83 karena model regresi telah terbebas dari masalah normalitas data, tidak
terjadi multikolinearitas dan tidak terjadi heteroskedastisitas. Selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis yang terdiri dari pengujian korelasi
atau koefisien determinasi, uji t dan uji F. Uji estimasi linier berganda diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi R
2
Kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variasi variabel dependen dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinan R
2
, yang berada antara nol dan satu. Apabila nilai R
2
semakin mendekati satu, berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel terikat Ghazali, 2013. Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan
variabel-variabel independen yaitu, kompetensi auditor, self efficacy dan job stress dalam menjelaskan variabel dependennya yaitu audit
judgment. Adapun hasil perhitungan nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.16 menyajikan hasil uji
koefisien determinasi.
Tabel 4.16 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary Model
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .542
a
.293 .264
3.437 a. Predictors: Constant, TJS, TKA, TSE
Sumber: Data primer yang diolah 2015
84 Tabel 4.16 menunjukkan nilai adjusted R
2
sebesar 0,264. Hal ini menandakan bahwa variasi variabel kompetensi auditor, self efficacy
dan job stress hanya dapat menjelaskan 26,4 variasi variabel audit judgment. Sedangkan sisanya sebesar 73,6 dijelaskan oleh faktor-
faktor lain yang tidak disertakan dalam model penelitian ini.
b. Uji Statistik t
Pengujian signifikansi parameter individual uji t berguna untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel independen secara
signifikan terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai probability t 0,05 maka Ha diterima dan
H ditolak, sedangkan jika nilai probability t 0,05 maka Ha ditolak
dan H diterima. Hasil uji statistik t terhadap variabel Y, X
1
, X
2
dan X
3
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.17 Hasil Uji Statistik t
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients T
Sig. B
Std. Error
Beta Constant
12.883 4.282
3.009 .004
TKA .261
.102 .314
2.573 .012
TSE .540
.148 .472
3.640 .001
TJS -.232
.116 -.269
-2.007 .049
a. Dependent Variable: TAJ Sumber: Data primer yang diolah 2015
85
AJ = 12,883 + 0,261 KA + 0,540 SE - 0,232 JS
Berdasarkan tabel 4.17 di atas, maka model persamaan regresi adalah sebagai berikut.
Keterangan: AJ : Audit Judgment
a : konstanta
b : koefisien regresi
KA : Kompetensi Auditor SE : Self Efficacy
JS : Job Stress
Hasil Uji Hipotesis 1: Kompetensi auditor berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap
audit judgment.
Tabel 4.17 memperlihatkan nilai hasil uji t pada variabel kompetensi auditor KA sebesar 0,012 sig 5, hal ini berarti Ha
1
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Variabel
kompetensi auditor memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,261 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen variabel
kompetensi auditor, dengan asumsi variabel lain tetap, maka akan menaikkan pembuatan audit judgment sebesar 26,1.
86 Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kompetensi
auditor terbukti dapat mempengaruhi audit judgment. Menurut Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP
No.Per-211KJF2010 dikatakan bahwa kompetensi seorang auditor mencakup berbagai aspek yang diperlukan dan harus dimiliki dalam
melakukan tugasnya seperti pengetahuan, keterampilan atau keahlian, pengalaman serta sikap perilakunya. Semakin kompleks tugas yang
ditangani, maka seorang auditor harus memiliki kompetensi yang tinggi pula karena kompetensi yang dimiliki oleh seorang berpengaruh dalam
pembuatan judgment. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh
Kadek dan Dharma 2014 yang menyatakan bahwa kompetensi auditor berpengaruh terhadap audit judgment. Hal ini berarti semakin tinggi
kompetensi yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin baik dalam memberikan judgment dalam tugas yang ditanganinya. Selain itu,
semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor maka semakin besar pula kemampuan untuk memprediksi dan mendeteksi
kecurangan yang terjadi dalam pelaporan laporan keuangan suatu perusahaan yang diauditnya. Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Marcellina Widiyastuti 2009 yang menunjukkan bahwa dengan menggunakan kompetensi yang baik,
auditor dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Hasil penelitian
87 ini juga didukung oleh Alim, Hapsari, Purwanti 2007 yang
menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit secara umum. Kompetensi yang dimiliki seorang auditor
didukung dengan melakukan audit secara prudent dan keseksamaan akan menghindarkan terjadinya kecerobohan untuk menghasilkan
kualitas audit yang baik.
Hasil Uji Hipotesis 2: Self efficacy berpengaruh secara parsial dan
signifikan terhadap audit judgment.
Nilai uji t pada variabel self efficacy sebesar 0.001 sig 5, hal ini berarti Ha
2
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa self efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Variabel self
efficacy memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,540 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen variabel self efficacy,
dengan asumsi variabel lain tetap, maka akan menaikkan pembuatan audit judgment sebesar 54.
Dari data yang diolah dapat diketahui bahwa self efficacy terbukti mempengaruhi audit judgment. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
seorang auditor yang memiliki self efficacy yang tinggi maka akan melakukan proses audit judgment yang lebih baik dibandingkan dengan
auditor yang memiliki self efficacy yang rendah sehingga aspek perilaku ini sangat diperlukan oleh auditor atau profesi lainnya dalam kegiatan
aktifitasnya karena akan sangat membantu dalam mencapai tujuan yang
88 ingin dicapai. Ketika auditor memiliki self efficacy yang tinggi maka
pembuatan judgment akan lebih baik dengan tingkat kesalahan yang lebih sedikit, sebaliknya ketika auditor memiliki self efficacy yang
rendah yang kemudian membuat auditor mudah menyerah dan putus asa, maka akan mempengaruhi pembuatan judgment yang berdampak
pada hasil pengauditannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Shea dan Howell 2000 yang menunjukkan bahwa self efficacy yang tinggi dapat meningkatkan kinerja terhadap pekerjaan
termasuk dalam pendidikan, pelatihan dan manajemen. Selain itu, penelitian ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Takiah dan Zuraidah 2009 yang menyatakan bahwa seseorang auditor yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung untuk lebih
mempertimbangkan, mengevaluasi
dan mengintegrasikan
kemampuannya dalam melaksanakan audit judgment.
Hasil Uji Hipotesis 3: Job stress berpengaruh secara parsial dan
signifikan terhadap audit judgment.
Pada nilai hasil uji t stress sebesar 0.049 sig 5 hal ini berarti Ha
3
diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa job stress berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Variabel job stress memiliki
nilai koefisien regresi negatif sebesar -0,232 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen variabel job stress, dengan asumsi variabel
89 lain tetap, maka akan menurunkan pembuatan audit judgment sebesar
23,2. Dari data yang diolah dapat diketahui bahwa job stress terbukti
mempengaruhi audit judgment. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketika seorang auditor sedang mengalami stres, maka akan berdampak
pada kinerjanya sehingga dapat mempengaruhi judgment yang dibuat. Ketika stres mencapai tingkatan yang lebih tinggi maka akan
mengakibatkan gangguan yang menyebabkan penurunan pada kinerja seseorang. Dalam suatu organisasi, dalam hal ini KAP, stres kerja pasti
akan terjadi dan tidak dapat dihilangkan secara menyeluruh. Akan tetapi manajemen organisasi tersebut dapat mengurangi tingkat stres kerja
yang dialami oleh karyawannya dengan cara menjaga agar lingkungan KAP tetap kondusif dan nyaman untuk melakukan pekerjaan, atasan
maupun rekan kerja dapat memberikan dukungan, penghargaan serta apresiasi bagi auditor yang memilliki prestasi baik. Dengan demikian,
auditor lainpun akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya dengan memaksimalkan usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan
organisasi, termasuk dalam pembuatan judgment. Hasil penelitian ini konsisten penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Usman Ramay 2010 yang menunukkan bahwa job stress berpengaruh negatif terhadap job performance. Ini menunjukkan
90 bahwa job stress dapat mengurangi kinerja individual yang juga akan
berdampak pada pembuatan judgment yang dilakukan oleh auditor.
c. Hasil Uji Statistik F