Pengaruh Budaya terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan

kesehatan sebagai penolong persalinan. Menurut Notoatmodjo 2010, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan ide terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan kecendrungan untuk bertindak. Azwar 2007 menyatakan bahwa sikap seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang bersifat instrinsik maupun faktor ekstrinsik individu tersebut. Faktor- faktor yang memengaruhi sikap seseorang diantaranya: pengalaman pribadi, pengaruh dari orang lain, kebudayaan, media informasi dan faktor emosional. Penelitian Roudlotun 2005 mendapatkan bahwa sikap ibu berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan koefisien regresi= 4,313 dan p value=0,038. Dalam upaya memperbaiki penerimaan ibu terhadap petugas kesehatan sebagai penolong persalinan, petugas kesehatan harus mampu menyampaikan penyuluhan dengan memberikan contoh berbagai kasus-kasus tentang bagaimana persalinan yang sehat dan aman seperti memperkenalkan berbagai alat-alat medis dan manfaatnya serta cara-cara mengatasi berbagai komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamilbersalin.

5.1.5 Pengaruh Budaya terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ibu mempunyai budaya dalam keluarga yang mendukung atau tidak mendukung petugas kesehatan sebagai penolong persalinan cenderung memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dengan frekuensi 91,1 pada ibu yang mendukung tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dan demikian juga ibu yang kurang mendukung memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan 61,1. A nalisis regresi logistik Universita Sumatera Utara berganda membuktikan tidak ada pengaruh yang bermakna budaya terhadap pemanfaatan penolong persalinan. Tidak berpengaruhnya budaya terhadap pemanfaatan penolong persalinan pada penelitian ini karena ada beberapa daerah dengan kondisi goegrafi yang masih sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, namun mereka lebih berminat memanfaatkan petugas kesehatan sebagai penolong persalinan. Walaupun adanya budaya di masyarakat perempuan masih dipandang sebagai lebih rendah derajatnya bila dibandingkan dengan laki-laki, dimana banyak keputusan yang diambil oleh laki-laki tanpa harus mendengarkan pendapat perempuan tentang kehamilan dan persalinan dengan jumlah yang rendah. Ibu yang memiliki budaya yang mendukung petugas kesehatan sebagai penolong persalinan tapi tidak memanfaatkan penolong persalinan yang profesional pada umumnya dikarenakan keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga yang menganjurkan ke dukun bayi memengaruhi keputusan yang diambil. Sesuai wawancara dengan ibu Dian mengatakan bahwa saya melakukan pemeriksaan ke dukun bayi atas kemauan sendiri karena saya takut kalau melahirkan disuntikdijahit. Tetapi sewaktu mau melahirkan, keluarga membawa saya bersalin ke puskesmas karena lebih aman. Universita Sumatera Utara

5.2 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan