99,91 km
2
. Kecamatan Rawang secara administratif berbatasan dengan wilayah-wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Batubara
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Joman dan Silau Laut
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Air Joman dan Kisaran Timur
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kisaran Barat, Pulo Bandring, dan Meranti
4.2 Kondisi Fisik dan Penggunaan Lahan
Untuk penggunaan lahan di Kecamatan Rawang sendiri terbagi dalam beberapa bagian. Pemerintah selalu melakukan pengawasan terhadap tanah–tanah negara dan aset
pemerintah daerah dengan melakukan kerjasama antara Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan dan Aset Kabupaten Asahan. Untuk menjaga dari hal–hal yang tidak diinginkan,
telah diupayakan agar setiap penduduk memilik surat tanah. Persentase luas tanah menurut penggunaannya terbagi atas 55,45 untuk perkebunan, 32,5 untuk persawahan, 5,1
untuk perumahan, 3,1 untuk tanah tegalkebun, 0,07 untuk kolam perikanan, dan 4,58 sisanya untuk lain–lain. Untuk persentase penggunan tanah pada di Kecamatan Rawang,
dapat dilihat pada Tabel 4.2:
Tabel 4.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Rawang
No Penggunaan Lahan Luas Ha
Persen
1. Perkebunan
5.541 55,45
2. Persawahan
3.257 32,5
3. Perumahan
510 5,1
4. TegalKebun
218 31,8
5. Tambak
7 0,07
6. Lain – lain
458 4,58
Jumlah 9.991,45
100
Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.3 Kependudukan 4.3.1 Jumlah Penduduk
Dari hasil survei inventarisasi kelurahan tahun 2015, penduduk Kecamatan Rawang berjumlah 18.378 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 4.701, selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Kecamatan Rawang
No DesaKelurahan
Luas Penduduk orang
Kepadatan Penduduk
orangkm
2
Km
2
Jumlah
1. Rawang Lama
25,75 14,38
3.277 2,57
127 2.
Rawang Baru 24,97
93,6 1.980
2,59 79
3. Pondok Bungur
17,65 2,63
3.902 2,55
221 4.
Panca Arga 15,25
7,59 1.860
2,59 121
5. Pasar IV
6,43 5,85
3.044 2,56
473 6.
Pasar V 6,61
6,20 3.141
2,58 475
7. Pasar VI
2,44 15,28
1.142 2,61
468 Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.3.2 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kecamatan Rawang di dominasi oleh petani sebesar 66 atau 12.595 orang, urutan kedua adalah buruh sebesar 9,96 atau 1.890 orang,
wiraswasta sebesar 7,63 atau 1.371 orang, karyawan sebesar 7,22 atau 1.449 orang, pedagang sebesar 3,07 atau 584 orang, PNSTNIPOLRI sebesar 2,41 atau 458 orang,
PRT sebesar 0,64 atau 123 orang, peternak sebesar 0,35 atau 67 orang, dan lain – lain sebesar 2,3 atau 438 orang. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.4 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Rawang
No Pekerjaan
Jumlah Persen
1. Petani
12.595 66,4
2. Buruh
1.890 10
3. Wiraswasta
1.449 7,6
4. Karyawan
1.371 7,2
5. Pedagang
584 3,1
6. PNSTNIPOLRI
458 2,4
7 PRT
123 0,6
8. Peternak
67 0,4
9. Lain – lain
438 2,3
Jumlah 18.975
100
Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.4 Kondisi Sarana Lingkungan 4.4.1 Fasilitas Kesehatan
Pembangunan kesehatan di Kecamatan Rawang pada saat ini masih terbatas, hal ini terlihat dari belum adanya rumah sakit di Kecamatan Rawang, Fasilitas kesehatan hanya berupa 1
unit puskesmas, 32 unit posyandu, 15 bidan praktik, dan 3 toko obat seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Rawang
No Jenis Fasilitas
Jumlah Persen
1. Rumah Sakit
- -
2. Puskesmas
1 2
3. Posyandu
32 62,7
4. Bidan Praktik
15 29,4
5. Toko Obat
3 5,9
Jumlah 51
100
Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.4.2 Tempat Ibadah
Sementara itu, untuk tempat ibadah di Kecamatan Rawang terdiri dari mesjid,
musholla, gereja dan lainnya seperti tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Tempat Ibadah di Kecamatan Rawang
No Jenis Fasilitas Jumlah
Persen
1. Mesjid
22 32,8
2. Musholla
22 32,8
3. Gereja
23 34,4
4. Pura
- -
5. Vihara
- -
Jumlah 67
100
Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.4.3 Pendidikan
Fasilitas pendidikan formal yang ada di Kecamatan Rawang terdiri dari TKPAUD, Sekolah Dasarsederajat, Sekolah Menengah Pertamasederajat, dan Sekolah Menengah
Atassederajat seperti tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4.7 Sarana Pendidikan di Kecamatan Rawang
No Sarana Pendidikan Jumlah
Persen
1. TKPAUD
5 19,2
2. SDMI
15 57,7
3 SMPMTS
4 15,4
4. SMASMKMA
2 7,7
5. PT
- -
Jumlah 26
100
Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.4.4 Industri
Industri yang ada di Kecamatan Rawang berupa industri kecilrumah tangga saja. Sedangkan industri besar dan sedang sampai saat ini belum ada. Jumlah industri yang ada
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Industri Menurut Jenisnya
Di Kecamatan Rawang No Jenis Industri
Jumlah Persen
1. Besar
- -
2. Sedang
- -
3 KecilRumah Tangga
24 100
Jumlah 24
100 Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.4.5 Pasar
Jenis pasar yang ada di Kecamatan Rawang terdiri dari pasar pekan, toko, dan kios seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Jumlah Pasar Menurut Jenisnya
Di Kecamatan Rawang No
Jenis Pasar Jumlah
Persen
1. Pasar Pekan
3 1,6
2. Toko
87 46,3
3. Kios
98 52,1
Jumlah 188
100
Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.4.6 Komunikasi
Fasilitas komunikasi di Kecamatan Rawang saat ini masih terbatas. Hanya terdapat warung internet saja yang berdiri di masing-masing desanya. Jumlah fasilitas komunikasi
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Fasilitas Komunikasi di Kecamatan Rawang
No Jenis Fasilitas Jumlah
Persen
1. Kantor Pos
- -
2. Telepon Umum
- -
3. Wartel
- -
4. Warnet
26 100
Jumlah 26
100 Sumber: Kantor Camat Rawang, 2015
4.5 Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, dan penghasilan. Hasil perhitungan frekuensi
selengkapnya tentang kondisi sosial ekonomi berdasarkan sampel di Kecamatan Rawang, dapat dijelaskan sebagai berikut:
4.5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan kepada warga tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan, dapat dilihat jenis kelamin yang paling dominan berpartisipasi yaitu yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 62 orang, sedangkan perempuan
sebanyak 34 orang. Berikut adalah tabel distribusi responden berdasarkan jenis kelamin:
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
Persen
1. Laki-laki
62 64,6
2. Perempuan
34 35,4
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi pada tabel di atas, terlihat bahwa
persentase jenis kelamin pria sebanyak 64,6 dan wanita sebanyak 35,4. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah partisipan laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal
ini disebabkan adanya sistem pelapisan sosial yang tebentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan
derajat ini, akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Menurut Soedarno dalam Yulianti 2000, bahwa di dalam sistem pelapisan atas dasar jenis kelamin ini,
golongan pria memiliki sejumlah hak istimewa dibandingkan dengan wanita. Dengan demikian, maka ada kecenderungan kelompok pria lebih banyak berpartisipasi dibanding
daripada kelompok wanita.
4.5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan hasil kuesioner yang dikategorikan dalam lima bagian, diperoleh distribusi usia responden seperti berikut:
Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah
Persen
1. 20
- 2.
21 – 30 16
16,7 3.
31 – 40 38
39,6 4.
41 – 50 30
31,2 5.
50 12
12,5
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Pada perhitungan distribusi frekuensi usia responden di atas, diperoleh informasi
bahwa responden yang berusia 31-40 tahun mendominasi dalam pelaksanaan partisipasi pembangunan sanitasi air bersih. Dari perhitungan ini terlihat pula bahwa masyarakat yang
berpartisipasi tergolong dalam usia produktif. Begitu juga partisipan terbanyak pada urutan kedua adalah pada golongan responden berusia 41-50. Hal ini menunjukkan adanya
senioritas dalam berpartisipasi. Perbedaan usia ini mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat, karena dalam masyarakat terdapat perbedaan kedudukan antara rentang usia,
sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda. Menurut Slamet 1994, usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi. Dalam hal ini golongan tua
dianggap lebih berpengalaman atau senior, dan akan lebih banyak memberikan pendapat dalam hal menetapkan keputusan.
4.5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan kepada warga tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan, terlihat bahwa tingkat pendidikan responden paling banyak
adalah SMA yang berjumlah 34 orang, sementara yang paling kecil adalah pada tingkat akademi berjumlah 9 orang.
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
Persen
1. SD
22 22,9
2. SMP
15 15,6
3. SMA
34 35,4
4. Akademi
9 9,4
5. Sarjana
16 16,7
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa presentase tingkat pendidikan responden
paling tinggi adalah SMA sebanyak 35,4, disusul oleh SMP sebanyak 22,9, Sarjana sebanyak 16,7, SD sebanyak 15,66, dan Akademi sebanyak 9,4. Dari data tersebut,
dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan di Kecamatan Rawang sangat bervariasi, tingkat pendidikan di desa ini tergolong baik dengan mayoritas penduduknya menyelesaikan
pendidikan hingga jenjang yang cukup tinggi, yaitu SMP dan SMA, disamping itu banyak pula yang berpendidikan hingga sarjana walaupun masih banyak juga yang hanya
sampai tingkat SD. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tidak memiliki hubungan dengan partisipasi
masyarakat, khususnya dalam ketiga tahapan partisipasi.
4.5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan
Berdasarkan hasil kuesioner yang dikategorikan dalam tiga bagian, sehingga diperoleh distribusi penghasilan responden seperti berikut:
Tabel 4.14
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan No
Penghasilan Jumlah
Persen
1. Rp 1.000.000
27 28,1
2. Rp 1.000.000 - Rp 5.000.000
61 63,6
3. Rp 5.000.000
8 8,3
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Pada perhitungan distribusi frekuensi penghasilan responden, diperoleh informasi
bahwa partisipasi responden paling tinggi adalah responden yang mempunyai penghasilan Rp 1.000.000-Rp 5.000.000 per bulan sebanyak 63,6, diikuti dengan golongan responden yang
berpenghasilan Rp1.000.000. Sedangkan golongan yang berpenghasilan lebih tinggi, yaitu Rp5.000.000 hanya sebesar 8,3 atau hanya 8 orang saja.
Menurut Turner dalam Panudju 1999, tingkat penghasilan ini akan mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk memberikan sumbangan. Masyarakat hanya akan
bersedia untuk mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka.
4.6 Analisis Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan di Kecamatan Rawang 4.6.1 Analisis Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan
Dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada warga berkaitan dengan partisipasi pada tahap perencanaan pembangunan sanitasi air bersih ini, dapat dilihat pada Tabel 4.15:
Tabel 4.15 Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan
No Partisipasi Pada Tahap Perencanaan
Jumlah Persen
1. Ikut berpartisipasi
80 83,3
2. Tidak ikut berpartisipasi
16 16,7
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Dari tabel di atas, dapat dilihat persentase masyarakat yang berpartisipasi pada tahap perencanaan adalah sebesar 83,3 atau sebanyak 80 orang, sedangkan yang tidak ikut
berpartisipasi sebesar 16,7 atau hanya sebanyak 16 orang. Ada beragam alasan responden mengapa mereka tidak ikut berpartisipasi, diantaranya adalah
kecenderungan masyarakat untuk melimpahkan kewenangan dengan anggapan bahwa lebih baik program tersebut ditangani oleh pihak-pihak yang terkait saja, yaitu pemerintah melalui
perangkat desa, fasilitator, ketua dusun ataupun ketua kelompok di lingkungan masing- masing di dalam tahap perencanan, pelaksanaan, ataupun pengawasannya. Masyarakat hanya
memberikan persetujuan saja dengan sosialisasi program dan tinggal menunggu hasilnya. Sementara ada beberapa responden yang tidak ikut berpartisipasi dengan alasan kesibukan.
Menurut Slamet 1992, ada dua faktor yang menyebabkan orang kurang berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yaitu karena mereka mengetahui bahwa final decision bukan pada
mereka tetapi ada pada orang-orang yang mempunyai kekuasaan, serta karena mereka tidak mempunyai kepentingan khusus yang mempengaruhinya secara langsung. Bentuk partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan sanitasi air bersih dapat dilihat dalam Tabel
4.16
Tabel 4.16 Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan
No Partisipasi Pada Tahap Perencanaan
Jumlah Persen
1. Aktif mengikuti pertemuan
42 43,7
2. Aktif menyampaikan
usulansaran 22
22,9 3.
Terlibat dalam pengambilan keputusan
16 16,7
4. Tidak ikut berpartisipasi
16 16,7
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel, terlihat bahwa bentuk partisipasi dengan aktif mengikuti pertemuan adalah 42 responden. Ke-42 responden ini adalah mereka yang selalu hadir
mengikuti pertemuan dari pertemuan–pertemuan yang diadakan. Dari 42 responden tersebut yang aktif menyampaikan usulansaran ada 22 responden dan 16 responden yang terlibat
dalam pengambilan keputusan. Tingginya bentuk partisipasi responden ini disebabkan pendapat bahwa kehadiran dalam mengikuti pertemuan di pandang penting dalam tahap
perencanaan. Dalam penelitian ini, bentuk partisipasi responden dalam menyampaikan usulsaran
dalam pertemuan hanya 16,7 saja. Angka ini menunjukkan bahwa tidak semua responden yang mengikuti pertemuan ikut juga dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan
karena masyarakat banyak yang melimpahkan atau memberikan kewenangan kepada golongan tertentu, yang dalam hal ini adalah pemimpin kelompok ataupun para ketua dusun
untuk diajukan dalam rapat. Menurut Slamet 1994, ada tiga kepemimpinan yang mempengaruhi penyampaian
usulsaran terkait eksistensi sebuah program yaitu: 1.
Kepemimpinan yang bersifat koordinatif, yaitu kepemimpinan yang lebih memberikan kemungkinan kepada warga untuk lebih banyak berpartisipasi.
2. Kepemimpinan yang bersifat oligarcy, yaitu kepemimpinan dengan sifat terbatas, dimana
keputusan-keputusan yang diambil bukan merupakan keputusan rakyat bersama, tetapi merupakan keputusan dari para oligarcy. Hal ini bukan merupakan kesalahan dari pimpinan
tetapi memang keadaan masyarakat sendiri yang memberikan kemungkinan untuk terjadinya sistem ini
3. Kepemimpinan yang bersifat paternalistis. Pada tipe kepemimpinan ini, bahwa segalanya
diserahkan kepada kehendak pimpinan. Keputusan tentang perencanaan pembangunan tidak
dicetuskan melalui rapat-rapat, tetapi rakyat sudah menyerahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pimpinan setempat.
4.6.2 Analisis Bentuk Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan
Jawaban dari responden berkaitan dengan pertanyaan apakah ikut berpartisipasi pada tahap pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri di lingkungan mereka, total jawaban menunjukkan bahwa 81 masyarakat terlibat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan sanitasi air bersih, selengkapnya dapat dilihat
pada
Tabel 4.17 Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Pelaksanaan
No Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan
Jumlah Persen
1. Ikut berpartisipasi
84 87,5
2. Tidak ikut berpartisipasi
12 12,5
Jumlah 96
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Bila dibandingkan dengan persentase partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan
yaitu sebesar 83,3, maka pada tahap pelaksanaan, partisipasi masyarakat semakin meningkat, terlihat dari banyaknya jumlah responden yang ikut berpartisipasi sebesar 87,5
atau 84 orang. Hal ini disebabkan oleh anggapan masyarakat yang menyatakan bahwa pada tahap perencanaan adalah urusan yang dominan dilakukan bagi yang warga yang dipilih atau
duduk sebagai dewan kelurahan, namun dalam proses pelaksanaannya merupakan kerjasama yang harus dilakukan oleh seluruh masyarakat di lingkungan tersebut.
Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan
Rawang ini berupa tenaga, sumbangan uang yang dalam hal ini untuk konsumsi pada proses pembangunan, tanah yang diberikan masyarakat secara cuma-cumawakaf untuk tempat
dibangunnya sanitasi, dan keahlian dalam membangun infrastruktur seperti masyarakat yang biasanya bekerja sebaga tukang bangunan, masyarakat yang pandai memasang pipa dan
lainnya. Untuk golongan perempuan, sumbangan keahlian dtunjukkan dengan kesediaan menjadi bendahara dalam mencatat dan mengutip iuran air setiap bulannya.
Berdasarkan hasil jawaban para responden, diketahui bahwa 54,2 responden memberikan sumbangan dalam bentuk tenaga, 2,1 dalam bentuk uang, 13,5 dalam bentuk pemberian
tanah, dan 17,7 dalam bentuk keahlian.. Dari 84 responden tersebut, yang ikut perpartisipasi dalam bentuk uang hanya 2 responden seperti terlihat pada tabel, dan
responden lain dalam bentuk yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya tanggapan dari warga bahwa pembangunan prasarana tersebut berasal dari dana yang diberikan pemerintah
dan warga tidak perlu membayar apapun.
Tabel 4.18 Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Pelaksanaan
No Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan
Jumlah Persen
1. Tenaga
52 54,2
2. Uang
2 2,1
3. Tanah
13 13,5
4. Keahlian
17 17,7
5. Tidak ikut berpartisipasi
12 12,5
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Tingginya tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan menunjukkan bahwa
dana yang berasal dari bantuan langsung pemerintah benar-benar direalisasikan agar dapat disampaikan kepada masyarakat untuk pembangunan infrastruktur yang memberikan manfaat
sehingga memotivasi masyarakat semakin kuat untuk berpartisipasi. Menurut Peter M.Blau dalam Kusnaedi 1995, bahwa semakin banyak manfaat yang diduga oleh masyarakat, maka
semakin kuat pula masyarakat untuk terlibat dalam suatu kegiatan.
4.6.3 Analisis Bentuk Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pengawasan
Dalam konsep partisipasi masyarakat, tidak hanya perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan saja yang dilakukan oleh masyarakat, namun harus berlanjut ke proses
pengawasanmonitoringnya. Sehingga dalam pembangunan infrastruktur, hasil yang diperoleh akan sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Kegiatan pada tahapan
monitoring ini penting sekali untuk memandu apakah proyek tersebut sudah sesuai dengan model blue print yang telah ditetapkan Soekartawi, 1990.
Jawaban dari responden berkaitan dengan keaktifan mereka dalam melakukan kegiatan pengawasan menunjukkan bahwa 85,4 responden aktif dan yang tidak aktif
sebanyak 14,6.
Tabel 4.19 Partisipasi Masyarakat PadaTahap Pengawasan
No Partisipasi Pada Tahap Pengawasan
Jumlah Persen
1. Ikut berpartisipasi
82 85,4
2. Tidak ikut berpartisipasi
14 14,6
Jumlah 96
100
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel, terlihat bahwa responden yang aktif berpartisipasi sedikit
mengalami penurunan, yaitu dari 84 orang pada tahap pelaksanaan menjadi 82 orang pada tahap pengawasan. Penurunan ini disebabkan setelah pembangunan telah selesai
dilaksanakan, yang melakukan pengawasan hanya beberapa orang saja, dalam hal ini adalah pemimpin kelompok beserta perangkatnya dibantu beberapa masyarakat lainnya, contohnya
orang yang tanahnya digunakan sebagai tempat pembangunan sumur bor tersebut. Namun, angka tersebut masih dalam kategori tinggi. Proses pengawasan yang dilakukan masyarakat
ini dikarenakan adanya rasa kepemilikan masyarakat terhadap prasarana lingkungan yang dibangun di lingkungan tempat tinggal mereka.
Pada tabel terlihat bahwa yang tidak aktif dalam tahap pengawasn beralasan bahwa pengawasan sudah bukan tugas wajib lagi, melainkan merupakan tugas pihak-pihak terkait
yang biasanya dilakukan oleh tim proyek PNPM-MP itu sendiri. Sementara itu, bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan sanitasi air bersih dapat dilihat
dalam Tabel 4.20
Tabel 4.20 Bentuk Partisipasi Responden Pada Tahap Pengawasan
No Partisipasi Pada Tahap Pengawasan
Jumlah Persen
1. Kesesuaian bentuk prasarana
dengan rencana 14
14,6 2.
Daya guna 25
26 3.
Hasil guna 43
44,8 4.
Tidak ikut berpartisipasi 14
14,6
Jumlah 96
100 Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa kesesuaian bentuk prasarana dengan rencana yaitu 14,6. Penentuan jenis atau bentuk prasarana dan lokasi didasarkan
pada kebutuhan masyarakat yang dihimpun dan ditetapkan melalui sistem perkumpulan yang ada pada masyarakat. Angka itu menunjukkan bahwa masih ada beberapa hal yang
menyebabkan masyarakat beranggapan bahwa bentuk prasarana tidak telalu sesuai dengan yang diinginkan. Namun, hal ini sepenuhnya disadari oleh masyarakat, bahwa dari banyaknya
keinginan yang disampaikan masyarakat memang tidak semuanya dapat ditampung dan direalisasikan dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Conyers 1994, yang
menyatakan bahwa memang skala prioritas masyarakat mungkin saja sangat berbeda dari skala prioritas yang dimiliki oleh perencana itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui pula bahwa 26 dan 44,8 responden telah merasakan daya guna dan hasil guna dari hasil pelaksanaan pembangunan sanitasi air bersih
di lingkungan masing-masing.
4.7 Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Sanitasi Air Bersih Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan di Kecamatan Rawang
Berdasarkan tabel-tabel di atas, diperoleh informasi bahwa, pendapat responden tentang tentang partisipasi masyarakat pada pembangunan sanitasi air bersih melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang, semua berada diatas 50. Tingginya keikursertaan responden dalam pembangunan ini dikarenakaan
bahwa infrastruktur yang dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat yang sangat tinggi akan air bersih di desa mereka. Persentase partisipasi pada tahap perencanaan sebesar 83,3, pada
tahap pelaksanaan sebesar 87,5, dan pada tahap pengawasan sebesar 85,4. Merujuk kepada pendapat Sherry Arnstein 1969, pada makalahnya yang termuat di
Journal of the American Institute of Planners yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation”, bahwa terdapat delapan tangga tingkat partisipasi berdasarkan kadar kekuatan
masyarakat dalam memberikan pengaruh perencanaan. Untuk itu, penulis akan menganalisis bagaimana sebenarnya partisipasi masyarakat yang terjadi dan pada tingkatan yang mana
partisipasi masyarakat pada pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang ini berada.
Tabel 4.21 Pendapat Responden Tentang Pelaksanaan Program Oleh Pemerintah
No Pendapat Responden dalam
Pembangunan Sanitasi Air Bersih Responden
Frekuensi
1. Persetujuan Program
a. Ya b. Tidak
84 12
87,5 12,5
2. Perlakuan yang sama terhadap warga oleh pemerintah
pada saat rapat terkait program a. Ya
b. Tidak 80
16 83,3
16,7
3. Mendapatkan informasi, tanpa pemberian kesempatan
dari pemerintah untuk bertanya atau memberikan saran terkait program
a. Ya b. Tidak
81 15
84,4 15,6
4. Melakukan tanya jawab dengan pemerintah mengenai
program a. Ya
b. Tidak 78
18 81,3
18,7
5. Pemberian saran terkait program
a. Ya b. Tidak
82 14
85,4 14,6
6. Negosiasi tawar-menawar mengenai program
a. Ya b. Tidak
63 33
65,6 34,4
7. Pemberian limpahan kewenangan dari pemerintah
untuk membuat keputusan dominan a. Ya
b. Tidak 84
12 87,5
12,5
8. Pemberian kekuasaan penuh oleh pemerintah terkait
program a. Ya
b. Tidak 83
13 86,5
13,5
Sumber: M.Rafik 2013, diolah Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari delapan pertanyaan mengenai
pendapat responden tentang pelaksanaan program yang dilakukan oleh pemerintah, tujuh pertanyaan yang dijawab oleh responden menunjukkan tingkat persentasi di atas 80 persen,
dan hanya satu pertanyaan saja yang tingkat persentase nya lebih kecil, yaitu negosiasi tawar-menawar sebesar 65,6 persen. Angka ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
sebenarnya sudah berada pada tingkat yang cukup tinggi. Partisipasi masyarakat pada pembangunan sanitasi air bersih ini telah masuk ke dalam tingkat partnership. Seperti hasil
yang terlihat pada tabel, pemerintah telah melakukan kerjasama yang baik dengan masyarakat. Pemerintah memperlakukan masyarakat selayaknya rekan kerja. Mereka
bermitra dalam merancang dan mengimplementasi kebijakan publik. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang diberikan oleh pihak PNPM Mandiri Perdesaan itu sendiri, yang
mengatakan bahwa partisipasi masyarakat Kecamatan Rawang dalam pembangunan sanitasi air bersih di lingkungan mereka sangat baik, terlihat dari keikutsertaan dan respon positif
mereka terhadap program pemerintah. Pihak masyarakat sangat koperatif untuk diajak bekerjasama. Oleh sebab itu, pembangunan dapat dilaksanakan secara transparan tanpa ada
tekanan atau manipulasi dari pihak yang mempunyai kekuasaan, dan peranan yang paling penting adalah adanya suatu bentuk kerjasama yang baik sehingga program ini dapat diterima
oleh seluruh pihak yang terlibat di dalamnya.
4.8 Analisis Kondisi Sosial Ekonomi terhadap Bentuk Partisipasi Pada Tahapan Pembangunan Sanitasi Air Bersih
Sebelum melakukan uji statistik tentang hubungan sosial ekonomi, maka akan dijelaskan terlebih dahulu perbandingan antara kondisi sosial ekonomi dengan tahapan-
tahapan pembangunan sanitasi air bersih di Kecamatan Rawang.
4.8.1 Perbandingan Kondisi Sosial Ekonomi Responden pada Tahap Perencanaan
Berikut ini merupakan perbandingan kondisi sosial ekonomi responden pada tahap perencanaan pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecmatan Rawang:
Tabel 4.22 Perbandingan Jenis Kelamin Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Perencanaan
No Bentuk Partisipasi
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1. Aktif mengikuti pertemuan
32 10
42 2.
Aktif menyampaikan usulansaran 14
8 22
3. Terlibat dalam pengambilan
keputusan 10
6 16
4. Tidak memberikan pilihan
6 10
16
Jumlah 62
34 96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa pada tahap perencanaan, laki-laki lebih
mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Terlihat dari masing-masing bentuk partisipasi yang ada, sebanyak 32 orang laki-laki aktif mengikuti pertemuan, 14 orang aktif
menyampaikan usulansaran, 10 orang terlibat dalam pengambilan keputusan, dan hanya 6 orang saja yang tidak memberikan pilihan. Sementara, sebanyak 10 orang perempuan aktif
mengikuti pertemuan, 8 orang aktif menyampaikan usulansaran, 6 orang terlibat dalam pengambilan keputusan, dan 10 orang yang tidak memberikan pilihan.
Tabel 4.23 Perbandingan Usia Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Perencanaan
No Bentuk Partisipasi
Usia Jumlah
20 21 – 30 31 – 40 41 - 50 50
1. Aktif mengikuti pertemuan
- 12
15 9
6 42
2. Aktif menyampaikan
usulansaran -
3 8
6 5
22 3.
Terlibat dalam pengambilan keputusan
- 4
7 2
3 16
4. Tidak memberikan pilihan
- 4
5 4
3 16
Jumlah -
23 35
21 17
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang aktif mengikuti pertemuan di rentang usia 21-30 sebanyak 12 orang, usia 31-40 sebanyak 15 orang, usia 41-
50 sebanyak 9 orang, dan usia 50 sebanyak 6 orang. Responden yang aktif menyampaikan usulansaran di rentang usia 21-30 sebanyak 3 orang, usia 31-40 sebanyak 8 orang, usia 41-50
sebanyak 6 orang, dan usia 50 sebanyak 5 orang. Responden yang terlibat dalam pengambilan keputusan di rentang usia 21-30 sebanyak 4 orang, usia 31-40 sebanyak 7
orang, usia 41-50 sebanyak 2 orang, dan usia 50 sebanyak 3 orang. Rentang usia 31-40 tahun lebih mendominasi pada tahap perencanaan.
Tabel 4.24 Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Perencanaan
No Bentuk Partisipasi
Tingkat Pendidikan Jumlah
SD SMP
SMA AK Sarjana
1. Aktif mengikuti pertemuan
8 8
16 3
7 42
2. Aktif menyampaikan
usulansaran 4
5 6
3 4
22 3.
Terlibat dalam pengambilan keputusan
2 1
10 1
2 16
4. Tidak memberikan pilihan
3 2
6 3
2 16
Jumlah 17
16 38
10 15
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang aktif mengikuti
pertemuan yang berpendidikan SD sebanyak 8 orang, SMP sebanyak 8 orang, SMA sebanyak 16 orang, akademi sebanyak 3 orang, dan sarjana sebanyak 7 orang. Responden yang aktif
menyampaikan usulansaran yang berpendidikan SD sebanyak 4 orang, SMP sebanyak 5 orang, SMA sebanyak 6 orang, akademi sebanyak 3 orang, dan sarjana sebanyak 4 orang.
Responden yang terlibat dalam pengambilan keputusan yang berpendidikan SD sebanyak 2 orang, SMP sebanyak 1 orang, SMA sebanyak 10 orang, akademi sebanyak 1 orang, dan
sarjana sebanyak 2 orang. Pada tahap perencanaan ini, responden yang lebih banyak berpartisipasi adalah yang berpendidikan SMA.
Tabel 4.25 Perbandingan Tingkat Penghasilan Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Perencanaan
No Bentuk Partisipasi
Penghasilan Jumlah
1 juta 1 – 5 juta
5 juta
1. Aktif mengikuti
18 21
3 42
2. Aktif menyampaikan
usulansaran 8
12 2
22 3.
Terlibat dalam pengambilan keputusan
5 10
1 16
4. Tidak memberikan pilihan
5 5
6 16
Jumlah 36
48 12
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang aktif mengikuti
pertemuan yang mempunyai penghasilan 1 juta sebanyak 18 orang, 1-5 juta sebanyak 21 orang, 5 juta sebanyak 3 orang. Responden yang aktif menyampaikan usulansaran
mempunyai penghasilan 1 juta sebanyak 8 orang, 1-5 juta sebanyak 12 orang, 5 juta sebanyak 2 orang. Responden yang terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempunyai
penghasilan 1 juta sebanyak 5 orang, 1-5 juta sebanyak 10 orang, 5 juta sebanyak 1 orang Pada tahap perencanaan ini, responden yang lebih banyak berpartisipasi adalah yang
mempunyai penghasilan 1-5 juta.
4.8.2 Perbandingan Kondisi Sosial Ekonomi Responden pada Tahap Pelaksanaan
Berikut ini merupakan perbandingan kondisi sosial ekonomi responden pada tahap pelaksanaan pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecmatan Rawang:
Tabel 4.26 Perbandingan Jenis Kelamin Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan No
Bentuk Partisipasi Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki
Perempuan
1. Tenaga
40 12
52 2.
Uang
-
2 2
3. Tanah
10 3
13 4.
Keahlian 5
12 17
5. Tidak memberikan pilihan
7
5 12
Jumlah 62
34 96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa pada tahap pelaksanaan, laki-laki juga lebih
mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Terlihat dari jumlah laki-laki yang berpartisipasi melalui tenaga sebanyak 40 orang, sumbangan tanah sebanyak 10 orang, dan
keahlian 5 orang. Sedangkan perempuan yang berpartisipasi melalui tenaga sebanyak 12 orang, uang sebanyak 2 orang, tanah sebanyak 3 orang, dan keahlian sebanyak 12 orang
Tabel 4.27 Perbandingan Usia Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan
No Bentuk Partisipasi
Usia Jumlah
20 21 – 30 31 – 40 41 - 50 50
1. Tenaga
- 13
24 10
5 52
2. Uang
- -
2 -
- 2
3. Tanah
- -
- 5
8 13
4. Keahlian
- 7
6 3
1 17
5. Tidak memberikan pilihan
- 3
3 3
3 12
Jumlah -
23 35
21 17
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpartisipasi melalui
tenaga di rentang usia 21-30 sebanyak 13 orang, usia 31-40 sebanyak 24 orang, usia 41-50 sebanyak 10 orang, dan usia 50 sebanyak 5 orang. Responden yang berpartisipasi melalui
uang hanya terdapat di rentang usia 31-40 sebanyak 2 orang. Responden yang berpartisipasi melalui tanah sebanyak 5 orang di rentang usia 41-50, dan 8 orang di usia 50. Responden
yang berpartisipasi melalui keahlian di rentang usia 21-30 sebanyak 7 orang, usia 31-40 sebanyak 6 orang, usia 41-50 sebanyak 3 orang, dan usia 50 sebanyak 1 orang. Rentang usia
31-40 tahun juga lebih mendominasi pada tahap pelaksanaan.
Tabel 4.28 Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan
No Bentuk Partisipasi
Tingkat Pendidikan Jumlah
SD SMP
SMA AK Sarjana
1. Tenaga
10 8
25 6
3 52
2. Uang
- -
1 -
1 2
3. Tanah
- -
5 1
7 13
4. Keahlian
4 5
4 2
2 17
5. Tidak memberikan pilihan
3 3
3 1
2 12
Jumlah 17
16 38
10 15
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpartisipasi melalui
tenaga dengan tingkat pendidikan SD 10 orang, SMP sebanyak 8 orang, SMA sebanyak 25 orang, akademi sebanyak 6 orang, dan sarjana sebanyak 5 orang. Responden yang
berpartisipasi melalui uang hanya pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 1 orang, dan sarjana sebanyak 1 orang. Responden yang berpartisipasi melalui tanah hanya terdapat pada
tingkat pendidikan SMA sebanyak 5 orang, akademi sebanyak 1 orang, dan sarjana sebanyak 7 orang. Responden yang berpartisipasi melalui keahlian dengan tingkat pendidikan SD 4
orang, SMP sebanyak 5 orang, SMA sebanyak 4 orang, akademi sebanyak 2 orang, dan sarjana sebanyak 2 orang. Pada tahap ini, responden yang paling banyak berpartisipasi adalah
responden dengan pendidikan SMA.
Tabel 4.29 Perbandingan Tingkat Penghasilan Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan No
Bentuk Partisipasi Penghasilan
Jumlah 1 juta
1 – 5 juta 5 juta
1. Tenaga
23 28
1 52
2. Uang
- 2
- 2
3. Tanah
- 6
7 13
4. Keahlian
9 8
- 17
5. Tidak memberikan pilihan
4 4
4 12
Jumlah 36
48 12
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpartisipasi melalui
tenaga dengan penghasilan1 juta sebanyak 23 orang, 1-5 juta sebanyak 28 orang, dan 5 juta sebanyak 1 orang. Responden yang berpartisipasi melalui uang hanya pada responden
dengan penghasilan 1-5 juta sebanyak 2 orang. Responden yang berpartisipasi melalui tanah terdapat pada responden dengan penghasilan 1-5 juta sebanyak 6 orang, dan 5 juta sebanyak
7 orang. Responden yang berpartisipasi melalui keahlian dengan tingkat penghasilan 1 juta sebanyak 9 orang, dan 1-5 juta sebanyak 8 orang. Pada tahap ini, responden yang paling
banyak berpartisipasi adalah responden dengan penghasilan 1-5 juta.
4.8.3 Perbandingan Kondisi Sosial Ekonomi Responden pada Tahap Pengawasan
Berikut ini merupakan perbandingan kondisi sosial ekonomi responden pada tahap pengawasan pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecmatan Rawang:
Tabel 4.30 Perbandingan Jenis Kelamin Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pengawasan No
Bentuk Partisipasi Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1. Kesesuaian bentuk prasarana dengan
rencana yang ditetapkan 11
3 14
2. Daya guna
14 11
25 3.
Hasil guna 28
15 43
4. Tidak memberikan pilihan
9 5
14
Jumlah 62
34 96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa pada tahap pengawasan, laki-laki juga lebih
mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Terlihat dari jumlah laki-laki yang berpartisipasi dalam mengawasi kesesuaian bentuk prasarana dengan rencana yang ditetapkan
sebanyak 11 orang, daya guna sebanyak 14 orang, dan hasil guna sebanyak 28 orang. Sedangkan perempuan yang berpartisipasi dalam mengawasi kesesuaian bentuk prasarana
dengan rencana yang ditetapkan sebanyak 3 orang, daya guna sebanyak 11 orang, dan hasil guna sebanyak 5 orang.
Tabel 4.31 Perbandingan Usia Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pengawasn
No Bentuk Partisipasi
Usia Jumlah
20 21 – 30 31 – 40 41 - 50 50
1. Kesesuaian bentuk prasarana
dengan rencana -
3 4
4 3
14 2.
Daya guna -
4 10
5 6
25 3.
Hasil guna -
12 17
10 4
43 4.
Tidak memberikan pilihan -
4 4
2 4
14
Jumlah -
23 35
21 17
96 Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpartisipasi melalui dalam mengawasi kesesuaian bentuk prasarana dengan rencana yang ditetapkan di rentang
usia 21-30 sebanyak 3 orang, usia 31-40 sebanyak 4 orang, usia 41-50 sebanyak 4 orang, dan usia 50 sebanyak 3 orang. Daya guna di rentang usia 21-30 sebanyak 4 orang, usia 31-40
sebanyak 10 orang, 41-50 sebanyak 5 orang, dan usia 50 sebanyak 6 orang. Hasil guna di rentang usia di rentang usia 21-30 sebanyak 12 orang, usia 31-40 sebanyak 17 orang, usia 41-
50 sebanyak 10 orang, dan usia 50 sebanyak 4 orang.
Tabel 4.32 Perbandingan Tingkat Pendidikan Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pengawasan
No Bentuk Partisipasi
Tingkat Pendidikan Jumlah
SD SMP
SMA AK Sarjana
1. Kesesuaian bentuk prasarana
dengan rencana 1
- 8
3 2
14 2.
Daya guna 3
1 15
2 4
25 3.
Hasil guna 10
10 12
5 6
43 4.
Tidak memberikan pilihan 3
5 3
- 3
14
Jumlah 17
16 38
10 15
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpartisipasi dalam
mengawasi kesesuaian bentuk prasarana dengan rencana yang ditetapkan dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 1 orang, SMA sebanyak 8 orang, akademi sebanyak 3 orang, dan
sarjana sebanyak 2 orang. Daya guna dengan tingkat pendidikan pendidikan SD sebanyak 3 orang, SMP sebanyak 1 orang, SMA sebanyak 15 orang, akademi sebanyak 2 orang, dan
sarjana sebanyak 4 orang. Daya guna dengan tingkat pendidikan pendidikan SD sebanyak 10 orang, SMP sebanyak 10 orang, SMA sebanyak 12 orang, akademi sebanyak 5 orang, dan
sarjana sebanyak 6 orang Pada tahap ini, responden yang paling banyak berpartisipasi adalah responden dengan pendidikan SMA.
Tabel 4.33 Perbandingan Tingkat Penghasilan Responden
Dengan Bentuk Partisipasi Pada Tahap Pengawasan No
Bentuk Partisipasi Penghasilan
Jumlah 1 juta
1 – 5 juta 5 juta
1. Kesesuaian bentuk
prasarana dengan 3
9 2
14 2.
Daya guna 8
14 3
25 3.
Hasil guna 20
18 5
43 4.
Tidak memberikan pilihan 5
7 2
14
Jumlah 36
48 12
96
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden yang berpartisipasi dalam
mengawasi kesesuaian bentuk prasarana dengan rencana yang ditetapkan pada penghasilan 1 juta sebanyak 3 orang, 1-5 juta sebanyak 9 orang, dan 5 juta sebanyak 2 orang. Daya
guna, pada penghasilan 1 juta sebanyak 8 orang, 1-5 juta sebanyak 14 orang, dan 5 juta sebanyak 3 orang. Hasil guna, pada penghasilan 1 juta sebanyak 20 orang, 1-5 juta
sebanyak 18 orang, dan 5 juta sebanyak 5 orang. Pada tahap ini, responden yang paling banyak berpartisipasi adalah responden dengan penghasilan 1-5 juta.
4.9 Analisis Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan
Berdasarkan tabel-tabel di atas, diperoleh informasi bahwa dari ketiga tahapan pembangunan sanitasi air bersih beserta bentuk partisipasi yang dilakukan, jenis kelamin laki-
laki mendominasi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini cukup beralasan karena partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam pembangunan adalah berbeda.
Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan derajat ini, akan menimbulkan perbedaan-perbedaan hak
dan kewajiban antar pria dan wanita.
Berdasarkan rentang usia, dapat dilihat bahwa usia 31-40 tahun mendominasi pada setiap tahapan pelaksanaan pembangunan, baik dilihat dari bentuk partisipasi yang diberikan
maupun dari jumlah keseluruhan responden. Usia tersebut merupakan usia produktif. Penduduk usia produktif secara rill berarti penduduk produktif yang pada umumnya masuk
dalam kelompok telah siap bekerja atau bisa bekerja, dimana pada usia ini sangat berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi Slamet,1994.
Untuk tingkat pendidikan yang paling banyak memberikan bentuk partisipasi, baik pada tingkat perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan adalah tingkat SMA, diikuti
dengan jenjang pendidikan lain dengan selisih yang tidak terlalu jauh. Menurut Litwin 2000, bahwa semakin tinggi latar belakang pendidikan seseorang, tentunya mempunyai
pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat
diberikan. Namun, dari penelitian ini terjadi perbedaan, dapat dilihat bahwa tinggi
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tidak memiliki hubungan dengan partisipasi masyarakat dalam ketiga tahapan partisipasi dalam pembangunan infrastruktur sanitasi air
bersih. Bukti menunjukkan bahwa masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah malah lebih banyak berpartisipasi dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.
Menurut Barros 1993, bahwa penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang
berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Dari tabel di atas, terlihat bahwa penghasilan responden yang paling banyak memberikan bentuk partisipasi,
baik pada tingkat perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan adalah mereka yang memiliki penghasilan Rp1.000.000-Rp5.000.000. Sedangkan yang memberikan partisipasi
paling sedikit pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, adalah mereka yang memiliki penghasilan Rp 5.000.000.
Berikut adalah hasil uji statistik hubungan sosial ekonomi dengan bentuk partisipasi masyarakat pada pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat dengan ketentuan: Jika X² hitung X² tabel df k-1 x k-1 = 2, H0 : diterima, dan jika X² hitung X² tabel df k-1 x k-1 = 2, H1: diterima H0 ditolak, pada tingkat
kepercayaan 95 = 5,991.
Tabel 4.34 Hubungan Bentuk Partisipasi Responden Dengan Kondisi Sosial Ekonomi Pada
Tahapan Pembangunan Sanitasi Air Bersih
No Bentuk Partisipasi Pada
Pembangunan Sanitasi Air Bersih
Nilai X² Kondisi Sosial Ekonomi Responden
NILAI X²
TABE L
Jenis Kelami
n Usia
Tkt. Pendidika
n Penghasila
n
1. Tahap Perencanaan
keaktifan warga mengikuti pertemuan, menyampaikan
usulansaran,
dan keterlibatan dalam
pengambilan keputusan 7,644
3,346 7,448
12,047 5,991
2. Tahap Pelaksanaan tenaga,
uang, tanah, dan keahlian 17,373
34,974 28,390 38,252
5,991 3.
Tahap Pengawasan kesesuaian prasarana
dengan rencana, daya guna dan hasil
guna 2,009
5,828 21,163
3,533 5,991
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahap perencanaan, nilai X²
hitung jenis kelamin 7,644, pendidikan 7,448, dan penghasilan 12,047 lebih besar dari nilai X² tabel 5,991. Dengan demikian diketahui bahwa terdapat hubungan antara bentuk
partisipasi dengan kondisi sosial ekonomi responden. Dengan kata lain, faktor yang paling mempengaruhi partisipasi responden pada tahap perencanaan pembangunan sanitasi air
bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang adalah jenis kelamin, pendidikan dan penghasilan.
Pada tahap pelaksanaan dapat diketahui bahwa nilai X² hitung jenis kelamin 17,373, usia 34,974, pendidikan 28,390, dan penghasilan 38,252 lebih besar dari nilai X² tabel
5,991. Dengan kata lain, bahwa ada pengaruh bentuk partisipasi responden dengan kondisi sosial ekonomi pada tahap pelaksanaan pembangunan sanitasi air bersih melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Rawang, yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan,dan penghasilan.
Pada tahap pengawasan, diketahui bahwa nilai X² hitung usia 5,828 dan pendidikan 21,163 lebih besar dari nilai X² tabel 5,991. Dengan demikian terdapat hubungan antara
bentuk partisipasi responden dengan kondisi sosial ekonomi. Dengan kata lain, bahwa ada pengaruh bentuk partisipasi responden dengan kondisi sosial ekonomi pada tahap
pengawasan pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, yaitu usia dan pendidikan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penjabaran tentang pertisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di
Kecamatan Rawang yang telah dianalisis secara deskriptif, maka peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian. Adapun yang menjadi
kesimpulan adalah: 1.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih di Kecamatan Rawang berada dalam kategori baik, hal ini terlihat dari keikutsertaan masyarakat serta bentuk partisipasi
yang tinggi dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
2. Berdasarkan tangga partisipasi Arnstein, tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
sanitasi air bersih di Kecamatan Rawang berada pada tingkat partnership. Pada tingkat ini pemerintah melalui perangkat desa telah melakukan kerjasama yang baik dengan masyarakat.
Mereka memperlakukan masyarakat selayaknya rekan kerja, dan mereka bermitra dalam merancang dan mengimplementasi berbagai macam keputusan sehingga dapat diterima
semua pihak . 3.
Berdasarkan pengujian bentuk partisipasi masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi diketahui bahwa pada tahap perencanaan, bentuk partisipasi dipengaruhi oleh jenis kelamin,
pendidikan dan penghasilan. Pada tahap pelaksanaan, bentuk partisipasi dipengaruhi oleh yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan,dan penghasilan. Pada tahap pengawasan, bentuk
partsipasi dipengaruhi oleh usia dan pendidikan.
5.2 Saran