Korelasi antara keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion pada mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma.

(1)

KORELASI ANTARA KETERHUBUNGAN MANUSIA PADA ALAM DENGAN SELF-COMPASSION PADA MAHASISWA PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA Studi Pada Mahasiswa Pskologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Yoannes A Curce Vita Dharmaadi Suyanto

ABSTRAK

Keterhubungan manusia pada alam berarti keterhubungan pada semua mahkluk hidup di alam. Studi mengenai keterhubungan manusia pada alam sudah banyak dilakukan dan menunjukkan dampak positif pada manusia. Self-compassion meruapakan sikap terbuka, memahami dan menerima diri pada kelebihan dan kekurangan, pada pengalaman hidup negatif dan pada kesalahan yang telah dilakukan.Penelitian ini menguji korelasi antara keterhubungan manusia pada alam dengan subyek penelitian mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma yang termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 17-25 tahun yang berjumlah 150 mahasiswa. Peneliti berhipotesis bahwa ada hubungan positif antara keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion. Data penelitian di kumpulkan dengan Nature Relatedness Scale (NRS) dan Self-Compassion Scale (SCS). Analisis korelasi menggunakan korelasi Pearson Product Momen. Hasil penelitian menunjukkan korelasi keterhubungan manusia pada alam terhadap self-compassion sebesar 0,225, p = 0,003 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang cukup kuat dan positif. Saran untuk peneliti selanjutnya meliputi eksperimen pada keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion untuk mengetahui dengan detail pengaruhnya satu sama lain dan untuk mempermudah proses aplikasi.


(2)

CORRELATION BETWEEN NATURE RELATEDNESS AND SELF-COMPASSION AMONG STUDENTS OF PSYCHOLOGY

AT SANATA DHARMA UNIVERSITY

Study Among Students of Psychology in Sanata Dharma University

Yoannes A Curce Vita Dharmaadi Suyanto

ABSTRACT

Nature relatedness concept is connectedness with all living things on the earth. Nature relatedness was studied before and show that nature relatedness gived positive impact to human being. Self-compassion is an open attitude, understand and acceptance to strengths and weaknesses of self, to negatif experience and to failure. This research aimed to know correlation between nature relatedness and self-compassion among students of Psychology at Sanata Dharma University which include development period early adulthood with age range 17-25 with 150 sample from students population. The hypothesis there was a positive correlation between nature relatedness nad self-compassion. The data was been gathered by Nature Relatedness Scale and Self-compassion scale. The data was analyzed with Pearson Priduct Momen. The result of the research shown that was correlation between nature relatedness and self-compassion (r = 0,225, p = 0,003). That means there was positive correlation between nature relatedness and self-compassion. Recommendation for future research is to explore in details with experiment research how nature relatedness affecting self-compassion to simplify the application


(3)

KORE DENG ELASI ANT GAN SELF Di TARA KET F-COMPAS UNIVERS iajukan untu Mempero Pro Y.A FAK UNIVERS TERHUBU SSION PAD SITAS SAN SKRIP uk Memenu

oleh Gelar S

ogram Studi

Disusun o

A.C Vita Dh

0991140 ULTAS PS SITAS SAN 2016 UNGAN MA DA MAHA NATA DHA PSI

uhi Salah Sa

Sarjana Psik Psikologi oleh: harmaadi S 065 SIKOLOGI NATA DHA 6 ANUSIA P ASISWA PS ARMA atu Syarat kologi I ARMA PADA ALA SIKOLOG AM GI


(4)

KORE DENG ELASI ANT GAN SELF Di TARA KET F-COMPAS UNIVERS iajukan untu Mempero Pro Y.A FAK UNIVERS TERHUBU SSION PAD SITAS SAN SKRIP uk Memenu

oleh Gelar S

ogram Studi

Disusun o

A.C Vita Dh

0991140 ULTAS PS SITAS SAN 2016 UNGAN MA DA MAHA NATA DHA PSI

uhi Salah Sa

Sarjana Psik Psikologi oleh: harmaadi S 065 SIKOLOGI NATA DHA 6 ANUSIA P ASISWA PS ARMA atu Syarat kologi I ARMA PADA ALA SIKOLOG AM GI


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KORELASI ANTARA KETERHUBUNGAN MANUSIA PADA ALAM DENGAN SELF-COMPASSION PADA MAHASISWA PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA Studi Pada Mahasiswa Pskologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Yoannes A Curce Vita Dharmaadi Suyanto

ABSTRAK

Keterhubungan manusia pada alam berarti keterhubungan pada semua mahkluk hidup di alam. Studi mengenai keterhubungan manusia pada alam sudah banyak dilakukan dan menunjukkan dampak positif pada manusia. Self-compassion merupakan sikap terbuka, memahami dan menerima diri pada kelebihan dan kekurangan, pada pengalaman hidup negatif dan pada kesalahan yang telah dilakukan.Penelitian ini menguji korelasi antara keterhubungan manusia pada alam dengan subjek penelitian mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma yang termasuk dalam masa perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 17-25 tahun yang berjumlah 150 mahasiswa. Peneliti berhipotesis bahwa ada hubungan positif antara keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion. Data penelitian di kumpulkan dengan Nature Relatedness Scale (NRS) dan Self-Compassion Scale (SCS). Analisis korelasi menggunakan korelasi Pearson Product Momen. Hasil penelitian menunjukkan korelasi keterhubungan manusia pada alam terhadap self-compassion sebesar 0,225, p = 0,003 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang cukup kuat dan positif. Saran untuk peneliti selanjutnya meliputi eksperimen pada keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion untuk mengetahui dengan detail pengaruhnya satu sama lain dan untuk mempermudah proses aplikasi.


(10)

CORRELATION BETWEEN NATURE RELATEDNESS AND SELF-COMPASSION AMONG STUDENTS OF PSYCHOLOGY

AT SANATA DHARMA UNIVERSITY

Study Among Students of Psychology in Sanata Dharma University

Yoannes A Curce Vita Dharmaadi Suyanto

ABSTRACT

Nature relatedness concept is the connectedness of human being with all the living things on the earth. Nature relatedness has been studied for several times and it was proven that it gives positive impact to human being. Self-compassion is an open attitude, understanding and acceptance to the strengths and weaknesses, negative experience and failure. This research aimed to know the correlation between nature relatedness and self-compassion among students of Psychology at Sanata Dharma University who are in the early adulthood development period in the age range of 17-25 with 150 samples from students population. The hypothesis was that there is a positive correlation between nature relatedness and self-compassion. The data was gathered by Nature Relatedness Scale and Self-compassion scale. The data was analyzed with Pearson Priduct Momen. The result of the research shows that there is a correlation between nature relatedness and self-compassion (r = 0,225, p = 0,003). It means that there is a positive correlation between nature relatedness and self-compassion. Recommendation for future research is to explore in details with experiment research how nature relatedness affects self-compassion to simplify the application Keyword : nature relatedness, self-compassion, student of psychology.


(11)

(12)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahan kepada :

Tuhan Allah yang telah memberi terang dan kesempatan untuk menulis karya ini

“Kawulo mung sadherma mobah-mosik kersaning Sang Hyang Suci”

Almarhum Antonius Suyanto yang telah mengajarkan kesederhanaan pada saya,

Hironima Sri Astuti ibu yang tak lelah mengingatkan saya untuk tak berhenti

berjuang

Walau tulisan ini tidaklah sempurna inilah persembahan saya dengan seluruh

kerendahan hati dan semangat yang telah bapak dan ibu berikan.

Untuk ketiga kakak saya, yang tak lelah untuk menceramahi saya untuk segera

lulus, terima kasih.

Untuk Cicilia Sendy Setya Ardari, kau yang sudi menemaniku menyakinkan aku

bahwa saya dapat menyelesaikan tulisan ini

Untuk semua sahabat penulis, kalian semua adalah keluarga, rasa bangga yang

sulit saya ungkapkan, kalianlah yang memberi warna dalam hidup saya terima

kasih semangat dan senyumnya.

Pada akhirnya penantian dan perjuangan selama tujuh tahun ini telah mencapai


(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan, Dia yang tak terbatas, karena

dengan kesempatan, bimbingan dan berkat dariNya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “ Korelasi Antara Keterhubungan Manusia Pada Alam

dengan Self-compassion Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma”

karya tulis ini diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Psikologi.

Proses penyusunan skripsi tidak akan selesai tanpa adanya bantuan,

dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Sang pencipta, Dia yang tidak terbatas yang telah memberi kesempatan

dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Penulis yakin Dia akan selalu ada.

2. Orang tua penulis, Alm Antonius Suyanto yang mengajarkan

kesederhanaan pada penulis, apa yang engkau ajarkan akan saya

jalankan hingga entah kapan. Untuk Ibu saya tercinta Hironima Sri

Astuti ketabahan dan kesabaran akan senantiasa melekat padamu sikap

yang kau ajarkan padaku.

3. Maria Alaqoq Mieke Widiastuti Suyanto dan Yuventia Niken Firasti

Suyanto kedua kakak perempuanku yang cerewet tanpa lelah

membombardir telingaku untuk segera lulus terima kasih mbak. Untuk


(14)

untuk lulus kuliah. Terima kasih atas dukungan kalian dan keramahan

sebagai bagian dari keluarga ini.

4. Untuk Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto M.Si. selaku Dekan Fakultas

Psikologi atas ijin yang telah diberikan kepada penulis dalam

melakukan penelitian ini.

5. C. Siswa Widiyatmoko M.Psi selaku dosen pembimbing akademik dan

skripsi yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan penuh

perhatian. Terima kasih Pak untuk waktu dan diskusinya hingga

akhirnya penulis mampu menyelesaikan studi ini.

6. P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku ketua program studi yang telah

memberikan kelancaran penulis selama mengikuti perkuliahan di

Fakultas psikologi.

7. Kepada Mas Gandung dan Bu Nani, yang sangat banyak membantu

penulis dalam urusan adimistrasi. Terima kasih banyak, tanpa

keduanya penulis tidak bisa mendaftar skripsi. Asisten sekeretariat

yang telah banyak membantu dalam urusan administrasi di kampus.

8. Seluruh dosen dan karyawan di fakultas psikologi Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan bantuan dan ilmu kepada penulis.

9. Albertus Harimurti, terima kasih telah memberitahu banyak hal

mengenai “menulis” dan diskusinya sehingga karya ini dapat


(15)

10. Pak Jaya terima kasih atas diskusi dan pencerahannya, walaupun saya

sering tidak paham terima kasih telah dengan sabar memberi saya

masukan dan penjelasan, semoga segera selesai studinya Pak.

11. Wahyu Setia Jati, Haryono Teguh, Josep Andang, teman seperjuangan

yang selalu memberikan semangat dan cerita dari semester pertama

hingga penulis lulus. Terima kasih banyak atas kebersamaan kita.

12. Mas Indra, Mas Abu, Mas Windra, Mas Bambang yang memberi

kesempatan penulis untuk mengerjakan skripsi di kios. Mas Komenk,

Mas Iwil, Mas Simin, Mas Barjo, Mas Gerald dan Mas-mas juga

mbak-mbak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima

kasih banyak obrolannya. Terima kasih tak lupa menanyakan progres

penulisan juga memberi semangat. Terima kasih banyak.

13. Terima Kasih pada Red Pavlov lagumu mengingatkanku untuk tak

berhenti berjuang “Tetap semangat, kehidupan keras”.

14. Terima kasih kepada Keluarga P.A.T atas semangatnya teruslah

berjuang, Tanam pohon yuk biar dunia asri.

15. Terima kasih Kepada Novita Carolina, Y Ayon Bayu, Veronica Widi

Handoyowati dan Miss Amy Jones atas bantuannya dalam proses

adaptasi skala.

16. Cicillia Sendy Setya Ardari sulit bagiku untuk menuliskan sesuatu

bagimu karena kita tahu sering kali rasa dapat disampaikan tanpa kita


(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

ABSTRAK... ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II : LANDASAN TEORI ... 7

A. Keterhubungan manusia pada alam... 7

B. Self-compassion... 10

C. Mahasiswa... 17


(17)

E. Hipotesis Penelitian... 20

BAB III : METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis Penelitian... 21

B. Variabel Penelitian... 21

C. Definisi Operasional... 21

D. Subjek Penelitian... 22

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 23

F. Validitas, Analisis Item dan Reliabilitas... 27

1. Validitas... 27

2. Analisis Item... 28

3. Reliabilitas... 29

G. Metode Analisis Data………... 30

1. Uji Asumsi... 30

2. Uji Hipotesis... 31

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…... 32

A. Pelaksanaan Penelitian... 32

B. Hasil Penelitian... 33

1. Deskripsi Subjek Penelitian... 33

2. Deskripsi Data Penelitian... 34

a. Analisis deskriptif... 34

b. Uji one sample t-test... 35


(18)

d. Analisis deskriptif berdasarkan usia, jenis kelamin,

tempat tinggal dan suku... 39

3. Hasil Analisis Data Penelitian... 49

a. Uji Asumsi... 49

b. Uji Hipotesis... 51

C. Pembahasan ... 53

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 68


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print dan Sebaran Item NRS... 24

Tabel 3.2 Pembagian skor NRS... 25

Tabel 3.3 Blue Print dan Sebaran Item SCS... 26

Tabel 3.4 Pembagian skor SCS... 25

Tabel 3.5 Hasil Uji Korelasi Item Total NRS...28

Tabel 3.6 Hasil Uji Korelasi Item Total SCS... 25

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Suku.... ... 33

Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Tempat Tinggal... 33

Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Penelitian ... 36

Tabel 4.4 Uji One Sample T-test ... 37

Tabel 4.5 Hasil Analisis Deskriptif pada Komponen NRS... 36

Tabel 4.6 Uji One Sample T-Test pada Komponen NRS ... 37

Tabel 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Pada Komponen Self-compassion... ... 37

Tabel 4.8 Uji One Sample T-Test Pada Komponen Self-compassion... ... 38

Tabel 4. 9 Analisis Deskriptif pada self-compassion berdasarkan usia 17-20.. 39

Tabel 4. 10 Analisis Deskriptif pada self-compassion berdasarkan usia 21-24.40 Tabel 4. 11 Uji one sample t-test berdasarkan usia pada self-compassion.... ... 40

Tabel 4.12 Analisis deskriptif pada keterhubungan manusia pada alam berdasarkan usia 17-20... 41

Tabel 4.13 Analisis deskriptif pada keterhubungan manusia pada alam berdasarkan usia 21-24... 42


(20)

Tabel 4.14 Uji one sample t-test berdasarkan usia pada keterhubungan manusia

pada alam... 43

Tabel 4.15 Uji Statistik Independent Sample T-test jenis kelamin pada self-compassion... 44

Tabel 4. 16 Uji statistik Independent sample T-test tempat tinggal asal... 45

Tabel 4. 17 Uji statistik Independent Sample T-test tempat tinggal sekarang... 45

Tabel 4. 18 Analisis Deskriptif pada self-compassion berdasarkan suku... ... 46

Tabel 4. 19 Uji one sample t-test berdasarkan suku pada self-compassion... ... 47

Tabel 4.20 Analisis deskriptif keterhubungan manusia pada alam berdasarkan suku... ... 48

Tabel 4. 21 Uji one sample t-test keterhubungan manusia pada alam berdasarkan suku... ... 48

Tabel 4. 22 Uji Normalitas NRS... ... 50

Tabel 4. 23 Uji Normalitas SCS... ... 50

Tabel 4. 24 Uji Linearitas pada SCS dan NRS... 51


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Nature Relatedness Scale... 68

Lampiran Self-compassion scale... 70

Lampiran Skala Self-compassion dan keterhubungan manusia pada alam... 74

Lampiran Hasil Uji Coba... ... 83

Lampiran Data Deskriptif ... 91

Lampiran Data Deskriptif Usia, Jenis kelamin, Suku, Tempat tinggal... 93

Lampiran Hasil Uji One Sample T-Test Keseluruhan Data... ... 97

Lampiran Hasil Uji One Sample T-Test Usia dan Suku... 99

Lampiran Hasil Uji Independent Sample T-Test Jenis Kelamin dan tempat tinggal... 105

Lampiran Analisis Deskriptif dan Uji One Sample T-Test pada setiap komponen... 107


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia dan alam memiliki ketergantungan, kesejahteraan alam

berpengaruh pada kesejahteraan manusia begitu juga sebaliknya (Davis, Green,

Reed, 2009). Keterhubungan dengan alam didefiniskan sebagai perasaan

terhubung antara manusia dan alam, hal ini tercermin dalam pengalaman individu

dalam hubungannya dengan alam (Mayer & Frantz, 2004). Selain itu Nisbet,

Zelenski, dan Murphy (2009) menjelaskan kertehubungan dengan alam adalah

bentuk keterhubungan manusia dengan semua mahkluk hidup di alam. Bentuk

keterhubungan manusia pada alam berupa kesadaran bahwa manusia dan alam

adalah suatu kesatuan. Kesadaran ini mempengaruhi pandangan dan perilaku

manusia pada alam, manusia memandang alam bukan sebagai lahan eksploitasi

dan bersikap pro-lingkungan. Sikap pro lingkungan ini termanifestasi dalam

perilaku sederhana seperti memilah sampah dan membuang sampah pada

tempatnya, hingga perilaku yang lebih besar seperti penggunaan pupuk alami dan

reboisasi hutan.

Kamitsis dan Francis (2013) menemukan bahwa semakin besar ikatan

seseorang dengan alam semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala

spiritualitas. Penemuan ini menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan alam

merupakan komponen yang penting dalam orientasi spiritual seseorang (Kamitsis


(23)

atau tersentuh oleh “yang lain” yang melebihi perasaan individu pada diri dan

memberikan makna hidup pada level terdalam pada jiwa manusia (Restall &

Conrad, 2015). Jadi, penilaian manusia pada alam dapat dimasukkan pula sebagai

perasaan tanpa batas juga sebagai perasaan sebagai satu komunitas dan

keterhubungan pada ruang atau benda di alam sama seperti keterhubungan

manusia dengan manusia yang lain (Daniel, 2007).

Adanya rasa keterhubungan dengan alam memberikan beberapa dampak

yang signifikan dalam menjalani fungsi psikologis manusia terkait dengan

manajemen stres, perasaan tenang, damai, bahkan hingga mempengaruhi diri

sebagai pribadi. Mayer, Frantz, Bruelman & Dolliver (2009) menunjukkan bahwa

individu yang memiliki rasa kesatuan dan keterhubungan dengan alam memiliki

kesehatan mental yang lebih baik, cenderung tidak stress, tidak agresif, dan tidak

cemas.

Dalam penelitian lain, Mayer & Frants (2004) menemukan bahwa semakin

kuat rasa keterhubungan manusia dengan alam, maka semakin urung manusia

melukai alam (merusak) karena dengan melukai alam dia melukai dirinya sendiri.

Boleh dikata melukai diri sendiri (perasaan maupun fisik) sama halnya melukai

alam karena manusia juga bagian yang terintegrasi dengan alam. Maka seorang

individu akan cenderung memperlakukan diri dengan baik dan penuh kasih

sayang terhadap diri sendiri. Sikap yang demikian sejalan dengan salah satu

komponen yang membentuk self-compassion yaitu self-kindness (kebaikan pada

diri). Self-kindness merupakan sikap memperlakukan diri dengan kasih sayang


(24)

Dalam prosesnya sikap yang demikian berlaku juga pada orang lain

mengingat bahwa orang lain juga manusia yang merupakan bagian terintegrasi

dengan alam. Bentuk kesadaran ini akan membawa individu pada sudut pandang

yang lebih luas dan positif terhadap orang lain (Mayer & Frants, 2004). Individu

akan menyadari bahwa semua manusia di dunia ini kurang lebih sama sehingga

perasaan terisolasi urung muncul. Seorang individu akan cenderung melihat

bahwa bukan hanya dirinya yang mengalami pengalaman hidup yang negatif,

orang lain pun mengalami keadaan yang kurang lebih sama sehingga seseorang

tidak merasa sendiri. Sikap demikian disebut oleh Neff (2003a,. 2003b) sebagai

common humanity (rasa kemanusiaan). Neff (2003a., 2003b) menjelaskan

common humanity dipahami sebagai bentuk kesadaran bahwa pengalaman diri

(negatif maupun positif) merupakan bagian kecil dari pengalaman seluruh umat

manusia sehingga individu tidak merasa terisolasi dan tidak menghakimi orang

lain karena orang juga mengalami hal yang sama.

Individu yang memiliki keterhubungan yang intim dengan alam juga

memiliki pendirian akan tujuan hidup dan penerimaan diri (Nisbet, Zelenski, &

Murphy, 2011). Ketika berada di alam seseorang akan lebih tenang dalam

memahami pengalaman hidup yang tidak menyenangkan. Kondisi tersebut

berdampak pada kemampuan reflektif individu (Mayer, Frantz, Bruelman &

Dolliver (2009). Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Martyn dan

Brymer (2014) menunjukkan bahwa alam memberikan perasaan diperbaharui dan

dipenuhi. Perasaan ini tidak lepas dari proses menyadari diri sebagai manusia.


(25)

Dalam penelitian yang sama, mereka yang memiliki mendapatkan nilai tinggi

dalam skala keterhubungan manusia pada alam menceritakan bahwa alam

membuat mereka menyadari keutuhan dirinya, karena alam menerima manusia

sebagai adanya. Adanya kesadaran akan penerimaan diri, keutuhan diri, dampak

pada kemampuan reflektif dan ketenangan dalam memahami pengalaman hidup

yang tidak menyenangkan akan membuat seseorang menjadi lebih terbuka bahwa

diri mengalami penderitaan tanpa adanya penyangkalan atau penolakan.

Kesadaran akan penderitaan dalam hidup membawa individu termaksud tetap

mengalami tanpa hanyut di dalamnya (Leary, Tate, Adams, Allen, & Hancock,

2007). Keadaan ini akan menciptakan resiliensi emosi dan membawa diri pada

kesejahteraan diri yang terus dikembangkan. Sikap ini merupakan komponen lain

dalam self-compassion (Neff 2003a.,2003b). Dalam literaturnya Neff menjelaskan

mindfulness, merupakan bentuk kesadaran dan keterbukaan bahwa diri mengalami

penderitaan tanpa adanya penyangkalan ataupun penolakan (Neff 2003a.,2003b).

Berdasarkan tinjauan sebelumnya dampak positif keterhubungan manusia

pada alam berupa kesadaran dan sisi reflektif memantik proses untuk membentuk

konsep lain yang baru-baru ini mendapatkan tempat dalam penelitian psikologi,

yakni self-compassion. Menurut Neff (2003a) self-compassion adalah suatu

bentuk keterbukaan hati terhadap kelemahan diri dan pengalaman negatif.

Self-compassion membawa impak yang amat signifikan terhadap fungsi

psikologis dan kesehatan emosional (Neff, 2003a). Orang yang memiliki

self-compassion yang tinggi cenderung mampu mengelola ketakutan terhadap


(26)

self-compassion yang tinggi memungkinkan individu untuk terus belajar dan menjadi

lebih jeli dalam pengembangan diri (Breines & Chen, 2012).

Meskipun demikian, memiliki self-compassion yang tinggi bukan berarti

hanya terpusat pada diri sendiri. Justru, self-compassion menjaga diri untuk tidak

terjatuh ke dalam narsisime yang maladaptif (Barnard & Curry, 2011). Secara

konseptual, self-compassion memantik perasaan sayang dan peduli terhadap orang

lain. Self-compassion membawa individu untuk menyadari bahwa pengalamannya

merupakan bagian kecil dari pengalaman seluruh umat manusia. Sehingga

menyadari pula bahwa semua manusia di dunia mengalami penderitaan serupa

(Neff 2003a).

Germer & Neff (2013) menyatakan bahwa individu dengan

self-compassion yang tinggi mampu menerima dirinya, mampu menjalin intimitas

dengan sesama, mengakui bahwa penderitaan, kesalahan, dan kekurangan yang

merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kesadaran akan penderitaan dalam

hidup membawa individu termaksud tetap mengalami tanpa hanyut di dalamnya

(Leary, Tate, Adams, Allen, & Hancock, 2007). Keadaan ini akan menciptakan

resiliensi emosi dan membawa diri pada kesejahteraan diri yang terus

dikembangkan.

Sementara itu, sebagai seorang calon psikolog yang juga dikenal

sebagai professional helper, mahasiswa Psikologi diharapkan untuk mampu

menjalin relasi yang baik dengan klien dengan cara berusaha bersikap

professional, penuh empati, berusaha memahami klien secara pribadi, menghargai


(27)

klien (Buku Pedoman Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma,

2009).

Dalam tradisi Buddha, memberikan compassion pada orang lain, dianggap

sama pentingnya untuk menawarkan compassion kepada diri sendiri (Brach, 2003;

Salzberg, 2005). Memberikan compassion kepada orang lain tetapi tidak terhadap

diri, seolah-olah menggambar pemisah antara diri dan orang lain, dan

mengingkari keterkaitan utama dari individu (Hahn, 1997 dalam Neff & Pommier

2012). Dari perspektif psikologi Buddhis, membangun kapasitas untuk bertahan

dalam penderitaan dengan kesadaran penuh belas kasih akan memfasilitasi

munculnya kemampuan untuk menyampaikan kasih ke beberapa sasaran yaitu

diri, orang lain, dan semua makhluk hidup (Hofmann, Grossman & Hinton, 2011).

Oleh karena itu dengan self-compassion yang terus dikembangkan maka harapan

untuk menjadi professional helper akan terwujud.

Sukar diduga kemudian bahwa pada penelitian sebelumnya mengenai

self-compassion pada mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma (USD) justru

menunjukkan bahwa self-compassion mahasiswa adalah rendah (Adika, 2013).

Adika (2013) menunjukkan bahwa ada kecenderungan mahasiswa mengkritik diri

terlalu keras dan mencerca diri, memiliki perasaan paling menderita ketika

mengalami penderitaan dan kurang memiliki kesadaran akan penderitaanya.

Penelitian mengenai keterhubungan manusia pada alam dengan

self-compassion belum pernah dilakukan maka menarik kemudian untuk mengkaji

bagaimana korelasi yang terbentuk dari dua konsep sebagaimana tersebut di atas,


(28)

self-compassion. Sebab dengan mengetahui bagaimana gambaran hubungan antara

keduanya akan menambahkan data penelitian sekaligus bahan evaluatif dengan

subjek mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma yang diharapkan secara

ideal bahwa suatu saat akan menjadi seorang professional helper. Selain itu

dengan menguatnya gerakan pro-lingkungan akhir- akhir ini maka penelitian

mengenai keterhubungan manusia dengan alam akan menambah wawasan yang

diharapkan membuka kesadaran masyarakat secara umum untuk terlibat dalam

gerakan ini demi menjaga kelestarian alam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Apakah ada korelasi antara keterhubungan manusia pada

alam dengan self-compassion pada mahasiswa Psikologi Universitas Sanata

Dharma?

C. Tujuan penelitian

Berangkat dari pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan mendeskripsikan korelasi antara keterhubungan manusia

pada alam dengan self-compassion pada mahasiswa Psikologi Universitas Sanata


(29)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

korelasi antara keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion.

Peneliti juga berharap penelitian ini dapat menjadi sumbangan teoritis dalam

psikologi lingkungan dan psikologi kesehatan, mengenai korelasi

keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion berikut manfaat

positifnya bagi manusia.

2. Manfaat Praktis

Diharapakan penelitian ini bisa menjadi sumber informasi bagi

mahasiswa psikologi dan dunia pendidikan formal di universits. Selain itu

diharapkan penelitian ini juga menjadi sumber informasi bagi masyarakat luas

untuk menjaga kelestarian alam dan bersikap lebih bijaksana terhadap diri

sendiri maupun kepada orang lain demi menciptakan masyarakat yang


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Self-compassion

1. Pengertian Self-compassion.

Kurang lebih semenjak tahun 2003 self-compassion mulai

diperkenalkan. Konsep tersebut mulai diperkenalkan oleh Kristin D. Neff.

Self – Compassion digambarkan sikap terbuka dan tergeraknya hati oleh

penderitaan yang dialami, rasa untuk peduli dan kasih sayang pada diri

sendiri, memahami tanpa menghakimi terhadap kekurangan dan kegagalan

diri, menerima kelebihan dan kekurangan, serta menyadari bahwa

pengalaman yang kurang lebih sama juga dialami oleh orang lain (Neff,

2003a). Dalam prosesnya diperlukan pengetahuan bahwa penderitaan,

kegagalan, dan ketidaksempurnaan adalah bagian dari keadaan semua orang

(termasuk diri sendiri) yang perlu untuk dipahami dan diterima (Neff 2003a)

Penelitian menunjukkan bahwa self-compassion berbeda dengan

pengecaman diri, kasihan pada diri, egosentrisme, harga diri dan kepuasan

diri (Barnard & Curry 2011). Self-compassion konsisten terhadap jalan

menuju kesejahteraan diri yang bersifat terbuka dan sudut pandang yang

menerima ketika mengalami penderitaan dan kegagalan dalam hidupnya

beserta sikap memahami dengan rasa cinta tanpa menghakimi sehingga


(31)

Ada perbedaan antara Self-compassion dan self-esteem. Harga diri

cenderung pada evaluasi, penilaian pada diri (Crocker, Luhtanen, Cooper &

Bouvretee, 2003) seringkali self-esteem mengacu pada hasil. Self –

compassion justru sebaliknya. Self-compassion mengacu pada kesadaran

bahwa diri memang berharga tanpa adanya standar tertentu, menerima diri

sebagai mana adanya dan mengembangkan dengan optimis.

Self-compassion fokus pada proses ketimbang pada hasil. Bukan apa yang telah

saya capai akan tetapi apa yang telah saya lakukan (Neff, 2003a). Individu

dengan self-esteem yang tinggi menunjukkan kecenderungan narcissistic

(Morf & Rhodewalt, 2001) yang seringkali menyebabkan masalah dengan

hubungan interpersonal (Campbell & Baumeister, 2001). Self- compassion

yang berkorelasi negatif dengan narsisme memperkuat gagasan bahwa

self-compassion tidak perlu merasa superior terhadap orang lain. Sebaliknya

terjadi pada Self-esteem (Neff, 2003a).

Pengecaman diri (self-criticism) seringkali menimbulkan rasa

terisolasi hal ini menunjukkan bahwa mengecam diri mengurangi

penerimaan dan rasa sayang terhadap diri karena hal negatif akan

bermunculan. Mengecam diri menyebabkan individu menghindari dan

menyangkal keadaan, hal ini menyebabkan individu jatuh pada kegagalan

(Barnard & Curry 2011).

Kepuasan diri mengacu pada sikap yang menyerah saat mengalami

dan menghadapi suatu masalah tanpa ada usaha untuk mencapai suatu


(32)

keadaan yang tidak menyenangkan dengan pikiran yang jernih menerima

tanpa menyerah (Barnard & Curry, 2011)

Perbedaan antara self – compassion dengan self-pity, dan kepuasan

diri. Self – compassion berbeda dengan mengkasihani diri (self-pity).

Mengkasihani diri akan membuat seseorang kehilangan rasa keterhubungan

antar manusia (perasaan terisolasi) dan identifikasi yang berlebihan yang

menyebabkan seseorang urung menyadari dan hanya terhanyut dalam

masalah, penderitaan dan kelemahan. Keadaan ini mengakibatkan seseorang

menolak dan menyalahkan diri sendiri. Self-compassion menawarkan

pemahaman bahwa manusia tidaklah sempurna dan memiliki kekurangan,

menerima keadaan diri tanpa menghakimi, menyangkal dan menghindari.

Mengkasihani diri justru menolak rasa sakit dan cenderung menyalahkan

diri sendiri atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Self-compassion berbeda dengan egosentrime. Egosentrisme

cenderung fokus pada diri sendiri menyebabkan seseorang merasa paling

menderita. Sedangkan, self – compassion justru mendukung keterhubungan

sosial karena komponen common humanity yang merujuk bahwa kelemahan

dan kekurangan merupakan bagian dari manusia. Ada kesadaran bahwa diri

dan orang lain mengalami proses yang kurang lebih sama (Neff, 2003a).

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa self-compassion merupakan

sikap terbuka, memahami, dan menerima diri pada kelebihan, kekurangan,

pengalaman hidup negatif, kesalahan yang telah dilakukannya. Proses


(33)

individu yang self-compassionate berusaha mengurangi penderitannya dan

belajar dari kesalahannya dengan cara yang damai tanpa menyangkalnya

dan lari dari keadaan tersebut. Menyadari bahwa diri perlu kasih sayang.

Self-compassion dapat dibentuk dengan berbagai cara, salah

satunya dengan mindfull self-compassion program (MSC) (Germer &

Neff, 2011). Dalam program ini peserta diajak melakukan refleksi dan

meditasi. Refleksi dapat dijadikan cara untuk meningkatkan

self-compassion. Moon (dalam Leijen, Lam, Robert, Simons, Wildschut 2008)

menerjemahkan Refleksi sebagai proses kognitif untuk belajar dari

pengalaman. Postholm (dalam Clara, 2015) menjelaskan refleksi adalah

sikap untuk melihat dengan cara dan sudut pandang yang lain demi

menuju cara untuk berkembang. Dewey (dalam Clara, 2015) menjelaskan

Refleksi berfungsi untuk mengubah situasi konflik dan membingungkan,

menjadi situasi yang lebih jelas, masuk akal, mantap, dan harmonis.

Situasi dalam konteks ini diterjemahkan sebagai suatu peristiwa dengan

objek yang banyak dimana seseorang tidak menghakimi objek dalam

peristiwa tersebut dan tidak merasa terisolasi akan tetapi berhubungan

dengan keseluruhan dengan peristiwa

2. Komponen Dalam Self-compassion.

Neff (2003a, 2003b) menjelaskan bahwa ada tiga komponen

self-compassion yaitu self-kindness (kebaikan pada diri) vs self-judgment


(34)

(isolasi), mindfulness (kesadaran) vs over-identification (identifikasi

berlebihan).

a. Self-kindness vs Self-judgement.

Kebaikan diri (Self-kindness) merujuk pada sikap untuk peduli,

memahami dan menerima diri dengan rasa cinta dan kelembutan tanpa

kritik yang terlalu keras dan menghakimi. Emosi yang digunakan

bersifat mendukung dan membangun. Ada pengakuan bahwa diri

melakukan kesalahan dan mengalami penderitaan bentuk pengakuan ini

membuat seseorang tahu siapa dirinya, apa yang harus diperbaiki dan

dikembangkan. Sehingga individu fokus pada mengontrol dan mencari

solusi akan masalah yang dihadapi.

Individu yang memperlakukan diri dengan kasih sayang

berpikiran lebih terbuka pada keadaan dirinya. Kebaikan pada diri

menuntun seseorang pada kedamaian ketika mengalami dan

memikirkan pengalaman negatif dalam hidupnya. Penilaian diri bersifat

sebaliknya dimana inidividu menilai dirinya dengan tidak seimbang ,

dan mencerca diri dengan kasar.

b. Common humanity vs Isolation.

Rasa kemanusiaan merujuk pada pemahaman bahwa manusia

bukanlah mahkluk sempurna, setiap individu pernah melakukan dan

masih melakukan kesalahan dalam hidupnya, serta memiliki perilaku

maldaptif. Pemahaman ini menuntun individu pada suatu kesadaran


(35)

di dunia. Sehingga ketika mengalami pengalaman yang negatif

seseorang tidak sendiri, ada banyak orang lain yang sedang mengalami

hal yang sama. Keadaan ini menimbulkan kesadaran bahwa dirinya

tidak sendiri. Kesadaran ini mengajak individu untuk tidak lari, takut,

cemas ketika mengalami pengalaman hidup yang negatif saat menjalani

proses hidup.

Individu dengan kesadaran ini juga memiliki pemahaman bahwa

orang lain pun menderita sehingga tidak menghakimi orang lain.

Keadaan ini membentuk keterhubungan sosial dengan orang lain.

Perasaan terisolasi bersifat sebaliknya dimana individu merasa paling

menderita dan hanya dirinya yang mengalami keadaan tersebut. Isolasi

menyebabkan lemahnya keterhubungan sosial dengan orang lain.

Sehingga seseorang tenggelam dalam penderitaannya (Neff, 2003

a,2003 b).

c. Mindfulness vs Over-identification.

Mindfulness merupakan proses dimana individu melihat keadaan

dirinya dengan pandangan yang lebih objektif dan luas, sehingga

seseorang tidak akan terhanyut secara pikiran maupun emosi terutama

ketika mengalami pengalaman yang negatif dalam hidupnya. Adanya

kesadaran untuk menerima dan memahami diri apa adanya tanpa

menghakimi. Mindfulness dapat menyediakan suatu ruang untuk

bersikap dengan cara yang efektif dan kasih sayang, baik terhadap


(36)

tidak terhanyut secara emosional dalam pengalaman hidup yang negatif

yang oleh Neff (2003 a; 2003 b) disebut over-identification ketika

sudah terbawa dalam keadaan ini seseorang akan terobsesi pada

kejadian negatif, penyangkalan dan penolakan baik secara pikiran

maupun emosional. Hal ini ruang untuk membagi compassion pada diri

sendiri tidak tersedia.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self-compassion.

Self-compassion dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu usia, pola asuh,

budaya dan jenis kelamin.

a. Jenis Kelamin.

Penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki self-compassion

yang lebih rendah daripada pria. Keadaan ini menunjukkan bahwa

perempuan lebih mudah menghakimi dirinya. Perempuan lebih mudah

merasa terisolasi dan lebih mudah terbawa emosi dan perasaanya ketika

mengalami suatu keadaan yang negatif (Neff, 2003 a).

b. Usia

Neff (2011) Menyatakan bahwa self-compassion merupakan

aspek penting dari kematangan seseorang. Penelitian menunjukkan

bahwa walaupun kecil, ada asosiasi antara self-compassion dengan usia.

Selain itu self-compassion juga terasosiasi dengan kecerdasan emosi dan


(37)

c. Pola Asuh.

Pendidikan dan pola asuh orang tua merupakan faktor lain yang

berpengaruh pada self-compassion. Orang tua yang mengasuh dan

mendidik anak dengan compassion tidak membiarkan anaknya menyakiti

dirinya sendiri hal ini mendorong anak untuk mengembangkan

kesehatannya. Orang tua yang mengasuh dengan compassion bersikap

tidak menghakimi atau mencerca anaknya akan tetapi memberikan

banyak kasih sayang, cinta dan fokus pada kesejahteraan anaknya (Neff,

2003 b). Dengan begini seorang anak akan belajar untuk mencintai

dirinya, memperlakukan diri dengan kasih sayang, anak tersebut sedang

mengembangkan self-compassion dalam perkembangannya.

d. Budaya

Faktor lain yang mempengaruhi self-compassion adalah budaya.

Penelitian lintas budaya (Thailand, Amerika, Taiwan) mengenai

self-compassion menunjukkan bahwa ada perbedaan self-self-compassion dalam

budaya yang berbeda. Dalam penelitian itu disebutkan bahwa Thailand

dengan budaya buddisme memiliki tingkat self-compassion yang paling

tinggi sedangkan Taiwan dengan budaya yang mengembangkan rasa

malu memiliki self-compassion yang paling rendah. Amerika berada

ditengah-tengahnya karena Amerika memiliki bermacam latar budaya.

Budaya dalam konteks ini dipahami sebagai budaya dalam arti luas,

termasuk didalamnya agama dan sistem sosial (Neff, Pisitsungkagam,


(38)

B.Keterhubungan Manusia Pada Alam.

1. Pengertian Keterhubungan Manusia Pada Alam.

Hubungan manusia dengan alam merupakan hal utama yang

dipelajari dalam Ekopsikologi (Ecopsychology). Eco berasal dari kata Oikos

dalam bahasa Yunani yang artinya rumah, psyche yang berarti jiwa dan

logos yang berarti ilmu. Ekopsikologi merupakan cabang ilmu dalam

Psikologi yang mempelajari manusia melalui pendekatan hubungan manusia

dengan rumah alami (alam) (Fisher, 2013, p4). Para Ekopsikologis

menyebutkan ketika manusia menerima pandangan ekologikal bahwa

manusia merupakan bagian dari alam, bukan sebagai eksploiter, maka

manusia akan belajar untuk mengakui alam sebagai ruang sosial dan

psikologi, seperti yang manusia lakukan pada komunitas manusia (Fisher,

2013, p5).

Hubungan manusia dengan alam merupakan suatu keadaan dimana

seseorang secara emosional merasa terhubung dan menjadi satu dengan

alam (Mayer & Frantz, 2004). Konsep lain menjelaskan bahwa

keterhubungan manusia dengan alam adalah keadaan dimana seseorang

memasukkan alam dalam gambaran kognitif pada dirinya (Schultz, 2001).

Keterhubungan manusia pada alam berarti keterhubungan pada semua

mahkluk hidup di alam (Nisbet, Zelenski, & Murphy, 2009). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa keterhubungan manusia dengan alam adalah rasa


(39)

perasaan, maupun kognitif, menyadari bahwa alam adalah rumah bagi

manusia.

Alam adalah (1) segala yang ada di langit dan di bumi. (2)

lingkungan kehidupan, (3) dunia (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam

Ekopsikologi Alam merujuk pada suatu area yang dideskripsikan sebagai

“hijau” akan tetapi terjadi secara alami ketika hijau berubah menjadi kuning,

kuning menjadi coklat, dan coklat kembali hijau (Kaplan & Kaplan 1989).

Rachel & Stephen Kaplan (1989) menjelaskan bahwa taman dan ruang

terbuka, padang rumput dan ladang terbengkalai, pepohonan dijalanan dan

kebun di belakang rumah termasuk alam. Definisi ini menunjukkan tempat

yang jauh dan dekat, luar biasa dan yang biasa, terawat maupun tidak, besar,

kecil atau diantaranya. Dimana tanaman tumbuh dengan bantuan manusia

atau secara alami.

Penelitian mengenai hubungan manusia pada alam sudah semakin

banyak dan meluas. Ekopsikologi telah berkembang tidak hanya sekedar

teori namun juga berbentuk terapi yang disebut ecotherapy (ekoterapi). Oleh

karena itu meneliti bagaimana hubungan manusia dengan alam menjadi hal

yang patut diteliti di Indonesia dengan ruang alam yang masih luas karena

banyak penelitian menunjukkan bahwa alam bersifat menyembuhkan.

Mayer & Frants (2004) menemukan bahwa semakin kuat rasa

keterhubungan manusia dengan alam, maka semakin urung manusia melukai

alam (merusak) karena dengan melukai alam dia melukai dirinya sendiri.


(40)

melukai alam karena manusia juga bagian yang terintegrasi dengan alam.

Maka seorang individu akan cenderung memperlakukan diri dengan baik dan

penuh kasih sayang terhadap diri sendiri.

Dalam prosesnya sikap yang demikian berlaku juga pada orang lain

mengingat bahwa orang lain juga manusia yang merupakan bagian

terintegrasi dengan alam. Bentuk kesadaran ini akan membawa individu pada

sudut pandang yang lebih luas dan positif terhadap orang lain (Mayer &

Frants, 2004). Individu akan menyadari bahwa semua manusia di dunia ini

kurang lebih sama. Seorang individu akan cenderung melihat bahwa bukan

hanya dirinya yang mengalami pengalaman hidup yang negatif, orang lain

pun mengalami keadaan yang kurang lebih sama sehingga, seseorang tidak

merasa sendiri.

Keterhubungan yang intim dengan alam berdampak akan adanya

pendirian akan tujuan hidup dan penerimaan diri (Nisbet, Zelenski, &

Murphy, 2011). Ketika berada di alam seseorang akan lebih tenang dalam

memahami pengalaman hidup yang tidak menyenangkan, memberikan

perasaan diperbaharui, dan dipenuhi (Mayer, Frantz, Bruelman & Dolliver

2009; Martyn dan Brymer 2014 ). Munculnya kesadaran sebagai manusia

berimplikasi pada rendahnya tingkat kecemasan individu. Dalam

penelitiannya Martyn dan Brymer (2014) menjelaskan, mereka yang

mendapatkan nilai tinggi dalam skala keterhubungan manusia pada alam

menceritakan bahwa alam membuat mereka menyadari keutuhan dirinya,


(41)

penerimaan diri dan keutuhan diri, dampak pada kemampuan reflektif dan

ketenangan dalam memahami pengalaman hidup yang tidak menyenangkan

akan membuat seseorang menjadi lebih terbuka bahwa diri mengalami

penderitaan tanpa adanya penyangkalan atau penolakan. Kesadaran akan

penderitaan dalam hidup membawa individu termaksud tetap mengalami

tanpa hanyut di dalamnya (Leary, Tate, Adams, Allen, & Hancock, 2007).

2. Aspek-aspek Keterhubungan Manusia Pada Alam.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nisbet, Zelenski, dan

Murphy (2009) keterhubungan manusia pada alam terbagi dalam tiga aspek

yaitu aspek afektif (nature relatedness-self), aspek kognitif (nature

perspective), dan aspek pengalaman (nature

relatedness-experience).

a. Aspek afektif (Nature Relatedness – self)

Perasaan bahwa manusia memiliki keterhubungan dengan alam.

Perasaan ini mengacu pada internalisasi hubungan manusia dengan

alam dalam diri manusia. Aspek afektif merefleksikan perasaan dan

pemikiran mengenai hubungan personal seseorang dengan alam.

b. Aspek kognitif (Nature Relatedness – perspective)

Bentuk kesadaran pandangan manusia kearah luar dirinya

bahwa hubungannya dengan alam termanifestasi dalam perilakunya


(42)

c. Aspek Pengalaman (Nature relatedness – experience)

Aspek Pengalaman mengacu pada keakraban secara fisik

antara manusia dengan alam. Aspek ini merupakan bentuk

penggambaran daya tarik manusia pada alam bahwa mereka memiliki

ketertarikan untuk secara fisik dekat dengan alam.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterhubungan manusia pada alam

Hubungan manusia pada alam dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu pengalaman kontak langsung, tingkat pendidikan, gaya hidup dan

budaya.

a. Pengalaman Kontak Langsung.

Penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat rasa

kerhubungan manusia pada alam terkait dengan kontak lansung. Mereka

yang kontak dengan langsung memiliki skor yang tinggi pada

pengukuran mengenai keterhubungan manusia pada alam (Mayer &

Frantz, 2009; Nisbet. Zelenski, & Murphy 2009).

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan merupakan faktor yang juga mempengaruhi

rasa keterhubungan manusia pada alam. Mereka yang berpendidikan

hingga tingkat SMA dan Mahasiswa memiliki tingkat keterhubungan

yang lebih rendah dari pada mereka yang telah menjadi sarjana (Mayer &


(43)

c. Gaya hidup

Dalam penelitiannya Mayer & Frantz (2004) mengemukakan

bahwa konsumerisme berkorelasi negatif dengan rasa keterhubungan

manusia pada alam, sedangkan gaya hidup pro-lingkungan memiliki

korelasi positif dengan rasa keterhubungan manusia pada alam.

d. Budaya,

Nilai budaya menjadi salah satu penentu dalam faktor ini karena

nilai budaya merupakan cita-cita dan tujuan yang dilihat sebagai tuntunan

prinsip hidup seseorang. Schultz (2002) menemukan nilai budaya

individual terasosiasi dengan sikap yang egoistik mengenai isu

lingkungan sedangkan nilai budaya yang fokus pada luar diri ( Budaya

kolektif) terasosiasi dengan altruistik dan sikap pro lingkungan

(biospheric attitudes). Hal ini dikarenakan dalam budaya kolektif dimana

hubungan sosial merupakan hal yang utama, menyebabkan orang dalam

budaya ini berusaha lebih keras untuk mencapai tujuan kelompok

daripada tujuan individu. Keadaan ini akan mendorong individu dalam

budaya kolektif lebih suka untuk ikut serta bertindak dalam isu sosial

dengan skala yang lebih luas seperti isu lingkungan (Schultz, 2002).

Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mendapatkan skor yang

tinggi dalam pengukuran mengenai keterhubungan manusia pada alam

juga memiliki skor yang tinggi dalam pengukuran mengenai perilaku

pro-lingkungan (Mayer & Frantz, 2009; Nisbet. Zelenski, & Murphy


(44)

C.Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi (Kamus

Besar Bahasa Indonesia). Usia rata-rata orang Indonesia memasuki universitas

adalah 17-23. Arnett (dalam Santrock, 2010) menjelaskan tahapan

perkembangan dewasa awal adalah mereka yang berusia 18-25 tahun. Neff

(2009) mengemukakan bahwa self-compassion dapat diukur mulai dari masa

perkembangan remaja, umur yang dimulai dari 13 tahun. Mahasiswa termasuk

dalam dewasa awal sehingga Mahasiswa memenuhi syarat pengukuran. Dalam

penelitian ini subjek adalah populasi mahasiswa psikologi Universitas Sanata

Dharma yang masih aktif kuliah. Syarat umur mahasiswa adalah 17-25 tahun

dengan pertimbangan rata-rata usia masuk perguruan tinggi antara 17-23 tahun

dan usia perkembangan dewasa awal 18-25 tahun. Penelitian ini memilih

subjek mahasiswa psikologi karena penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa rata-rata tingkat self-compassion mahasiswa psikologi cenderung

rendah. Selain itu, penelitian mengenai keterhubungan manusia pada alam

dengan subjek mahasiswa psikologi belum pernah dilakukan.

D.Keterhubungan manusia pada alam, Self-compassion dan Mahasiswa Psikologi

Keterhubungan manusia pada alam dan self-compassion mempunyai

beberapa keterkaitan. Mayer & Frants (2004) menemukan bahwa semakin


(45)

melukai alam (merusak) karena dengan melukai alam dia melukai dirinya

sendiri. Boleh dikata melukai diri sendiri (perasaan maupun fisik) sama

halnya melukai alam karena manusia juga bagian yang terintegrasi dengan

alam. Maka seorang individu akan cenderung memperlakukan diri dengan

baik dan penuh kasih sayang terhadap diri sendiri. Sikap yang demikian

merupakan salah satu dari komponen yang membentuk self-compassion yaitu

self-kindness (kebaikan pada diri). Self-kindness merupakan sikap

memperlakukan diri dengan kasih sayang tanpa menghakimi, mencerca diri

dan menyakiti diri sendiri (Neff 2003a; 2003b).

Dalam prosesnya sikap yang demikian berlaku juga pada orang lain

mengingat bahwa orang lain juga manusia yang merupakan bagian

terintegrasi dengan alam. Bentuk kesadaran ini akan membawa individu pada

sudut pandang yang lebih luas dan positif terhadap orang lain (Mayer &

Frants, 2004). Individu akan menyadari bahwa semua manusia di dunia ini

kurang lebih sama. Seorang individu akan cenderung melihat bahwa bukan

hanya dirinya yang mengalami pengalaman hidup yang negatif, orang lain

pun mengalami keadaan yang kurang lebih sama sehingga, seseorang tidak

merasa sendiri. Sikap demikian disebut oleh Neff (2003a,. 2003b) sebagai

common humanity (rasa kemanusiaan). Neff (2003a., 2003b) menjelaskan

common humanity dipahami sebagai bentuk kesadaran bahwa pengalaman

diri (negatif maupun positif) merupakan bagian kecil dari pengalaman seluruh

umat manusia sehingga individu tidak merasa terisolasi dan tidak


(46)

Komponen terakhir adalah mindfulness. Minfulness merupakan

bentuk kesadaran dan keterbukaan bahwa diri mengalami penderitaan tanpa

adanya penyangkalan ataupun penolakan (Neff 2003a; 2003b).

Keterhubungan yang intim dengan alam berdampak akan adanya pendirian

akan tujuan hidup dan penerimaan diri (Nisbet, Zelenski, & Murphy, 2011).

Ketika berada di alam seseorang akan lebih tenang dalam memahami

pengalaman hidup yang tidak menyenangkan, memberikan perasaan

diperbaharui, dan dipenuhi (Mayer, Frantz, Bruelman & Dolliver 2009;

Martyn dan Brymer 2014 ). Munculnya kesadaran sebagai manusia

berimplikasi pada rendahnya tingkat kecemasan individu. Dalam

penelitiannya Martyn dan Brymer (2014) menjelaskan, mereka yang

mendapatkan nilai tinggi dalam skala keterhubungan manusia pada alam

menceritakan bahwa alam membuat mereka menyadari keutuhan dirinya,

karena alam menerima manusia sebagai adanya. Adanya kesadaran akan

penerimaan diri dan keutuhan diri, dampak pada kemampuan reflektif dan

ketenangan dalam memahami pengalaman hidup yang tidak menyenangkan

akan membuat seseorang menjadi lebih terbuka bahwa diri mengalami

penderitaan tanpa adanya penyangkalan atau penolakan. Kesadaran akan

penderitaan dalam hidup membawa individu termaksud tetap mengalami

tanpa hanyut di dalamnya (Leary, Tate, Adams, Allen, & Hancock, 2007).

Germer & Neff (2013) menyatakan bahwa individu dengan

self-compassion yang tinggi mampu menerima dirinya, mampu menjalin intimitas


(47)

yang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Keadaan ini akan

menciptakan resiliensi emosi dan membawa diri pada kesejahteraan diri yang

terus dikembangkan.

Self-compassion dapat dibentuk dengan berbagai cara, salah satunya

dengan mindfull self-compassion program (MSC) (Germer & Neff, 2011).

Dalam program ini peserta diajak melakukan refleksi dan meditasi. Refleksi

dapat dijadikan cara untuk meningkatkan self-compassion. Moon (dalam

Leijen, Lam, Robert, Simons, Wildschut 2008) menerjemahkan Refleksi

sebagai proses kognitif untuk belajar dari pengalaman. Postholm (dalam

Clara, 2015) menjelaskan refleksi adalah sikap untuk melihat dengan cara

dan sudut pandang yang lain demi menuju cara untuk berkembang. Dewey

(dalam Clara, 2015) menjelaskan Refleksi berfungsi untuk mengubah situasi

konflik dan membingungkan, menjadi situasi yang lebih jelas, masuk akal,

mantap, dan harmonis. Situasi dalam konteks ini diterjemahkan sebagai suatu

peristiwa dengan objek yang banyak dimana seseorang tidak menghakimi

objek dalam peristiwa tersebut dan tidak merasa terisolasi akan tetapi

berhubungan dengan keseluruhan dengan peristiwa. Dengan demikian maka

bukti bahwa keterhubungan manusia pada alam memiliki keterkaitan dengan

terbentuknya self-compassion karena ketika berada di alam seseorang akan

lebih tenang dalam memahami pengalaman hidup yang tidak menyenangkan.

Kondisi tersebut berdampak pada kemampuan reflektif individu (Mayer,

Frantz, Bruelman & Dolliver (2009). Oleh karena alasan ini maka penelitian


(48)

self-compassion pada mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma cenderung

rendah. Oleh karena itu perlu dicari bukti-bukti untuk membentuk

self-compassion, salah satunya keterhubungan manusia pada alam yang

dimungkinkan ada kaitan dengan self-compassion.

Literatur menunjukkan bahwa self-compassion yang terus

dikembangkan akan membantu mahasiswa psikologi Universitas Sanata

Dharma untuk menjadi seorang professional helper. Mahasiswa psikologi

Universitas Sanata Dharma diharapkan mampu menjalin relasi yang baik

dengan klien dengan cara berusaha bersikap professional, penuh empati,

berusaha memahami klien secara pribadi, menghargai dan mengutamakan

kesejahteraan klien serta memiliki kemauan untuk menolong klien (Buku

Pedoman Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma, 2009) secara sederhana salah satu kunci menjadi seorang professional helper adalah

compassion.

Memberikan compassion kepada orang lain tetapi tidak terhadap diri,

seolah-olah menggambar pemisah antara diri dan orang lain, dan mengingkari

keterkaitan utama dari individu (Hahn, 1997 dalam Neff & Pommier 2012).

Dari perspektif psikologi Buddhis, membangun kapasitas untuk bertahan

dalam penderitaan dengan kesadaran penuh belas kasih akan memfasilitasi

munculnya kemampuan untuk menyampaikan kasih ke beberapa sasaran

yaitu diri, orang lain, dan semua makhluk hidup (Hofmann, Grossman &


(49)

dikembangkan maka harapan untuk menjadi professional helper akan

terwujud

Penelusuran pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dampak

positif keterhubungan manusia pada alam memiliki andil untuk membentuk

self-compassion maka peneliti berasumsi bahwa ada hubungan positif antara

keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion. Akan tetapi

asumsi ini masih belum terbukti maka perlu dilakukan pembuktian dengan

melakukan penelitian mengenai korelasi keterhubungan manusia pada alam

dengan self-compassion.

E.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat

diambil kesimpulan sementara yaitu ada hubungan positif antara


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian korelasi. Penelitian korelasi

adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan mengukur

derajat hubungan antara dua atau lebih variabel dengan prosedur statistik

atau analisis korelasi (Creswell, 2011). Jenis penelitian ini dipilih karena

sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui korelasi antara

keterhubungan manusia pada alam dengan self-compassion.

B. Identifikasi Variabel

Variabel adalah karakteristik atau atribut dari individu atau

organisasi di mana variabel ini dapat diukur, diobservasi, dan

berbeda-beda pada setiap individu (Creswell, 2011). Berikut adalah variabel dalam

penelitian ini:

Variabel bebas : Keterhubungan Manusia pada Alam

Variabel Tergantung : Self-compassion

C. Definisi Operasional

Untuk mempermudah proses pengambilan data maka penjelasana

mengenai definisi operasional disusun. Berikut adalah definisi operasional


(51)

1. Keterhubungan Manusia pada Alam

Hubungan manusia dengan alam merupakan suatu keadaan di

mana seseorang secara emosional, pola pikir, dan secara fisik

terhubung dengan alam dan semua mahkluk hidup di alam (Nisbet,

Zelenski, & Murphy 2009). Penelitian ini akan menggunakan adaptasi

dari nature relatedness scale (NRS) yang disusun oleh Nisbet,

Zelenski, & Murphy (2009). Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh

responden pada skala ini maka responden yang termaksud semakin

terhubung dengan alam. Sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh oleh responden pada skala ini maka responden yang

termaksud semakin terpisah dengan alam. Skala ini dipilih karena dari

sekian banyak skala keterhubungan manusia pada alam, literatur

mengenai skala NRS memuat keterangan yang lebih lengkap. Dalam

skala ini ada tiga aspek yang diukur yaitu :

a. Aspek Afeksi (Nature relatedness-self).

Perasaan bahwa manusia memiliki keterhubungan dengan

alam. Perasaan ini mengacu pada internalisasi hubungan manusia

dengan alam dalam diri manusia. Sebagai contoh “ Hubungan saya

dengan alam, merupakan bagian yang penting dari siapa diri saya”.

b. Aspek Kognitif (Nature relatedness-perspective)

Bentuk kesadaran pandangan manusia kearah luar dirinya

bahwa hubungannya dengan alam termanifestasi dalam


(52)

Contohnya “ saya selalu berpikir mengenai apakah tindakan saya

mempengaruhi alam atau tidak”.

c. Aspek Pengalaman (Nature relatedness-experience)

Aspek pengalaman mengacu pada keakraban secara fisik

antara manusia dengan alam. Aspek ini merupakan bentuk

penggambaran daya tarik manusia pada alam bahwa mereka

memiliki ketertarikan untuk secara fisik dekat dengan alam.

Contoh dari aspek ini seperti “saya menikmati ketika berada diluar

ruangan walaupun, dalam keadaan cuaca yang kurang bagus”.

2. Self-compassion

Self-compassion digambarkan sebagai sikap terbuka dan

tergeraknya hati oleh penderitaan yang dialami, rasa untuk peduli dan

kasih sayang pada diri sendiri, sikap memahami tanpa menghakimi

terhadap kekurangan dan kegagalan diri, menerima kelebihan dan

kekurangan, serta menyadari bahwa pengalaman yang kurang lebih

sama juga dialami oleh orang lain (Neff, 2003a). Penelitian ini akan

mengukur self-compassion dengan adaptasi skala dari Neff (2003a).

Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala menunjukkan tingkat

self-compassion yang semakin tinggi. Skala ini berdasarkan pada

enam aspek yakni :

a. Self-kindness (kebaikan diri).

Kebaikan diri (Self-kindness) merujuk pada sikap untuk


(53)

kelembutan tanpa kritik yang terlalu keras dan menghakimi.

Emosi yang digunakan bersifat mendukung dan membangun.

Contohnya “ saya mencoba mencintai diri saya ketika perasaan

saya terluka”.

b. Common humanity (kemanusiaan).

Rasa kemanusiaan merujuk pada pemahaman bahwa

manusia bukanlah mahkluk sempurna, setiap individu pernah

melakukan dan masih melakukan kesalahan dalam hidupnya, serta

memiliki perilaku maldaptif. Misalnya seperti “ saya mencoba

melihat kegagalan saya adalah bagian dari kondisi manusia pada

umumnya”.

c. Mindfullness.

Mindfulness merupakan proses dimana individu melihat

keadaan dirinya dengan pandangan yang lebih objektif dan luas,

sehingga seseorang tidak akan terhanyut secara pikiran maupun

emosi terutama ketika mengalami pengalaman yang negatif dalam

hidupnya. Contohnya seperti “ ketika saya terpuruk, saya mencoba

mendekati perasaan saya dengan keingintahuan dan keterbukaan”

d. Self-judgment (penilaian diri).

Self-judgement merupakan kebalikan dari self-kindness.

Sikap ini mengacu pada penilaian pada diri dengan tidak

seimbang. Keadaan ini akan menyebabkan seseorang


(54)

contoh “ saya mencela dan menghakimi kekurangan dan

kelemahan pada diri saya”.

e. Isolation (memisahkan-diri).

Isolasi merupakan sikap dimana individu merasa paling

menderita di dunia ini. Pandangannya tidak terbuka sehingga

selalu muncul bahwa keadaan orang lain lebih baik dari dirinya.

Sikap ini menyebabkan seorang individu memisahkan diri dari

ruang sosialnya. Seperti misalnya “saya cenderung merasa

terisolasi dari dunia ketika saya memikirkan mengenai

kekurangan saya”.

f. Over-identification (identifikasi berlebihan).

Identifikasi berlebihan adalah keadaan dimana seseorang

memandang keadaan diri dan pengalaman yang negatif secara

berlebihan dan dibesar-besarkan. Dalam keadaan ini seseorang

akan mudah terhanyut secara pikiran maupun perasaan kemudian

terobsesi pada kejadian yang negatif. Pada akhirnya muncul

penyangkalan dan penolakan pada dirinya sehingga ruang untuk

membagi compassion pada diri tidak tersedia. Sebagai contoh “

ketika sesuatu menganggu saya, saya terhanyut dalam perasaan


(55)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah populasi mahasiswa psikologi

Universitas Sanata Dharma dengan jumlah 991 (www.forlap.dikti.go.id)

Subjek berada dalam tahap perkembangan dewasa awal dengan usia 18-25

tahun. Akan tetapi mengingat rata-rata orang Indonesia masuk perguruan

tinggi berumur 17-23 maka batasan usia diubah menjadi 17-25 tahun.

Sampel diambil menggunakan metode cluster sampling. Metode

pengambilang cluster sampling adalah mengambil kelompok–kelompok

kecil dalam suatu populasi (Hossein Tavakoli, 2012). Metode pengambilan

sampel ini dipilih karena daftar anggota populasi tidak dimiliki oleh

peneliti. Selain itu metode ini dipilih untuk menghemat biaya dan

penyederhanaan waktu dalam mengambil data. Dalam penelitian korelasi

jumlah sampel yang dapat dikatakan mewakili populasi setidak-tidaknya

berjumlah 30 orang, akan tetapi semakin banyak sampel semakin besar

kekuatan data yang diperoleh (Cresswell, 2011). Kelompok yang

digunakan adalah kelas dengan jumlah masing – masing kelas kurang lebih

40 orang sampel yang dibutuhkan sebanyak 150 orang berarti 150 : 40

berarti kurang lebih dibutuhkan 4 kelas.pemilihan dilakukan dengan cara

undian berdasarkan mata kuliah, semester dan kelas contoh psi

kepemimpinan b VI berarti mata kuliah psikologi kepemimpinan kelas B


(56)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala

yang digunakan adalah skala self-compassion (self-compassion scale, yang

selanjutnya akan disebut SCS) yang diadaptasi dari Neff (2003a) dan skala

keterhubungan manusia pada alam (nature relatedness scale, yang

selanjutnya akan disebut NRS) yang diadaptasi dari Nisbet, Zelenski, &

Murphy (2009).

NRS bertujuan untuk mengukur hubungan manusia pada alam

secara afeksi, kognisi, dan fisik (Nisbet, Zelenski, & Murphy, 2009). NRS

terdiri dari 21 item dengan 3 indikator yaitu Nature Relatedness-self

(NR-self), Nature Relatedness-perspective (NR-perspective), Nature

Relatedness-experience (NR-experience). NR-self tergambarkan pada

item 5, 7, 8, 12, 14, 16, 17, dan 21. Selanjutnya NR-perspective terdapat

pada item 2, 3, 11, 15, 18, 19, dan 20. Terakhir adalah NR-experience

yang terdapat dalam item nomor 1, 4, 6, 9, 10, 13.

Sementara itu, SCS bertujuan untuk mengukur self-compassion

yang dimiliki oleh individu (Neff, 2003a). SCS terdiri dari 26 item dengan

6 indikator yaitu: self-kindness (item nomor 5, 12, 19, 23, dan 26),

common humanity (item nomor 3, 7, 10, dan 15), mindfullness (item

nomor 9, 14, 17, dan 22), Self-judgement (item nomor 1, 8, 11, 16, dan

21), Isolation (item 4, 13, 18, dan 25), dan Over-identifikasi (item nomor


(57)

Kedua skala yang telah disebutkan di atas diadaptasi dengan

metode terjemahan tanpa mengubah format skala. Skala diterjemahkan

dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh Novita Carolina sarjana

sastra Inggris dari salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Hasil

terjemahan kemudian diterjemahkan lagi ke bahasa Inggris oleh Veronica

Widi Handoyowati dosen bahasa Inggris di salah satu Universitas Swasta

di Yogyakarta. Kemudian semua hasil terjemahan di periksa apakah ada

perubahan makna oleh Miss Amy Jones native speaker dari Australia.

Berikut blue print dari NRS:

Tabel 3.1

Blue Print dan Sebaran Item NRS

Indikator Sebaran item Bobot

NR-self 5, 7, 8, 12, 14, 16, 17, 21 8 NR-perspective 2, 3, 11, 15, 18, 19, 20 7 NR-experience 1, 4, 6, 9, 10, 13 6

Total 21 item

Skala NRS menggunakan model skala Likert, menggunakan lima

jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju

(TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Berikut rentang jawaban dalam skala:

STS TS N S SS 1 2 3 4 5


(58)

Pembagian skor antara item favorable dan unfavorable dapat

dilihat pada tabel berikut:

Table 3.2

Pembagian Skor NRS

Favorable Unfavorable

Jawaban Nilai Jawaban nilai

SS 5 SS 1

S 4 S 2

N 3 N 3

TS 2 TS 4

STS 1 STS 5

Berikut blue print dari SCS:

Tabel 3.3

Blue Print dan sebaran SCS

Indikator Sebaran Item Bobot

Self-kindness 5, 12, 19, 23, 26 5

Self-judgement 1, 8, 11, 16, 21 5

Common humanity 3, 7, 10, 15 4

Isolation 4, 13, 18, 25 4

Mindfullness 9, 14, 17, 22 4

Over-identification 2, 6, 20, 24 4


(59)

Dalam skala SCS juga digunakan model skala Likert,

menggunakan lima jawaban yaitu:

Hampir tidak pernah

Hampir selalu

1 2 3 4 5

Pembagian skor antara item favorable dan unfavorable dapat

dilihat pada tabel berikut:

Table 3.4

Pembagian Skor SCS

Favorable Unfavorable

Jawaban Nilai Jawaban Nilai

5 5 5 1

4 4 4 2

3 3 3 3

2 2 2 4


(60)

F. Validitas, Analisis item, dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh

mana suatu tes (alat ukur) dapat mengukur atribut psikologis yang

hendak diukur (Supratiknya, 2014). Creswell (2011) yang menyatakan

bahwa validitas adalah ukuran dan bukti yang menunjukkan bahwa

interpretasi tes (alat ukur) sesuai dengan tujuan pengukuran. Validitas

kedua skala berbahasa Inggris akan kembali dipertimbangkan dalam

penelitian ini karena skala-skala tersebut diadaptasi ke dalam item

berbahasa Indonesia. Validitas isi dilakukan dengan cara

menunjukkan dan menanyakan apakah alat ukur sesuai dengan apa

yang hendak diukur kepada ahli dalam bidang pengukuran kedua

variabel (Creswell, 2011; Supratiknya 2014). Dalam penelitian ini ahli

dimaksud adalah dosen pembimbing yang ditempatkan sebagai penilai

profesional (professional judgement).

2. Analisis Item

Analisis item dilakukan untuk memilih item-item yang paling

cocok untuk membentuk sebuah skala dan memiliki daya diskriminasi

yang baik (Supratiknya, 2014). Menurut Azwar (2010), pengujian

daya diskriminasi item dilakukan dengan cara menghitung koefisien

korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu


(61)

(rix). Nilai indeks daya beda item yang digunakan pada penelitian ini

adalah ≥ 0,250.

Tabel 3.5

Hasil Uji Korelasi Item Total Skala NRS

rix Item Total

rix > 0,25 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21

20

rix < 0,25 2 1

Koefisien korelasi item total dalam NRS berkisar antara

0,067-0,751. Item-item yang tidak lolos seleksi nilainya berkisar antara

0,067-0,249.

Tabel 3.6

Hasil Uji Korelasi item total skala SCS

rix Item Total

rix > 0,25 1, 2, 4, 6, 9, 10, 11, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25.

18

rix < 0,25 5, 8, 12, 14, 17, 26, 7, 3 8

Koefisien korelasi item total dalam SCS berkisar antara

0,076-0,677. Item-item yang tidak lolos seleksi nilainya berkisar antara


(62)

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil pengukuran

walaupun alat ukur digunakan berulang kali dan dengan waktu yang

berbeda pada suatu populasi, individu maupun suatu kelompok

(Cresswell, 2011; Supratiknya 2014). Dalam skala asli, pengujian

reliabilitas NRS dilakukan dengan selang waktu 6-8 minggu.

Pengujian menghasilkan koefisien Alpha Chronbach’s 0.85 pada skala

penuh, 0.81 pada aspek NR-self, 0,65 pada NR-perspective dan 0.85

pada NR-Experience (Nisbet, Zelenski, & Murphy, 2009). Hal ini

menunjukkan bahwa kekuatan konsistensi dari NRS memuaskan

karena mendekati 1,00. Sementara itu, pengujian reliabilitas SCS

dilakukan dalam rentang waktu kurang lebih tiga minggu antara tes

pertama dan kedua. Pengujian menghasilkan angka 0.93 untuk

keseluruhan skala, 0.88 untuk sub skala kindness, 0.88 untuk sub skala

self-judgement, 0.80 untuk sub skala common humanity, 0.85 untuk

sub skala isolation, 0.85 untuk sub skala mindfullness, dan 0.88 untuk

sub skala over-identification (Neff, 2003a). Hasil pengujian ini

menunjukkan bahwa kekuatan konsistensi dari SCS memuaskan

karena mendekati 1.00.

Dalam penelitian ini, setelah skala diadaptasi maka akan

dilakukan pengukuran reliabilitas dengan melihat nilai Alpha

Cronbach. Apabila nilai reliabilitas mendekati 1.00 maka reliabilitas


(63)

Setelah dilakukan tryout sebanyak 50 subjek dan dilakukan

analisis item koefisien Alpha Cronbach NRS sebesar 0.906 dan SCS

sebesar 0,882 dengan nilai reliabilitas yang mendekati 1.00 maka

reliabilitas NRS dan SCS memuaskan.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

Guna mendapatkan kesimpulan yang benar berdasarkan data

yang ada dilakukan uji asumsi sebagai berikut:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui

apakah data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya

normal (Santoso, 2010). Data terdistribusi normal jika nilai

signifikansinya lebih besar dari 0.05. Data dinyatakan terdistribusi

tidak normal jika nilai signifikansinya kurang dari 0.05. Uji

normalitas menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov. Uji

normalitas dilakukan untuk memenuhi syarat uji hipotesis dengan

uji korelasi product moment pearson.

b) Uji Linearitas

Uji linearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui

apakah hubungan antar-variabel yang hendak dianalisis itu

mengikuti garis lurus atau tidak. Peningkatan atau penurunan


(64)

atau penurunan kuantitas pada variabel lainya (Santoso, 2010).

Data dinyatakan linear apabila dua variabel memiliki signifikansi

kurang dari 0.05. Uji Linearitas dilakukan untuk memenuhi syarat

uji hipotesis dengan uji korelasi product moment pearson.

2. Uji Hipotesis

Apabila syarat analisis data sudah terpenuhi, maka pengujian

dilanjutkan dengan uji hipotesis. Untuk melakukan uji hipotesis,


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 10 hingga 21 bulan Mei tahun 2016. Penelitian

dilakukan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dengan subjek

Mahasiswa sebanyak 150 orang. Alat ukur yang digunakan adalah

Self-compassion Scale dan Nature Relatedness Scale yang sebelumnya sudah melalui

proses adapatasi ke dalam bahasa Indonesia dan sudah dilakukan seleksi item

dalam uji coba. Sebelum melaksanakan proses pengambilan data, peneliti

membuat surat pengantar, surat pengantar ini berguna untuk meminta ijin kepada

dosen pengampu mata kuliah dimana skala disebar. Sebelumnya dilakukan

pengundian dan mendapatkan empat kelas yaitu kelas Psikologi Budaya B IV,

kelas PIO B IV, Kelas Psikologi Kepribadian II C II, dan kelas Psikologi

Abnormal C IV. Mulai tanggal 10 Mei 2016 skala di sebar di kelas – kelas

psikologi. Pada prosesnya pengambilan data tidak dapat dilakukan pada kelas PIO

B IV, dan Psikologi Kepribadian II C II karena kelas sedang presentasi dan

menghabiskan materi hal ini dikarenakan sudah mendekati masa ujian akhir

semester. Kemudian kelas Abnormal C IV tidak dapat dilakukan pengambilan

data karena kasus yang sama akan tetapi diberikan kesempatan minggu berikutnya

dengan diberitahu jumlah mahasiswa sebanyak 47 orang. Pada kelas Psikologi

Budaya B IV mendapatkan data 27 karena banyak mahasiswa yang tidak masuk


(66)

keputusan dengan metode accidental sampling dan mengambil kelas Penyusunan

Skala Psikologi B VI data yang terkumpul sebanyak 26. Kemudian dilakukan

pengundian lagi dan didapatkan kelas Kode Etik Psikologi D IV tertanggal 11 Mei

2016 akan tetapi tidak dapat dilakukan pengambilan data karena ada kuis dan

menghabiskan materi, sedangkan ketika peneliti menanyakan waktu setelah kelas

selesai responden tidak bersedia karena banyaknya tugas pengundian maupun

accidental sampling tidak dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan

responden karena hari sudah sore. Selanjutnya dilakukan pengundian lagi perhari

untuk mendapatkan setidaknya dua kelas perhari yaitu tanggal 16, 17 18 Mei

2016, akan tetapi kelas yang terpilih memiliki kasus yang sama sehingga peneliti

terpaksa melakukan lagi accidental sampling dari tanggal 18 Mei – 19 Mei 2016

untuk segera mencapai target jumlah responden.. Skala yang disebar didalam

kelas sebanyak 100 booklet yang berisi dua skala SCS dan NRS. Skala yang

disebar diluar kelas dengan metode accidental sampling sebanyak 57. Maka pada

19 Mei responden berhasil terkumpul sejumlah 157 akan tetapi 7 responden tidak


(67)

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma. Subjek berjumlah 150 orang.

Subjek termasuk dalam tahap perkembangan umur dewasa awal yaitu

dengan rentang umur 17- 24 tahun. Subjek terdiri dari berbagai suku

dan asal tempat tinggal (pedesaan, perkotaan). Berikut gambaran

subjek dalam bentuk tabel.

Tabel 4.1

Deskripsi Subjek berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Suku

Usia

Jenis kelamin

Total

Suku Jumlah

Laki-laki Perempuan Jawa 106

17-18 1 3 4 Tionghua 9

19-20 15 61 76 Bali 8

21-22 24 37 61 Batak 4

23-24 7 2 9 Campuran 11

25 0 0 0 Lain-lain 12

Jumlah 47 103 150 total 150

Tabel 4. 2

Desripsi Subjek Berdasarkan Tempat tinggal

Tempat tinggal Asal - Sekarang

Total Desa -

desa

Desa -

kota Kota - kota

Kota - desa


(68)

Subjek yang tidak menyertakan keterangan mengenai

tempat tinggal asal dan sekarang berjumlah 48 sedangkan yang

hanya memberi keterangan tempat tinggal sekarang pedesaan

berjumlah 5 dan perkotaan 1 subjek.

2. Deskripsi Data Penelitian

Data akan dibuat menjadi lebih sistematis supaya

mempermudah dalam proses analisis. Proses ini dilakukan melalui

a. Analisis deskriptif

Melalui analisis deskriptif maka dapat diperolah Mean

teoritik dan mean empiris. Mean teoritik merupakan rata-rata skor

dari suatu alat ukur yang diperoleh dari angka yang menjadi nilai

tengah alat ukur tersebut. Nilai rata-rata teoritik diperoleh dari

rata-rata tengah skor minimum dan maksimum. Sedangkan nilai

mean empirik adalah rata-rata skor dari hasil penelitian. Berikut

hasil analisi deskriptif dalam penelitian ini :

Tabel 4. 3

Hasil Analisis Deskriptif Penelitian

Skala Teoritik Empirik

N Sko r Min

Skor Max

Mean SD N Skor

Min

Skor Max

Mean SD SCS 150 18 90 54 12 150 33 83 60,69 8,719


(69)

Berdasarkan analisis deskriptif diatas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa kecenderungan self-compassion dan

keterhubungan manusia pada alam pada mahasiswa cenderung

tinggi karena nilai mean empirik lebih tinggi dari pada nilai mean

teoritik.

b. Uji One Sample T-test

Menurut Santoso (2010), One Sample T-Test digunakan

untuk menguji apakah suatu nilai yang dianggap sebagai

pembanding memiliki perbedaan dengan nilai dari suatu sampel.

Berikut hasil dari One Sample T-Test :

Tabel 4. 4

Uji One-Sample T-Test

Test Value = 0 t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

NRS 99,499 1149 ,000 71,240 69,83 72,65 SCS 85,252 149 ,000 60,693 59,29 62,10

Tabel diatas menunjukkan bukti yang semakin kuat bahwa

mahasiswa memiliki kecenderungan yang tinggi dalam

self-compassion dan keterhubungan manusia pada alam yang


(70)

c. Analisis deskriptif berdasarkan komponen

Dalam penelitian ini SCS dan NRS terbagi atas beberapa

komponen. Self-compassion terdiri atas komponen self-kindness vs

self-judgement, common humanity vs isolation, mindfullness vs

over-identification. Keterhubungan manusia pada alam (NRS)

terdiri atas NR self, NR Perspective, NR experience. Berikut

analisis deskriptif pada setiap komponen dari kedua skala :

Tabel 4.5

Hasil Analisis Deskriptif pada Komponen NRS

komponen Teoritik Empirik N Skor

Min

Skor Max

Mean SD N Skor

Min

Skor Max

Mean SD

NR-self 150 8 40 24 5,333 150 13 39 28,58 4,176

NR-perspective 150 6 30 18 4 150 13 29 23,00 3,177

NR-experience 150 6 30 18 4 150 9 29 19,66 3,901

Hasil penghitungan diatas menunjukkan bahwa nilai mean empirik

pada masing-masing komponen lebih tinggi daripada nilai mean

teoritik sehingga dapat dikatakan bahwa keterhubungan manusia

pada alam yang dimiliki mahasiswa cenderung tinggi berdasarkan

setiap komponen. NR-perspective memiliki rentang yang paling

jauh yaitu 5 diikuti NR-self 4,58 dan NR-experience 1,66. Berikut


(71)

Tabel 4.6

Uji One Sample T-test pada komponen NRS

One-Sample Test

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper NR Self 83,818 149 ,000 28,580 27,91 29,25 NR

Perspective 88,663 149 ,000 23,000 22,49 23,51 NR Experience 61,721 149 ,000 19,660 19,03 20,29

Tabel diatas menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki

kecenderungan yang tinggi dalam keterhubungan manusia pada

alam yang ditunjukkan dengan mean diference yang positif. Selain

itu tabel diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

atntara kedua mean. Selanjutnya analisis deskriptif pada komponen

self-compassion:

Tabel 4.7

Analisis deskriptif pada komponen self-compassion

Komponen Teoritik Empirik

N Skor Min

Skor Max

Mean SD N Skor

Min

Skor Max

Mean SD Self-kindness vs

self-judgement 150 6 30 18 4 150 10 28 20,08 3,414

Common humanity

vs Isolation 150 6 30 18 4 150 9 29 20,44 3,385

Mindfullness vs


(1)

128

 

Mindfullness vs Over-identification

Min = jml item × skor terendah = 6 × 1 = 6

Max = jml item × skor tertinggi = 6 × 5 = 30

Mean = (max + min) / 2 = (30 + 6)/2 = 18

SD = (max – min) / 6 = (30 – 6)/ 6 = 4

SCS Empirik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Self-kindness vs

self-judgement 150 10 28 20,08 3,414

Common humanity vs

Isolation 150 9 29 20,44 3,385

Mindfullness vs

Over-identification 150 8 28 20,17 3,337

Valid N (listwise) 150

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Self-kindness vs

self-judgement 150 20,08 3,414 ,279

Common humanity vs Isolation 150 20,44 3,385 ,276 Mindfullness vs


(2)

 

 

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Self-kindness vs

self-judgement 72,027 149 ,000 20,080 19,53 20,63 Common humanity vs

Isolation 73,962 149 ,000 20,440 19,89 20,99 Mindfullness vs


(3)

LAMPIRAN

UJI NORMALITAS, UJI


(4)

131

 

 

SCS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SCS ,058 150 ,200* ,981 150 ,041

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(5)

NRS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

NRS ,066 150 ,200* ,989 150 ,320

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(6)

133

 

 

ANOVA Table

Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

SCS * NRS

Between Groups

(Combined) 3288,496 38 86,539 1,195 ,236 Linearity 575,598 1 575,598 7,947 ,006 Deviation from

Linearity 2712,898 37 73,322 1,012 ,464

Within Groups 8039,398 111 72,427

Total 11327,893 149

Uji Hipotesis

Pearson

Correlations

SCS NRS

SCS

Pearson Correlation 1 ,225**

Sig. (1-tailed) ,003

N 150 150

NRS

Pearson Correlation ,225** 1 Sig. (1-tailed) ,003

N 150 150