Akal ( Al-'Aql )

4. Akal ( Al-'Aql )

Ketika menjelaskan suatu persoalan, al-Qur'an seringkali mengahiri pembicaraannya dengan menggunakan ungkapan نﻮ ﻠﻘﻌﺗ ﻼ ﻓأ " apakah kamu tidak berpikir, apakah kamu tidak

berakal 124 ? ". Berbicara masalah akal dan fungsinya ada baiknya menengok pengertian etimologis kata al-'aql berikut derivasinya, yang digunakan oleh al-Qur'an. Lafal al-'aql tidak

ditemukan di dalam al-Qur'an, yang ada lafal-lafal derivasinya, seperti kata : , نﻮ ﻠﻘﻌﺗ , هﻮ ﻠﻘﻋ ﺎ ﻬﻠﻘﻌﯾ , ﻞ ﻘﻌﻧ , نﻮ ﻠﻘﻌﯾ . Kata ini tersusun dari tiga huruf dasar yaitu 'ain, qâf dan lâm. Menurut al-

Ashfahâniyy, kata al-'aql mempunyai empat makna dasar 125 : Pertama كﺎﺴ ﻤﺘ ﺳﻹا و كﺎﺴ ﻣﻹا :

menahan ( mengendalikan ) dan berpegang. Seperti kalimat ﺎﻫﺮﻌ ﺷ ةأﺮ ﻤﻟا ﺖ ﻠﻘﻋ ; perempuan itu mengikat ( menahan ) rambutnya . Kedua ; al-'aql berarti diyat seperti kalimat يأ لﻮ ﺘﻘﻤﻟا ﺖﻠﻘﻋ

ﻪﺘﯾد ﺖﯿﻄﻋأ : aku berikan diyat-nya. 126 Ketiga ; kata 'aql bermakna zakat setahun. Sebagaimana perkataan Sahabat Abu Bakr ash-Shiddîq ra : ﻢﻬﺘﻠﺗﺎ ﻘﻟ ﻻﺎﻘﻋ ﻲﻧﻮﻌﻨﻣ ﻮﻟ : ' Seandainya mereka tidak

mau membayar zakat setahun akan aku perangi mereka ' . Keempat : kata 'aql adalah kinâyah ( kiasan ) dari unta, seperti kalimat ; ﻻﺎ ﻘﻋو ﻼ ﻘﻋ ﺖ ﻠﻘﻋ: aku mengikat ( yang terikat ) yaitu unta. Makna ini seperti kalimat ﺎ ﺑﺎﺘﻛ ﺖ ﺒﺘﻛ : aku menulis tulisan. Karena yang biasa diikat adalah unta, maka lafal لﺎﻘﻋ diartikan binatang unta.

Kemudian kata ini mengalami perkembangan makna menjadi sesuatu yang mengikat, mengendalikan atau menghalangi manusia terjerumus dalam dosa dan kesulitan. 127 . Akal

124 Q.S. al-Baqarah ; 44 : " Apakah kamu menyuruh orang melakukan aneka kebajikan dan kamu melupakan diri kamu sendiri, padahal kamu membaca kitab suci. Tidakkah kamu berakal ? ( Tidakkah kalian memiliki kendali yang menghalangi diri kalian terjerumus dalam dosa dan kesulitan ? ). Lihat al- hasyr ; 14.

125 Al-Ashfahânî, h. 342.

126 Diyat adalah harta tertentu berupa binatang, emas atau uang sebagai tanda penyesalan dan bela sungkawa terhadap keluarga terbunuh. Lebih jelasnya lihat tafsîr al-Mishbâh, volume 2, h. 528.

menurut al-Ashfahâniyy, adalah potensi ( kekuatan ) yang siap menerima ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya oleh manusia. Kata kerja 'aqala dalam kamus al-Mu'jam al- Wasîth sama maknanya dengan 'alima ( ilmu ) yaitu : ﻪ ﺘﻘﯿﻘﺤﺑ ءﺎﯿ ﺷﻷا كردأ : mengetahui (

menemukan ) makna sebenarnya 128 . Seorang anak yang berakal artinya anak tersebut sudah bisa mengenal dan membedakan obyek materiil maupun immaterial.

Akal adalah potensi yang ada pada setiap manusia. Akan tetapi jika ia tidak menggunakan potensi itu maka al-Qur'an tidak menyebutnya berakal. Penduduk neraka nanti akan mengakui bahwa yang menyebabkan mereka masuk neraka sa'îr ( yang menyala-nyala )

adalah mereka tidak mau menggunakan potensi pendengaran dan akalnya sehingga terjerumus ke dalam dosa dan kesalahan. 129 Dengan demikian bisa saja seseorang yang

memilki otak yang cemerlang, tetapi ia tidak dinilai berakal oleh al-Qur'an karena dosa dan pelanggaran yang dilakukannya. Potensi akal bisa bekerja ketika hati dioptimalkan fungsinya. Karena menurut al-Qur'an, hati berfungsi untuk memahami suatu masalah. Sementara pakar bahasa ada yang menerjemahkan qalb-qulûb dengan akal sehat atau hati

suci 130 . Al-Qur'an juga menyatakan bahwa orang-orang munafik dikatakan dengan ﻢ ﻜﺑ , ﻢﺻ

ﻲ ﻤﻋ ( tuli, bisu dan buta ¸ ), karena mereka tidak menggunakan akalnya. Dengan kata lain tidak dikatakan berakal, orang yang tuli yaitu orang yang tidak mau mendengar suara kebenaran, juga orang yang bisu karena tidak mau menyuarakan kebenaran serta orang yang

127 Tafsir al-Mishbâh, Juz I, h. 174.

128 Al-Mu'jam al-Wasîth, h. 639.

129 Q.S. al-Mulk ; 11 ﺮﯿﻌﺴﻟا بﺎﺤﺻأ ﻦﻣ ﻦﻛ ﺎﻣ ﻞﻘ ﻌﻧ وأ ﻊﻤﺴﻧ ﺎﻨﻛ ﻮﻟ اﻮﻟﺎﻗو : Mereka ( penduduk neraka ) berkata :" Sekiranya kami dulu mau menggunakan potensi pendengaran dan akal kami sehingga kami tidak terjerumus dalam dosa niscaya kami tidak menjadi penduduk neraka sa'îr ".

130 Kamus al-Munawwir, h. 1232. Lihat Q.S al-Hajj ; 46

buta karena tidak mau melihat atsar dari kebenaran. Hanya orang-orang yang 'âlim ( berilmu ) yang mampu mengoptimalkan fungsi akalnya, yaitu mereka yang memahami

perumpamaan-perumpamaan yang disajikan oleh al-Qur'an. 132

Dengan demikian maka orang yang berakal adalah yang mau menggunakan inderanya untuk mencapai kebenaran serta mendayagunakan potensi akalnya, serta mengoptimalkan fungsi hatinya untuk bisa memahami apa yang mereka saksikan serta menghalangi dirinya terjerumus ke lembah dosa.