap strata kedalaman dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Variasi jumlah hasil tangkapan pada setiap strata kedalaman Hasil tangkapan pada strata kedalaman kg Ulangan titik pengamatan 3 – 6 m 3 – 8 m 3 – 10 m 10 – 20 m 20 – 30 m 1 10,16 15,56 26,92 29,62 21,89 2 11,25 17,20 21,54 25,85 19,82 3 7,41 9,15 23,34 20,08 17,60 4 16,79 14,34 14,59 16,79 22,80 5 13,25 7,08 18,40 22,23 24,75 Jumlah 58,86 63,33 104,79 114,57 106,86 Berdasarkan Tabel 12, jumlah hasil tangkapan terbanyak didapatkan pada strata kedalaman 10-20 meter yaitu sebesar 114,57 kg dan hasil tangkapan terendah terdapat pada strata kedalaman 3-6 meter yaitu sebesar 58,86 kg. Grafik hasil tangkapan per titik pengamatan pada setiap strata kedalaman dapat dilihat pada Gambar 14. 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 Strata kedalaman ju m lah h asi l t an g kap an kg 6 Gambar 14 Grafik jumlah hasil tangkapan per titik pengamatan. Jumlah hasil tangkapan pada strata kedalaman 4 yaitu 10-20 meter lebih tinggi dibandingkan hasil tangkapan pada strata kedalaman yang lain Gambar 14. Besarnya jumlah hasil tangkapan pada strata kedalaman 4 10-20 m diduga strata kedalaman tersebut merupakan habitat yang disukai udang. Hal ini sesuai dengan Naamin 1984 yang menyampaikan bahwa udang bersifat bentik hidup pada permukaan dasar laut. Habitat yang disukai ialah dasar laut yang lumer soft, biasanya terdiri dari campuran pasir dan lumpur.

4.3 Prospek Pengembangan Perkanan Udang Penaeid

4.3.1 Hasil analisis usaha

Analisis usaha penangkapan udang penaeid merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha tersebut berjalan. Dalam analisis usaha ini dilakukan perhitungan pendapatan usaha, break event point BEP, return of investment RoI, RC ratio dan payback period PP. Selain menghitung analisis usaha penangkapan udang dengan trammel net yang menggunakan ketinting 5,5 PK dalam penelitian ini dilakukan pula penghitungan terhadap armada lain yang beroperasi di perairan Kabupaten Sorong Selatan sebagai bahan perbandingan dan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelolaan sumberdaya udang. Hasil analisis usaha trammel net dengan menggunakan beberapa armada yang ada di Kabupaten Sorong Selatan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil analisis usaha trammel net di Kabupaten Sorong Selatan tahun 2006 Kriteria No Armada penangkapan Pendapatan Rp Payback period BEP Kg BEP Rp ROI RC ratio 1. Ketinting Rp. 29.045.833 0,926 176,363 7.054.500 1,799 1,507 2. Jolor Rp. 97.019.833 0,633 255,002 10.200.068 3,947 2,365 3. Johnson Rp.126.279.071 1,647 514,782 32.023.321 1,518 1,579 4. PKP Rp. 70.135.571 2,673 523,932 31.435.950 0,935 1,032 4.3.2 Pendapatan nelayan Pendapatan nelayan trammel net di Kabupaten Sorong Selatan dipengaruhi oleh sistem bagi hasil yang berlaku. Sistem bagi hasil nelayan trammel net di Kabupaten Sorong Selatan dengan armada penangkapan ketinting sebesar 60 untuk pemilik kapal dan 40 untuk ABK. Sedangkan armada penangkapan jolor, johnson dan pkp bagi hasil yang berlaku adalah 60 ABK dan 40 pemilik kapal. Perbedaan sistem bagi hasil tersebut dikarenakan pada armada penangkapan jolor, johnson dan pkp, nelayan ABK berjumlah lebih banyak dibandingkan armada penangkapan ketinting. Pendapatan nelayan pada masing- masing armada penangkapan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Pendapatan setiap nelayan per tahun pada armada penangkapan di Kabupaten Sorong Selatan Armada penangkapan No Nelayan Ketinting jolor johnson pkp 1. Pemilik Rp. 17.427.500 Rp. 38.807.933 Rp. 50.511.629 Rp. 28.054.229 2. A B K Rp. 11.618.333 Rp. 19.403.966 Rp. 10.823.920 Rp. 8.416.269 4.4 Strategi Pengembangan Perikanan Udang Penaeid 4.4.1 Optimasi produksi dan unit penangkapan

4.4.1.1 Optimasi produksi

Faktor-faktor produksi yang diduga memiliki pengaruh pada produksi operasi penangkapan trammel net di Sorong Selatan terdiri dari tujuh faktor, yaitu jumlah trip, panjang jaring, bahan bakar minyak BBM, jumlah nelayan ABK, ukuran daya mesin, tinggi jaring dan ukuran kapal. Variabel yang dipergunakan dalam fungsi produksi hanya enam variabel yang mempunyai pengaruh terhadap produksi yaitu jumlah trip, panjang jaring, bahan bakar minyak, jumlah nelayan ABK, ukuran daya mesin dan ukuran kapal. Faktor produksi tinggi jaring tereliminasi karena nilai variabelnya konstan. Dari hasil nilai koefisien varian untuk uji koefisien regresi fungsi produksi unit trammel net, nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel . Dengan menggunakan selang kepercayaan 95, diperoleh nilai F hitung sebesar 5,725 dan nilai F tabel 2,848. Berdasarkan hasil pengujian uji F, maka tolak Ho, artinya dengan selang kepercayaan 95 secara bersama-sama faktor-faktor produksi unit penangkapan trammel net X i yang digunakan memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan hasil produksi trammel net Y. Uji F dengan menggunakan analisis ragam fungsi produksi pada jaring trammel net dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil analisis ragam faktor produksi terhadap hasil tangkapan Sumber keragaman dB Σ kuadrat kuadrat tengah Fhit Ftab Regresi 6 11,045 1,841 5,725 2,848 Sisaan 14 4,501 0,322 Total 20 15,546 Besarnya pengaruh variabel independen X i terhadap nilai variabel dependen Y dapat diketahui dengan melihat nilai determinasi R 2 dari hasil perhitungan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan nilai koefisien determinasi R 2 yaitu sebesar 0,710 dan nilai korelasi berganda multiple R sebesar 0,586. Uji selanjutnya yaitu dengan menggunakan uji t-student untuk mengetahui koefisien regresi dan nilai t hitung dari tiap-tiap faktor produksi pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil uji-t masing-masing faktor teknis produksi terhadap hasil tangkapan Faktor produksi Koefisien regresi T hit T tab Intersep Konstanta B B 0,572 0,312 2,145 Jumlah trip X 1 B B 1 0,015 4,719 Panjang jaring trammel net X 2 B B 2 0,002 0,852 Jumlah BBM X 3 B B 3 0,001 -0,175 Jumlah ABK X 4 B B 4 -0,056 -0,740 Daya mesin X 5 B B 5 0,004 0,334 Ukuran kapal X 7 B B 7 0,022 0,186 Perhitungan dari nilai koefisien regresi b i , standard error koefisien regresi Sb i dan t hitung fungsi produksi unit trammel net di Sorong Selatan didapatkan nilai t hitung dari tiap enam faktor produksi yaitu jumlah trip X 1 4,719, panjang jaring X 2 0,852, bahan bakar minyak X 3 -0,175, anak buah kapal X 4 -0,740, daya mesin X 5 0,334 dan ukuran kapal X 7 0,186. Nilai t tabel pada uji t- student didapatkan sebesar 2,145 dengan selang kepercayaan 95. Nilai t hitung dari faktor produksi jumlah trip X 1 didapat nilai yang lebih besar dari nilai t tabel , maka tolak H , artinya dengan selang kepercayaan 95 faktor produksi jumlah trip X 1 yang digunakan secara parsial memiliki peran nyata terhadap perubahan produksi Y pada unit penangkapan trammel net. Pada uji t-student yang telah dilakukan, koefisien regresi yang didapat pada faktor produksi jumlah trip X 1 menunjukkan pengaruh nyata pada produksi trammel net dengan nilai 0,015 . Model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis hubungan produksi dengan faktor-faktor produksi adalah model regresi berganda fungsi produksi Cobb-Douglas, berikut hasil pendugaan fungsi produksi dengan persamaan yang dihasilkan yaitu : Y = 0,572 + 0,015 X 1 + 0,002 X 2 + 0,001 X 3 - 0,056 X 4 + 0,004 X 5 + 0,022 X 7 Keterangan : X 1 = jumlah trip X 2 = panjang jaring X 3 = BBM X 4 = jumlah ABK X 5 = ukuran daya mesin X 7 = ukuran kapal

4.4.1.2 Optimasi Unit Penangkapan

Optimasi unit penangkapan udang di kabupaten Sorong Selatan memerlukan fungsi-fungsi pembatas untuk mencapai nilai optimum dalam pemanfaatan sumberdaya udang dengan tetap menjaga keberlanjutan kegiatan penangkapan. Fungsi pembatas ialah nilai-nilai yang tidak boleh dilampaui agar tidak merusak kelestarian sumber daya yang ada. Fungsi pembatas untuk menentukan unit penangkapan optimum pada penelitian ini meliputi hasil tangkapan lestari, jumlah suplai bahan bakar minyak BBM dan persediaan es. Udang penaeid di perairan kabupaten sorong selatan hanya ditangkap dengan menggunakan trammel net, sehingga hasil tangkapan gabungan dari beberapa jenis armada penangkapan harus lebih kecil dari CMSY. Dari hasil penelitian didapatkan potensi lestari MSY udang penaeid di perairan Kabupaten Sorong Selatan sebesar 12.778,175 tontahun sehingga jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB, total allowable catch sebesar 80 dari MSY atau sebesar 10.222 tontahun. Berdasarkan pedoman dari Direktorat Jendral Perikanan yang mengacu pada code of conduct for resposible fisheries FAO, 1995, tingkat penangkapanpemanenan suatu stok sumberdaya tidak boleh melebihi 80 nilai MSY untuk menjamin kelestarian stok ikan dan keberlanjutan perikanan tangkap. Besarnya produksi udang penaeid untuk perahu ketinting adalah 1,208 tonunittahun, perahu jolor sebesar 3,451 tonunittahun, perahu johnson sebesar 3,316 tonunittahun, dan kapal pkp sebesar 2,302 tonunittahun. Dengan demikian didapatkan fungsi pembatas udang penaeid terhadap hasil tangkapan lestari adalah: 1,208 X 1 + 3,451 X 2 + 3,316 X 3 + 2,302 X 4 + dB 1 – dA 1 = 10.222 Adapun X 1 adalah jumlah perahu ketinting, X 2 adalah jumlah perahu jolor, X 3 adalah jumlah perahu johnson dan X 4 adalah jumlah kapal pkp. Upaya penangkapan yang optimum didapatkan dari kapasitas persediaan es yang dapat dialokasikan untuk setiap armada penangkapan udang penaeid yang beroperasi di Kabupaten Sorong Selatan. Oleh karena itu harus diketahui jumlah kebutuhan es dari masing-masing armada penangkapan. Pada penelitian ini diketahui kemampuan penyediaan es di Kabupaten Sorong Selatan adalah 1500 tontahun. Sedangkan jumlah kebutuhan es untuk masing-masing armada yang beroperasi di Kabupaten Sorong Selatan adalah perahu ketinting membutuhkan es sebanyak 3,38 tontahun, perahu jolor membutuhkan 3,26 tontahun, perahu johnson membutuhkan 1,22 tontahun dan kapal pkp sebanyak 1,18 tontahun, maka fungsi pembatas es terhadap upaya penangkapan adalah: 3,38 X 1 + 3,26 X 2 + 1,22 X 3 + 1,18 X 4 + dB 2 – dA 2 = 1500 Adapun X 1 adalah jumlah perahu ketinting, X 2 adalah perahu jolor, X 3 adalah perahu johnson dan X 4 adalah kapal pkp. Upaya penangkapan yang optimum juga ditentukan dari total suplai bahan bakar minyak BBM yang dapat dialokasikan untuk setiap armada penangkapan udang penaeid yang beroperasi di Kabupaten Sorong Selatan. Oleh karena itu harus diketahui jumlah maksimum BBM yang dibutuhkan dari masing-masing armada penangkapan. Penulis sampaikan bahwa di Kabupaten Sorong Selatan belum mempunyai SPBU. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan penyediaan BBM yang ada di Kabupaten Sorong Selatan adalah 600.000 litertahun. Sedangkan Jumlah maksimum BBM yang dibutuhkan untuk masing- masing armada adalah perahu ketinting membutuhkan BBM sebanyak 845 literunittahun, perahu jolor sebanyak 1630 literunittahun, perahu johnson sebanyak 1525 literunittahun dan kapal pkp sebanyak 1180 literunittahun, sehingga fungsi pembatas BBM terhadap upaya penangkapan adalah: 845 X 1 + 1630X 2 + 1525X 3 + 1180 X 4 + dB 3 – dA 3 = 600000 Adapun X 1 adalah jumlah perahu ketinting, X 2 adalah perahu jolor, X 3 adalah perahu johnson dan X 4 adalah kapal pkp. Selain beberapa pembatas yang telah diuraikan di atas syarat-syarat lain yang harus dipenuhi untuk pengelolaan sumberdaya udang penaeid yang baik adalah keberadaan armada penangkapan yang ada saat ini sebaiknya tidak dihilangkan. Pada penelitian ini diketahui jumlah armada yang beroperasi di Kabupaten Sorong Selatan berjumlah 172 unit dengan jumlah masing-masing armada adalah perahu ketinting sebanyak 97 unit, perahu jolor sebanyak 30 unit, perahu johnson sebanyak 25 unit dan kapal pkp sebanyak 20 unit. Dengan demikian fungsi matematika yang terbentuk seperti di bawah ini. X 1 – dB 4 ≥ 97; X 2 – dB 5 ≥ 30; X 3 – dB 6 ≥ 25; X 4 – dB 7 ≥ 20 Adapun X 1 adalah jumlah perahu ketinting, X 2 adalah perahu jolor, X 3 adalah perahu johnson dan X 4 adalah kapal pkp. Dari analisis linear goal programming didapat jumlah optimum dari masing- masing armada yang bisa beroperasi di perairan Kabupaten Sorong Selatan antara lain ketinting 219 unit, perahu jolor 217 unit, johnson 25 unit dan kapal pkp 20 unit dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah armada optimum untuk perairan Kabupaten Sorong Selatan No Jenis armada Jumlah yang ada unit Jumlah optimum unit Keterangan 1 Perahu ketinting 97 219 belum optimum 2 Perahu jolor 30 217 belum optimum 3 Perahu johnson 25 25 optimum 4 Perahu pkp 20 20 optimum Total 172 481 4.4.2 Pengembangan perikanan udang penaeid 4.4.2.1 Aktor atau pelaku perikanan udang penaeid Aktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan adalah nelayan, pengusaha perikanan, pedagang ikan dan dinas perikanan. Hasil analisis AHP yang dilakukan pada penelitian ini diketahui nelayan mendapat prioritas tertinggi dengan nilai 0, 462 yang berarti responden memilih nelayan dengan bobot 46,2 dari keempat aktor-aktor yang ada. Hal ini menunjukan bahwa nelayan terpilih sebagai ujung tombak dalam memberikan kontribusi pemanfaatan dan pengembangan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan. Prioritas kedua adalah dinas perikanan dengan nilai 0,277 atau 27,7, kemudian pengusaha perikanan dengan nilai 0,160 atau16 dan pedagang ikan dengan nilai 0,101 10,1, disajikan pada Gambar 15. 0.462 0.160 0.101 0.277 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Nelayan Pengusaha Perikanan Pedagang ikan Dinas Perikanan Gambar 15 Aktor dan nilai prioritas pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan.

4.4.2.2 Faktor yang berpengaruh dalam perikanan udang penaeid

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan adalah potensi sumber daya ikan SDI , sarana dan prasarana, sumber daya manusia SDM, peluang pasar, teknologi dan aspek kelembagaan. Dari enam faktor yang disebutkan, pengembangan perikanan di Kabupaten Sorong Selatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu potensi sumber daya ikan dengan nilai 0,330, kemudian peluang pasar dengan nilai 0,240, sarana dan prasarana dengan nilai 0,200. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16. Dari hasil analisis AHP diperoleh gambaran nelayan, pengusaha perikanan dan pedagang ikan menilai bahwa potensi sumber daya ikan merupakan faktor yang harus ditingkatkan. Pengusaha perikanan dan pedagang ikan menganggap bahwa potensi sumber daya ikan merupakan faktor yang paling menentukan dalam keberlanjutan usaha perikanan udang. Sedangkan nelayan menilai bahwa potensi sumber daya ikan udang penaeid yang tinggi akan meningkatkan produksi hasil tangkapan yang akan meningkatkan pendapatan keluarga nelayan. 0.330 0.200 0.040 0.240 0.120 0.070 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Potensi SDI Sarana prasarana SDM Peluang pasar Teknologi Kelembagaan Gambar 16 Faktor dan nilai prioritas pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan.

4.4.2.3 Tujuan pengembangan perikanan udang penaeid

Tujuan yang diharapkan dalam pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan adalah hasil tangkapan tinggi, keuntungan usaha maksimal, kesejahteraan nelayan meningkat, potensi sumber daya ikan SDI lestari, mutu udang baik, pemasaran dan harga terjamin, lapangan kerja meningkat dan pendapatan asli daerah PAD meningkat. Dari sembilan tujuan yang tertata pada hierarki pengembangan perikanan udang penaeid diperoleh empat tujuan yang menjadi prioritas utama yaitu kesejahteraan nelayan meningkat dengan nilai 0,310, usaha penangkapan berkelanjutan dengan nilai 0,169, keuntungan usaha maksimal dengan nilai 0,149 dan hasil tangkapan tinggi di urutan keempat dengan nilai 0,106 selengkapnya disajikan pada Gambar 17. 0.030 0.040 0.090 0.050 0.060 0.310 0.149 Pemasaran dan harga terjamin Mutu udang baik Potensi SDI lestari Kesejahteraan nelayan meningkat Keuntungan usaha maksimal Hasil tangkapan tinggi Usaha penangkapan berkelanjutan 0.169 Gambar 17 Tujuan dan nilai prioritas pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan. Udang penaeid merupakan salah satu komoditas ekspor dan bernilai ekonomis tinggi. Oleh karena itu, usaha penangkapannya memerlukan pengembangan yang terpadu agar termanfaatkan dengan optimal dan pengelolaannya dilakukan dengan cara yang efisien agar sumberdaya yang ada tetap lestari.

4.4.2.4 Alternatif kebijakan pengembangan perikanan udang penaeid

Alternatif kebijakan dalam pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan adalah pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku, meningkatkan produksi udang penaeid, meningkatkan potensi pasar, meningkatkan sarana dan prasarana dan mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan. Alternatif kebijakan tersebut dilakukan berdasarkan nilai prioritas dari hierarki yang dibangun. Dari lima alternatif kebijakan, didapatkan urutan prioritas sebagai berikut pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku merupakan strategi yang menjadi prioritas pertama dengan nilai 0,300, mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan 0,260, meningkatkan produksi udang penaeid 0,170, meningkatkan sarana dan prasarana 0,150 serta meningkatkan potensi pasar 0,120. Penilaian dari hasil AHP ditunjukan pada Gambar 18. 0.106 PAD meningkat Lapangan kerja meningkat 0.1 0.2 0.3 0.4 0.300 0.170 0.120 0.150 0.260 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku Meningkatkan produksi udang Penaeid Meningkatkan potensi pasar Meningkatkan sarana dan prasarana Mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan Gambar 18 Alternatif kebijakan untuk pengembangan perikanan di Kabupaten Sorong Selatan. Tingkatan sistem dalam penentuan kebijakan pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Irian Jaya Barat, berikut bobot penilaian hasil analitycal hierarchi process disajikan pada Gambar 19. PENGEMBANGAN PERIKANAN UDANG PENAEID S FOKU Nelayan 0,462 Pengusaha Perikanan 0,160 Pedagang 0,101 Dinas Perikanan 0,277 R OR . AN AKTO FAKT TUJU ALTERNATIF KEBIJAKAN Potensi SDI 0,336 Sarana prasarana 0,193 SDM 0,042 Peluang pasar 0,248 Teknologi 0,108 Aspek kelembagaan 0,072 Gambar 19 Nilai hasil analisis AHP pengembangan perikanan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Irian Jaya Barat. PAD mening -kat 0,032 Usaha penangkap an berke lanjutan 0,169 Hasil tangkapan tinggi 0,106 Keuntung an usaha maksi- mum 0,149 Kesejah -teraan nelayan meningkat 0,310 Potensi SDI lestari 0,059 Mutu udang baik 0,048 Pemasar -an dan harga terjamin 0,088 Lapangan kerja me -ningkat 0,039 Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku 0,296 Meningkatkan produksi udang penaeid 0,172 Meningkatkan potensi pasar 0,118 Meningkatkan sarana dan prasarana 0.150 Mengembangkan alat tangkap yang ramah lingkungan 0,264 5 PEMBAHASAN

5.1 Potensi Perikanan Udang Penaeid

Potensi udang penaeid terdapat di sepanjang perairan Sorong Selatan. Banyaknya pohon bakau yang masih terjaga kelestariannya di sepanjang pesisir pantai Sorong Selatan merupakan habitat yang sesuai dengan keberadaan udang penaeid terutama sebagai tempat mencari makan. Tersedianya informasi tentang potensi sumberdaya perikanan di suatu perairan merupakan satu dasar bagi langkah pengembangan upaya penangkapan dan pengelolaannya dalam rangka memperoleh manfaat yang berkelanjutan dari sumberdaya tersebut Nurhakim, 2004. Potential yield atau maksimum sustainable yield potensi lestari dari udang penaeid di perairan Kabupaten Sorong Selatan diduga sebesar 12.778,174 tontahun, dengan stock density sebesar 0,508 tonkm 2 dan biomasa standing stock sebesar 16.637,566 ton. Nurhakim 2004 menjelaskan bahwa pengelolaan yang semata-mata didasarkan atas diperolehnya tingkat MSY banyak mengalami kegagalan. Hal ini antara lain disebabkan oleh banyaknya aspek-aspek perikanan yang belum difahami dan adanya unsur ketidakpastian yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kemampuan sumberdaya baik dari dalam ataupun dari luar. Selanjutnya dijelaskan oleh Dahuri 2008 bahwa untuk menjamin kelestarian stok ikan dan keberlanjutan perikanan tangkap maka laju penangkapan ikan di suatu Wilayah Pengelolaan Perikanan tidak boleh melampaui jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB, total allowable harvest FAO code of conduct for resposible fisheries, 1995.

5. 2 Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid

Tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2006 baru mencapai 4,70 600 ton. Menurut Azis 1989 diacu oleh Muksin 2006, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu pertama; tingkat pemanfaatan lebih kecil atau sama dengan 65 dikategorikan dalam pemanfaatan under exploited, kedua; tingkat pemanfaatan lebih besar dari 65 dan lebih kecil dari 100 dikategorikan dalam pemanfaatan yang optimal dan ketiga; tingkat pemanfaatan sama dengan atau lebih besar dari 100 dikategorikan dalam pemanfaatan over fishing. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka tingkat pemanfaatan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan termasuk dalam kategori pemanfaatan under exploited yaitu sebesar 4,70. Kondisi tingkat pemanfaatan yang masih under exploited membuka peluang nelayan untuk lebih mengintensifkan kegiatan penangkapan udang penaeid di perairan Kabupaten Sorong Selatan. Dari pengamatan di lapangan, kendala utama yang menyebabkan rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya udang antara lain alat tangkap dan armada yang digunakan masih sederhana dan rantai pemasaran yang belum tertata dengan baik yang ditunjukkan adanya kondisi pasar masih sederhana, selain itu kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung tingginya nilai jual hasil tangkapan. Hal ini sangat disayangkan karena hasil tangkapan udang yang melimpah seharusnya dapat ditampung dan dikelola dengan semestinya tetapi karena belum ada sarana seperti pabrik es maka hasil tangkapan menjadi berkurang mutunya.

5.3 Prospek Pengembangan Perikanan Udang Penaeid