Jarimah qishashdiyat meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukaan sengaja. Imam Malik
membagi pembunuhan menjadi dua macam: pembunuhan sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Sedangkan menurut Drs. H. A. Wardi Muslich,
jarimah qishash dan diyat hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Akan tetapi jika diperluas maka terdapat lima macam, yaitu:
18
a. Pembunuhan Sengaja
ﺪﻤﻌﻟا ﻞﺘﻘﻟا b.
Pembunuhan menyerupai sengaja ﺪﻤﻌﻟا ﮫﺒﺷ ﻞﺘﻘﻟا c.
Pembunuhan karena kesalahan ءﺎﻄﺨﻟا ﻞﺘﻘﻟا d.
Penganiayaan sengaja ﺪﻤﻌﻟا حﺮﺠﻟا e.
Penganiayaan tidak sengaja ءﺎﻄﺨﻟا حﺮﺠﻟا
3. Jarimah Ta’zir
Ta’zir secara etimologis berarti menolak atau mencegah
19
Ar-Rad wa Man’u. Sedangkan Ta’zir menurut terminologis adalah
ﻲﻟﻮﻟ ﺎھﺮﯾﺪﻘﺗ كﺮﺗو ﺎھراﺪﻘﻣ نﺎﯿﺒﺑ عر ﺎﺸﻟ ا ﻦﻣ دﺮﯾ ﻢﻟ ﻲﺘﻟ ا ت ﺎﺑﻮﻘﻌﻟا ﻮھ ﺮﯾﺰﻌﺘﻟا ﺿ ﺎﻘﻟواﺮﻣﻻا
ﻦﯾﺪھ ﺎﺠﻤﻟا ﻲ
20
Artinya:
18
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet ke-1, hal 19
19
Abdul Aziz, “Amir At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-Araby, cet IV, 1969, hal 52
20
Sebagaimana dikutip oleh Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1, hal
“Ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan waliyyul amri atau hakim”.
Ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran.
21
Sedangkan menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al- Mawardi, sebagai berikut:
ﻢﻟ بﻮﻧذ ﻰﻠﻋ ﺐﯾدﺎﺗ ﺮﯾﺰﻌﺘﻟاو دوﺪﺤﻟا ﺎﮭﯿﻓ عﺮﺸﺗ
Artinya: Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa tindak pidana yang belum
ditentukan hukumannya oleh syara’.
22
Para fuqoha ,mengartikan jarimah ta’zir sebagai hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada pelaku jarimah dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan
serupa.
23
Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
24
a. Jarimah hudud atau qishash diyat yang syubhat atau tidak memenuh
syarat, namun sudah merupakan maksiat.
21
Abdul Qadir Audah, hal 80
22
Al-Mawardi, hal 236
23
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1, hal 141
24
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah upaya menanggulangi kejahatan dalam islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3, hal 13