sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan temannya, sehingga dapat diterima oleh lingkungan tempat dia tinggal. Hal ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Eti
2006 tentang “ Perilaku Seksual Mahasiswa Indekosan dan Moralitas” yang mengatakan bahwa bila dilihat kehidupan anak kost yang jauh dari pengawasan orangtua mengakibatkan mereka
memiliki kebebasan dalam bertindak. Baik tindakan yang bersifat positif maupun tindakan yang bersifat negatif salah satunya yaitu terjerumus dalam seks bebas.
Dari hasil penelitian dapat dilihat juga ada sebagian mahasiswa indekost yang menggunakan foto-foto porno dan video porno sebagai alat untuk meningkatkan gairah seksual,
dan ada juga sebagian kecil dari responden melihatnya dan mempraktekkan nya dengan pacar atau pasangan kencan. Hal ini jelas-jelas telah menyimpang dari norma, moral dan nilai. Peneliti
berasumsi hal ini terjadi karena semakin mudahnya di era globalisasi ini untuk mengakses video porno di internet dan telpon selular dan juga didukung oleh kurangnya pendidikan seks yang
diperoleh dari orang tua. Orang tua merasa tabu membicarakan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua sudah terlanjur jauh sehingga anak mencari informasi atau pendidikna seks
dari media yang malah memberikan pengaruh negatif bagi diri mereka. Akan tetapi berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jensen terhadap remaja-remaja putri yang
hamil menunjukkan bahwa hampir semua responden yang ditelitinya tidak tertarik dan bahkan jijik melihat foto-foto dan video porno, mereka lebih terangsang untuk berhubungan seksual
karena adanya fantasi-fantasi dari dalam diri mereka dengan kemesraan dan cinta dan akan di proyeksikan dengan pacar dan teman kencannya.
5.5 . Gambaran Tindakan Responden Terhadap Perilaku Seksual
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.48 dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan tingkat tindakan terhadap perilaku seksual pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Padang Bulan Selayang 1 Medan yang terbanyak pada tingkat tindakan tidak baik yaitu sebanyak 41 orang 67,2. Hal ini dapat menjelaskan kepada kita bahwa sebagian besar dari respoden
sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, dan hanya sebagian kecil dari responden yang belum pernah melakukan hubungan seksual. Peneliti berasumsi hal ini
terjadi karena adanya faktor-faktor dari luar yang mendukung responden untuk melakukan perilaku seksual, seperti faktor orang tua, faktor lingkungan kost, faktor media dan lain-lain. Hal
ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Arliza 2010 bahwa diketahui sebagian besar dari responden tindakan seksualnya dikategorikan kurang. Rendahnya kategori tindakan seksual
responden yang baik dikarenakan oleh banyak faktor lingkungan yang memengaruhi niat responden terhadap perilaku seksual itu sendiri.
Sesuai dengan Theory of Reason Action TRA yang diperkenalkan oleh Fishbein pada tahun 1967 yang menyatakan bahwa faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku
adalah niat. Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang, akan tetapi niat juga bisa dipengaruhi oleh norma individu dan motivasi untuk mengikuti perilaku tersebut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mengaku pernah berpacaran, dari penjelasan responden pada umumnya mereka menganggap pacaran adalah suatu
kebutuhan, ada yang tidak lengkap kesehariannya bila tidak didampingi oleh orang yang disayang. Sebagian besar responden meluangkan waktu 2-4 jam bersama pacar dalam sehari.
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui sebagian besar dari responden memilih tempat berkencan di tempat lain selain dan selanjutnya di rumah kost kemudian sebagian kecil dari
responden yang memilih tempat berkencan di penginapan, tempat lain disini berarti tempat makan, kafe, dan paling banyak memilih rumah pacar sebagai tempat berpacaran. Peneliti
berasumsi hal ini terjadi karena alasan menghemat biaya dan lebih aman dibanding rumah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
kostnya. Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa hampir semua responden memiliki teman akrab dan kebanyakan dari mereka pernah membicarakan masalah seksual dengan temannya,
topik pembicaraan mereka yaitu yang paling umum membicarakn masalah bahaya atau resiko dari melakukan hubungan seksual selanjutnya topioknya membicarakan cara-cara melakukan
hubungan seksual. Membicarakan masalah seksual dengan teman baik yang sebaya akan mengurangi kecanggungan untuk menanyakan hal-hal yang menurut orang tua tabu untuk
dibicarakan. Tidak hanya membicarakan tentang seksual, sebagian besar dari responden juga sering mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti kafe, diskotik dan sebagainya bersama
teman, beberapa responden menyatakan alasannya karena kebanyakan dari tempat-tempat hiburan seperti diskotik, kafe yang buka sampai subuh dan kadang menyajikan atau memutar
film porno sebagai tontonan. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa ada beberapa responden yang pernah diajak oleh teman akrabnya untuk melakukan hubungan seksual dan
menonton film porno. Peneliti berasumsi bahwa pengaruh teman sebaya atau teman dekat sangat besar terhadap perilaku seksual seseorang, bahkan ada bebrapa responden yang mengaku tidak
diterima oleh teman jika tidak mau di ajak menonton film porno. Tekanan-tekanan seperti ini yang mengakibatkan seorang remaja melakukan hal yang cenderung menyimpang. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Hurlock 2004 yaitu kuatnya pengaruh kelompok sebaya sangat memengaruhi tindakan seorang remaja karena remaja lebih banyak berada di luar
berinteraksi dengan teman sebayanya sebagai kelompok dan berusaha untuk mengikuti apa yang menjadi trend dikelompok tersebut.
Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengatakatan tidak pernah mendapatkan nasihat mengenai pacaran dan pengaruh-pengaruhnya dari orang tua,
dan ada juga sebagian responden yang tidak pernah mendapatkan informasi mengenai perilaku
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
seksual dan kesehatan reproduksi dari orang tua mereka, kesehatan reproduksi yang peneliti maksud disini seperti tanda-tanda terjadinya kehamilan, serta bahaya yang terjadi apabila
melakukan aborsi hal tersebut merupakan bagiann penting dari kesehatan reproduksi remaja. Peneliti berasumsi hal ini terjadi karena orang tua menganggap mereka masih anak-anak
disebabkan mereka belum punya penghasilan dan dianggap belum pantas untuk berpacaran. Selain itu Pembicaraan tentang seksual bagi remaja sering dikonotasikan sebagai suatu hal yang
porno, jorok dan bahkan dianggap tabu. Kemungkinan besar sebagian orang tua merasa khawatir jika anak mereka diberikan informasi yang banyak tentang seksualitas dan reproduksi, akan
meningkkatkan rasa penasaran dan keberaniannya untuk mempraktekkan seks tersebut Dianawati, 2006 dalam Arliza, 2010.
Seharusnya lingkungan keluarga harus menjadi tempat pertama dimana remaja mendapatkan informasi tentang seksual, misalnya dengan memberi bimbingan dan penjelasan
tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan oleh hubungan antar manusia yang paling awal terjadi yaitu dalam
lingkungan keluarga sebelum anak menegnal lingkungan luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarga khususnya orangtua. Oleh karena itu sebelum mendapatkan informasi
tentang seksual dari lingkungan luar misalnya lingkungan pergaulan dan media masa, maka seharusnya informasi tentang seksual dan reproduksi sudah didapatkan dalam lingkungan
keluarga agar tidak terjadi salah persepsi tentang pacaran dan seksual bagi remaja.
5.6 Gambaran Tindakan Seksual Pranikah Berdasarkan Jenis Kelamin