Tercapainya Keadilan dan Kesejahteraan

1. Tercapainya Keadilan dan Kesejahteraan

Berpola pikir dan bertindak yang dilandasi al-hikmah akan mengantarakan pada keadilan masyarakat 53 , yang merupakan salah satu sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Walaupun al-Qur'an memerintahkan manusia untuk berbuat ihsân 54 , namun dalam kehidupan bermasyarakat, keadilan lebih utama diberlakukan dari pada kedermawanan ( ihsân ). Ihsân (

kedermawanan ) merupakan hal yang baik dilakukan pada tingkat antar individu, tetapi dapat berbahaya jika diberlakukan pada tingkat masyarakat apalagi negara.

Bukankah Allah memerintahkan manusia untuk menegakkan keseimbangan di jagat ini dan melarang melakukan ketimpangan? 55

Itulah sebabnya maka Nabi saw.menolak memberikan maaf kepada seorang pencuri setelah diajukan ke pengadilan, walau pemilik

harta telah memaafkannya. 56 Keadilan sosial tidaklah selalu mengandung pengertian mempersamakan semua

anggota masyarakat, melainkan mempersamakan mereka dalam kesempatan mengukir prestasi. Keadilan sosial diraih dengan kerja sama yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu secara organik, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama

dan nyata untuk tumbuh berkembang sesuai kemampuan masing-masing ". 57

53 Keadilan adalah salah satu makna dari term al-hikmah, yang sudah penulis uraikan pada bab dua.

54 Lihat Q.S. an-Nahl ; 16. Ihsân ( kebajikan ) dinilai sebagai sesuatu yang melebihi keadilan. Ihsân adalah memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya, atau memperlakukan yang bersalah dengan

perlakuan yang baik.

55 Lihat Q.S. ar-Rahmân : 8-9

56 Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Shafwan bin Umayyah dicuri pakaiannya oleh seseorang. Kemudian dia menangkap pelakunya dan membawanya kepada Rasulullah saw. Beliau memrintahkan untuk

memotong tangan pencuri tersebut, tetapi Shafwan memaafkan, maka Nabi saw bersabda : ﻲﻨﯿﺗ ﺄﺗ نأ ﻞﺒﻗ ﻚﻟذ نﺎﻛ ﻼﻫ ﻪﺑ : Seharusnya ini ( pemaafan ) sebelum engkau membawanya kepadaku . HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasâ'i.

57 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 8.

Potensi dan kemampuan masing-masing manusia berbeda, bahkan potensi dan kemampuan para Rasul pun berbeda. ( Q.S. al-Baqarah ; 253 ). Perbedaan tersebut haruslah dijadikan media untuk kerja sama satu sama lain, gotong royong saling membantu, yang mengarah pada mutualisme ( saling menguntungkan ). ( Q.S. az-Zukhruf ; 32 ). Dunia adalah panggung tanâfus ( perlombaan ), maka hendaklah berlomba-lomba manusia satu sama lain, akan tetapi perlombaan yang dituntut adalah fastabiqû al-khairat ( berlomba-lomba dalam

kebajikan ). 58 Jika di antara anggota masyarakat ada yang tidak dapat memenuhi kebutuhan

pokoknya, sebagai masyarakat yang berkeadilan sosial haruslah mau membantu yang tidak mampu, agar mereka juga bisa menikmati kesejahteraan 59 . Tanpa kesejahteraan yang muncul

adalah keadilan sosial semu, karena kesejahteraan adalah anak kandung dari keadilan sosial.

60 Ukuran kesejahteraan paling tidak digambarkan oleh al-Qur'an pada kisah Nabi Adam dan hawa ketika masih berada di surga : Jika Nabi Adam bisa terbebas dari godaan

Iblis, maka dia dan istrinya ( Hawa ) akan menempati surga yang terhindar dari kelaparan, telanjang, dahaga dan kepanasan. 61 Ketika bayang-bayang kenikmatan surga itu

diejawantahkan dalam kehidupan dunia ( yang hakekatnya akan dihuni di aherat kelak ), maka masyarakat yang mau mewujudkan bayang-bayang surga tersebut adalah masyarakat

yang berkesejahjteraan 62 . Masyarakat sejahtera paling tidak yang menjadi kebutuhan pokok

58 Lihat Q.S. al-Muthaffifîn ; 26, al-Baqarah ; 148 ). Sebagai panggung perlombaan tentunya tidak adil jika peserta lomba tidak diberi kesempatan yang sama dalam berlomba Dan lebih tidak adil jika usai

perlombaan yang mempunyai prestasi diperlakukan sama dengan yang tidak, dalam urusan hadiah. Tentunya yang berprestasi diberikan keistimewaan. ( Lihat Q.S. an-Nisâ' ; 95 )

59 Lihat Q.S. az-Zukhruf ; 32

60 Kata tersebut berarti aman, sentosa, makmur, selamat ( terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya ( Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1011 )

61 Lihat Q.S. Thâhâ ; 117-119.

62 Wawasan al-Qur'an, h. 127.

yang pertama dan utama adalah terpenuhinya sandang ( tidak telanjang ), pangan ( tidak lapar dan dahaga ) dan papan ( tidak kepanasan ) 63 . Kemudian ukuran kesejahteraan itu meningkat

bukan hanya sekedar terpenuhinya keempat kebutuhan pokok di atas, apalagi hanya bantuan keuangan 64 . Akan tetapi bagaimana bisa menciptakan masyarakat yang penuh kedamaian,

harmonis, serasi, seimbang, tidak ada perkataan kotor dan tidak ada perkataan sia-sia, yang dijumpai adalah perkataan yang penuh santun, damai dan selamat. Kondisi tersebut bukan hanya dinikmati sendiri, tetapi juga dirasakan bersama-sama istri dan sanak keluarganya. Begitulah gambaran masyarakat sejahtera yang bukan hanya menampilkan sisi lahiriah

65 semata, akan tetapi dirasakan sampai pada sisi batiniahnya.