Usaha penangkapan udang penaeid

lebih besar dari 100 dikategorikan dalam pemanfaatan over fishing. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka tingkat pemanfaatan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan termasuk dalam kategori pemanfaatan under exploited yaitu sebesar 4,70. Kondisi tingkat pemanfaatan yang masih under exploited membuka peluang nelayan untuk lebih mengintensifkan kegiatan penangkapan udang penaeid di perairan Kabupaten Sorong Selatan. Dari pengamatan di lapangan, kendala utama yang menyebabkan rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya udang antara lain alat tangkap dan armada yang digunakan masih sederhana dan rantai pemasaran yang belum tertata dengan baik yang ditunjukkan adanya kondisi pasar masih sederhana, selain itu kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung tingginya nilai jual hasil tangkapan. Hal ini sangat disayangkan karena hasil tangkapan udang yang melimpah seharusnya dapat ditampung dan dikelola dengan semestinya tetapi karena belum ada sarana seperti pabrik es maka hasil tangkapan menjadi berkurang mutunya.

5.3 Prospek Pengembangan Perikanan Udang Penaeid

5.3.1 Usaha penangkapan udang penaeid

Usaha penangkapan udang penaeid yang dilakukan nelayan di Kabupaten Sorong Selatan menggunakan alat tangkap trammel net dengan armada perahu ketinting, perahu jolor, perahu johnson dan pkp, jika ditinjau secara ekonomi dapat dijelaskan dengan melihat pendapatan usaha, RC ratio , Break event point BEP, Return of investment ROI dan Payback period PP nya. Di bawah ini dijelaskan masing-masing hasil analisa usaha yang telah dilakukan. a. Pendapatan usaha Pendapatan yang diterima oleh nelayan trammel net dengan masing- masing armada yang digunakan adalah perahu ketinting sebesar Rp 29.045.833, perahu jolor sebesar Rp 98.106.500 , perahu johnson Rp 126.279.071 dan kapal pkp sebesar Rp 70.135.571. Dilihat dari pendapatan usaha, maka perahu johnson merupakan armada yang paling besar memperoleh pendapatan. Namun pada kenyataannya, nelayan yang menggunakan perahu ketinting lebih menguntungkan dibandingkan jenis-jenis armada lainnya, hal ini dikarenakan perahu ketinting dioperasikan oleh nelayan yang lebih sedikit 1-2 orang sehingga dalam pembagian hasil nelayan mendapat porsi yang besar bahkan bagi nelayan yang beroperasi seorang diri maka hasilnya akan lebih besar, juga karena jarak operasi penangkapan yang dekat sehingga resiko keselamatan lebih terjamin dan trip penangkapan yang lebih banyak. Secara umum pendapatan dari semua jenis armada penangkapan yang digunakan di Kabupaten Sorong Selatan cukup besar, namun apabila ditunjang dengan optimasi unit penangkapan dengan melihat besarnya potensi udang di Kabupaten Sorong Selatan, maka pendapatan yang diterima dengan unit penangkapan trammel net ini akan semakin besar pula. b. RC ratio RC ratio dari hasil perhitungan didapatkan bahwa RC ratio pada semua jenis armada yang menggunakan alat tangkap trammel net di Kabupaten Sorong Selatan yang dilakukan selama tahun 2006 memperoleh keuntungan. Hal ini dikarenakan RC ratio yang didapatkan seluruhnya lebih besar dari 1. Berdasarkan nilai RC ratio, maka dapat dikatakan bahwa usaha penangkapan udang penaeid di Kabupaten Sorong Selatan dengan menggunakan alat tangkap trammel net layak untuk dilanjutkan karena merupakan usaha yang menguntungkan. c. Break event point BEP Analisa break event point yang dilakukan pada usaha penangkapan trammel net dengan menggunakan perahu ketinting sebesar Rp 7.054.500 untuk nilai produksi dan sebesar 176,363 kg untuk volume produksi. Hal ini mengandung arti bahwa nelayan tidak mengalami untung atau rugi jika total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 7.054.500 atau 176,363 kg volume produksi yang dihasilkan pertahunnya. d. Return of investment ROI Nilai ROI yang didapat pada hasil analisa ini adalah sebesar 1,799 untuk trammel net dengan menggunakan perahu ketinting. Nilai tersebut mengandung arti bahwa setiap rupiah investasi yang ditanamkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 1,799. Nilai ROI untuk jenis trammel net lainnya adalah 3,991 untuk jolor, 0,935 untuk pkp dan 1,518 untuk johnson. Armada penangkapan jolor dan ketinting mempunyai nilai ROI yang tinggi dibandingkan dengan armada penangkapan johnson dan pkp. Sehingga armada penangkapan ketinting dan jolor lebih layak diusahakan dan mempunyai peluang untuk dikembangkan dibandingkan dengan armada penangkapan johnson dan pkp e. Payback period PP Payback period ini digunakan untuk melihat perkiraan waktu yang dibutuhkan dalam pengembalian modal investasi yang telah ditanamkan. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan payback period PP alat tangkap trammel net dengan menggunakan perahu ketinting adalah selama 0,926 tahun atau kurang lebih 11 bulan 27 hari. Angka tersebut mengandung arti bahwa waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian seluruh biaya investasi yang telah dikeluarkan adalah selama 11 bulan 27 hari. Payback period untuk armada lainnya adalah 0,630 untuk jolor, 2,673 untuk pkp dan 1,647 untuk johnson.

5.3.2 Pendapatan nelayan