Peran Konsep Diri pada Pembentukan Perilaku Anggota Mapasadha
Kunjungansilaturahmi dan kegiatan-kegiatan bersama yang diadakan angkatan- angkatan tua atau alumni Mapasadha terhadap anggota-angota muda di pondok
adalah salah satu bukti dari adanya keakraban dan solidaritas antar anggota Mapasadha.
Dari diri keluarga, beranjak ke diri sosial. Diri sosial dapat diartikan bagaimana individu mempersepsikan dan memposisikan dirinya di dalam
hubungan sosialnya. Selain berhubungan dengan lingkungan internal Mapasadha sendiri, para anggota juga berhubungan dengan lingkungan ekternal. Lingkungan
eksternal ini adalah mereka-mereka yang ada di luar anggota Mapasadha itu sendiri seperti mahasiswa, UKM lainnya, pihak kampus dan masyarakat sekitar.
Kampus, sebagai tempat Mapasadha itu berorganisasi dan berkegiatan memiliki pandangan dan evaluasi tersendiri terhadap Mapasadha, begitu juga
dengan masyarakat sekitar. Evaluasi yang diberikan orang lain memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney dalam Burns, 1993
menguraikan sebuah teori looking glass self yang intinya individu mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang dipersepsikan orang lain
terhadap dirinya. Hasil penilaian orang lain terhadap individu memiliki pengaruh baik
secara positif maupun negatif bagi terbentuknya konsep diri, misalnya penilaian positif yang diberikan oleh mahasiswa lain, pihak kampus dan masyarakat pada
kegiatan-kegiatan Mapasadha
seperti pengadaan
workshop bagaimana
pengolahan sampah, penenaman bibit pohon dan operasi SAR dalam pencarian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
korban yang hilang baik di gunung maupun daerah pantai akan memperkuat konsep diri anggota Mapasadha dan perlu meningkatkan kegiatan-kegiatan yang
berguna bagi masyarakat. Sedangkan penilaian negatif yang diberikan oleh mahasiswa lain, pihak kampus, masyarakat bahwa anggota Mapasadha adalah
orang-orang yang sibuk naik gunung, berpakaian lusuh, gondrong, suka mabuk- mabukan dan kuliah lama walaupun tidak semua anggota demikian dapat
mengurangi dan menurunkan konsep diri anggota-anggotanya. Konsep diri yang positif akan mampu mencerna dan mengolah pandangan dan evaluasi dari
masyarakat baik itu penilaian positif maupun negatif sehingga lebih mampu meningkatkan konsep diri yang dimilikinya sehingga lebih mampu berorganisasi
dengan baik dan berkarya bagi kelestarian lingkungan hidup dan kepedulian sosial terhadap masyarakat.
Dari pembawaan diri sebagai diri sosial, diri keluarga, diri pribadi, diri fisik, dan dari identitas diri masing-masing anggotanya, dapat dilihat tingkah
lakunya. Tingkah laku dapat diartikan bagaimana individu mempersepsikan tingkah lakunya Burns, 1993. Konsep diri memiliki peran pada pembentukan
perilaku. Konsep diri mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem kerja otak kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu
dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Clooney dalam Burns, 1993 dengan teori looking glass self menyatakan konsep diri
mempengaruhi perilaku yang merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi terhadap diri sendiri dan pendapat orang lain. Konsep diri terbentuk dari
pengalaman pada masa lalu yang akan mempengaruhi pengalaman baru sesuai dengan pola yang telah terbentuk, sehingga memunculkan tingkah laku sebagai
bentuk dari konsep diri yang dimiliki. Sebagai seorang pecinta alam, dari pengalaman yang diperoleh sebagai
seorang mapala dan adanya pembelajaran mengenai degradasi lingkungan yang semakin parah belakangan ini, tingkah laku yang terbentuk bagi beberapa anggota
seperti adanya kepedulian yang lebih terhadap lingkungan hidup, tingkah laku ini dimulai dari hal-hal kecil yang dimulai dari diri sendiri dengan menanamkan
sikap 3R Reduce, Reuse, Recycle. 3R adalah mengurangi, menggunakan kembali dan daur ulang kembali, contoh nyatanya adalah ketika para anggota
berkegiatan di alam bebas seperti pendakian gunung dan penelusuran gua, sampah-sampah seperti sampah plastik, puntung rokok, kaleng bekas, botol, batu
baterai dan sampah-sampah yang tidak bisa diuraikan oleh alam tidak ditinggal begitu saja atau dibuang sembarangan melainkan dibawa kembali pulang dan di
buang di tempat sampah walaupun tidak semua anggota bersikap demikian, karena gunung bukanlah tempat sampah. Dalam beberapa kasus tertentu, tingkah
laku seperti ini menjadi kebiasaan bagi sebagian anggota dan diterapkan dalam kehidupan di kota, seperti ketika merokok atau makan permen, puntung dan
bungkus permen tidak dibuang disembarang tempat melainkan sampah tersebut dikantongi terlebih dahulu sebelum menemukan tempat sampah lalu dibuang.
Dari tingkah laku di atas dan dimensi-dimensi lainnya seperti diri sosial, diri keluarga, diri pribadi, diri fisik, dan dari identitas dirinya, dapat pula dilihat
kepuasan masing-masing anggota. Menurut Fitts dalam Burns, 1993 Kepuasan dapat diartikan bagaimana individu merasakan tentang diri yang dipersepsikan.
Bagaimana perasaan anggota-anggota tersebut dengan adanya identitas diri sebagai seorang pecinta alam, bagaimana diri pribadi sebagai seorang pecinta
alam, diri fisik, diri keluarga dan diri sosial serta tingkah laku sebagai seorang pecinta alam.
Dapat disimpulkan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku pada anggota Mapasadha. Konsep diri selalu
mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem kerja otak kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku anggota Mapasadha
dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Persepsi mempengaruhi konsep diri yang berperan penting terhadap terbentuknya perilaku
individu dalam membentuk suatu pengertian terhadap sesuatu yang dihadapi. Dengan menggunakan logika, anggota Mapasadha mempertahankan integritasnya
sebagai seorang pecinta alam, sehingga perilaku yang muncul adalah hasil dari konsep diri yang dimilikinya.
Beranjak dari hal tersebut di atas, pemaparan tentang kehidupan berorganisasi khususnya Mapasadha, kegiatan-kegiatan yang dilakukan baik di
alam bebas, kegiatan organisasi maupun kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup, dan segala bentuk permasalahan di dalamnya,
peneliti ingin mengetahui bagaimana konsep diri yang dimiliki oleh anggota Mapasadha.
32