BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Situasi perbankan di Indonesia pada saat ini sudah jauh berbeda bila dibandingkan dengan tahun 1970-an, atau bahkan sudah berbeda dengan situasi
perbankan pada awal tahun 1980 sampai dengan pertengahan 1983 sebelum dikeluarkannya deregulasi perbankan pada Juni 1983 oleh Bank Indonesia.
Apabila pada tahun 1983 masih terasa adanya situasi dimana para nasabah yang mencari bank bank oriented maka pada saat ini sudah menjadi kebalikannya,
bahwa pihak bank yang mencari nasabah atau yang lebih dikenal dengan customer oriented. Berlomba-lombanya Bank yang ada di Indonesia membuka cabang-
cabangnya yang baru di tempat yang dinilai strategis jelas akan memberikan dampak yang nyata yaitu di dalam memperebutkan nasabah yang jumlah dan
kualitasnya terbatas. Loan to Deposit Ratio LDR adalah rasio yang pada awalnya digunakan
untuk mengukur tingkat likuiditas bank. Dalam arti apabila LDR di atas 110 berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutup
kredit yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan dana antarbank call money untuk menutup kekurangannya. Dana dari call money bersifat darurat,
sehingga seyogianya bank tidak menggunakan dana semacam itu untuk membiayai kredit. Dana call money adalah untuk membiayai mismatch likuiditas
jangka sangat pendek. Namun demikian, sejak terjadinya krisis perbankan dan dilanjutkan dengan proses rekapitalisasi perbankan tahun 1999 di mana kredit
1
Universitas Sumatera Utara
perbankan sekitar Rp 300 triliun dialihkan ke BPPN, maka LDR perbankan langsung merosot drastis karena jumlah kredit berkurang sedangkan jumlah DPK
tidak berubah. Begitu rendahnya angka LDR paska rekapitalisasi tahun 1999- 2000, akhirnya angka LDR berubah fungsi dan lebih sering digunakan sebagai
indikator utama untuk mengukur kemampuan sebuah bank dalam menyalurkan kredit fungsi intermediasi.
Krisis ekonomi global terjadi lagi dalam beberapa tahun terakhir. Dimulai oleh terjadinya kredit macet di Amerika Serikat yang ternyata mempengaruhi
pasar global. Pada kenyataannya terjadinya krisis ekonomi global sangat mempengaruhi seluruh dunia khususnya Uni Eropa. Belum sepenuhnya pulih
krisis yang terjadi pada tahun 2008, yang bermula di Amerika Serikat lalu berimbas ke Eropa, sudah terjadi lagi krisis yang kali ini diakibatkan oleh
jatuhnya perekonomian salah satu negara Uni Eropa yaitu Yunani. Menurut Petropoulos 2010 dalam jurnalnya yang berjudul “Profitability,
Efficiency And Liquidity Of The Co-Operative Banks In Greece” menganalisis bahwa krisis Yunani berawal dari akumulasi defisit anggaran yang setiap
tahunnya rata-rata mencapai sebesar 6 dari PDB selama 30 tahun. Yunani nampaknya tidak menerapkan prinsip kehati-hatian prudent dalam kebijakan
defisitnya, sehingga defisit anggaran mencapai dua kali lipat dari ketentuan Uni Eropa UE yang maksimum ditetapkan sebesar 3. Sementara itu pasar obligasi
di dalam negerinya juga masih sangat terbatas, untuk itu Yunani menjual surat utang Negara SUN-nya kepada investor di Prancis, Swiss, dan Jerman. Sebagai
dampak akumulasi defisit, saat ini defisit Yunani mencapai 13,6 dari PDB. Tingginya defisit Yunani di atas nampaknya efek dari lemahnya disiplin anggaran
Universitas Sumatera Utara
serta buruknya administrasi perpajakan. Hal ini tercermin dari pemborosan, korupsi, maupun manipulasi pembukuan. Ketentuan batas maksimum defisit UE
dilanggar dengan memanipulasi pembukuan. Dalam sistem pembukuan dan anggaran berbasis kas yang digunakan di Yunani, tidak mengantisipasi risiko
fiskal karena dalam anggaran tidak memuat informasi mengenai pengeluaran contingency. Akibatnya pada saat SUN jatuh tempo pada April dan Mei 2010 ini,
kewajiban pembayaran utang sebesar 20 biliun euro mengalami gagal bayar. Pemerintah Yunani nampaknya
sudah pasrah dan menyatakan ketidakmampuannya untuk mencari dana segar guna melunasi kewajibannya yang
jatuh tempo. Hal ini semakin memperparah Yunani, karena lembaga peringkat hutang Standard Poor’s menurunkan peringkat hutang Yunani dari B menjadi
CCC sehingga berpotensi gagal bayar pada 14 Juni 2010. Level kredit CCC hanya empat notch di atas level terendah berdasarkan pengukuran lembaga pemeringkat
yang berbasis di Amerika Serikat ini. Akibat turunnya peringkat utang Yunani, membuat para investor beramai-ramai melepas Euro dan beralih ke Dollar AS
sehingga Euro melemah seiring ketakutan akan ketidakmampuan Yunani membayar utangnya. Krisis ini tidak hanya membuat Euro saja yang jatuh namun
sebagian besar bursa mata uang regional juga mengalami pelemahan tak terkecuali Rupiah.
Pelemahan kali ini dipimpin oleh Won mata uang Korea Selatan dan dollar Singapura, won diperdagangkan pada level 1.090,05 terhadap dollar dan dollar
Singapura pada level S1,2423 sedangkan rupiah terhadap dollar AS adalah 8.563 perdollar. Para investor lebih memilih aset yang paling dirasa aman dan
menjanjikan seperti dollar AS. Rupiah bisa saja stagnan jika para pelaku pasar
Universitas Sumatera Utara
tidak melakukan aksi mengambil untung yang mengakibatkan rupiah sedikit melemah namun penurunan ini tidak terlalu mengkhawatirkan pasar sebab rupiah
masih bisa bertahan karena suku bunga acuan yang menjanjikan sehingga tetap menarik minat para investor. Indonesia masih menjadi tujuan berinvestasi yang
menarik apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik. Besarnya modal yang masuk Indonesia membuat BI sulit menjalankan
kebijakan moneter. Dengan besarnya modal portofolio yang mudah masuk dan keluar membuat nilai tukar rupiah berfluktuasi. Dana masuk memperkuat rupiah,
sedangkan dana keluar melemahkan rupiah. BI harus mensterilkan dana yang masuk dengan membeli dollar dengan rupiah. Akibatnya uang beredar makin
besar. Karena itu, BI harus menarik kembali uang tersebut supaya tidak mendorong inflasi. Besarnya Penanaman Modal Asing PMA juga mendorong
peningkatan permintaan dollar untuk kebutuhan belanja modal dan modal kerja. Kredit dollar tumbuh sekitar 36 sementara dana pihak ketiga dalam dollar hanya
tumbuh sekitar 3,5. Kesejangan yang besar ini membuat BI harus berusaha keras menyediakan pasokan dollar.
Penyebab masih rendahnya LDR perbankan nasional hingga tahun 2011 dipengaruhi empat faktor, yaitu pertama, seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa perbankan nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu besarnya
nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya ekspansi
kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir sepertinya belum berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan. Kedua, sejak proses
Universitas Sumatera Utara
rekapitalisasi tahun 1999-2000, perbankan nasional memiliki aktiva berupa obligasi pemerintah obligasi rekapitalisasi yang memiliki bobot risiko ATMR
atau Aktiva Tertimbang Menurut Risiko nol yang akhirnya mampu mengangkat angka CAR perbankan untuk selalu berada di atas 8. Bagi bank yang saat ini
memiliki angka CAR sekitar 12, pelepasan obligasi rekap dan dana yang dihasilkan digunakan untuk membiayai kredit, perlu pertimbangan ekstra hati-hati
agar CAR-nya tidak merosot di bawah 8 sesuai ketentuan BI. Ketiga, suku bunga SBI 8,25 yang masih berada di atas suku bunga simpanan perbankan
sekitar 7 menjadi salah satu exit strategy perbankan untuk menempatkan ekses likuiditasnya dengan aman dan menguntungkan ketika ekspansi kredit belum
dapat dilakukan. Keempat, pertumbuhan DPK secara absolut sejak 2005 kembali melampaui pertumbuhan kredit sehingga hal ini akan semakin memperlambat
pencapaian LDR. Hal ini dipertegas lagi oleh Granita 2011 dalam penelitiannya dimana DPK, CAR dan SBI berpengaruh terhadap LDR.
Krisis nilai tukar yang terjadi telah menyebabkan terganggunya fungsi intermediasi yang ditandai dengan banyaknya bank menjadi insolvent. Hal ini
terjadi karena meningkatnya kerentanan terhadap posisi hutang dalam USD sehingga memberatkan sisi liability bank. Sisi aset bank memburuk sebagaimana
tercermin pada meningkatnya kredit bermasalah atau Non Performing Loan akibat banyaknya debitur yang gagal bayar. Sementara itu, upaya pengetatan likuiditas
melalui kenaikan suku bunga yang dilakukan guna menstabilkan inflasi dan nilai tukar telah menyebabkan negative spread di sektor perbankan. Krisis yang
berkelanjutan telah mengakibatkan perbankan menjadi semakin rawan. Pada sisi lain kepercayaan masyarakat semakin merosot, khususnya sejak pencabutan izin
Universitas Sumatera Utara
usaha bank pada November 1997. Penurunan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tersebut terlihat dari pemindahan dana oleh penabung ke instrumen
atau bank yang lebih aman baik di dalam ataupun luar negeri diperparah lagi tidak adanya penjamin simpanan masyarakat. Tingginya bantuan likuiditas terpaksa
diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang telah mendorong peningkatan uang beredar yang sangat besar sehingga memperbesar tekanan inflasi yang
sebelumnya memang sudah meningkat tajam akibat depresiasi rupiah yang sangat besar.
Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi membawa dampak kehancuran usaha perbankan di Indonesia. Hal ini
meninggalkan kredit macet yang cukup besar, dan sampai saat ini belum terselesaikan oleh badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN maupun oleh
bank pemberi kredit, sehingga membawa dampak terhadap kerugian negara dan rakyat yang cukup besar. Melalui seminar restrukturisasi perbankan yang
dilaksanakan di Jakarta tahun 1998 disimpulkan beberapa penyebab menurunnya kinerja bank antara lain: 1 semakin meningkatnya kredit bermasalah, 2 dampak
likuidasi bank-bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah, sehingga memicu penarikan dana
secara besar-besaran, 3 semakin menurunnya permodalan bank-bank, 4 banyak bank-bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar
rupiah, serta 5 manajemen tidak profesional. Krisis keuangan global yang kemudian terjadi dikuartal III tahun 2007 yang dipicu oleh subprime mortgage
yang tanpa diduga telah membawa risiko likuiditas menjadi isu terpenting dalam agenda para praktisi dan otoritas perbankan. Krisis ini diprediksi menjadi salah
Universitas Sumatera Utara
satu dari krisis yang terparah dalam sejarah, dalam hal durasi, lingkup, dan dampak kerugian bagi lembaga keuangan, serta perekonomian global. Mencermati
dari sisi mikro, meningkatnya persaingan untuk memperoleh dana nasabah, memakin berkembangnya produk produk pendanaan dari pasar modal dan
kemajuan teknologi telah mengubah cara bank memperoleh pendanaan dan mengelola risiko likuiditas. Disamping itu, konsentrasi likuiditas pada produk-
produk terstruktur tertentu dan pasar antar bank, serta meningkatnya probabilitas komitmen pada off balance sheet menjadi pos-pos pada neraca telah memicu
masalah likuditas pendanaan dan intervensi oleh bank sentral. Lebih jauh, permasalahan likuiditas suatu bank dapat memiliki dampak terhadap industri
perbankan dan keuangan secara keseluruhan. Tren perkembangan kinerja perbankan secara umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Kinerja Bank Umum
Periode : Des 2007 - Des 2009 dalam miliar rupiah
Indikator 2007
2008 2009
2010 2011
Jumlah 130
124 121
122 120
Kantor Bank 9.680
10.936 12.971
13.837 14.797
CAR 19,30
16,76 17,42
17,18 16,05
ROA 2,78
2,33 2,61
2,96 3,03
LDR 66,32
74,59 72,88
75,21 78,77
Laba 49.869
48.159 61.784
75.157 95.555
Kredit 1.002.012
1.307.688 1.473.930
1.765.845 2.200.094
Dana Pihak Ketiga 1.510.834
1.753.292 1.973.042
2.338.824 2.784.912
NPL 4,07
3,20 3,31
2,56 2,17
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia SPI Bursa Efek Indonesia Berdasarkan tabel tabel diatas dapat diinformasikan bahwa jumlah bank dari
tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami penurunan hingga 7.69. Di sisi lain jumlah kantor bank meningkat dari 9.680 menjadi 14.797 kantor, dapat
disimpulkan bahwa bank ingin menjangkau dan memberi pelayanan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
baik bagi nasabahnya dan meningkatkan skala usahanya. Kenaikan jumlah kantor tersebut tidak sejalan dengan jumlah bank yang mengalami penurunan, hal ini
disebabkan karena adanya pencabutan ijin usaha bank, pembekuan kegiatan usaha bank dan adanya akuisisi atau merger.
Perbankan Indonesia secara umum masih mempertahankan kinerja yang cukup baik, namun rasio kecukupan modal bank umum dari Desember tahun 2007
- Desember tahun 2011 mengalami penurunan. CAR pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2,54 dari tahun 2007 diikuti dengan kenaikan LDR sebesar
8.27 . Hal ini diakibatkan oleh adanya penambahan aktiva berupa peningkatan penyaluran kredit kepada masyarakat dari tahun 2007 sampai tahun 2008 yang
mencapai Rp 323.311 miliar. Tahun 2011 CAR kembali mengalami penurunan sebesar 1.13 diikuti dengan penyaluran kredit kepada masyarakat meningkat
hingga 24 dan kenaikan LDR sebesar 3.56 . Bila diperhatikan di tahun 2009, ketika CAR mengalami kenaikan hingga 0.66 , LDR menurun hingga 1.71
sedangkan jumlah kredit yang disalurkan meningkat dan diikuti dengan bertambahnya dana pihak ketiga.
Pertumbuhan growth adalah persentase perubahan dalam beberapa item keuangan yang dibandingkan dengan periode lalu dengan periode sekarang yang
dialami oleh perusahaan selama beroperasi. Menurut Harahap 2006:309, pertumbuhan growth dari suatu perusahaan dapat diukur dengan menilai
persentase. Laba setiap tahun dapat mengalami kenaikan atau penurunan baik dalam jumlah besar maupun kecil. Dengan kondisi yang berubah-ubah, lembaga
perbankan memperoleh tantangan dalam mengelola bisnisnya agar dapat bertahan. Semakin besar laba, maka akan menambah kepercayaan pihak deposan dan
Universitas Sumatera Utara
investor. Dari tabel dapat kita diinfokan bahwa tahun 2008, terjadi penurunan laba dari tahun 2007 tetapi LDR-nya meningkat hingga 8.32 dan peningkatan laba di
tahun 2009 dan 2010 tidak diikuti dengan peningkatan LDR di tahun yang sama. Menurut Pearce 2008: 241 profitabilitas merupakan hasil bersih dari
sejumlah kebijakan dan keputusan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Salah satu tujuan bank
adalah memperoleh profitabilitas yang nantinya akan dipergunakan untuk membiayai segala kegiatan operasional dan aktivitas perbankan yang dilakukan.
ROA hingga 2011 masih cukup baik dimana masih berada di atas 1,215. LDR pada tahun 2007 ke 2008 meningkat sebesar 8.27 , tidak searah dengan ROA
yang mengalami penurunan 0.45 dan diikuti ROE yang turun hingga 2.15 . Tahun 2009, LDR menurun hingga 1.71 , searah dengan ROE yang turun
hingga 9.37 tetapi tidak searah dengan ROA yang meningkat hingga 0.28 . Peningkatan LDR di tahun 2010 sebesar 2.33 tidak diikuti oleh ROE yang
semakin turun hingga 3.25 . Sebagaimana rasio likuiditas yang digunakan dalam perusahaan secara
umum juga berlaku bagi perbankan. Namun perbedaannya dalam likuiditas perbankan tidak diukur dari Acid Test Ratio maupun Current Ratio, tetapi terdapat
ukuran khusus yang berlaku untuk menentukan likuiditas bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP, 31
Mei 2004, rasio LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk antar bank dengan DPK yang mencakup giro, tabungan,
dan deposito tidak termasuk antar bank. Standar nilai NPL yang baik adalah dibawah 5, walaupun dari tabel diatas nilai NPL selama tahun 2007 hingga
Universitas Sumatera Utara
2011 baik, LDR yang dihasilkan masih belum mencapai standar yang ditetapkan BI yaitu 85 hingga 110 . Dari tabel dapat kita lihat bahwa NPL di 2007 masih
cukup tinggi tetapi rasionya masih dibawah 5 dan semakin membaik hingga di 2011.
Kredit merupakan sumber pendapatan utama sekaligus menjadi sumber masalah karena akan menentukan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.
Dengan adanya kredit bermasalah maka : i dapat mengurangi rentabilitas pendapatan, ii terganggunya cash-flow bank likuiditas menurun, dan iii
memerlukan biaya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang lebih besar karena modal bank menurun CAR menurun. Salah satu cara untuk
mengantisipasi risiko kegagalan kredit tersebut, bank membutuhkan lembaga yang dapat memberikan jaminan pelunasan kredit.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengusaha kecil di Indonesia belum banking
minded sehingga kalangan ini sulit mengakses dana dari industri perbankan melalui
pemberian kredit dalam meningkatkan volume kegiatan usaha. Dilain pihak, perbankan
juga tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan atas kebijakannya yang kurang memberikan
perhatian kepada pengusaha kecil mikro dalam penyaluran kreditnya. Hal ini mengingat
kebijakan bank dalam perkreditan wajib mengikuti prosedur pemberian kredit yang sudah
baku. Bahkan seringkali kebijakan tersebut oleh bankers diterjemahkan secara “kaku”
seperti keharusan persyaratan dokumentasi permohonan kredit yang sempurna. Persyaratan dokumentasi yang formalistik ini
akan sulit dipenuhi oleh pengusaha kecil antara lain karena kemampuan sumber daya manusia yang relative rendah, biaya pengurusan perizinan cukup tinggi, dan
Universitas Sumatera Utara
pajak atau retribusi yang akan membebaninya jika telah menjadi usaha yang
formal. Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam
kegiatan operasi bank. Hal ini karena menyangkut dana pihak ketiga yang sebagian besar sifatnya jangka pendek dan tak terduga. Tingkat kemampuan suatu
perusahaan untuk dapat membayar hutang-hutang jangka pendeknya sering disebut likuiditas. Menurut Granita 2011, perusahaan yang mempunyai
kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid, apabila perusahaan berada dalam keadaan tidak mempunyai kemampuan
membayar hutang jangka pendek yang cukup, disebut illikuid. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau pada saat tertagih. Kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek dari
suatu perusahaan terletak pada atau diukur dari kemampuannya untuk mendapatkan kas alat pembayaran atau kemampuannya untuk mengkonversikan
aktiva non kas menjadi kas. Aspek likuiditas tidak dipandang hanya pada suatu saat, tetapi dikaitkan dengan satu periode tahun buku atau kadang-kadang
diidentifikasikan dengan siklus operasi normal perusahaan. Siklus operasi normal perusahaan adalah jangka waktu yang tercakup sejak dimulainya aktivitas
pembelian, produksi, penjualan hingga aktivitas pengumpulan piutang. Alasan LDR digunakan sebagai ukuran variable dependen dalam penelitian
ini karena LDR digunakan sebagai ukuran intermediasi untuk mengukur efektivitas perbankan dalam penyaluran kredit melalui dana yang berhasil
dihimpun dari masyarakat. LDR melihat seberapa total kredit terhadap total dana
Universitas Sumatera Utara
pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Besarnya LDR mengikuti perkembangan kondisi ekonomi Indonesia, sejak akhir tahun 2001 bank dianggap
sehat apabila besarnya LDR antara 85 sampai dengan 110 Ali, 2004. Bank dengan tingkat agresivitas tinggi tercermin dari angka LDR, diatas 110 akan
mengalami kesulitan likuiditas Ali, 2004. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa cash inflow dari pelunasan pinjaman dan pembayaran bunga dari debitur
pada bank menjadi tidak sebanding dengan kebutuhan untuk memenuhi cash outflow penarikan dana giro, tabungan dan deposito yang jatuh tempo dari
masyarakat. Loan to Deposit Ratio LDR yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya loan-up atau menjadi tidak likuid illiquid.
LDR yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana untuk dipinjamkan.
Semakin ketatnya persaingan, semakin besar pula resiko bank untuk bangkrut. Ada dua faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur yaitu dilihat dari faktor
kuantitatif dan faktor kualitatif indikator kesehatan bank. Secara kuantitatif bisa dilihat dari rasio-rasio keuangannya yaitu melalui rasio tingkat kesehatan bank.
Dan faktor kualitatif bisa dilihat dari track record pemegang saham mayoritas sebuah bank. Analisa rasio merupakan salah satu cara pemrosesan dan
penginterprestasikan informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu
dengan yang lain dari suatu laporan keuangan. Dengan analisa rasio, dapat disajikan kondisi keuangan, kesehatan, dan prestasi usaha yang dalam penelitian
ini adalah perbankan. Analisis ini sangat diperlukan bagi penilaian prestasi usaha yang telah dilakukan oleh sebuah bank, terutama bagi manajemen penyusun
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan strategi bank. Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pertumbuhan Laba, Return On Asset, Return On
Equity, Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Loan Terhadap Loan to Deposit Ratio pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Perumusan Masalah