Teori Belajar Kognitivisme Landasan Teori Belajar

seorang ahli psikologi kognitif 1915 yang memberi dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Penelitiannya yang sering dilakukan Bruner meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut Budiningsih, 2008:42: 1 Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi rasangsangan. 2 Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system penyimpanan informasi secara realis. 3 Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri . 4 Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru dan orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. 5 Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain. 6 Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secra stimulant, memilih tindakan tepat, dan dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai stituasi.

2.1.3 Teori Belajar Behaviorisme

Kajian konsep dasar belajar dalam teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan salah satu jenis prilaku behavior individu atau peserta didik yang dilakukan secara sadar. Individu berprilaku apabila ada rangsangan stimuli. Sehingga dapat dikatakan peserta didik di SDMI akan belajar apabila menerima rangsangan yang diberikan oleh guru. Semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru akan semakin tepat dan intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Sering guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori Behaviorisme secara tidak tepat, karena setiap kali peserta didk merespon secara tidak tepat atau tidak benar suatu tugas, guru memarahi atau menghukum peserta didik tersebut. Tindakan guru seperti ini memarahi atau menghukum setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat dapat disebut salah profesional apabila hukuman negatif consequence tidak difungsikan sebagai penguat reinforcement. Peserta didik sering melakukan prilaku tertentu karena meniru apa yang dilihat dilakukan oleh orang lain disekitarnya seperti saudara kandungnya, orang tuanya, bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat dikatakan, apabila lingkungan sosial dimana peserta didik berada sehari-hari merupakan lingkungan yang mengkondisikan secara afektif memungkinkan suasana belajar, maka peserta didik akan melakukan kegiatan atau prilaku belajar efektif. Ahmadi, 2005:32

2.1.4 Teori Belajar Humanisme

Kajian konsep dasar belajar dalam teori Humanisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap manusia membutuhkan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Dalam proses pembelajaran, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diperhatikan agar peserta didik tidak merasa dikecewakan. Apabila peserta didik tidak akan tumbuh berprestasi dalam belajarnya Wahyudin, 2008:23. Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik. Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari. Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik? Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi. Kajian teori belajar yang di jelaskan dalam teori belajarn Konstruktivisme, Kognitivisme, Behaviorisme, dan Humanisme. Yang paling cocok digunakan dalam pengembangan model pembelajaran Inquiry adalah teori belajar Konstruktivisme. Karena konstruktivisme memiliki karakteristik adanya perolehan pengetahuan sebagai produk dari kegiatan organisasi sendiri oleh individu dalam lingkungan tertentu. Dalam pembelajaran yang di dapat oleh setiap organisme merupakan suatu hasil dari proses konstruksi. Oleh karena itu dalam memecahkan masalah sosial dalam masyarakat siswa dikonstruksi oleh guru, dan terbagi dalam kelompok msing- masing.

2.2 Model Pembelajaran Inquiry

Model inquiry didefinisikan oleh Sanjaya 2008:196 sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan esperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain. Inquiry didefinisikan sebagai sebuah pencarian kebenaran, informasipengetahuan, atau pencarian informasi dengan cara mempertanyakan dan melakukan upaya menjawab pertanyaan dimaksud. mendefinisakn bahwa Inquiry merupakan usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Menurut Hamalik 2009:220, Model pembelajaran Inquiry yaitu sebuah model pembelajaran dimana guru berusaha mengarahkan siswa untuk mampu

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN LKS BERBASIS REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA KELAS VII SMP

8 54 127

PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEKITAR SISWA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN IPS: Penelitian Tindakan Kelas di kelas VIIIA SMP Laboratorium Percontohan UPI.

0 0 47

PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN FISIKA.

0 1 38

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH HAM PADA MATA PELAJARAN PKn :Penelitian Tindakan Kelas Kelas SMP N 40 Bandung.

0 0 51

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH HAM PADA MATA PELAJARAN PKn : Penelitian Tindakan Kelas Kelas SMP N 40 Bandung.

0 4 46

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MEMECAHKAN MASALAH PADA PELAJARAN IPS DI SMPN KOTA BANDUNG.

0 1 36

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA (Studi pada mata pelajaran IPS SMP Negeri di Kota Serang ).

0 0 93

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH SECARA KELOMPOK KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA.

9 47 46

PENGEMBANGAN MEDIA DIGITAL SCRAPBOOK DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SOSIAL SISWA SMP N 1 SURAKARTA.

1 1 15

PELAKSANAAN MODEL INQUIRY SOSIAL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI DALAM MEMOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS

0 0 15