Iplementasi manajemen berbasis sekolah di Madrasah 'Aliyah el-Syarief Kresek, Tangerang , Banten

(1)

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MA EL-SYARIEF TANGERANG BANTEN

Disusun oleh :

Muhammad Haekal

106018200765

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAKSI

Muhammad Haekal; 106018200765. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Madrasah „Aliyah El-Syarief, Kresek, Tangerang Banten. Jakarta: KI-Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1999 merupakan kebijakan yang memberikan otonomi secara luas kepada sekolah untuk mengatur seluruh sumber daya yang ada untuk dipergunakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan serta mampu bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dalam proses pendidikan. Semuanya itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan mutu pendidikan di sekolah agar lebih efektif dan efisien. Namun dalam perjalannya penerapan MBS tidak dapat dilakukan secara maksimal oleh beberapa sekolah, salah satunya adalah MA El-Syarief.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan MBS di MA El-Syarief yang meliputi, manajemen sumber daya manusia (personalia), manajemen keuangan, dan manajemen sarana dan prasarana.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi antara metode kualitatif dan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh dari MA El-Syarief, sedangkan pengumpulan data diperoleh dengan metode wawancara sebagai data primer yang ditujukan kepada, ketua Yayasan, Kepala Sekolah, Kepala TU, Bendahara, Guru dan Ketua Komite Sekolah, dan data seconder atau penguat yang diperoleh dengan metode, dokumentasi, observasi dan angket yang sumber datanya dari seluruh guru dan staf yang ada di MA El-Syarief.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masalah yang dihadapi oleh MA El-Syarief dalam pelaksanaan MBS adalah kurangnya sumber dana, sehingga MA El-Syarief kekurangan dalam membiayai gaji atau kesejahteraan para guru dan staf. Masalah ini juga yang menjadi penyebab tidak disiplinnya para guru dalam menjalankan tugasnya karena mereka mengajar ditempat lain. Kemudian, penempatan guru yang tidak sesuai dengan bidang keilmuannya serta keterbatasan sarana untuk menunjang kegiatan guru dan siswa.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji serta rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang terus menerus tanpa berhenti sedetikpun memberikan dan melimpahkan rahmat dan nikmat-Nyayang tidak terhitung kepada penulis. Terutama nikmat Iman, Islam dan kesehatan serta kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis meyakini bahwa penulisan skripsi ini mustahil selesai tanpa pertolongan dan bimbingan Allah SWT. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada sang panutan dan uswah Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia menjalankan ajarannya hingga akhir zaman.

Pada prinsipnya penulisan skripsi ini bukanlah sekedar syarat atau tugas akhir mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). akan tetapi jauh dari pada itu adalah suatu kewajiban dan ajang pembuktian diri sebagai seorang mahasiswa untuk dapat menyelesaikan sebuah karya tulis. Penulis sadar bahwa karya tulis ini masih sangat sederhana dan jauh dari kata sempurna, memang tidak mudah bagi penulis untuk menyelesaikan karya yang sangat sederhana ini, karena banyak hambatan dan tantangan yang harus penulis hadapi baik dari faktor internal maupun eksternal. Maka disinilah pertolongan Allah SWT dan peran orang-orang terdekat yang dapat memberikan pemikiran dan motivasi, serta dukungan semua pihak penulis rasakan.

Atas selesainya penulisan skripsi ini penulis berterima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah berperan dan berkontribusi yang berharga kepada penulis baik selama penulisan skripsi maupun selama masa kuliah. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Rusydy Zakaria, M.Ed. M. Phil, Ketua Jurusan Kependidikan Islam dan selaku dosen Penasehat Akademik, Bapak Drs. Muarif SAM, M.Pd., Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan, dan para dosen yang telah mentransformasikan ilmunya kepada penulis sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Fathi Ismail, MM., Dosen pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas dan Sabar telah meluangkan waktu yang berharga untuk memberikan bimbingan, bantuan


(8)

serta motivasinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Sukanan S.Pd.I selaku kepala Madrasah „Aliyah El-Syarief serta para guru dan stafnya, yang telah sudi kiranya menerima penulis dengan baik dan terbuka dalam melakukan penelitian di lembaganya, sehingga penulis dapat dengan mudah memperoleh data-data yang dapat mendukung penulisan skripsi ini.

5. Ayahanda tercinta A. Nawawi dan Ibunda Hj. Ida Faridah, yang merupakan sumber kehidupan saya, pembimbing pertama dan utama hidup saya, pendidik saya yang telah membesarkan dan mendidik saya untuk bersikap terbuka, berani dan bijaksana dalam menghadapi hidup ini. yang mempunyai peran penting dan tak terhingga, sehingga rasanya ucapan terima kasih ini tidak cukup menggambarkan wujud penghargaan saya ini. serta Kepada Adik-adikku (Dian Nafidah dan Muhammad Iqbal Ramadhan), yang memberikan keceriaan dan semangat dalam hidup: dengan cinta kita, canda kita, tangis kita dan harapan-harapan kita.

6. Sahabat-sahabatku yang senantiasa berjalan dalam irama perjuangan bersama-sama baik dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2008/2009 maupun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Ciputat.

7. Sahabat setiaku dalam mengarungi kehidupan kampus mulai dari pertama masuk kuliah sampai sekarang, Syarif Hidayat sang sesepuh kosan, Maulana Syarif dan Muhammad Labib rekan penulis dalam menggapai mimpi di MP, Mukmin Sholeh dan Yusuf Zauhari, semoga persahabatan dan persaudaraan kita tak lekang oleh waktu.

8. Ade‟qu Sifa Fauziyah yang senantiasa memberikan spirit hidup dan menjadi teman setia, baik suka maupun duka. Sungguh sangat saya banggakan dan saya sayangi. Semoga ikatan ini barokah dan diridlo‟i oleh Allah SWT.

9. Teman-teman KI-Manajemen Pendidikan angkatan 2006-2007 khususnya kelas B. Ach. Retno, Muhammad Sobri, Muhammad Sholeh, RR. Qodir Rais Bidadara. Serta teman-teman kosan Madura yang diketua oleh Yudi yang menemani penulis minum secangkir kopi, memperbaiki laptop penulis ketika terjadi masalah dan bermain PES. Semoga kekompakan kita tetap terjaga dan terpelihara selama-lamanya.

Untuk mereka penulis berharap, semoga Allah selalu memberikan kasih sayangNya berupa kesehatan, kebahagiaan, keluasan ilmu dan ketaqwaan yang semakin mendalam. Dan untuk hasil karya yang belum sempurna ini, penulis berharap semoga tidak menjadi kesia-siaan, tetapi dapat memberi manfaat kepada dunia pendidikan di Indonesia. Amin.


(9)

Penulis juga tidak lupa memohon untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan ini terdapat hal yang tidak berkenan. Namun demikian penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi diri pripadi khususnya dan para pembaca umumnya. Akhirnya, skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang terkasih dan tersayang, kedua orang-orang tua penulis yang selalu menyayangi, mencintai dan menjaga penulis sampai sekarang, adik-adik ku yang memeberi keceriaan dan Sifa Fauziyah yang selalu menyemangati penulis. Semua ini dilakukan sebagai ikhtiar penulis untuk membahagiakan dan membanggakan mereka semua dan semoga bernilai ibadah di sisi Allah SWT.

Jakarta, 08 Juni 2011 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II : KAJIAN TEORI ... 8

A. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah ... 8

1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ... 8

2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah ... 10

3. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah ... 10

4. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ... 11

B. Ruang Lingkup Manajemen Berbasis Sekolah ... 12

1. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran ... 13

2. Manajemen Tenaga Kependidikan ... 14

3. Manajemen Kesiswaan... 18

4. Manajemen Keuangan ... 19

5. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat ... 23

6. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 24

7. Manajemen Layanan Khusus...26

C. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah...27

D. Kerangka Berpikir...32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tujuan Penelitian...35


(11)

C. Metode Penelitian... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 41

A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 41

1. Profil Madrasah ... 41

2. Kondisi Guru ... 42

3. Struktur Organisasi ... 43

4. Sarana dan Prasarana... 44

5. Jumlah Siswa Tahun 2010/2011 ... 44

6. Kondisi Penerimaan Murid Lima Tahun Terakhir ... 45

B. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI MADRASAH „ALIYAH EL-SYARIEF ... 45

1. Manajemen Sumber Daya Manuisa ... 45`

a. Perekrutan dan Seleksi SDM ... 46

b. Pelatihan Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 48

c. Supervisi (Penilaian Kinerja) ... 50

d. Kompensasi (Pemberian Reward) ... 52

e. Kegiatan Intrakurikuler dan ekstrakurikuler ... 54

2. Manajemen Keuangan ... 59

a. Menyusun RAPBS/anggaran Bersama Pihak Terkait ... 60

b. Mengidentifikasi Sumber Dana/Menggali Dana Eksternal Maupun Internal ... 61

c. Merealisasikan Dana Sesuai Rencana ... 63

d. Pertanggungjawaban Keuangan ... 65

e. Evaluasi Anggaran ... 67

3. Manajemen Sarana dan Prasarana ... 68


(12)

b. Mendistribusikan dan Mendayagunakan Sarana dan Prasarana secara Optimal ... 70 c. Melaksanakan Perawatan dan Pemeliharaan

Sarana dan Prasarana Pendidikan Secara Teratur dan Berkesinambungan ... 71 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan juga bermakna proses membantu individu baik jasmani maupun rohani kearah terbentuknya kepribadian utama (pribadi yang berkualitas). Kualitas manusia yang dimaksud adalah pribadi yang paripurna, yaitu pribadi yang serasi, selaras, dan seimbang dalam aspek-aspek spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik dan sebagainya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dari suatu Negara juga dapat bergantung kepada sejauhmana pendidikan di negara tersebut dapat menciptakan sumber daya manusia yang memiiliki kompetensi untuk bersaing di tengah kehidupan modern dan era globalisasi seperti sekarang ini. Sebagaimana kita ketahui era globalisasi dan modernisasi menuntut agar manusia mempunyai kredibelitas yang dapat berkompetisi untuk mempertahankan eksistensinya dan salah satu alat untuk mencapai hal tersebut adalah pendidikan. Karena secara fungsional, pendidikan ditujukan untuk menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan tentang kehidupan hari


(14)

kemudian yang bahagia1. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 UU no. 20 tahun 2003, bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi untuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”2

.

Namun saat ini dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena ini ditandai dengan rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat seksistensi sekolah. Bahkan, SDM yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.

Sebagai tolok ukur tentang mutu pendidikan di Indonesia dapat kita lihat dari hasil UN selama ini yang menjadi salah satu alat untuk meningkatkan dan melihat mutu pendidikan di Indonesia, ternyata hasilnya pada tahun 2010 menurun dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Pada tingkat SMA skala kelulusan tahun 2010 mencapai 89,88%, dari jumlah total peserta sebanyak 1.522.162, dengan demikian terjadi penurunan tingkat kelulusan hingga 3,86% dibandingkan dengan tahun lalu, sebesar 93,74% berati terdapat 154.079 peserta yang harus mengulang ujian. Sama seperti

1

Umaedi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah / Madrasah (MMBS / M) , (CEQM: 2004). h. 1

2

Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB II Pasal 3. h. 6


(15)

ditingkat SMA, UN di tingkat SMP juga mengalami penurunan dari 95,05% menjadi 90,27%3. Hal ini terjadi karena masih terdapat sekolah yang belum dapat melakukan standarisasi di lingkup sekolah. Karena bagaimanapun juga sekarang keberhasilan siswa dalam UN juga ditentukan oleh keberhasilan siswa dalam Ujian Sekolah. Oleh sebab itu manajemen ujian sekolah harus diatur dengan baik, agar dapat membantu keberhasilan siswa dalam ujian.

Belum lagi ditambah oleh hasil tes internasional seperti TIMSS (Trend in Mathematics and Science Study) yang diadakan empat tahun sekali, selama tiga kali Indonesia mengikuti kegiatan tersebut yaitu tahun 1999, 2003 dan 2007 hasilnya tidak menunjukan peningkatan yang berarti. Dari tiga periode tes tersebut siswa-siswi Indonesia memperoleh skor 403, 411 dan 405 dalam skala dari 0-800, sedangkan negara-negara tetangga seperti Singapura (skor 593), Malaysia (skor 474) dan Thailand (skor 441). Hasil PISA (Program for International Assessment) juga menunjukan keadaan serupa. Pada tahun 2006, kemampuan siswa Indonesia di bidang Mathematics, science, dan reading masing-masing 391, 393 dan 393 dalam skala 0-800, sedangkan skor rata-rata semua negara pada saat itu adalah 498, 500 dan 4924. Masalah ini terjadi karena belum adanya standarisasi secara internasional yang dilakukan oleh pihak sekolah, yang selama ini sekolah hanya mengacu kepada standarisasi yang bersifat nasional.

Kemudian dari segi akhlak dan moral lebih memprihatinkan lagi, berdasarkan hasil survei yang dilakukan KPA (Komisi Perlindungan Anak) kepada 4.500 remaja di 12 kota besar di seluruh Indonesia mendapatkan data 93% remaja pernah berciuman, 97% remaja pernah menonton atau mengakses pornografi, 62,7% pernah berhubungan badan diluar nikah, dan 21% remaja pernah melakukan aborsi5

Kondisi tersebut menyebabkan sebagian masyarakat menjadi pesimis terhadap sekolah. Ada anggapan bahwa, pendidikan tidak lagi mampu

3

http://www.radenbeletz.com/new-hasil-ujian-nasional-smp-2010

4

http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/29/ujian-nasional.../-12

-5

http://www.lintasberita.com/.../pemerintah-cepat-ubah-atau-ganti-sistem-pendidikan-nasional -10 mei 20010


(16)

menciptakan mobilitas sosial mereka secara vertikal, karena sekolah tidak menjanjikan pekerjaan yang layak, sekolah kurang menjamin masa depan anak yang lebih baik. Karena itu, perubahan paradigma baru pendidikan kepada mutu (quality oriented) merupakan salah satu strategi untuk mencapai pembinaan keunggulan pribadi anak6.

Semua masalah diatas dapat diatasi oleh pihak sekolah, salah satunya adalah dengan upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pengembangan manajemen sekolah. Karena itu sejak beberapa waktu terakhir, dunia pendidikan kita telah dikenalkan dengan pendekatan baru dalam manajemen sekolah yang dikenal sebagai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidak puasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.

Di Indonesia sendiri kebijakan mengenai MBS masih terbilang relatif baru dengan tujuan yang sama, yaitu memberikan kewenangan pengelolaan pendidikan ditingkat daerah sampai ke sekolah masing-masing, yakni dimulai sejak tahun 1999/2000, yang ditandai dengan peluncuran dana bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Program ini sejalan dengan implementasi dari Undang-undang no 22 tahun1999 tentang otonomi daerah dibidang pendidikan dan Undang-undang no 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)7.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. Manajemen Berbasis Sekolah adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian

6

Syafarudin, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan. (Jakarta: Grasindo 2002), h. 19

7

Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), cet. ke-3 h. 28


(17)

manajemen Berbasis Sekolah pada dasarnya merupakan sistem manajemen dimana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. Manajemen Berbasis Sekolah memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan diberikan kewenangan dan keleluasaan yang luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Selain itu, sekolah juga diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja pendidik dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama.

Dalam manajemen sekolah model MBS ini berarti tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik-karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, warga sekolah memiliki otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka panjang sekolah.

Dalam kerangka inilah MBS tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antar sekolah, masyarakat dan pemerintah8.

Namun, penerapan manajemen sekolah model MBS ini masih mengalami masalah di beberapa sekolah. Masalah tersebut terjadi antara lain karena kurangnya pemahaman tentang konsep MBS itu sendiri oleh pihak-pihak terkait seperti guru dan kepala sekolah. Karena kurangnya pemahaman

8


(18)

tersebut, akibatnya pihak sekolah sulit mengembangkan berbagai komponen manajemen yang ada dalam konsep MBS, seperti manajemen kurikulum, manajemen keuangan, manajemen sarana, manajemen kesiswaan, manajemen sumber daya manusia dan manajemen hubungan masyarakat dengan sekolah. MBS juga menuntut kemandirian sekolah, sehingga bagi sekolah yang kekurangan sumber dana akan sedikit kesulitan dalam menerapkan kemandirian tersebut. Sekolah dalam rangka menerapkan MBS harus mampu berpartisipasi aktif dengan masyarakat, sehingga sekolah dapat mengetahui dan merespon segala kebutuhan yang sedang berkembang di masyarakat.

Salah satu sekolah yang sudah menerapkan MBS adalah MA El-Syarief. Sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, MA El-Syarief telah menjalankan model manajemen ini sebagai perwujudan otonomi pemerintah dalam pendidikan. Namun dalam perjalannya, penerapan MBS di MA El-Syarief belum berjalan optimal karena beberapa masalah, antara lain guru kurang disiplin dalam melaksanakan tugasnya, karena itu pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pun tidak berjalan dengan baik, jumlah penerimaan siswa yang semakin menurun grafiknya, sarana pendukung untuk proses belajar mengajar dan kegiatan siswa yang kurang memadai.

Karena itu, berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis mencoba meneliti tentang “IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI MA EL-SYARIEF”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikaksikan beberapa masalah yang ada di MA El-Syarief pada saat melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah, seperti:

a. Belum terjalinnya kerja sama yang baik antara pihak sekolah dengan masyarakat

b. Terbatasnya sumber dana bagi penerapan MBS

c. Pelaksanaan manajemen dalam konsep MBS yang belum dikelola secara baik oleh pihak sekolah


(19)

d. Kurang efektifnya kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah e. Model kepemimpinan yang kurang efektif dalam menerapkan MBS

C. Pembatasan Masalah

Karena banyaknya masalah yang timbul setelah diidentifikasi, maka untuk memfokuskan penulisan ini pada titik permasalahannya, penulis memfokuskan pada pelaksanaan manajemen dalam konsep MBS, yang meliputi, manajemen personalia (SDM), manajemen keuangan dan manajemen sarana dan prasarana.

D. Perumusan Masalah

Dengan demikian masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan, “Bagaimana pelaksanaan / implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di MA El-Syarief pada aspek Manajemen SDM (personalia), manajemen Sarana dan Prasarana, dan Manajemen Keuangan, kampung Pasir-Kresek, Tangerang-Banten?

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, sebagai bahan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menambah pengalaman untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi sekolah

2. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai sumbangan data ilmiah dalam mengadakan penelitian selanjutnya


(20)

BAB II

KERANGKA TEORITIS A. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan. Upaya untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu dapat dilakukan melalui reformasi pengelolaan pendidikan secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu cara dalam meningkatkan pendidikkan itu adalah melalui implementasi Manajemen Berbasis Sekolah yang bertujuan untuk menjawab kekurangan-kekurangan yang ada disekolah.

Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari “School Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat9.

Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek menengah, maupun tujuan jangka panjang.

Dede Rosyada mengutip pendapat Etheridge, menyatakan bahwa “Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebuah proses formal yang melibatkan

9


(21)

kepala sekolah, guru, orang tua, siswa dan masyarakat yang berada dekat dengan sekolah dalam proses pengambilan berbagai keputusan”10

Menurut Whoster dan Mohrman yang dikutif langsung Nurkholis mengemukakan bahwa secara luas Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berarti pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan pada partisipan sekolah, guru, konselor, pengembangan kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar siswa.11

Pendapat lain mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dikemukakan E. Mulyasa bahwa

“Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) juga merupakan paradigma baru manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas kepada sekolah dalam pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat”.12

Malen, Ogawa dan Kranz yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou mengemukakan bahwa

“Manajemen Berbasis Sekolah secara konseptual dapat digambarkan sebagai suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan, serta bertumpu pada redistibusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang dengannya peningkatan dapat didorong dan ditopang”13

.

Dari beberapa pendapat di atas penulis membuat sebuah kesimpulan bahwa MBS merupakan sebuah reformasi dalam manajemen pendidikan yang memberikan otonomi yang luas kepada pihak sekolah untuk mengelola seluruh sumber daya yang ada untuk dipergunakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan serta mampu bekerja sama dengan pihak terkait seperti orang

10

Dede Rosyada, Paradikma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. ke-1. h. 267

11

Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo, 2003), h. 3

12

E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), cet. ke-8, h.33

13


(22)

tua siswa, siswa dan masyarakat sekitar dalam membuat keputusan. Semuanya itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan mutu pendidikan di sekolah agar lebih efektif dan efisien.

2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat Indonesia dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Sebagai salah satu konsep dan paradigma baru pendidikan di era otonomi, MBS berupaya mewujudkan sistem pendidikan yang memberdayakan, demokrasi yang berorientasi pada kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab sekolah terutama peningkatan output pendidikan melalui proses belajar mengajar yang bermutu.

MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap fenomena-fenomena yang muncul dimayarakat, bertujuan meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.14

3. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah

MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik.

Untuk itu, MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah. Dengan diberikannya kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum, guru didorong untuk berinovasi dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian,

14


(23)

MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.

MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tetntang pendidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan mendukung efektifitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan sekolah lebih akuntabel, transparan, egaliter dan demokrasi.15

Dengan adanya keunggulan sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang baik, maka pendidikan akan menjadi lebih berkualitas karena sekolah dapat mengelola program-programnya secara mandiri.

4. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah

Agar MBS dapat terlaksana dengan baik, maka penyelenggara pendidikan harus mampu memahami karakteristik yang terdapat dalam konsep MBS. Karakteristik MBS dapat diketahui diantaranya dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya dan administrasi.

Sejalan dengan itu, Saud mengemukakan bahwa, berdasarkan pelaksanaan di negara maju karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada pihak sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work yang tinggi dan profesional.16

15

E. Mulyasa. Manajemen Berbasis..., h. 26 16


(24)

Lebih lanjutnya lagi, menurut Bailey yang disimpulkan oleh Sudarwan Danim mengemukakan bahwa karakteristik ideal manajemen berbasis sekolah dan karakteristik ideal sekolah abad ke-21 adalah:

a. Adanya keragaman dalam pola penggajian guru b. Otonomi manajemen sekolah

c. Pemberdayaan guru secara optimal d. Pengelolaan sekolah secara partisipatif e. Sistem yang disentralisasikan

f. Sekolah dengan pilihan atau otonomi sekolah dalam menentukana aneka pilihan

g. Hubungan kemitraan antara dunia bisnis dan dunia pendidikan h. Akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh mandiri

i. Pemasaran sekolah secara kompetitif17

B. Ruang Lingkup Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan sebuah kebijakan otonomi dalam bidang pendidikan yang diberikan pemerintah pusat ke pemerintah daerah bahkan langsung ketingkat yang terendah yaitu sekolah. Kebijakan ini menjadikan sekolah sebagai pemeran utama dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan serta mengelola seluruh unsur manajemen yang ada di sekolah tersebut. Semuanya itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan mutu pendidikan di sekolah agar lebih efektif dan efisien. Hal yang paling penting dalam mengimplementasikan MBS adalah pengelolaan terhadap komponen-komponen manajemen di sekolah dalam konsep MBS yang harus dikelola secara baik agar dapat mencapai tujuan MBS secara umum dan sekolah secara khususnya.

Menurut E. Mulyasa, sedikitnya terdapat tujuh komponen manajemen yang harus mendapatkan perhatian dan perbaikan secara berkesinambungan dalam rangka mengimplementasikan MBS, yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat, serta manajemen layanan khusus lembaga pendidikan.

17


(25)

1. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran

Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, baik kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan, baik secara nasional, institusional, kurikuler dan instruksional. Agar proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta mencapai hasil yang diharapkan, maka diperlukan kegiatan manajemen program pengajaran.

Manajer sekolah diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Sebagai seorang manajer kepala sekolah harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran di sekolah. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu menilai kesesuaian program yang ada dengtan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai kualitas program.

Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, caturwulan dan bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan pelajaran, wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. E. Mulyasa merinci beberapa kegiatan yang harus diperhatikan dalam manajemen kurikulum dan program pengajaran, antara lain:

1) Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan, makin udah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan

2) Program itu harus sederhana dan fleksibel

3) Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

4) Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas pencapaiannya.


(26)

5) Harus ada koordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah18

2. Manajemen Tenaga Kependidikan (Personalia)

Keberhasilan MBS juga ditentukan oleh keberhasilan pimpinan dalam mengelola tenaga SDM yang tersedia di sekolah. Manajemen personalia (SDM) pendidikan bertujuan untuk mendayagunakan personil secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Oleh karena itu, fungsi personalia yang harus dilakukan oleh pimpinan untuk mencapai hasil tersebut adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil, membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karir, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pengakuan pada pentingnya tenaga pendidik dan kependidikan pada sekolah sebagai sumber daya manusia yang vital, yang memberikan sumbangan terhadap tujuan sekolah, dan memanfaatkan fungsi dan kegiatan yang menjamin bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan secara efektif dan adil demi kemaslahatan individu, sekolah, dan masyarakat.19

Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup kegiatan perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan pengembangan pegawai, kompensasi dan penilaian pegawai.20 Kegiatan tersebut hapir sejalan dengan pendapat Flippo yang menyatakan bahwa, manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.21

18

E. Mulyasa. “Manajemen Berbasis...,” h. 41-42 19

Departemen Pendidikan Nasional, Modul DIKLAT,Manajemen Pemberdayaan Sumber Daya Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah, tahun 2008, h. 6

20

E. Mulyasa, Manajemn Berbasis..., h. 42 21

T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 1989), edisi ke-2. cet. ke-2, h.3


(27)

a. Analisis Pekerjaan

Analsis pekerjaan secara sistematik mengumpulkan, menevaluasi dan mengorganisasi informasi tentang pekerjaan-pekerjaan.22 Informasi pekerjaan yang dikumpulkan melalui analisis pekerjaan memainkan peranan yang penting dalam manajemen personalia, karena dengan melakukan analisis pekerjaan terlebih dahulu kita dapat memperoleh data-data yang lengkap tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan.

Kegiatan analisis pekerjaan sangat penting dalam kepemimpinan untuk mengefektifkan orgnaisasi, karena merupakan dasar yang akan memperlancar pelaksanaan kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) lainnya. Diantaranya untuk melaksanakan kegiatan perencanaan SDM, karena dengan hasil analisis pekerjaan berupa uraian pekerjaan atau deskripsi pekerjaan dapat dilakukan kegiatan-kegiatan, seperti memprediksi jumlah SDM yang dibutuhkan organisasi, pelaksanaan rekrutmen dan seleksi, orientasi, penyusunan kurikulum pelatihan, pengembangan karir, penilaian kinerja dan lain sebagainya.23

b. Perencanaan SDM

Perencanaan dapat diibaratkan sebagai inti manajemen, karena perencanaan membantu organisasi untuk mengurangi ketidak pastian diwaktu yang akan datang. Organisasi harus berusaha untuk merencanakan kebutuhan dimasa yang akan datang termasuk kebutuhan terhadap personil yang memiliki tipe dan kemampuan yang baik untuk pencapaian tujuan organisasi.

Menurut T. Hani Handoko terdapat tiga bagian perencanaan personalia, yaitu (1) penentuan jabatan-jabatan, yang harus diisi, kemampuan yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dan berapa jumlah karyawan yang dibutuhkan, (2) pemahaman pasar tenaga kerja

22

T. Hani Handoko, Manajemen Personalia..., h. 32 23

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarja: Gadjah Mada Univercity Press, 2003) cet ke-1, h. 313


(28)

dimana karyawan potensial ada, dan (3) pertimbangan kondisi permintaan dan penawaran karyawan.24

c. Rekrutmen dan Seleksi SDM

Penarikan (rekrutmen) berkenaan dengan pencarian dan penarikan sejumlah karyawan potensial yang akan diseleksi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi. Sedangkan seleksi adalah pemilihan seseorang tertentu dari sekelompok karyawan-karyawan potensial untuk melaksanakan suatu jabatan tertentu.25

Proses rekrutmen dan seleksi untuk tenaga pendidik dan kependidikan harus memperhatikan peraturan yang sesuai dengan perundang-undangan Indonesia, seperti yang tertuang dalam PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu

Pasal 29 ayat 4 yang menyatakan bahwa:

Pendidik pada SMA / MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV), atau sarjana (S1)

b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajarang yang diajarkan; dan

c. Sertifikat profesi guru untuk SMA / MA Pasal 38 ayat 3 yang menyatakan bahwa:

Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK meliputi: a. Berstatus sebagai guru SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK

b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK; dan

d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan26

d. Pelatihan dan Pengembangan

Training atau pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pekerja dalam pekerjaan yang diserahkan kepada mereka. Training berlangsung dalam waktu pendek antara dua sampai tiga hari hingga dua sampai tiga bulan. Training dilakukan secara sistematis,

24

T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003) cet. ke-18, h. 235

25

T. Hani Handoko, Manajemen..., h. 240 26


(29)

menurut prosedur yang terbukti berhasil, dengan metode yang sudah baku dan sesuai serta dijalankan secara sungguh-sungguh dan teratur. Training berkaitan dengan pekerjaan yang ditangani. Sedangkan pengembangan atau

development merupakan proses edukasional yang berjangka waktu lama, berupa uraian-uraian yang sistematis, dan bertujuan pada penguasaan pemahaman-pemahaman dan konsep-konsep teoritis27

Program pelatihan dan pengembangan mempunyai dua tujuan utama,

pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup gap antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan, kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran.28

e. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja seara sederhana diartikan sebagai kegiatan organisasi dalam menilai pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh anggota organisasi. Disamping itu penilaian kinerja juga dapat diartikan sebagai proses pengamatan (observasi) terhadap pelaksanaan pekerjaan seorang anggota organisasi atau tim kerja. Dari hasil observasi itu dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai yang menunjukan kelemahan/kekurangan atau kelebihan serta keberhasilan atau kegagalan seorang anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya.29

Dari uraian di atas berarti penilaian kinerja sangat penting dukungannya bagi kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena dengan melakukan penilaian kinerja tersebut, pemimpin dapat mengetahui kelemahan/kekurangan anggotanya sehingga pemimpin dapat melakukan usaha perbaikan dengan segera. Demikian pula sebaliknya, pemimpin dapat mengetahui kelebihan/ keunggulan anggotanya, sehingga pemimpin dapat melakukan kegiatan pemberdayaan secara optimal.

f. Kompensasi dan Pemberhentian

27

Agus M. Harjana, Training SDM yang Efektif, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 12 28

T. Hani Handoko, Manajemen Personalia..., h. 103 29


(30)

Suatu cara untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Kompensasi adalah pemberian kepada karyawan dengan pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan diwaktu yang akan datang.30 Tetapi selain pemberian kompensasi berupa uang kompensasi juga biasanya diberikan dalam bentuk tunjangan fasilitas perumahan, kendaraan dan lain-lain.

Sedangkan pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang menyebabkan terlepasnya pihak organisasi dan personil dari hak dan kewajiban sebagai lembaga tempat bekerja dan sebagai pegawai.

Pemberhentian pegawai dapat dilakukan dengan beberapa alasan berikut:

a. Pegawai yang bersangkutan tidak cakap dan tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.

b. Perampingan atau penyederhanaan organisasi

c. Peremajaan, biasanya pegawai yang telah berusia 50 tahun dan berhak pensiun berhak diberhentikan

d. Tidak sehat jasmani dan rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik

e. Melakukan pelanggaran tindak pidana sehingga dihukum f. Melanggar sumpah atau janji.31

3. Manajemen Kesiswaan

Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan anak, tetapi juga sikap keperibadian, serta aspek sosial emosional, disamping keterampilan-keterampilan lain. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab memberikan berbagai ilmu pengetahuan, tetapi memberikan bimbingan dan bantuan terhadap anak-anak yang bermasalah, baik dalam belajar, emisonal maupun sosial, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan data yang lengkap tentang peserta didik, yang semuanya dapat dikelola dengan baik oleh manajemen kesiswaan.

30

T. Hani Handoko, Manajemen, h. 245 31


(31)

Manajemen kesiswaan atau manajemen kemuridan (peserta didik) merupakan salah satu bidang operasional MBS. Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan ynag berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Manajemen keksiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.

Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, bidang manajemen kesiswaan sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin32.

4. Manajemen Keuangan

a. Pengertian Manajemen Keuangan

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisakan dalam kajian manajemen pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, manajemen keuangan dan pembiayaan harus dikelola secara baik. Hal ini untuk membantu kepala sekolah dalam memperoleh informasi guna menggali, mengalokasikan dana secara efektif dan efisien untuk kebutuhan sekolah. Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat dikelompokan atas tiga sumber, yaitu pemerintah, orang tua, dan masyarakat.

Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana, baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi

32


(32)

secara efektif dan efisien maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien.33

b. Tujuan Manajemen Keuangan

Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah:

1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah 2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah. 3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

c. Prinsip Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik34. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan.

d. RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah)

Dalam proses penyusunan anggaran penyelenggaraan pendidikan, sekolah biasanya menuangkannya dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah atau dikenal dengan istilah RAPBS. RAPBS adalah rencana yang tertulis dan teratur serta menggambarkan keuangan sekolah dalam satu tahun. RAPBS sekolah dibuat sebagai pedoman dalam melaksanakan

33

Agus Sartono, Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: FE UGM, 1994), edisi ke-2. cet.ke-1. h.8

34

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 BAB XIII Pasal 48, tentang Pengelolaan Dana Pendidikan


(33)

program yang akan dicapai dari sisi keuangan. RAPBS merupakan alat penyetara antara tujuan sekolah dengan realita atau keadaan sekolah.

RAPBS mencerminkan kekuatan sekolah dalam membiayai penyelenggaraan pendidikannya dan sekaligus menggambarkan rata-rata status sosial ekonomi keluarga para siswa. RAPBS terdiri atas rencana pendapatan dan rencana pengeluaran atau belanja sekolah. Dalam rencana pendapatan, terdapat komponen sumber dana yang berasal dari pemerintah, siswa dan sumbangan masyarakat lainnya, baik dalam bentuk uang maupun barang.35

RAPBS merupakan rencana perolehan pembiayaan pendidikan dari berbagai sumber pendapatan serta susunan program kerja tahunan yang terdiri dari sejumlah kegiatan rutin serta beberapa kegiatan lainnya disertai rincian rencana pembiayaannya dalam satu tahun anggaran. Dengan demikian RAPBS berisi tentang ragam sumber pendapatan dan jumlah nominalnya baik rutin maupun pembangunan, ragam pembelanjaan dan jumlah nominalnya dalam satu tahun anggaran.

Penyusunan RAPBS perlu memperhatikan asas anggaran, antara lain: 1. Asas kecermatan

Anggaran harus diperkirakan secara cermat, baik dalam hal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian sehingga dapat efektif dan terhindar dari kekeliruan dalam penghitungan.

2. Asas Terinci

Penyusunan anggaran dirinci secara baik sehingga dapat dilihat rencana kerja yang jelas serta dapat membantu unsur pengawasan.

3. Asas Keseluruhan

Anggaran yang disusun mencakup semua aktivitas keuangan dari suatu organisasi secara menyeluruh dari awal tahun sampai akhir tahun anggaran.

4. Asas Keterbukaan

Semua pihak yang telah ditentukan oleh peraturan atau pihak yang terkait dengan sumber pembiayaan sekolah dapat memonitor aktivitas yang tertuang dalam penyusunan anggaran maupun dalam pelaksanaannya. 5. Asas Periodik

Pelaksanaan anggaran mempunyai batas waktu yang jelas. 6. Asas Pembebanan.

35

Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: Rosda Karya, 2006), cet. ke-4, h. 57.


(34)

Dasar pembukuan terhadap pengeluaran dan penerimaan anggaran perlu diperhatikan. Kapan suatu anggaran pengeluaran dibebankan kepada anggaran ataupun suatu penerimaan menguntungkan anggaran perlu diperhitungkan secara baik.36

Nanang Fatah menyebutkan tahapan penyusunan anggaran sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama periode anggaran.

2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa, dan barang.

3. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang, sebab anggaran pada dasarnya merupakan pernyataan finansial.

4. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu.

5. Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang.

6. Melakukan revisi usulan anggaran. 7. Persetujuan revisi anggaran. 8. Pengesahan anggaran.37

Sedangkan menurut Lipham yang dikutip oleh E. Mulyasa mengungkapkan bahwa dalam proses penyusunan anggaran terdapat empat fase kegiatan pokok, yaitu:

1. Merencanakan Anggaran, merupakan kegiatan menidentifikasi tujuan, menentukan prioritas, menjabarkan tujuan ke dalam penampilan operasional yang dapat diukur, menganalisis alternatif pencapaian tujuan dengan analisis cost-efectiveness, dan membuat rekomendasi alternatif pendekatan untuk mencapai sasaran.

2. Mempersiapkan anggaran, yaitu menyesuaikan kegiatan dengan mekanisme anggaran yang berlaku, bentuknya, distribusi, dan sasaran program pengajaran perlu dirumuskan dengan jelas. Melakukan inventarisasi kelengkapan peralatan dan bahan-bahan yang telah tersedia.

3. Mengelola pelaksanaan anggaran, yaitu mempersiapkan pembukaan, melakukan pembelanjaan dan membuat transaksi, membuat perhitungan, mengawasi pelaksanaan sesuai dengan prosedur kerja yang berlaku, serta membuat laporan dan pertanggungjawaban keuangan.

36

Departemen Pendidikan Nasional, Modul DIKLAT, Manajemen Keuanga Sekolah. Tahun 2007. h. 17-18

37


(35)

4. Menilai pelaksanaan anggaran, yaitu menilai pelaksanaan proses belajar mengajar, menilai bagaimana pencapaian sasaran program, serta membuat rekomendasi untuk perbaikan anggaran yang akan datang.38

Masalah keuangan merupakan masalah yang cukup mendasar di sekolah. Karena seluruh komponen pendidikan di sekolah erat kaitannya dengan komponen keuangan sekolah. Meskipun tidak sepenuhnya, masalah keuangan akan bepengaruh secara langsung terhadap kualitas sekolah, terutama berkaitan dengan sarana dan prasarana serta sumber belajar. Banyak sekolah-sekolah yang tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar secara maksimal, hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk mengadakan saran dan prasarana pembelajaran yang baik.39

Kepala sekolah sebagai pemimpin mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan sekolah sesuai dengan asas-asas yang berlaku serta berpijak kepada prinsip manajemen keuangan yaitu, transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi. Oleh karena itu, kepala sekolah dalam proses penyususan anggaran sekolah harus membuat tim yang melibatkan pihak terkait, seperti guru dan komite sekolah sehingga menghasilkan rencana yang mantap untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, serta secara moral mereka (mulai dari kepala sekolah, guru dan komite sekolah) merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana tersebut.

5. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberi penerangan atau penjelasan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan, serta keadaan sekolah. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan,

38

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis..., h. 175 39


(36)

harapan, dan tuntutan masyarakat terutama terhadap sekolah. Dengan kata lain, antara sekolah dam masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis.

Kepala sekolah yang baik merupakan salah satu kunci untuk bisa menciptakan hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat secara efektif karena harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk:

1) Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga lain yang ada dimasyarakat, termasuk dunia kerja 2) Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena

mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peran masing-masing. 3) Kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang

ada dimasyarakat dan mereka ikut bertanggung jawab atas suksenya pendidikan di sekolah.40

Melalui hubungan yang harmonis tersebut diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.

6. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang proses pembelajarandi sekolah, untuk itu perlu dilakukan

40


(37)

peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.41

Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah.

Sedangkan, sarana dan prasarana yang wajib dimiliki oleh lembaga pendidikan (sekolah) yang telah di atur oleh undang-undang adalah sebagai berikut:

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.42

Adapun prosedur yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam proses pengadaan barang harus mengacu kepada Kepres No. 80 tahun 2003 yang telah disempurnakan dengan Permen No. 24 tahun 2007. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah umumnya melalui prosedur sebagai berikut:

1. Menganalisis kebutuhan dan fungsi sarana dan prasarana. 2. Mengklasifikasikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

41

Departemen Pendidikan Nasional, Modul DIKLAT, Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Persekolahan Berbasis Sekolah, tahun 2007. h.1

42

PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB VIII pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana. h. 36


(38)

3. Membuat proposal pengadaan sarana dan prasarana yang ditujuakan kepada pemerintah bagi sekolah negeri dan pihak yayasan bagi sekolah swasta.

4. Bila disetujui maka akan ditinjau dan dinilai kelayakannya untuk mendapat persetujuan dari pihak yang dituju.

5. Setelah dikunjungi dan disetujui maka sarana dan prasarana akan dikirim ke sekolah yang mengajukan permohonan pengadaan sarana dan prasarana tersebut.43

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan (inventarisasi), dan penghapusan serta penataan.44

Karena itu, pengelolaan sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi dan indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan. Selain itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai sesuai dengan kebutuhan dalam proses belajar mengajar.

7. Manajemen Layanan Khusus

Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari MBS.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat mengharuskan siswa untuk mampu mengakses informasi lebih cepat. Di era seperti sekarang ini tidak memungkinkan bagi guru untuk melayani kebutuhan anak didik akan informasi. Karena itulah manajemen perpustakaan yang dikelola dengan baik memungkinkan peserta didik untuk lebih mengembangkan dan mendalami pengetahuannya melalui belajar mandiri.

Manajemen layanan khusus lainnya adalah layanan kesehatan dan keamanan. Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan proses pembelajaran, tidak hanya bertugas

43

Departemen Pendidikan Nasional, Modul DIKLAT, Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan..., h. 17-18

44


(39)

mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, tetapi harus menjaga dan meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani peserta didik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu: “... manusia yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani (UUSPN, bab II pasal 4).45

Di samping itu, sekolah juga perlu memberikan pelayanan keamanan kepada peserta didik dan para pegawai yang ada di sekolah agar mereka dapat belajar dan menjalankan tugas dengan tenang dan nyaman.

C. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial para kepala sekolah. Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik antar guru perlu diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan. Demikian juga dengan penataan penampilan fisik dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan semangat belajar peserta didik.

Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. wibawa kepala sekolah perlu ditumbuhkembangkan dengan meningkatlkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Lebih lanjut, kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar dengan melakukan supervisi kelas, membina, dan memberikan saran-saran positif kepada guru. Di samping itu, kepala sekolah juga harus melakukan tukar pikiran, sumbang saran, dan studi banding antar sekolah untuk menyerap kiat-kiat kepemimpinan dari kepala sekolah yang lain.46

45

E. Mulyasa. “Manajemen Berbasis...,” h. 52 46


(40)

Kepala sekolah sebagai pemimpin merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan. sehubungan dengann MBS, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut:

a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif

b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan

c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan.

d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah

e. Bekerja dengan tim manajemen

f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pidarta mengemukakan tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk mensukseskan kepemimpinannya. Ketiga keterampilan tersebut adalah:

a. Keterampilan Konseptual, yaitu keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi

b. Keterampilam Manusiawi, yaitu keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin

c. Keterampilan Teknik, yaitu keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.47

Dalam rangka mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Syaodih mengemukakan bahwa guru memegang peranan yang cukup penting baik

47


(41)

dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Simon dan Alexander telah merangkum lebih dari 10 hasil penelitian di negara-negara berkembang, dan menunjukan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik, yaitu jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran dikelas, dan kualitas kemampuan guru.48

Oleh karena itu, guru perlu siap dengan segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isi materi pengajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik. Jadwal pelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan, keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat duduk peserta didik, penempatan alat-alat harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas yang menyenangkan dan penuh disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat belajar peserta didik.49

Sedangkan persyaratan eksistensial menuju MBS yang dikemukakan oleh Sudarwan Danim yang merujuk kepada pendapat David dalam Synthesis of Research on School-Based Management mengatakan bahwa MBS akan tercipta ketika terjadi pergeseran pada tingkat struktural dalam beberapa hal, yaitu:

1) Membangun aliansi yang kuat dengan persatuan guru.

2) Mendelegasikan kekuasaan dan kewenangan kepada sekolah untuk mendefinisikan tugas-tugas baru, memilih staf dan mengkreasi lingkungan belajar.

3) Mendorong terciptanya otonomi dalam pembuatan keputusan sekolah

4) Mengkomunikasikan tujuan, menentukan patok sasaran, dan mendistribusikan informasi secara akurat

5) Menciptakan komunikasi yang dinamis antara staf sekolah dan pejabat kependidikan

6) Memberi peluang kepada sekolah untuk bereksperimen dan membuat keputusan berisiko

7) Memodifikasi keputusan pejabat struktural pendidikan

48

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2008). cet. ke-7. h. 13

49


(42)

8) Memotivasi kepala sekolah untuk melibatkan guru-guru dalam aneka pembuatan keputusan

9) Mengmbangkan akuntabilitas bagi staf sekolah

10) Memberikan peluang yang luas bagi kepala sekolah dan staf untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian profesionalnya

11) Memberi peluang kepada kepala sekolah dan staf untuk membuat aturan baru dan mempertanggungjawabkannya

12) Menggunakan pendekatan prestasi50

Dari keseluruhan teori di atas dapat disimpulkan bahwa MBS merupakan suatu pengelolaan manajemen sekolah yang memberikan otonomi secara luas kepada sekolah untuk mengatur seluruh sumber daya yang ada untuk dipergunakan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan serta mampu bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dalam proses pendidikan. Semuanya itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan mutu pendidikan di sekolah agar lebih efektif dan efisien. Dan sebagai perwujudan dari Undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 ayat 1, yang menyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah. Karena itu, pelaksanaan MSDM harus berjalan optimal mulai dari proses analisis pekerjaan dan SDM. Hal ini dilakukan agar sekolah dapat mengidentifikasi kebutuhan akan SDM sesuai dengan pekerjaan yang sedang dibutuhkan dan dilaksanakan oleh sekolah. Seleksipun harus dilaksanakan secara profesional yang mengacu kepada undang-undang pemerintah tentang standar tenaga pendidik dan kependidikan. Penilaian kinerja (supervisi) harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, agar kepala sekolah mengetahui kelebihan dan kekurangan anggotanya. Pendidikan dan pelatihan perlu dilakukan, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi

50


(43)

dan pemahaman yang mendalam tentang tugas, peran dan fungsi masing-masing personil sekolah. Selanjutnya, pemberian kompensasi sangat diperlukan guna meningkatkan motivasi kinerja personel sekolah.

Meskipun dana bukan menjadi faktor utama dalam operasional suatu organisasi, tetapi kebutuhan akan dana tidak dapat dipungkiri. Berjalan atau tidaknya organisasi dapat pula bergantung kepada dana yang dimiliki. Karena itu, pengelolaan dana yang baik sangat diperlukan saat implementasi MBS. Pengelolaan keuangan dalam MBS harus mengacu kepada prinsip keuangan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah, bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Untuk itu semua, ketika menyususn anggaran (RAPBS), sekolah dapat terlebih dahulu mengidentifikasi segala kebutuhan sekolah dan sumber dana yang dimiliki, menyusun anggaran bersama dengan tim kerja yang berisikan guru dan dewan komite sekolah, pengelolaan dana secara transparan, pertanggungjawaban yang dapat dipercaya dan sah. Terakhir, pihak sekolah dapat melakukan evaluasi, hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian antara rencana dan realisasi anggaran.

MBS juga mengharuskan sekolah untuk memiliki sarana dan prasaran yang memadai dan dikelola secara baik untuk mendukung proses belajar mengajar. Karena itu, sekolah harus mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana, mengadakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan prioritas dan kemampuan sekolah, mendistribusikan dan mendayagunakan sarana dan prasarana secara optimal, serta melaksanakan perawatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan secara teratur dan berkesinambungan.

D. Kerangka Berpikir

Agar lebih terarahnya fokus penelitian ini, penulis membuat kerangka berpikir sebagai pedoman acuan dalam melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di MA El-Syarief.


(44)

Dalam pelaksanaan MBS di MA El-Syarief terlihat bahwa masih banyaknya guru yang tidak disiplin dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, masih banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka, sarana yang kurang untuk mendukung kegiatan guru dan siswa serta kerja sama yang belum maksimal dengan pihak-pihak terkait (masyarakat umum, pemerintah dan lainnya). Semua kenyataan ini tidak sesuai dengan karakteristik sekolah yang menerapkan MBS sebagaimana yang telah diungkapkan oleh E. Mulyasa. Padahal MA. El-Syarief telah menerapkan MBS sejak tahun 2005.

Semua kenyataan di atas terjadi karena MA. El-Syarief mengalami kekurangan sumber dana untuk membiayai operasional sekolah (membayar gaji atau kesejahteraan guru, alat-alat kantor, konsumsi dan lainnya). Sumber dana untuk itu semua hanya dari uang bayaran siswa.

Untuk menangani masalah yang dihadapi dalam melaksanakan MBS, MA El-Syarief dapat melakukan strategi sebagai berikut:

1. Intensitas pengawasan terhadap disiplin kinerja para guru dan staf harus ditingkatkan

2. Penempatan guru dan staf harus sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka

3. Melengkapi sarana untuk kegiatan guru dan siswa

4. Meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait (masyarakat umum, pemerintah dan lainnya) untuk merencanakan, melaksanakan, menilai dan mengevaluasi program sekolah

5. Menambah sumber dana dengan membuat badan usaha untuk membiayai operasional sekolah

Dengan beberapa strategi yang dilaksanakan di atas, diharapkan akan terciptanya karakteristik sekolah yang menerapkan MBS sebagaimana yang telah diungkapkan oleh E. Mulyasa yaitu akan terciptanya disiplin guru dan staf yang tinggi dalam menjalan tugas dan tanggung jawabnya, memiliki guru dan staf yang profesional dalam menjalankan tugas, memiliki sarana yang memadai untuk membantu kegiatan guru dan siswa, terjalinnya kerja sama


(45)

yang baik antara MA. El-Syarief dengan masyarakat umum dalam menjalankan semua program sekolah, serta memiliki sumber dana yang kuat untuk terciptanya sekolah mandiri yang merupakan ciri sekolah MBS.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Madrasah Aliyah El-Syarief, kampung Pasir Kresek Tangerang Banten serta kendala dalam penerapkannya.

B.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di MA El-Syarief, kamp. Pasir Kresek, Tangerang-Banten. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2010 – Maret 2011, secara rinci dapat dilihat jadwal kegiatan penulis berikut ini:

C.Metedologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu metode yang menggabungkan antara Metode Kualitatif dan Metode Kuantitatif. ”Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.51 Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif berupa kata-kata, gambar, prilaku dan dituangkan dalam bentuk kualitatif yang memiliki

51

Lexy J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya.2009) . cet. ke-26. h. 4


(47)

arti lebih kaya dari sekedar angka.52 Mungkin saja pada penelitian kualitatif ada data berupa angka-angka, tetapi sebenarnya angka-angka tersebut hanya menjelaskan sesuatu.53 Metode Kuantitatif merupakan metode penelitian yang datanya berupa angka-angka.

Walaupun metode penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi, namun peneliti tetap mengedepankan metode Kualitatif yang datanya diperoleh dari wawancara, dokumentasi dan observasi sebagai instrumen pengumpul data utama (primer). Dan kemudian, diperkuat oleh metode kuantitatif yang datanya diperoleh dari angket yang disebarkan keseluruh guru dan staf MA El-Syarief. Diharapkan, dengan metode kombinasi ini hasil penelitian akan saling menguatkan antara data yang satu dengan yang lainnya, sehingga mendapatkan kesimpulan yang utuh dalam menjelaskan fenomena yang terjadi.

Untuk menilai keabsahan data kualitatif penulis menggunakan metode

triangulasi. Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.54 Artinya, penulis berusaha mencari kebenaran data melalui sumber lainnya seperti data dokumentasi, observasi, dan penyebaran angket.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian yang merupakan langkah penting metode ilmiah, oleh karena itu pengumpulan data diperlukan dalam suatu penelitian.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

52

S. Margono. “Metode Penelitian Pendidikan”. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005). cet. ke-5. h. 39

53

Ronny Kountur. “Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis”. ( Jakarta: CV. Teruna Grafica. 2005). cet. ke-3. h. 16

54


(48)

1. Wawancara dilakukan untuk menanyakan secara langsung tentang proses pelaksanaan MBS dalam aspek manajemen personalia, keuangan dan sarana prasarana. Wawancara akan dilakukan dengan pihak-pihak terkait, mulai dari ketua yayasan, kepala sekolah, komite sekolah, bendahara, TU dan guru.

2. Dokumentasi, teknik ini digunakan untuk memperoleh atau mendapatkan data tertulis maupun foto tentang pendidikan guru, data sarana dan prasarana sekolah serta data-data lain yang dianggap perlu dan mendukung penelitian ini.

3. Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan. Pengamatan yang dilakukan untuk menilai kondisi sarana, proses belajar mengajar dan fenomena-fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung

4. Angket, hasil angket ini tidak diolah secara lebih lanjut dan mendalam untuk menguji sesuatu sebagaimana yang terdapat dalam penelitian kuantitatif. Hasil angket hanya dijadikan sebagai penguat dalam menjelaskan suatu fenomena yang terjadi. Angket ini disebarkan kepada seluruh guru dan staf yang berada dilingkungan MA El-Syarief yaitu sebanyak 18 orang. Hasil angket akan diolah dengan menggunakan rumus frekuensi sederhana, yaitu:

F

P = x 100% N

Ket : P = Angka persentase

F = Number of Case (jumlahfrekuensi/banyaknya individu N = Jumlah responden55

55

Anas Sudiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 43.


(49)

E. Instrumen Pengumpulan Data

Tabel I

Kisi-kisi Instrumen Variabel Pelaksanaan MBS

Variabel Dimensi Indikator

Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Guru/Manajemen Sumber Daya manusia

1. Perekrutan dan seleksi personil sekolah

2. Pelatihan bagi tenaga Pendidik dan Kependidikan

3. Supervisi (penilaian kinerja) 4. Kompensasi (pemberian reward) 5. Kegiatan Intrakurikuler dan

Ekstrakurikuler

Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Sarana dan Prasarana

1. Mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana

2. Pengadaan Sarana dan prasarana pendidikan

3. Mendistribusikan dan mendayagunakan sarana dan prasarana secara optimal 4. Melaksanakan perawatan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan secara teratur dan berkesinambungan

Manajemen Keuangan

1. Mengidentifikasi sumber dana / menggali dana eksternal maupun internal

2.Menyusun RAPBS / anggaran bersama guru, dewan sekolah atau komite


(50)

4.Pertanggungjawaban keuangan 5.Evaluasi anggaran

F. Teknik Analisi Data

Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data-data tersebut dapat dipahami bukan saja oleh orang yang meneliti, akan tetapi juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian itu.

Data yang diperoleh kemudian diklasifikasi, diolah dan dianalisis secara deskriptif yang kemudian hasilnya diambil dan dijadikan sebuah kesimpulan.

Data yang didapat selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan kesimpulan akhir dari tujuan penelitian. Analisa data dilakukan selama pengumpulan data dan setelah data terkumpul, peneliti melakukan analisis dengan mendeskripsikan data terlebih dahulu. Deskripsi data dilakukan dengan 3 tahap, yaitu:

1. Seleksi data

Seleksi data di sini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang telah terkumpul memenuhi syarat untuk diolah atau tidak.

Persyaratan yang dimaksudkan adalah setiap data yang diperoleh dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk data dokumentasi yang diambil harus relevan dengan sumber data yang dilengkapi serta dianalisis dengan sumber data lainnya.

2. Klasifikasi Data

Data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dokumentasi dan angket dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing untuk memperoleh kesimpulan yang utuh.


(51)

Selanjutnya setelah semua data diseleksi dan diklasifikasi langkah terakhir adalah interpretasi. Interpretasi, adalah proses penafsiran data dengan cara mencari persamaan dan perbedaan untuk memperoleh suatu kesimpulan.


(1)

i. Masih kurangnya sarana yang dimiliki oleh MA. El-Syarief untuk mendukung kegiatan guru dan siswa

j. Walaupun kekurangan sarana pendukung, MA. El-Syarief selalu berusaha mendaya gunakan sarana yang mereka miliki agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kegiatan guru.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan masalah yang dibahas dan diteliti oleh penulis mulai dari BAB I sampai BAB IV tentang pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di MA. El-Syarief ditemukan fakta bahwa tingkat disiplin kinerja guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masih sangat rendah, keadaan sarana yang kurang memadai untuk menunjang kegiatan guru dan siswa serta profesionalisme guru (guru yang mengajar mata pelajaran tertentu tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka ketika di perguruan tinggi). Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah yang telah diungkapkan oleh E. Mulyasa. Kondisi seperti ini disebabkan karena:

a. MA. El-Syarief masih kekurangan sumber dana. Sumber dana dari RAPBS yang digunakan untuk operasional sekolah (membayar gaji atau kesejahteraan guru dan staf, konsumsi, alat-alat kantor, dan lainnya) setiap bulannya hanya mengandalkan uang SPP siswa.

b. Penempatan SDM (guru) yang belum sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.

B. Saran

1. Dalam melakukan penempatan tugas dan tanggung jawab guru, hendaknya sekolah juga memperhatikan latar belakang pendidikan yang sesuai. Hal


(3)

ini untuk menciptakan profesionalisme guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tersebut.

2. Hendaknya sekolah dapat mencari sumber dana yang lain tidak hanya mengandalkan uang SPP siswa. Hal ini dapat diupayakan dengan cara membuka badan usaha sekolah, sehingga dengan dukungan dana dari badan usaha tersebut sekolah dapat memenuhi segala keperluannya, seperti kelengkapan sarana dan prasarana dan dapat memenuhi kesejahteraan atau gaji guru.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju

Milenium Baru. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu. 2002

Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008

Departemen Pendidikan Nasional, Modul DIKLAT, Manajemen Keuanga

Sekolah. Tahun 2007

_________, Modul DIKLAT, Manajemen Sarana dan Prasarana

Pendidikan Persekolahan Berbasis Sekolah, tahun 2007

_________. Modul DIKLAT, Manajemen Pemberdayaan Sumber Daya

Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah. tahun 2008

Duhou, Ibtisam Abu. School-Based Management. Jakarta: Logos. 2002 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 2008

_________. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Rosda. 2003

_________. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2006

Handoko, T. Hani. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. 1989

__________. Manajemen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. 2003 J. Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya.2009)

M. Harjana, Agus. Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius. 2001

Margono. Metode Penelitian Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005)

Nawawi, Hadari. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarja: Gadjah Mada Univercity Press. 2003


(5)

Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo. 2003

Pidarta, Made. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2004

PP RI No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan

Ronny Kountur. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. ( Jakarta: CV. Teruna Grafica. 2005)

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana. 2004

Sartono, Agus. Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: FE UGM. 1994

Sudiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005

Supriadi, Dedi. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: Rosda Karya. 2006

Syafarudin. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo 2002

Umaedi. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah / Madrasah (MMBS / M). CEQM: 2004.

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


(6)

REFERENSI INTERNET

http://www.radenbeletz.com/new-hasil-ujian-nasional-smp-2010 http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/29/ujiannasional.../12

- http://www.lintasberita.com/.../pemerintah-cepat-ubah-atau-ganti-sistem-pendidikan-nasional -10 mei 20010