Matang ( Ar-Rusyd )

5. Matang ( Ar-Rusyd )

Kata ini terdiri dari tiga huruf dasar : râ' , syîn dan dâl, dengan kata dasar rasyada- yarsyudu-rusydan : memberi petunjuk, istiqâmah ( lurus ) pada jalan kebenaran dan

ketepatan. Sebagai antonimnya adalah kata al-ghayy ( menyimpang ). 133 Sedangkan kata kerja dasar rasyida- yarsyadu-rasyadan, mempunyai arti lebih spesifik. Kata ar-rusyd

menyangkut persoalan duniawi dan ukhrâwi sedangkan kata rasyad hanya berkaitan dengan persoalan ukhrâwi saja. 134 Kedua kata dasar tersebut mempunyai isim fâ'il dan bentuk

shîghah mubâlaghah yang sama ; ﺪﯿ ﺷﺮﻟا و ﺪ ﺷاﺮﻟا . Rusyd adalah kesempurnaan akal dan jiwa, sehingga menjadikan manusia mampu bersikap dan bertindak setepat mungkin. Orang yang

131 Tafsîr Al-Jazâ'iriyy, juz I, h. 19. Lebih jauh lihatlah al-qur'an surat al-Baqarah ; 19. : نﻮﻠﻘﻌﯾ ﻻ ﻢﻬﻓ ﻲﻤﻋ ﻢﻜﺑ ﻢﺻ

132 Q.S. al-'Ănkabût ; 42-43 : Perumpamaan yang dipaparkan al-Qur'an adalah orang-orang

yang menjadikan tuhan selain Allah diibaratkan seperti laba-laba, yang membangun tempat tinggal yang sangat rapuh…Tiadalah bisa memahaminya kecuali orang-orang mengetahui ( al-'âlimûn ) ".

133 Al-Ashfahâniyy, h. 196. Lihat Q.S. al-Baqarah ; 256 Sifat ar-rusyd bisa dibentuk oleh lingkungan sosial, latar belakang pendidikan dan watak pembawaan sejak lahir , dimana masing-masing bisa saling mempengaruhi.

134 Lihat Q. S. al-Kahfi, 66 : اﺪﺷر ﺖﻤﻠﻋ ﺎﻤﻣ ﻦﻤﻠﻌﺗ نأ ﻲﻠﻋ ﻚﻌﺒﺗأ ﻞﻫ ﻰﺳﻮﻣ ﻪﻟ لﺎﻗ : ' Musa berkata kepadanya ( al-Khadhir ) ; : Apakah aku boleh mengikutimu agar kamu ajarkan kepadaku rusyd yang telah diajarkan kepadamu ?"'. dan Q.S. al-Kahfi, 24 : اﺪﺷر اﺬﻫ ﻦﻣ بﺮﻗﻷ ﻲﺑر ﻦﯾﺪﻬﯾ نأ ﻰﺴﻋ ﻞﻗو : "…Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini "

bisa memberi petunjuk dengan tepat disebut al-Mursyid. Kata ini juga mengandung kekuatan, kekerasan dan ketegaran. Dari sini muncul kata rasyâdah yang berarti batu keras ( karang ). Kata ar-rusyd, sebagaimana dijelaskan oleh kamus al-Mu'jam al-Wasîth, juga diartikan sebagai anak yang sudah masuk umur baligh ( batas taklîf ) sehingga dia pantas dalam keberagamaannya dan mampu men-tasharru-fkan hartanya atau mempunyai

kemandirian dalam mengelola apa yang dimilikinya. 135 . Puncak sifat rusyd adalah melekat pada Dzat Allah swt, dan secara sempurna hanya

disandang oleh-Nya. Karena hanya Dia yang bisa mengarahkan penanganan dan usahanya ke

tujuan yang tepat, tanpa petunjuk, berupa pembenaran atau bimbingan dari siapapun. Sifat ini mirip dengan sifat al-Hakîm karena al-hakîm adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, demikian pula ar-Rasyîd yakni yang benar lagi tepat dalam perbuatannya serta lurus penangannya. Yang berbeda hanya pada sisi sifatnya ar-rusyd yang disandang oleh ar-rasyîd memberi kesan terpenuhinya sifat ini dalam diri penyandangnya, bermula dari dirinya

sebelum yang lain. 136 Dalam surah al-Hujurât ayat 7 dijelaskan tentang penyandang sifat ar- rusyd :

ُﻢُﻜْﯿ َﻟِإ َهﱠﺮ َﻛَو ْﻢُﻜِﺑﻮ ُﻠُﻗ ﻲ ِﻓ ُﻪ َﻨﱠﯾَزَو َنﺎ َﻤﯾِﺈْﻟا ُﻢُﻜْﯿ َﻟِإ َﺐ ﱠﺒَﺣ َﻪ ﱠﻠﻟا ﱠﻦِﻜَﻟَو ْﻢﱡﺘِﻨَﻌَﻟ ِﺮْﻣَﺄْﻟا َﻦﱢﻣ ٍﺮﯿِﺜَﻛ ﻲِﻓ ْﻢُﻜُﻌﯿِﻄُﯾ ْﻮَﻟ ِﻪﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ْﻢُﻜﯿِﻓ ﱠنَأ اﻮُﻤَﻠْﻋاَو ( ٧ ) َنوُﺪِﺷاﱠﺮﻟا ُﻢُﻫ َﻚِﺌَﻟْوُأ َنﺎَﯿْﺼِﻌْﻟاَو َقﻮُﺴُﻔْﻟاَو َﺮْﻔُﻜْﻟا Ketahuilah sesungguhnya di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti ( kemauan )

kamu dalam beberapa urusan, benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang- orang yang mengikuti jalan yang lurus ( ar-râsyidûn yaitu yang benar lagi tepat dalam perbuatannya serta lurus penanganannya ).

135 al-Mu'jam al-Wasîth, h. 359. Selanjutnya lihat penfasiran Q.S. an-Nisâ', 6 ; ْﻢُﻬَﻟاَﻮْﻣَأ ْﻢِﻬْﯿَﻟِإ ْاﻮُﻌَﻓْدﺎَﻓ ًاﺪْﺷُر ﻢﻬﻨﻣ ﻢﺘﺴﻧأ نﺈﻓ :Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas pandai memelihara harta, maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu tergesa-gesa membelanjakannya

136 M. Quraisy Syihab, Menyingkap Tabir Ilahi, Lentera Hati, Jakarta, 2001, h. 98.

Ar-Râsyidûn yang dimaksud dalam ayat ini adalah mereka yang memperoleh anugerah Allah berupa rasa cinta kepada keimanan sehingga konsisten dalam ketaatannya, disertai rasa kagum yang menghasilkan dorongan untuk meneladaninya. Mereka yang menilai keimanan sebagai hiasan hidupnya, sehingga tidak ada sesuatu lagi yang lebih indah dan berharga bahkan menyamai dan mendekati nilai keimanan. Di sisi lain mereka sangat membenci kekufuran, yakni segala sesuatu yang menutupi fitrah dan kemurnian akal, juga benci kepada kefasikan yaitu sikap dan ucapan yang mengantar kepada pengingkaran agama dan

terbebaskan pula dia dari kedurhakaan, yakni keengganan melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. 137

Manusia bisa menggapai sifat yang satu ini, dengan ijin dan kebijaksanaan Allah swt. 138 Ketika Allah menguji Nabi Musa untuk berguru pada Nabi Khadhir as. beliau gagal

dalam menempuh ujian. " Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku rusyd yang sudah diajarkan ( Allah ) kepadamu 139 ?" . Setelah menempuh tiga kali persoalan

empirik, ternyata Musa tidak lulus dalam pengembaraan keilmuannya. Memang sifat yang satu ini bisa diperoleh dan disandang oleh hamba, dengan ijin Allah sebagaimana firman Allah dalan surat Jinn, " Sesungguhnya aku tidak kusa mendatangkan suatu kemudharatan

kepadamu dan tidak ( pula ) rusydan 140 "

137 M. Quraisy Syihab, Menyingkap Tabir Ilahi, Lentera Hati, Jakarta, 2001 h. 440.

138 Q.S. al-Anbiyâ' ; 51 " Sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim sifat rusyd sebelum ( Musa dan Harun ) dan adalah kami mengetahui ( keadaan )nya "

139 Q.S. al-Kahfi ; 66

140 Q.S. Jinn ; 21

Sifat yang satu ini bisa diraih oleh siapa saja termasuk hamba Allah yang ghaib, yaitu jin, karena mereka pernah berkata : " Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur'an yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada ar-rusyd, maka kami beriman kepadanya

" 141 . Tetapi untuk memperolehnya seorang hamba harus memenuhi perintah Allah dan beriman kepada-Nya ;" Maka hendaklah mereka itu memenuhi ( perintah)-Ku, dan

hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka yarsyudûn ( mengetahui yang benar dan menangani persoalan secara tepat 142 " , serta selalu memanjatkan doa agar diberi

petunjuk: " Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat

kebenarannya dari pada ini ". Paling tidak langkah awal menuju sifat ar-rusyd adalah bagaimana mengelola harta anak yatim dengan baik. Al-Qur'an memerintahkan kepada para wali yang diamanati harta

anak yatim : 143 " Ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah memiliki rusydan ( yaitu kemampuan memelihara

dan mengelelola harta secara baik ), maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka " Minimal ada tiga karakter yang dianggap jauh dari sifat ar-rusyd ini, yaitu : Pertama, orang-orang angkuh, disebabkan karena jika mereka melihat jalan ar-rusyd mereka enggan

menempuhnya, tetapi jika melihat jalan kesesatan mereka mengikutinya 144 Kedua, mereka yang tidak bertaqwa dan tidak menghormati tamu dengan mempermalukan tuan rumah di

141 Q.S Jinn ; 1-2

142 Q.S. al-Baqarah ; 186

143 Q.S. an-Nisâ' ; 6

144 Q.S. al-A'râf ; 146 : " Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. "

hadapannya .Ketiga, pemimpin yang mempunyai karakter otoriter, angkuh, bejat lagi durhaka. 146 ﺪﯿﺷﺮﺑ نﻮﻋﺮﻓ ﺮﻣأ ﺎﻣ و.

Maka tepat sekali apa yang Allah ajarkan kepada Nabi-Nya untuk mendapatkan sifat ar-rusyd , dengan memanjatkan doa : اﺪ ﺷر ﺎ ﻧﺮﻣأ ﻦ ﻣ ﺎ ﻨﻟ ﺊ ﯿﻫو ﺔ ﻤﺣر ﻚﻧﺪ ﻟ ﻦ ﻣ ﺎ ﻨﺗأ ﺎﻨﺑر:" Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan sempurnakanlah kepada kami Rusd ( petunjuk yang lurus lagi tepat ) dalam urusan kami ".

6. Adil ( Al-Qisth ) Lafal ini mempunyai tiga huruf dasar ; qâf, sîn dan thâ' yang mempunyai dua arti

yang saling bertolak belakang. Jika dibaca qisth ( huruf qâf dikasrah ), kata ini mengandung arti ; adil, bagian, sama dalam pembagian dan kedudukan hukum, serta takaran. Tetapi jika huruf qâf difathah terbaca qasth, maka dia mempunyai makna aniaya, sebagai antonim dari

kata qisth. 147 Dari kata qisth lahir lafal qisthâs yang berarti takaran yang paling tepat dan adil, sebagaimana perintah berlaku seadil-adilnya dalam penimbangan. ﻢﯿﻘﺘﺴ ﻤﻟا سﺎﻄﺴ ﻘﻟﺎﺑ اﻮ ﻧزو ,

'dan timbanglah dengan timbangan yang lurus / adil ' 148 ( asy-Syu'arâ' ; 182 ). Sementara pelaku keadilan disebut al-muqsith, yang terambil dari kata dasar aqsatha. Dalam al-Qur'an

kata ini ditemukan dalam bentuk jamak sebanyak tiga kali, dimana semua pelakunya

145 Q.S. Hûd ; 78 : " ….Lûth berkata : " Hai kaumku, inilah wanita-wanita ( negeri )ku, mereka lebih suci bagimu. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mencemarkan ( nama )ku

terhadap tamuku ini ( malaikat ). Tidak adakah di antara kamu orang yang berakal ?".

146 Q.S. Hûd ; 97:" Dan perintah Fir'aun ( urusannya ) bukanlah perintah yang benar( matang )".

147 Al-Mu'jam al-Wasîth, h. 762, al-Munjid, h. 628. Lihat surat Jin ; ﺎﺒﻄﺣ ﻢﻨﻬﺠﻟ اﻮﻧﺎﻜﻓ نﻮﻄﺳﺎﻘﻟا ﺎﻣأ و ,'Adapaun orang-orang yang berbuat aniaya maka mereka menjadi kayu api ( bahan baker ) neraka Jahannam '. Kata al-qâsithûn di sini berasal dari kata kerja dasar qasatha yang berarti ' berbuat aniaya '.karena pelakunya mengambil hak orang lain. Berbeda dengan qasatha yang mempunyai makna berbuat adil, dalam arti memberikan bagian orang lain ( yang menjadi haknya )

148 Al-Ashfahâni, h. 403.

mengacu pada manusia. Walaupun demikian Allah dan malaikat juga mempunyai sifat al- muqsith ini sesuai dengan yang diisyarahkan al-Qur'an:

ُﻢﯿِﻜَﺤْﻟا ُﺰﯾِﺰَﻌْﻟا َﻮُﻫ ﱠﻻِإ َﻪـَﻟِإ َﻻ ِﻂْﺴِﻘْﻟﺎِﺑ ًﺎَﻤِﺋ ﺂَﻗ ِﻢْﻠِﻌْﻟا ْاﻮُﻟْوُأَو ُﺔَﻜِﺋَﻼَﻤْﻟاَو َﻮُﻫ ﱠﻻِإ َﻪـَﻟِإ َﻻ ُﻪﱠﻧَأ ُﻪّﻠﻟا َﺪِﻬَﺷ Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ) melainkan Dia,

Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu ( juga menyatakan demikian itu ). Tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ) melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Q.S. Ăli 'Imrân ; 18 )

Kata dasar aqsatha tidak semuanya berarti, berlaku adil. Ada sementara ulama di antara Ibn al-'Arabiyy dalam tafsirnya Ahkâm al-Qur'ân, mengartikannya dengan bagian ( al- hishshah / an-nashîbah ). Ketika kata ini berkaitan dengan Allah yang al-Muqsith maka berarti Dia yang memberikan bagian rejeki yang sesuai untuk tiap makhluknya. Makna ini sesuai dengan kata tuqsithû dalam surat al-mumtahanah, 8 :

Allah tidak melarang kamu sekalian untuk berbuat baik dan tuqsithû ( memberi sebagian hartamu ) terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu sekalian dari negerimu. Sesumgguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil

Kalau dilihat sekilas maka ada kesamaan makna antara al-qisth dengan al-'adl. Tetapi sebenarnya di antara keduanya ada perbedaan yang tidak begitu kentara. Lihat saja firman Allah dalam surat al-hujurât, 9 :

ِﻪ ﱠﻠﻟا ِﺮ ْﻣَأ ﻰ َﻟِإ َءﻲ ِﻔَﺗ ﻰ ﱠﺘَﺣ ﻲ ِﻐْﺒَﺗ ﻲِﺘﱠﻟا اﻮُﻠِﺗﺎَﻘَﻓ ىَﺮْﺧُﺄْﻟا ﻰَﻠَﻋ ﺎَﻤُﻫاَﺪْﺣِإ ْﺖَﻐَﺑ نِﺈَﻓ ﺎَﻤُﻬَﻨْﯿَﺑ اﻮُﺤِﻠْﺻَﺄَﻓ اﻮُﻠَﺘَﺘْﻗا َﻦﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا َﻦِﻣ ِنﺎَﺘَﻔِﺋﺎَﻃ نِإَو َﻦﯿِﻄِﺴْﻘُﻤْﻟا ﱡﺐِﺤُﯾ َﻪ ﱠﻠﻟا ﱠنِإ اﻮُﻄِﺴْﻗَأَو ِلْﺪَﻌْﻟﺎِﺑ ﺎَﻤُﻬَﻨْﯿَﺑ اﻮُﺤِﻠْﺻَﺄَﻓ ْتءﺎَﻓ نِﺈَﻓ Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berseteru maka damaikanlah antara

keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali ( kepada perintah Allah ), maka damaikanlah di antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil.

Setelah memberikan perintah kepada Rasulullah saw, untuk mendamaikan dua golongan yang berseteru, dengan cara yang adil, disusul dengan perintah kedua 'berlaku adillah' ( wa aqsithû ). Kata al-Muqsith mempunyai makna lebih dalam dari sekedar berbuat adil ( al-'adl ). Menurut al-Ghazâliyy sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraisy Syihab, menjelaskan kata al-Muqsith adalah "Yang memenangkan atau membela yang teraniaya dari yang menganiaya. Kesempurnaan sifat ini adalah dengan menjadikan yang teraniaya dan yang menganiaya sama-sama rela. Ini tidak dapat dilakukan secara sempurna kecuali oleh

149 Allah swt".

Perlakuan yang menyenangkan kedua belah pihak yang bertikai adalah manifestasi dari keadilan al-qisth yang diperintahkan oleh al-Qur'an. Jadi bukan hanya sekedar mendamaikan pihak-pihak yang bertikai tetapi harus ditindaklanjuti dengan mencari solusi yang memuaskan ( menyenangkan ) pihak-pihak yang berseteru ( win-win solution ). Itulah makna al-qisth yang dikemukakan oleh al-Ghazâliyy. Keadilan yang memuaskan semua pihak juga berlaku pada persoalan bisnis. Jika ada dua pihak melakukan transaksi jual beli, maka saran al-Qur'an untuk dilakukan pembukuan sekecil apapun transaksi itu, karena hal itu dianggap lebih adil ( aqsath ) di sisi Allah swt,

149 M. Quraisy Syihab, Menyingkap Tabir Ilahi, h. 386. Lebih jauh Hujjah al- Islâm, al-Ghazaliyy memberikan ilustrasi dengan mengutip riwayat yang menyatakan bahwa kelak pada hari kiamat seorang teraniaya datang mengadukan seseorang kepada Allah swt, sambil menuntut haknya. Tetapi karena yang diadukan tidak memiliki ganjaran amal kebajikan yang dapat dialihkan kepada yang teraniaya, ia minta agar dosa orang yang teraniaya dipikul oleh yang menganiayanya. Allah swt memerintahkan yang menuntut untuk melihat ke langit, yang ternyata adalah istana-istana dengan berlian dan mutu manikam. Ia bertanya ; "Untuk siapa istana-istana itu ?". Allah menjawab :"untuk yang mampu membayar harganya". Ia kembali bertanya :"Siapa yang mampu ?". Allah menjawab : "engkau dengan memaafkan saudaramu ini ". Yang teraniaya kemudian memaafkan yang menganiayanya guna mendapatkan istana-istana itu. Demikian Allah yang menyandang al-Muqsith memutuskan perselisihan dengan hasil yang menyenangkan kedua belah pihak.

dan lebih dapat menguatkan persaksian serta terhindar dari hal-hal yang menimbulkan keraguan. اﻮﺑﺎﺗﺮﺗ ﻻأ ﻲﻧدأ و ةدﺎﻬﺸﻠﻟ مﻮﻗأ و ﷲا ﺪﻨﻋ ﻂﺴﻗأ ﻢﻜﻟذ ( al-Baqarah ; 282 ).

Al-'Adl saja belum cukup, harus diikuti dengan sifat al-qisth untuk menegakkan keadilan yang seadil-adilnya dan memuaskan banyak pihak. Dalam urusan mu'âmalah, Allah juga memerintahkan manusia untuk menegakkan keadilan : ihat Q.S.ûd ; 85 ) Dan ( Syu'aib berkata ) : "Wahai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil,

dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan ".

Manipulasi takaran dalam muamalah tijariyah yang dilakukan oleh umat Nabi Syu'aib as

adalah contoh kongkrit dari kejahatan dan ketidakadilan ekonomi yang pernah terjadi pada sebuah negeri ( Madyan ). Memutuskan perkara yang bisa memuaskan semua pihak, bukan saja berlaku bagi intern antar orang-orang Islam, tetapi juga menyangkut komunitas non muslim, walaupun itu Yahudi. Ini artinya perlakuan adil berlaku general dan universal melampaui batas suku, agama dan ras. Dengan demikian al-Qur'an sudah mengajarkan konsep anti diskriminasi. Lihatlah apa yang Allah ajarkan kepada Rasulullah saw, ketika orang Yahudi datang kepadanya untuk minta putusan hukum. Maka beliau boleh menerima atau menolak permintaan itu, tetapi jika memilih menerima maka harus diputuskan secara al-qisth (

keadilan yang memuaskan semua pihak ) 150 Dengan mengacu kepada pendapat para pakar di atas, seseorang yang hendak

meneladanai sifat Allah al-Muqsith, maka selaku hamba-Nya dia harus berusaha untuk menegakkan keadilan, dimulai dari dirinya sendiri baru terhadap orang lain, walaupun

150 Lihat Q.S. al-Mâ'idah ; 42

terkadang tidak menguntungkan dirinya sendiri. ﻚﺴﻔﻨﺑ أﺪﺑإ : "Mulailah dari dirimu sendiri". Untuk meraihnya juga diterapkan anti rasdiskriminasi, artinya tidak segan memberi bantuan kepada siapapun yang membutuhkan walaupun berbeda suku, ras dan agama. Bukankah Allah memberi bantuan kepada siapapun di muka bumi ini tanpa membedakan ras, suku dan agama ?. Hal ini juga disindir oleh al-Qur'an ketika ada seorang sahabat yang enggan

membantu kaum lemah lantaran berbeda keyakinan. 152

151 HR Muslim. No hadist 1663. Hadist Syarîf Shahîh. CD Aal-Kutub at-Tis'ah.

Lihat Q.S. al-Baqarah ; 272 : Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk( memeluk Islam ), tetapi Allah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya…….."