Qur’an adalah dasar dan pedoman hidup bagi umat Islam yang perlu dipelajari dan dimengerti serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,
karena di dalamnya memuat berbagai aturan dan tatanan hidup manusia di dunia sampai di akherat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
berisi firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan malaikat Jibril untuk dibaca, difahami dan
diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia Depdikbud, 1993:28.
Dalam mengartikan kata Al- Qur’an sedikitnya ada dua golongan
yang berbeda pendapat yaitu : a.
Golongan pertama yang diwakili antara lain oleh Al Lihyani ber- pendapat bahwa Al-
Qur’an adalah bentuk masdar mahfudz mengikuti wazan Al-Ghufran dan ia merupakan mustaq dari kata Qaraa yang
mempunyai arti sama dengan tala. Al- Qur’an bisa juga disebut Al-
Muq’ru yang merupakan sebutan bagi obyek dalam bentuk masdarnya.
b. Golongan kedua yang diwakili antara lain oleh Az Zujaj berpendapat
bahwa Al- Qur’an diidentikkan dengan wazan Fu’lan yang merupakan
musytaq dari lafal Al- Qar’u yang mempunyai arti al jam’u. Ibnu Atsir
juga berpendapat bahwa disebut Al- Qur’an karena di dalamnya
memuat kumpulan kisah-kisah. Amar ma’ruf nahi munkar,
perjanjian, ancaman, ayat-ayat dan surat-surat lafal Al- Qur’an adalah
bentuk masdar seperti kata Ghufran dan Khufran Atsir, IV, tt : 30. Dari beberapa pendapat tersebut mereka sepakat bahwa Al-
Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, bagi yang membaca-nya merupakan ibadah dan mendapat pahala Fahd Bin Abdurrahman Ar Rumi, terjemahan 1996:41.
Menurut
Endi
Suhendi Zen, Al- Qur’anul karim adalah firman
Allah yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Al- Qur’an
memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia didalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat
di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Allah ta’ala.
9
Ketika membaca Al- Qur’an, maka seorang muslim perlu
memperhatikan adab-adab
berikut ini
untuk mendapatkan
kesempurnaan pahala dalam membaca Al- Qur’an:
a. Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan
tenang. b.
Membacanya dengan pelan dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
c. Membaca Al-Qur’an dengan khusyu, dengan menangis, karena
sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.
d. Membaguskan suara ketika membacanya.
Membaca Al- Qur’an dimulai dengan istiadzah.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca dan menulis Al-Quran adalah kesanggupan seseorang untuk
memahami isi bacaan dengan cara melesankan atau dalam hati, dan melukiskannya atau menggambarkannya ayat-ayat atau tulisan yang ada
dalam Al-Quran dengan metode atau cara yang benar.
2. Indikator Kemampuan Membaca Al -Quran.
Indikator seseorang dikatakan mempunyai kemampuan membaca Al-Quran antara lain yaitu:
a. Ketartilan dalam membaca Al-Quran
Tartil berasal dari kata rattal, yang berarti melagukan, menyanyikan yang pada awal Islam hanya bermakna pembacaan Al-
Quran secara metodik, dengan cakupan pemahaman tata cara berhenti waqf dan meneruskan washl. Membaca dengan tartil yaitu dengan bacaan
yang pelan-pelan dan terang serta memberikan kepada setiap huruf akan haknya
9
Endi Suhendi Zen, dkk, Panduan Baca Tulis Al- Qur’an, untuk SMPMTs Kelas
VIII, TangerangSelatan: CV Indradjaya, 2010. h. ix
seperti membaca panjang dan idgham. Namun dalam perkembangan yang sekarang ini, istilah tersebut bukan lagi untuk pembacaan Al-Quran
tetapi merujuk kepada pembacaan secara cermat dan perlahan-lahan.
10
Tartil membaca Al-Qur an adalah membaca Al-Quran pembacaan tenang dan tadabbur, dengan tingkat kecepatan standar, sehingga
pembaca bisa maksimal memenuhi setiap hukum bacaan dan sifat-sifat huruf yang digariskan. Hal ini sesuai dengan firman Allah QS. Al-
Muzammil73:04.
Artinya: Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
Tartil yang dimaksud pada ayat di atas adalah menghadirkan hati ketika membaca, tidak hanya sekedar mengeluarkan huruf-huruf dari
tenggorokan dengan mengerutkan muka, mulut dan irama nyanyian, sebagaimana dilakukan oleh para Qori. Memaca dengan tartil sesuai
dengan s abda Nabi saw. yang artinya “Nanti akan diperintahkan kepada
orang yang suka membaca Al- Qur’an : bacalah dengan baik dan tartil
sebagaimana kamu membacanya dengan tartil di dunia. Karena sesungguhnya tempatmu derajatmu tergantung pada akhir ayat yang
kam u baca”. Riwayat Abu Daud dan at Turmudzy.
11
Dengan demikian membaca Al-Quran dengan tartil adalah membaca dengan pelan-pelan, tidak terburu-buru, dengan harapan dapat
memahami kandungan Al-Quran b.
Kefasihan dalam membaca Al-Quran
10
Mudzakir AS. Studi Ilmu-Ilmu Al- Qur’an Manna’ Khalil al-Qattan, Jakarta :
PT. Pustaka Utara Anatar Nusa, Cet.14, 2011. h. 270
11
Muslich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin 2, Jakarta :PT. Karya Toha Putra Semarang, Ed. kedua, 2004. h. 56
Kata fasih atau dalam bahasa Arab disebut al-Fashahah
artinya yaitu terang atau jelas. Kalimat itu dinamakan fasih apabila kalimat itu terang pengucapannya, jelas artinya dan bagus susunannya.
12
Ibn Atsir berpendapat bahwa fashahah adalah secara khusus terkait dengan lafadz bukan makna. Ia berkata: kalam fasih adalah tampak dan
jelas, maksudnya adalah bahwa lafadz-lafadznya dapat dipahami, yang tidak memerlukan pemahaman dari buku-buku linguistik. Hal ini
dikarenakan lafadz-lafadz itu disusun berdasarkan aturan pada area perkataan mereka, dimana tersusun di area perkataan yang terkait dengan
kebaikan lafadnya. dan kebaikan lafadz dapat ditemukan dalam pendengaran. Sesuatu yang dapat ditemukan dengan jalan mendengarkan
adalah lafadz, sebab itu adalah suara yang tersusun dari makharijul khuruf.
Kefashihan membaca
Al-Quran selain
ditentukan oleh
penguasaan terhadap ilmu tajwid, juga ditentukan oleh kemampuan lidah seseorang dalam melafalkan huruf dan kalimat-kalimat arab Al-Quran
sesuai dengan ciri, sifat, dan karakter dan makhraj hurufnya masing- masing. Dengan demikian membaca Al-Quran dengan fashih yaitu harus
menerapkan kaidah makhraj dan sifatnya.
c. Ketepatan tajwid
Untuk dapat membaca dengan baik, maka harus disertai dengan kaidah-kaidah membaca Al-Quran, yaitu tajwid.
Tajwid menurut KBBI adalah cara membaca Al- Qur’an dengan
lafal atau ucapan yang tepat.
13
Tajwid adalah sebagai memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada
makhraj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara
12
Mardjoko Idris, “Ilmu Balaghah Antara al-Bayan dan al-Badi’,” cet. I
Yogyakarta: Teras, 2007. h. 2.
“Fasih Berbahasa Arab Menurut Ilmu Balaghah” http:muhammadbagusjazuli.blogspot.com201309. diunduh tgl 24092013
.
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, K B B I, op.cit. h. 992
yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa dan dipaksa- paksakan.
14
Membaca Al-Quran merupakan suatu ibadah, oleh karenanya harus dibaca sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Dengan
demikian membaca Al-Quran yang bertajwid memperbaiki bacaan dengan menata huruf sesuai dengan tempatnya maka hal tersebut juga
termasuk ibadah.
3. Metode Pengajaran Pada Program BTA
Dalam pembelajaran membaca Al-Quran, perlu adanya metode yang tepat agar tujuan pembelajaran membaca Al-Quran dapat tercapai
dengan tepat dan lancar. Metode-metode yang digunakan adalah metode musyofahah antara lain:
a. Guru membaca terlebih dahulu kemudian disusul anak atau murid.
Dengan metode ini guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya. Sedangkan anak akan dapat
melihat dan menyaksikan langsung praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya, yang disebut dengan musyafahah adu
lidah. Metode ini diterapkan Rasul kepada kalangan sahabat. b.
Murid membaca di depan guru, sedangkan guru menyimaknya. Metode ini dikenal dengan metode sorogan atau ardul qiraah
setoran bacaan. Metode ini dipraktikkan oleh Rasulallah SAW. bersama malaikat Jibril kala tes bacaan Al-Quran di bulan
Ramadhan. c.
Guru mengulang-ulang bacaan, sedang anak atau murid menirukannya kata perkata dan kalimat perkalimat juga secara berulang-ulang
hingga terampil dan benar. Metode yang cocok untuk anak-anak pada masa ini ialah
metode kedua, karena pada metode ini terdapat sisi positif yaitu
14
Mudzakir AS. op.cit. h. 265