Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Reshhetnikov 2007 kepada 1562 orang dewasa yang menyimpulkan bahwa jeda antara waktu makan
makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala gastritis. Keterlambatan jadwal makan dan ketidakteraturan makan yang dialami
oleh SPG dapat menjadi faktor risiko terjadinya gastritis hal ini terjadi disebabkan waktu yang dibatasi oleh jam kerja sehingga waktu makan menjadi tidak teratur.
Pola makan sehari-hari terlihat pada kebiasaan jadwal makan yang sering tidak teratur, seperti sering terlambat makan atau menunda waktu makan bahkan
kadang tidak makan membuat perut mengalami kekosongan dalam waktu yang lama. Jadwal makan yang tidak teratur tentunya akan dapat menyerang lambung
yang dapat menimbulkan penyakit maag atau gastritis. Sebaiknya jadwal makan harus teratur, lebih baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur
daripada makan dalam porsi banyak tapi tidak teratur Almatsier, 2010.
5.3.3 Gambaran Keluhan Gejala Gastritis Berdasarkan Jenis Makanan
Jenis makanan merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap timbulnya keluhan gastritis. Makan makanan yang mengandung gas,
pedas, bersantan, dan sulit cerna akan memicu peningkatan asam lambung sehingga membuat sesorang lebih rentan mengalami keluhan gastritis. Jenis
makanan yang biasa dikonsumsi SPG diukur melalui kuesioner food frequency. Jenis makanan yang diukur meliputi makanan pokok, lauk, sayur-sayuran, buah-
buahan dan makanan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar SPG hanya kadang-kadang
mengonsumsi mie karena hanya mengonsumsinya 1-2×minggu. Sementara itu
Universitas Sumatera Utara
makanan pokok lain seperti kentang, singkong dan jagung jarang dikonsumsi oleh SPG karena sebagian besar hanya mengonsumsinya 1×minggu.
Makanan sumber karbohidrat yang dianjurkan untuk dikonsumsi guna mencegah timbulya gastritis adalah karbohidrat yang mudah cerna seperti nasi
lunak, roti, dan biskuit. Sebaliknya makanan yang sulit cerna seperti kentang dan jagung harus dibatasi konsumsinya Almatsier, 2010. Hal ini dikarenakan
makanan yang sulit cerna membuat lambung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencerna makanan tersebut dan lambat meneruskannya kebagian
usus. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sehingga menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat
mengiritasi lambung Iskandar, 2009. Lauk hewani yang selalu dan paling sering dikonsumsi SPG adalah ikan
diikuti lauk hewani lain yaitu ayam dan telur. Ikan, ayam dan telur merupakan lauk yang umum dikonsumsi oleh setiap orang, tidak hanya rasanya yang enak
namun harganya juga cukup terjangakau sehingga sering dikonsumsi oleh SPG. Sementara lauk hewani yang paling jarang dikonsumsi SPG adalah daging.
Alasan yang menjadi daging jarang dikonsumsi SPG adalah karena harganya yang relatif mahal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jenis pengolahan lauk
hewani yang paling sering dikonsumsi oleh SPG adalah dengan cara digoreng dan disambal.
Jenis lauk hewani yang dikonsumsi tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap timbulnya gastritis. Namun akan lebih baik bila memilih lauk hewani
yang rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit dan putih telur. Cara pengolahan
Universitas Sumatera Utara
menjadi perhatian utama dalam mencegah timbulnya keluhan gejala gastritis. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pengolahan lauk hewani yang paling sering
dikonsumsi SPG adalah dengan menggoreng, sambal, dan gulai. Pengolahan dengan cara digoreng perlu dipertimbangkan dengan secara teliti karana
lemakminyak yang berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu hati, dan muntah karena tekanan dan gas dalam lambung meningkat.
Demikian pula dengan pengolahan secara disambal dan digulai yang merangsang dinding lambung sehingga dapat mengiritasi lambung Yusuf, 2015.
Sayur yang biasa dikonsumsi SPG adalah sawi. Sawi merupakan jenis sayuran yang mengandung gas Rahma, 2012. Berdasarkan hasil penelitian
39,5 SPG biasa mengonsumsi sawi bahkan 14, SPG selalu mengonsumsi sawi setiap harinya. Sementara itu sayuran lain yang mengandung gas seperti kol dan
sayur yang mengandung banyak serat seperti daun singkong hanya dikonsumsi kadang-kadang oleh SPG yakni 25,9 dan 35,8. Namun terdapat pula SPG
yang cukup sering mengonsumsi kol dan daun singkong dengan jumlah 17,3. Jenis buah yang dikonsumsi SPG cukup beragam. Buah yang biasa
dikonsumsi SPG adalah jeruk. Sementara buah-buahan yang mengandung gas dan serat tinggi seperti nenas, durian, nangka, dan jambu biji hanya kadang-kadang
dikonsumsi oleh SPG. Namun terdapat angka yang menjadi perhatian yakni 21 SPG biasa mengonsumsi nenas.
Jenis sayur dan buah yang dihindari guna mencegah timbulnya keluhan gastritis adalah sayur dan buah yang bergas, asam dan berserat tinggi. Jenis sayur
yang dihindari yaitu sawi, kol, daun singkong, labu jipang, dsb. Sementara jenis
Universitas Sumatera Utara
buah yang sebaiknya dihindari adalah jeruk asam, nenas, jambu, durian, nangka, dsb Almatsier, 2010. Jenis sayur dan buah yang bergas dapat memicu
peningkatan asam lambung sehingga menyebabkan refluks asam dan menimbulkan keluhan gejala gastritis. Demikian pula sayur dan buah yang
berserat tinggi membuat lambung sulit mencerna dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sehingga menyebabkan rasa panas di ulu
hati dan dapat mengiritasi lambung Iskandar, 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80,2 SPG selalu mengonsumsi
cabai dengan frekuensi 1×hari. Intensitas konsumsi cabai yang sangat tinggi yakni 1×hari membuat SPG sangat rentan mengalami keluhan gastritis karena
makanan pedas dapat mengiritasi lambung dan menimbulkan keluhan gastritis. Makanan yang digoreng sering dikonsumsi oleh SPG dengan total 34,6
mengonsumsinya 1×hari. Demikian pula makanan yang bersantan merupakan makanan yang biasa dikonsumsi SPG dengan total 55,6 mengonsumsinya
dengan frekuensi 3×minggu. Makanan yang digoreng dan bersantan merupakan makanan yang harus dihindari karana lemakminyak yang berlebihan dapat
menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu hati, dan muntah karena tekanan
dan gas dalam lambung meningkat.
Konsumsi makanan yang pedas, makanan yang keasamannya tinggi, makanan yang banyak mengandung lemakgoreng-gorengan, makanan yang
mengandung kafein seperti kopi dan teh yang dapat meningkatkan produksi asam lambung dapat membuat kekuatan dinding lambung menurun. Tidak jarang
Universitas Sumatera Utara
kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding lambung dan menyebabkan penyakit gastritis Misnadiarly, 2009.
Penelitian yang dilakukan oleh Mawaddah Rahmah, dkk 2012 menunjukkan bahwa jenis makanan merupakan faktor risiko kejadian gastritis
dengan nilai OR = 2,42 CI 95 LL=1,17 UL=5,02. Risiko kejadian gastritis untuk responden yang sering mengonsumsi jenis makanan berisiko antara lain
jenis makanan yang mengandung gas, makanan yang pedas, dan makanan bersantan berisiko 2,42 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak
sering mengonsumsi jenis makanan berisiko. Seringnya konsumsi jenis makanan berisiko disebabkan SPG tidak
memiliki pilihan makanan lain untuk dikonsumsi karena makanan mayoritas makanan yang dijajakan di lingkungan kerja SPG adalah makanan yang digoreng,
pedas, dan bersantan. Selain itu, keinginan yang besar untuk mengonsumsi beberapa jenis makanan yang berisiko tidak dapat diindahkan, sehingga jenis
makanan-makanan tersebut masih sering dikonsumsi oleh SPG.
5.3.4 Gambaran Keluhan Gejala Gastritis Berdasarkan Asupan Makanan