Pengaruh Motivasi Berprestasi Dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009
PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI THERAPEUTIK TERHADAP KINERJA
PERAWAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
TAHUN 2009
T E S I S
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SIANG BR TARIGAN 077033033/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PERNYATAAN
PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI THERAPEUTIK TERHADAP KINERJA
PERAWAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
TAHUN 2009
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, September 2009
Siang Br Tarigan 077033033
(3)
Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI THERAPEUTIK TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : Siang Br Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 077033033
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr. Arlina Nurbaity, S.E, M.B.A.) (Dra. Syarifah, M.S.) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr.Drs.Surya Utama, M.S.) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)
(4)
ABSTRAK
Rumah Sakit Umum Kabanjahe, merupakan satu-satunya rumah sakit umum pemerintah di Kabupaten Karo. Hasil laporan kinerja Rumah Sakit selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2005-2007), angka Bed Occupance Rate (BOR) dibawah target Nasional yaitu 80% dan LOS selama 6-9 hari, dimana pada tahun 2005 angka BOR 34%, tahun 2006 angka BOR 50,3% dan pada tahun 2007 angka BOR 56%, sedangkan angka LOS tahun 2004 5 hari, pada tahun 2006 angka LOS 4 hari dan pada tahun 2007 angka LOS 4 hari.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jenis penelitian ini survay dengan tipe exlpanatory research dan jumlah populasi 126 perawat, pengambilan sampel secara purposive sampling sebanyak 60 orang dan dianalisis dengan uji Regresi Linier Berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Data variabel dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor motivasi berprestasi (X1), kemampuan komunikasi therapeutik (X2) dan skor kinerja perawat (Y). Untuk memperoleh data tersebut digunakan instrumen dengan tehnik kuesioner motivasi berprestasi, kuesioner kemampuan komunikasi therapeutik dan kuesioner kinerja perawat. Sebelum ketiga instrumen ini digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh pakar dan diuji cobakan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen.
Hasil penelitian berdasarkan hasil uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dari 4 variabel yaitu motivasi berprestasi (kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, kemampuan komunikasi terapeutik, hanya 2 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perawat, yaitu kebutuhan akan kekuasaan (Signifikansi = 0,018) dan pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik (Signifikansi = 0,012) sedangkan variabel kebutuhan akan prestasi (Signifikansi = 0,235) dan kebutuhan akan afiliasi (Signifikansi = 0,760) tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Nilai koefisien determinan sebesar 0,210 dan faktor yang dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, adalah pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik perawat.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009” .
Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr Chairuddin P Lubis, DTM&H,SP.A(K). Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, Selaku Sekretaris Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
(6)
5. Dr. Arlina Nurbaity, S.E, M.B.A dan Dra. Syarifah, M.S, Selaku komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dengan penuh kesabaran dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini
6. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si, dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat. selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini
7. Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe beserta staf yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
8. Direktur Akbid PemKab Karo yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi penulis mengikuti pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
9. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
10.Seluruh perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang telah memberikan informasi bagi penulis selama melakukan penelitian
11.Teristimewa buat ayahanda, ibunda tersayang yang telah memberikan limpahan kasih sayang, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil yang tidak terbatas kepada penulis
12.Suami tercinta Riskana Surbakti, SP dan anak tersayang Prima Julawal Hartanta Surbakti, Sevril Anugrah Klana Surbakti dan Phegin Wonder
(7)
Haganta Surbakti selaku pendamping setia dalam suka dan duka selama pendidikan
13.Kakak, abang, adik tercinta dan semua keluarga yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama pendidikan pascasarjana
14.Rekan-rekan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Khususnya Angkatan T.A 2007/2008 Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan motivasi selama masa pendidikan pascasarjana
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dengan penuh kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2009 Penulis
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... ... 1
1.1 Latar Belakang ... .... 1
1.2 Permasalahan . ... .... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... .... 9
1.4 Hipotesis ... .... 9
BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA ... ... 11
2.1 Kinerja Perawat... ... 11
2.2 Asuhan Keperawatan ... .. 14
2.3 Motivasi berprestasi ... .. 16
2.4 Komunikasi Therapeutik... .. 19
2.5 Hubungan Motivasi berprestasi dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit ... .. 26
2.6 Hubungan Komunikasi Therapeutik dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit ... .. 28
2.7 Landasan Teori... .. 31
2.8 Kerangka Konsep penelitian ... .. 33
BAB 3. METODE PENELITIAN ... . 34
3.1 Jenis Penelitian... . 34
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... .. 34
3.3 Populasi dan Sampel ... 35
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40
3.6 Metode Pengukuran ... 42
3.7 Metode Analisis Data... 46
(9)
4.1 Gambaran Umum Lokasi penelitian ... 48
4.2 Deskripsi Variabel Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik... 50
4.3 Analisis Linier Berganda... 66
BAB 5 PEMBAHASAN ... 68
5.1. Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 68
5.2. Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.... 71 5.3. Pengaruh Pengetahuan Perawat tentang Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 77
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
6.1 Kesimpulan ... 82
6.2 Saran... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 86
(10)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Analisis Kesalahan diri Menurut Johari Window……….. 21 3.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha………... 37 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi
Berprestasi……….
37
3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner kemampuan Komunikasi Therapeutik………
39
3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kinerja Perawat… 39 4.1 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan
Prestasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..
51
4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Prestasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………...
53
4.3 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Afiliasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..
54
4.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Afiliasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..
55
4.5 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Kekuasaan) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009…….
57
4.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Kekuasaan) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..
59
4.7 Distribusi Frekuensi Responden tentang Pengetahuan Kemampuan Komunikasi Therapeutik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009 ………..
(11)
4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Kemampuan Komunikasi Therapeutik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009……….
62
4.9 Distribusi Frekuensi Responden Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..
63
4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………...
65 ix
(12)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Formulir Identifikasi Responden……… 88
2 Kuesioner Motivasi Berprestasi……….. 88
3 Kuesioner Kemampuan Komunikasi Therapeutik……….. 91
4 Kuesioner Kinerja Perawat………. 92
5 Form Observasi Asuhan Keperawatan……… 94
6 Form Observasi Kemampuan Komunikasi Therapeutik... 95
5 Hasil Pengolahan Data Penelitian………... 96
6 Uji Regresi Linier Berganda………... 109
7 Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner……… 111
(14)
ABSTRAK
Rumah Sakit Umum Kabanjahe, merupakan satu-satunya rumah sakit umum pemerintah di Kabupaten Karo. Hasil laporan kinerja Rumah Sakit selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2005-2007), angka Bed Occupance Rate (BOR) dibawah target Nasional yaitu 80% dan LOS selama 6-9 hari, dimana pada tahun 2005 angka BOR 34%, tahun 2006 angka BOR 50,3% dan pada tahun 2007 angka BOR 56%, sedangkan angka LOS tahun 2004 5 hari, pada tahun 2006 angka LOS 4 hari dan pada tahun 2007 angka LOS 4 hari.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jenis penelitian ini survay dengan tipe exlpanatory research dan jumlah populasi 126 perawat, pengambilan sampel secara purposive sampling sebanyak 60 orang dan dianalisis dengan uji Regresi Linier Berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Data variabel dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor motivasi berprestasi (X1), kemampuan komunikasi therapeutik (X2) dan skor kinerja perawat (Y). Untuk memperoleh data tersebut digunakan instrumen dengan tehnik kuesioner motivasi berprestasi, kuesioner kemampuan komunikasi therapeutik dan kuesioner kinerja perawat. Sebelum ketiga instrumen ini digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh pakar dan diuji cobakan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen.
Hasil penelitian berdasarkan hasil uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dari 4 variabel yaitu motivasi berprestasi (kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, kemampuan komunikasi terapeutik, hanya 2 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perawat, yaitu kebutuhan akan kekuasaan (Signifikansi = 0,018) dan pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik (Signifikansi = 0,012) sedangkan variabel kebutuhan akan prestasi (Signifikansi = 0,235) dan kebutuhan akan afiliasi (Signifikansi = 0,760) tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Nilai koefisien determinan sebesar 0,210 dan faktor yang dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, adalah pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik perawat.
(15)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, yakni yang sesuai dengan GBHN, Sistem Kesehatan Nasional dan Repelita dibidang kesehatan serta peraturan perundang-undangan lainnya, hal ini merupakan dasar untuk mengembangkan Indonesia sehat 2010.
Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan berkualitas ini harus dapat dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, sehingga diharapkan masyarakat akan lebih berminat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan masyarakat yang padat modal, padat teknologi dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-harinya melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai keahlian. Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan (Djojosugito, 2000).
Rumah sakit telah mengalami perubahan pradigma yang pada awalnya hanya tertuju pada upaya perawatan kuratif dan rehabilitatif saja, namun perkembangan berikutnya rumah sakit dituntut untuk dapat berperan aktif pada upaya promotif dan preventif. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan rumah sakit adalah sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit tersebut. Sumber daya manusia yang dimiliki sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pelayanan yang di berikan pihak rumah sakit (Aditama, 2003).
Pengorganisasian suatu sistem, seperti rumah sakit tidak akan terlepas dari sumber daya manusia (SDM) yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Manajemen sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan bagian integral dari keseluruhan manajemen rumah sakit (Soeroso, 2003). Keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan, kreativitas dan motivasi staf dan karyawannya. Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam berbagai bidang dalam sebuah rumah sakit sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak bisa ditunda. Kehadiran teknologi dan sumber daya lain hanyalah alat atau bahan pendukung, karena pada akhirnya SDM-lah yang paling menentukan (Danim, 2004).
Menurut Aditama (2003) Baik buruknya suatu rumah sakit dinilai dari kualitas pelayanan pasien, yang biasanya dihubungkan dengan kualitas pelayanan
(16)
medis dan atau kualitas pelayanan perawatan. Mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan apabila memenuhi kriteria dari berbagai jenis disiplin pelayanan, seperti yang tercantum dalam surat keputusan No. 436/ Menkes/ SK /VI / 1993 yaitu : (a) administrasi dan pelayanan; (b) pelayanan medis; (c) pelayanan gawat darurat; (d) kamar operasi; (e) pelayanan intensif; (f) pelayanan perinatal resiko tinggi; (g) pelayanan keperawatan; (h) pelayanan anastesi ; (i) pelayanan radiologi; (j) pelayanan farmasi; (k) pelayanan laboratorium; (l) pelayanan rehabilitasi medis; (m) pelayanan gizi; (n) rekam medik; (o) pengendalian infeksi di rumah sakit; (p) pelayanan sterilisasi sentral; (q) pelayanan keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana; (r) pemeliharaan sarana; (s) pelayanan lain; (t) perpustakaan (Aditama, 2003).
Rumah sakit merupakan industri jasa yang memiliki ciri bentuk produknya tidak dapat disimpan dan diberikan dalam bentuk individual, serta pemasaran yang menyatu dengan pemberi pelayanan, sehingga diperlukan sikap dan perilaku khusus dalam menghadapi konsumen. Tenaga perawat yang merupakan “the caring profession” mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spritual. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Djojodibroto, 1997).
Pelayanan keperawatan adalah bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang sakit untuk dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk hidup dan beradaptasi terhadap stress dengan menggunakan potensi yang tersedia pada individu itu sendiri (Djojodibroto, 1997). Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien merupakan bentuk pelayanan profesional, yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya, melalui tindakan pemenuhan kebutuhan pasien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai pasien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan. Bentuk pelayanan ini seyogyanya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan dan untuk itu tenaga keperawatan ini harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan terus menerus (Dramawan, 2008).
Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit merupakan sistem pengelolaan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien agar menjadi berdaya
(17)
guna dan berhasil guna. Sistem pengelolaan ini akan berhasil apabila seseorang perawat yang memiliki tanggung jawab mengelola mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula (Nurachmah, 2001) Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan manusiawi yang diberikan kepada pasien, memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang diharapkan rumah sakit, serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien. Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan (Nurachmah, 2001).
Mengingat begitu pentingnya pelayanan keperawatan di rumah sakit, sehingga dibutuhkan tenaga-tenaga perawat yang handal dan mempunyai motivasi kuat dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan. Motivasi dan kemampuan untuk menghasilkan memang merupakan syarat pokok yang istimewa bagi manusia yang langsung berpengaruh terhadap tingkat dan mutu kinerja (Zainun, 1989).
Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sangat tergantung pada kompetensi dan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Kinerja tersebut dapat tercermin dari kedisiplinan, motivasi dan cakupan pelayanan asuhan keperawatan. Menurut Jackson dan Robert (2001) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerja yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi.
Menurut McClelland (2002) yang mengutip pendapat Robbin, motivasi berprestasi (need for achievement), yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu, yang dilihat dari kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan sedangkan komunikasi therapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan non verbal. Jika kedua unsur tersebut dapat ditingkatkan maka kinerja perawat akan lebih baik dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Hasil penelitian Antono (2008), membuktikan bahwa setiap pasien yang dirawat dirumah sakit membutuhkan komunikasi yang intens dengan para perawat agar pasien betah dan penyakit yang diderita bisa segera sembuh. Persoalan mendasar yang sering terjadi dirumah sakit yaitu kurangnya komunikasi antara perawat dengan pasien, pasien sering tidak puas dengan kualitas dan jumlah informasi yang diterima dari tenaga kesehatan. Perlu adanya pola pembinaan untuk
(18)
meningkatkan keterampilan berkomunikasi perawat yang harus dilatih secara terus menerus melalui kemampuan belajar mandiri, penyegaran dan pelatihan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dramawan (2004) menunjukkan bahwa faktor motivasi kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kekuasaan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap upaya peningkatan kinerja perawatan di RSUD Kabupaten Bima, Jawa Timur. Disamping itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sochib (2005) juga membuktikan bahwa pelaksanaan standar asuhan keperawatan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Muhammadiyah, Lamongan
Hasil penelitian yang dilakukan Naswati (2001) tentang hubungan perilaku pemimpin, komitmen organisasi dan motivasi perawatan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Kendari Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku pemimpin, komitmen organisasi dan motivasi perawat dengan kinerja perawat di ruang inap RSUD Kendari Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian Pitoyo (2000) menunjukkan penampilan perawatan, kemampuan perawat, motivasi perawat dan gaya kepemimpinan berhubungan dengan kinerja perawat dalam melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas, Kabupaten Dati II Semarang.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa motivasi sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil kerja atau sering disebut dengan kinerja. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktik keperawatan. Standar praktik ini menjadi pedoman bagi perawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Kuntjoro, 2005).
Berdasarkan hasil survay awal di RSU Kabanjahe pada Desember 2008, bahwa masih terdapat pasien yang pulang atas permintaan sendiri, dilihat dari status pasien ternyata belum memenuhi syarat untuk pulang, karena kondisi belum membaik. Selain itu berdasarkan kompetensi perawat, dari 126 perawat yang ada 60 diantaranya berpendidikan D-III keperawatan, dan sisanya 66 orang berpendidikan sekolah perawat kesehatan (SPK). Hal ini dapat berdampak terhadap pemahaman tentang pelaksanaan asuhan keperawatan, karena pendidikan secara tidak langsung dapat berdampak terhadap kinerja perawat. Hasil penelitian Dahlian (2004), bahwa 79,2% perawat yang berpendidikan setingkat S-1 mempunyai kinerja kategori baik, dibandingkan dengan pendidikan D-III hanya 20,8%. Rendahnya kinerja perawat dapat diduga disebabkan oleh motivasi kerja dan motivasi untuk berprestasi serta kemampuan mereka dalam komunikasi theurapeutik dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien
Secara umum kinerja di RS di Propinsi Sumatera Utara, masih rendah dilihat dari angka rata-rata pemanfaatan tempat tidur, lama rawatan dan status rawatan. Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2008), bahwa di propinsi Sumatera Utara saat ini memiliki 157 buah rumah sakit, terdiri atas 57 rumah sakit pemerintah, 100 rumah sakit swasta. Berdasarkan dari jenisnya rumah sakit di
(19)
Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 23 rumah sakit khusus, dan 134 rumah sakit umum. Berdasarkan laporan indikator kinerja RS, diketahui rata-rata tingkat pemanfaatan tempat tidur (BOR) terendah di Indonesia, yaitu 36% dengan rata-rata lama perawatan (LOS) 4 hari . Tingkat pencarian pelayanan masyarakat ke fasilitas rumah sakit hanya 0,7% untuk rumah sakit pemerintah dan 0,9% untuk rumah sakit swasta (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008).
Menurut wawancara peneliti dengan beberapa perawat bahwa RSU Kabanjahe kurang memanfaatkan komunikasi therapeutik yang mana komunikasi therapeutik difokuskan untuk kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi profesional yang mengarahkan pada tujuan untuk menyembuhkan pasien yang dilakukan oleh perawat dan kurangnya motivasi perawat di RSU Kabanjahe dapat berdampak langsung oleh kinerja seorang perawat yang mana dapat dilihat dari angka Bed Occupancy Rate
(BOR) dan angka LOS dibawah target nasional.
Salah satu RSU di Provinsi Sumatera Utara yang juga tergolong rendah cakupan indikator pelayanan rumah sakitnya adalah RSU Kabanjahe. RSU Kabanjahe adalah satu-satunya RSU milik pemerintah. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2005-2007), angka Bed Occupancy Rate (BOR) dibawah target nasional yaitu 80% dan LOS selama 6-9 hari, dimana pada tahun 2005 BOR 34%, pada tahun 2006 angka 50,3% dan dan pada tahun 2007 angka BOR 56%. Masih terdapat pasien yang pulang atas permintaan sendiri walaupun pasien ternyata belum memenuhi syarat untuk pulang karena kondisi pasien belum membaik
Berdasarkan hal diatas, penulis merasa perlu mengetahui pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan sesuai dengan Standard Operasional Prosedur (SOP) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe sehingga diperoleh suatu strategi peningkatan BOR dan LOS yang tepat berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dilapangan dan di harapkan dapat menjadi masukan untuk membuat prioritas program yang tepat dan efektif sesuai kemampuan RSU Kabanjahe
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah motivasi berprestasi yang terdiri dari kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kemampuan komunikasi therapeutik berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
(20)
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh motivasi berprestasi yang terdiri dari kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
1.4. Hipotesis
Motivasi berprestasi yang terdiri dari kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kemampuan komunikasi therapeutik berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Menjadi masukan bagi Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam membuat suatu strategi peningkatan BOR dan LOS yang tepat berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dilapangan dan diharapkan dapat menjadi masukan untuk membuat prioritas program yang tepat dan efektif sesuai kemampuan RSU Kabanjahe
2. Menjadi masukan bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien yang datang berobat ke RSU Kabanjahe.
3. Menjadi masukan bagi perawat dalam meningkatkan kemampuan komunikasi therapeutik kepada pasien yang datang berobat ke RSU Kabanjahe
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005).
Menurut Nawawi (1997), kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik (material) maupun non fisik (non material) dalam suatu tenggang waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja diartikan sebagai hasil pelaksanaan pekerjaan dalam periode tertentu merupakan prestasi yang dicapai oleh karyawan terhadap target atau sasaran yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratannya, yang dibebankan kepada karyawan tersebut, dan untuk mengetahui prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh karyawan tersebut, tentunya harus dilaksanakan penilaian kinerja, yaitu dengan membandingkan kinerja aktual dengan standar-standar yang telah ditetapkan.
Kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai baik berupa produk atau jasa berdasarkan kualitas, kuantitas, dan waktu penyelesaian pekerjaannya. Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1996) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi.
1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
(22)
sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur. 3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu
terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tentu tidak terlepas dari motivasi dan komunikasi. Pelayanan yang diberikan seorang perawat dapat menjadi tolak ukur pencapaian tujuan organisasi, perawat mampu memberikan pelayanan yang prima bagi setiap pasien, hal ini sangat penting untuk memberikan nilai mutu rumah sakit tersebut. Pelayanan pada hakikatnya memberikan pertolongan atau bantuan pada orang lain yang membutuhkan dengan melakukan metode kiat, seni dan perilaku yang memerlukan hubungan interaksi agar tercapainya suatu kepuasan dari kedua belah pihak, yakni perawat dan pasien (Hanafiah, 1994).
Menurut Efendi (1998), peranan perawat dalam meningkatkan kinerja pada pelayanan keperawatan yaitu :
1. Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan (Provider Of Nursing Care)
Peranan yang utama dari perawat adalah sebagaimana pelaksanan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai masalah kesehatan/ keperawatan, puskesmas, panti dan sebagainya sesuai dengan kebutuhannya.
2. Sebagai Pendidik (Health Educator)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
3. Sebagai Pembaharu (Inovator)
Perawat dalam berperan sebagai agen pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam menambah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
4. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator Of Service)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan mencapai tujuan kesehatan melalui kerja sama dengan team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.
(23)
5. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
6. Sebagai Tempat Bertanya(Fasilitator)
Perawat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Disamping itu perawat kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.
7. Sebagai Pengelola ( Manager)
Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan baik puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya.
2.2Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan
Menurut Lismidar, dkk (1990) proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu: 1. Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, Menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi: pengumpulan data dilakukan dengan cara anamese, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status biologis- psikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah.
2.Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interprestasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan, diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (Problem), penyebab (Etiologi), gejala (Symptom), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE); bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk
(24)
memvalidasi diagnosa keperawatan; melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru
3.Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan; bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan; perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien; mendokumentasi rencana keperawatan
4.Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdsarkan respon pasien
5.Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya adalah menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan responden pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, memodifikasi hasil evaluasi (Nursalam, 2001)
2.3Motivasi Berprestasi
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Callahan dan Clark dalam Mulyasa (2004) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Seorang tenaga perawat akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. McDonald dalam Soemanto (1998) menyatakan motivasi adalah sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan . Defenisi ini berisi tiga hal yaitu :
a. Motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, setiap perubahan motivasi mengakibatkan beberapa perubahan tenaga didalam sistem neurofisiologis dari pada organisme manusia.
b. Motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif, keadaan ini dapat dicirikan sebagai emosi, dorongan efektif yang kuat sering nyata dalam tingkah laku.
(25)
c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan, orang yang termotivasi, membuat reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada usaha mencapai tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan tenaga di dalam dirinya. Dengan kata lain motivasi memimpin ke arah reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Menurut Davies (1991), motivasi berprestasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Kadang kekuatan itu berpangkal pada naluri, kadang pula berpangkal pada keputusan rasional, tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan perpaduan dari kedua proses tersebut. Amea dan Ames dalam Irawan, dkk (1997) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif. Menurut pandangan ini motivasi berprestasi didefenisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri.
Motivasi dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan strategi yang digunakan untuk mencapainya, yaitu : (1) motivasi instrinsik, mengacu pada faktor-faktor dari dalam, tersirat baik dalam tugas itu sendiri maupun pada diri waktu belajar, dapat dijadikan sebagai pendorong bagi aktivitas dalam pembelanjaran, (2) motivasi ekstrinsik, mengacu pada faktor-faktor dari luar. Motivasi ini biasanya berupa penghargaan, pujian, hukuman atau celaan (Davies, 1991)
Menurut Siagian (1995) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya
Perbedaan antara motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dengan motivasi yang ada di luar diri seseorang adalah adanya perasaan puas yang dimiliki oleh seseorang. Perasaan puas dari seseorang yang merupakan motivasi internal dapat berasal dari pekerjaan yang menantang, adanya tanggung jawab yang harus diemban, prestasi pribadi, adanya pengakuan dari atasan serta adanya harapan bagi pengembangan karir seseorang. Sedangkan motivasi yang ada diluar diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi adalah adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda atau bukan benda (Uno, 2006).
Kebutuhan berprestasi menurut McClelland dalam hasibuan (2005) mencakup tiga hal yaitu : (a) Kebutuhan untuk berprestasi, (b) Kebutuhan untuk memiliki kuasa dan (c) Kebutuhan untuk afiliasi. Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri dan dimiliki seseorang individu dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk meraih prestasi. Dengan demikian motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.
(26)
2.4Komunikasi Therapeutik
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia. Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan pasien, perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis. Kehadiran dan interaksi perawat hendaknya dapat membawa kenyamanan dan kerinduan bagi pasien. Komunikasi Therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat (Heri Purwanto, 1994).
Penggunaan komunikasi therapeutik yang efektif dengan memperhatikan pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi masalah psikologis pasien dengan komunikasi therapeutik pasien akan mengetahui apa yang sedang dan apa yang akan dilakukan selama di rumah sakit sehungga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis dapat teratasi (Brehman, 1996).
Secara Therapeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku pasien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Untuk dapat melaksanakan Komunikasi Therapeutik yang efektif, perawat harus mempunyai
(27)
keterampilan yang cukup dan memahami betul tentang dirinya. Agar perawat dapat berperan efektif dan Therapeutik, ia harus menganalisa dirinya, yaitu kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan dan kemampuan menjadi model dan rasa bertanggung jawab.
2.4.1 Analisa Diri Perawat
Setiap memulai aktifitas dalam memberikan pelayanan kepada pasien selalu didahului dengan komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjalin hubungan interpersonal perawat dengan pasien agar proses keperawatan dapat dilakukan dengan lancar dan efektif. Dalam Komunikasi Therapeutik, hubungan yang dilakukan adalah dalam rangka menolong atau membantu mengatasi masalah pasien dan alat yang efektif digunakan adalah diri perawat. Sebelum melakukan komunikasi, perawat harus melakukan “Analisa diri” yang meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan dan kemampuan menjadi model.
2.4.1.1Kesadaran Diri
Sebagai instrument dalam berkomunikasi yang bertujuan therapeutik, maka perawat harus dapat mengenali perasaan, perilaku dan keperibadiannya secara pribadi maupun sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Perawat harus dapat menjawab pertanyaan “siapa saya” yang sebenarnya. Kesadaran diri perawat ini diharapkan dapat membuat perawat dapat menerima perbedaan dan keunikan pasien. Kesadaran diri yang mantap akan mempengaruhi komunikasi yang therapeutik. Untuk membantu mengenal siapa sebenarnya diri seseorang pada aspek prilaku, pikiran dan perasaan,
(28)
dapat dilihat dari teori “Self Disclosure” yang digambarkan oleh Johari Window, sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Analisa Kesalahan diri Menurut Johari Window I
Diketahui oleh diri sendiri dan orang lain
II
Hanya diketahui oleh orang lain III
Hanya diketahui oleh diri sendiri
IV
Tidak diketahui oleh siapapun
Berdasarkan tabel tersebut, terjadinya perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain, beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dari pergeseran masing-masing pintu/kuadran menurut teori tersebut, antara lain :
a. Jika kuadran I yang diperbesar, maka individu ini cenderung bahkan selalu terbuka dengan orang lain. Ciri khas dari individu ini adalah periang, familier, mudah akrab, tidak kikir, banyak teman dan menyenangkan.
b. Jika kuadran II diperbesar, maka individu ini suka menonjolkan dirinya sendiri, dia merasa paling hebat, seperti katak dalam tempurung. Dia tidak menyadari bahwa tindakannya tidak benar, dia buta terhadap dirinya sendiri sehingga area ini disebut juga Blind Area (area buta).
c. Jika kuadran III diperbesar, maka individu ini akan nampak suka menyendiri, pendiam, tidak suka bergaul atau berinteraksi dengan orang lain. Individu ini lebih banyak menyimpan rahasia, sehingga area ini dapat disebut dengan
(29)
d. Jika kuadran IV diperbesar, maka individu ini tidak diketahui orang lain namun dia tau banyak tentang orang lain. Dia tertutup terhadap dirinya, tidak ada yang tau tentang dirinya sekalipun dirinya sendiri, hanya Tuhan yang mengetahui segala sesuatu tentang dirinya.
Kesadaran diri seseorang dapat ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu mempelajari diri sendiri, belajar dari orang lain dan membuka diri terhadap informasi atau perubahan yang terjadi. Kesadaran diri ini menentukan pola interaksi yang dibangun antara komunikator dengan komunikan, antara perawat dengan pasien. Kesadaran diri yang baik dapat menciptakan hubungan yang Therapeutik yang saling memuaskan.
2.4.1.2Klarifikasi Nilai
Kenyamanan dan kepuasan perawat terhadap sistem nilai yang dianut merupakan modal yang bermakna bagi perawat dalam melaksanakan Komunikasi Therapeutik. Perawat akan lebih siap dan mantap dalam mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan nilai yang dimiliki, sehingga hubungan Therapeutik antar perawat-pasien tidak terganggu.
2.2.1.3Eksplorasi Perasaan
Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya, dan mengontrolnya agar ia dapat menggunakan dirinya secara therapeutik. Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana responnya pada pasien dan bagaimana penampilannya pada pasien. Sehingga pada
(30)
saat berbicara dengan pasien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.
2.2.1.4Kemampuan Menjadi Model
Kebiasaan yang kurang baik tentang kesehatan akan mempengaruhi keberhasilan dalam berhubungan antara pasien-perawat. Perawat tidak dapat memisahkan atau memberi batasan yang jelas antar peran sebagai profesional dengan kehidupan pribadinya karena diri perawat sebagai intrumens dalam menjalankan hubungan yang therapeutik. Kemampuan menjadi model ini merupakan bentuk tanggung jawab perawat terhadap apa yang disampaikan kepada pasien disamping tanggung jawab profesi.
Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi pasien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan pasien. Tanpa mengetahui keunikan masing-masing kebutuhan pasien, perawat juga akan kesulitan memberikan bantuan kepada pasien dalam mengatasi masalah pasien. Sehingga perlu dicari metode yang tepat dalam mengakomodasi agar perawat mampu mendapatkan “pengetahuan” yang tepat tentang pasien. Melalui Komunikasi Therapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan pasien.
Komunikasi therapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan dan dilaksanakan secara profesional. Sehingga jangan sampai karena terlalu banyak atau asiknya bekerja, perawat melupakan pasien sebagai manusia dengan latar belakang dan permasalahannya. Pada saat pertama kali perawat melakukan Komunikasi therapeutik, proses komunikasi umumnya berlangsung
(31)
singkat, canggung, semu dan seperti dibuat-buat. Namun, hal ini akan lebih membantu untuk mempresepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan keperawatan (Mundakir, 2006).
2.2.2 Tujuan Komunikasi Therapeutik
Komunikasi Therapeutik dilaksanakan dengan tujuan :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan atau interaksi antara pasien dengan perawat secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien.
2.2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi Therapeutik
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
(32)
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. 6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi rasa gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang Therapeutik.
8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan Therapeutik.
9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan danmeyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan gaya hidup.
10. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006).
2.5 Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Pelayanan keperawatan yang diberikan perawat menjadi salah satu kriteria yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai mutu pelayanan di rumah sakit. Upaya untuk memberikan hal yan terbaik bagi kepuasan pasien adalah fungsi yang harus dijalankan oleh perawat, yang pada intinya hal ini adalah menjadi perhatian
(33)
utama oleh setiap perawat dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu.
Motivasi berprestasi perawat terhadap seluruh aspek tugas dan fungsi yang dilaksanakan sebagai bentuk pekerjaan, harus di arahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanaan kesehatan yang berkualitas sebagai jaminan mutu (Quality assurance) dan memberikan dorongan yang kuat pada diri sendiri untuk mampu merespon segala bentuk kebutuhan dari setiap pasien, sehingga perawat menghasilkan kinerja yang optimal sesuai standart yang telah di tetapkan. Hal ini berarti bahwa seorang perawat mampu merasakan pentingnya motivasi berprestasi untuk dapat mengenal berbagai permasalahan dan tantangan tugas yang senantiasa dia harus mampu mencari solusi, pelayanan arah yang jelas, hal apa yang harus dilakukan untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu motivasi berprestasi harus selalu muncul dalam diri seseorang perawat dalam melaksanakan tugas keperawatannya yang dilakukan secara berkesinambungan, kompehensif dan nyata sehingga dapat memotivasi dirinya untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik.
Secara umum kinerja perawat bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Selain itu kinerja perawat dapat dipergunakan sebagai tolak ukur keberhasilan perawat dalam menjalankan tugas, alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu kerja perawat. Kinerja perawat merupakan gambaran dan acuan dalam menyatakan keberhasilan suatu rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan dan sekaligus menjadi bahan masukan untuk usaha pembinaan dan pengembangan kinerja rumah sakit dalam rangka menerapkan visi, misi, pencapaian tujuan dan upaya untuk mampu mewujudkan persaingan kualitas rumah sakit pada tingkat nasional maupun Internasional.
Selanjutnya rumah sakit sebagai institusi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan, memiliki makna yang penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga bagaimana motivasi setiap orang yang terlibat dalam pemberian jasa pelayanan kesehatan dimaksud sangat menentukan kinerja rumah sakit tersebut secara keseluruhan. Dengan demkian motivasi berprestasi menjadi salah satu faktor penentu dalam mencapai kinerja perawat dalam memberikan pelayanan perawatan.
Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa makin tinggi motivasi berprestasi, maka kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan makin baik. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.
2.6 Hubungan Komunikasi Therapeutik dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit
Setiap perawat harus menyadari arti pentingnya komunikasi dalam menjalankan tugas keperawatan di rumah sakit. Untuk memberikan pelayanan
(34)
keperawatan akan sulit apabila komunikasi antara perawat dengan pasien tidak berjalan dengan efektif. Adanya komunikasi akan memudahkan kerja sama yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan, karena bagaiman sekalipun harus disadari, setiap orang dapat menerima sesuatu (bentuk pengobatan) apabila seseorang mengetahui informasi secara jelas tentang bentuk pengobatan yang diberikan kepadanya. Ini merupakan tugas perawat memberikan informasi secara jelas kepada pasien, dengan demikian segala sesuatu itu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam setiap pelaksanaan tugas, seorang perawat membutuhkan sejumlah informasi mengenai pasien yang ditanganinya, sehingga melalui data yang dikumpulkan menjadi dasar untuk memperkirakan dan mengetahui penyakit pasiennya. Selain itu Komunikasi Therapeutik dilakukan agar tingkat kecemasan, ketakutan dan perubahan sikap terhadap bentuk pengobatan yang diberikan dapat diatasi dengan baik. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menggunakan Komunikasi Therapeutik secara efektif yang akan dan sedang dilakukan tindakan keperawatan seperti menggali perasaan, pikiran, perubahan prilaku, sehingga akan mampu memecahkan masalah psikologis pada pasien.
Pelaksanaan tugas keperawatan termasuk menggunakan komunikasi therapeutik adalah salah satu bentuk kinerja perawat dalam memberikan pelayanan publik. Kinerja yang baik dapat tercapai apabila terjadi komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien, dimana terjadi kerja sama dari sejumlah orang, melibatkan keadaan saling bergantung, koordinasi yang mengisyaratkan komunikasi berupa interaksi yang harmonis dalam organisasi baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Setiap pencapaian kinerja yang baik melibatkan proses komunikasi yang baik. Demikian pula penggunaan komunikasi therapeutik mengisyaratkan adanya interaksi antara perawat dengan pasien sebagai ikatan kerja sama yang berlangsung harmonis sebagai proses pencapaian tujuan pelayanan yang prima dimana interaksi diantara bagian yang satu dengan lainnya dan manusia yang satu dengan lainnya harus berjalan secara harmonis, dinamis dan pasti. Kemampuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik akan dapat mencapai tujuan secara efektif dan hal ini menggambarkan pencapaian kinerja perawat itu sendiri dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.
Komunikasi therapeutik akan mendukung proses pelaksanaan tugas perawat, memelihara kerja sama dan suasana kerja sehingga ditemukan situasi dan kondisi kerja yang kondusif. Komunikasi therapeutik menunjukkan adanya upaya untuk saling tukar informasi antara pasien dengan perawat dalam pelaksanaan pengobatan di rumah sakit. Kemampuan akan pemahaman terhadap pasien dan oran lain yang terlibat di dalamnya sangat diperlukan. Selain itu pemahaman tentang pelaksanaan kerja yang dilakukan secara terpadu membutuhkan komunikasi yang efektif. Untuk menciptakan persepsi yang sama, komunikasi therapeutik merupakan sarana vital yang mampu menghubungkan perilaku dan cara kerja serta hubungan insani dalam layanan kesehatan di rumah sakit.
Keterkaitan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dapat dijelaskan dari konstribusi yang diberikan komunikasi therapeutik guna menghasilkan kerja
(35)
sama dan ketenangan yang didapat pasien secara psikologis selama diberikan layanan kesehatan padanya. Hal ini memberikan umpan balik bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan bersama dan kinerja secara efektif dan efisien. Kontribusi tersebut dapat dilihat pada tingkat pengetahuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik yang dapat diperankannya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perawat berperan sebagai sumber, penyampaian informasi terhadap internal dan eksternal yang terkait dengan pasien yang dilayaninya. Dalam pelaksanaan komunikasi therapeutik perawat senantiasa mempertimbangkan situasi dan peranan yang dilakukannya. Metode dan cara-cara berkomunikasi juga harus disesuikan dengan situasi dan waktu komunikasi itu dilakukan.
Berdasarkan pemikiran diatas dapat dijelaskan bahwa makin efektif komunikasi therapeutik yang dilakukan maka makin baik kinerja perawat dalam memberikan pelayanan publik di rumah sakit. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara komunikasi therapeutik dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.
2.7Landasan Teori
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005).
Konsep motivasi dalam penelitian ini mengutip teori yang dikemukakan oleh Menurut McClelland seperti dikutip oleh Hasibuan (1999), hal-hal yang dapat memotivasi seseorang adalah: kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan.
(1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya penggerak yang dapat memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Perawat akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan mereka diberi kesempatan untuk melakukannya. Menurut McClelland, hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi maka seseorang akan dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar. (2) Kebutuhan akan afiliasi (kerja sama), menjadi daya penggerak yang akan
(36)
merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan untuk ikut berpartisipasi (sense of participation) dalam satu kegiatan tertentu. Seseorang dengan kebutuhan untuk berafiliasi akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
(3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan akan kekuasaan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.
. Komunikasi Therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat (Mundakir, 2006).
Penggunaan komunikasi therapeutik yang efektif dengan memperhatikan pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi masalah psikologis pasien dengan komunikasi therapeutik pasien akan mengetahui apa yang sedang dan apa yang akan dilakukan selama di
(37)
rumah sakit sehungga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis dapat teratasi (Brehman, 1996).
2.8 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Motivasi Berperestasi
(1) Kebutuhan Akan Berprestasi (2) Kebutuhan Akan Afiliasi (3) Kebutuhan Akan Kekuasaan
Kemampuan Komunikasi Therapeutik (1) Pengetahuan
(2) Sikap (3) Tindakan
(38)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu suatu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Nursalam, 2003). Bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, dengan pertimbangan masih ditemukan adanya keluhan dari pasien yang memanfaatkan pelayanan keperawatan, banyak pasien pulang atas permintaan sendiri, serta nilai BOR masih rendah yaitu 56% dibandingkan indikator nasional yaitu 80%. Waktu penelitian di laksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung bulan April sampai dengan Mei tahun 2009.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang berjumlah 126 orang perawat.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum (RSU) Kabanjahe. Pengambilan sampel menggunakan cara non probabilitas yaitu dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Kabanjahe dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a) Perawat berpendidikan minimal D-III
b) Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan masa kerja minimal 1 tahun
(39)
c) Bertugas sebagai perawat pelaksana dirawat inap dan rawat jalan Maka berdasarkan kriteria tersebut besar sampel adalah 60 orang. 3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data primer diperoleh langsung dari responden melalui wawancara, kuesioner dan observasi. Data primer yang diperoleh berupa data variabel motivasi berprestasi, kemampuan komunikasi therapeutik dan kinerja perawat. Kuesioner yang telah disusun tersebut terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 30 perawat (Pendidikan D-III keperawatan) di RSU Ester Kabanjahe di unit tugas pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel yang ditunjukkan dengan nilai Corrected Item-Total Correclation masing-masing butir pertanyaan. Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika :
Bila r- hitung > r-tabel maka dinyatakan valid Bila r-hitung < r-tabel maka dinyatakan tidak valid
Setelah pengujian validitas, selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas. Tujuan utama pengujian reliabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya dan tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur.
Menurut Triton (2005) tingkat reliabilitas diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dangan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan kedalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan seperti Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 Sampai dengan 0,20 Kurang Reliabel > 0,20 Sampai dengan 0,40 Agak Reliabel > 0,40 Sampai dengan 0,60 Cukup Reliabel
(40)
> 0,60 Sampai dengan 0,80 Reliabel > 0,80 Sampai dengan 1,00 Sangat Reliabel
Pada butir kuesioner motivasi berprestasi pada kebutuhan akan berprestasi dimana df (degree of freedom) = n- k, k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel, jadi df = 30 - 12 = 18, maka Rtabel = 0,444, pada kuesioner kebutuhan akan afiliasi nilai Rtabel = 0,404 dan pada kuesioner kebutuhan akan kekuasaan nilai Rtabel = 0,423. Butir pertanyaan dinyatakan valid jika Rhitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi Berprestasi Variabel Nomor
Pertanyaan
Rtabel Rhasil Alpha Keterangan 1 0,4444 0,7090 0,9124 Valid dan Reliabel 2 0,4444 0,4449 0,9124 Valid dan Reliabel 3 0,4444 0,7257 0,9124 Valid dan Reliabel 4 0,4444 0,4700 0,9124 Valid dan Reliabel 5 0,4444 0,7959 0,9124 Valid dan Reliabel 6 0,4444 0,4712 0,9124 Valid dan Reliabel 7 0,4444 0,8842 0,9124 Valid dan Reliabel 8 0,4444 0,8734 0,9124 Valid dan Reliabel 9 0,4444 0,7424 0,9124 Valid dan Reliabel 10 0,4444 0,8349 0,9124 Valid dan Reliabel 11 0,4444 0,5720 0,9124 Valid dan Reliabel Kebutuhan
Akan Berprestasi
12 0,4444 0,6660 0,9124 Valid dan Reliabel Tabel. 3.2 (Lanjutan)
Variabel Nomor Pertanyaan
Rtabel Rhasil Alpha Keterangan Kebutuhan Akan Afiliasi 13 14 15 16 17 18 19 20 0,404 0,404 0,404 0,404 0,404 0,404 0,404 0,404 0,8278 0,9832 0,8067 0,9020 0,8757 0,8757 0,9832 0,8067 0,9707 0,9707 0,9707 0,9707 0,9707 0,9707 0,9707 0,9707
Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Kebutuhan Akan Kekuasaan 21 22 23 24 0,423 0,423 0,423 0,423 0,5842 0,7364 0,5842 0,7073 0,8894 0,8894 0,8894 0,8894
Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
(41)
25 26 27 28 29 30 0,423 0,423 0,423 0,423 0,423 0,423 0,6675 0,4963 0,6675 0,5562 0,7073 0,7364 0,8894 0,8894 0,8894 0,8894 0,8894 0,8894
Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
Hasil analisis tersebut menunjukkan semua butir pernyataan dapat di gunakan karena Rhitung > Rtabel sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas dan dan nilai alpha > 0,60 maka kuesioner dikatakan reliabel.
Pada butir kuesioner kemampuan komunikasi therapeutik pada pengetahuan komunikasi therapeutik dimana df (degree of freedom) = n - k, k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel, jadi df = 30 - 10 = 20, maka Rtabel = 0,423. Butir pertanyaan dinyatakan valid jika Rhitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.3Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kemampuan Komunikasi Therapeutik
Variabel Nomor Pertanyaan
Rtabel Rhasil Alpha Keterangan 1 0,423 0,8098 0,9664 Valid dan Reliabel 2 0,423 0,9662 0,9664 Valid dan Reliabel 3 0,423 0,8502 0,9664 Valid dan Reliabel 4 0,423 0,8098 0,9664 Valid dan Reliabel 5 0,423 0,9662 0,9664 Valid dan Reliabel 6 0,423 0,8910 0,9664 Valid dan Reliabel 7 0,423 0,8502 0,9664 Valid dan Reliabel 8 0,423 0,8910 0,9664 Valid dan Reliabel 9 0,423 0,8098 0,9664 Valid dan Reliabel Pengatahuan
Komunikasi therapeutik
10 0,423 0,6903 0,9664 Valid dan Reliabel Hasil analisis tersebut menunjukkan semua butir pernyataan dapat di gunakan karena Rhitung > Rtabel sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas dan dan nilai alpha > 0,60 maka kuesioner dikatakan reliabel.
Pada butir kuesioner kinerja perawat dimana df (degree of freedom) = n- k, k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel, jadi df = 30- 10 = 20, maka Rtabel = 0,423. Butir pertanyaan dinyatakan valid jika Rhitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.4Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kinerja Perawat
(42)
Variabel Nomor Pertanyaan
Rtabel Rhasil Alpha Keterangan Kinerja Perawat 1 2 3 4 5 0,423 0,423 0,423 0,423 0,423 0,6746 0,5780 0,7516 0,6788 0,7238 0,9112 0,9112 0,9112 0,9112 0,9112
Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Tabel 3.4 (Lanjutan)
Variabel Nomor Pertanyaan
Rtabel Rhasil Alpha Keterangan Kinerja Perawat 6 7 8 9 10 0,423 0,423 0,423 0,423 0,423 0,7272 0,688 0,6213 0,6746 0,7272 0,9112 0,9112 0,9112 0,9112 0,9112
Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
Hasil analisis tersebut menunjukkan semua butir pernyataan dapat di gunakan karena Rhitung > Rtabel sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas dan dan nilai alpha > 0,60 maka kuesioner dikatakan reliabel
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Umum Kabanjahe, berupa data kepegawaian dan medical record dari pasien.
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1. Variabel Dependen
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seorang perawat selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas asuhan keperawatan dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama menurut Standart Operasional Prosedur (SOP). 3.5.2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini mencakup motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi theurapeutik.
(43)
1. Motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dimilki seseorang perawat dalam melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya di RSU Kabanjahe untuk meraih prestasi, dengan indikator:
a. Kebutuhan akan prestasi, adalah dorongan atau keinginan dari dalam diri perawat untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal sesuai dengan tugas dan fungsinya.
b. Kebutuhan akan afiliasi adalah dorongan atau keinginan dari dalam diri perawat untuk dapat bekerja sama dengan perawat lain atau tenaga medis dalam menyelesaikan seluruh tugas-tugasnya.
c. Kebutuhan akan kekuasaan adalah dorongan atau keinginan dari dalam diri perawat untuk dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan wewenangnya.
2. Kemampuan Komunikasi Theurapeutik adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh perawat dalam melakukan komunikasi dengan pasien dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan, dengan indikator:
a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh perawat tentang komunikasi therapeutik.
b. Sikap adalah respon atau tanggapan perawat dalam memberikan komunikasi therapeutik dan asuhan keperawatan kepada pasien.
(44)
c. Tindakan adalah bentuk nyata dari kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan komunikasi therapeutik dan asuhan keperawatan kepada pasien.
3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran dalam penelitian ini mencakup variabel independen dan dependen, yaitu :
3.6.1. Pengukuran variabel independen
Pengukuran variabel independen yaitu motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik adalah :
A. Pengukuran Variabel Motivasi Berprestasi
Pengukuran variabel motivasi berprestasi didasarkan pada skala likert, dari 30 butir pertanyaan yang mencakup kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan dengan alternatif jawaban sebagai berikut :
Sangat Setuju diberi skor : 5 Setuju diberi skor : 4 Kurang Setuju diberi skor : 3 Tidak Setuju diberi skor : 2 Sangat Tidak Setuju diberi skor : 1 a. Kebutuhan Akan Berprestasi
Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 5 dan terendah 1, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi berprestasi kebutuhan akan berprestasi adalah 60 dan skor terendah adalah 12
Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka kebutuhan akan berprestasi dapat dikategorikan sebagai berikut :
a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (> 45 nilai jawaban ) b.Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60 -75% total jawaban (36 – 45 nilai jawaban)
c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 36 nilai jawaban) (Arikunto, 2002)
b. Kebutuhan Akan Afiliasi
Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 5 dan terendah 1, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi berprestasi kebutuhan akan afiliasi adalah 40 dan skor terendah adalah 8.
(45)
Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka untuk kebutuhan akan afiliasi dapat dikategorikan sebagai berikut :
a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (> 30 nilai jawaban) b.Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60-75% total jawaban (24 – 30 nilai jawaban)
c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 24 nilai jawaban ) (Arikunto, 2002).
c. Kebutuhan Akan Kekuasaan
Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 5 dan terendah 1, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi berprestasi kebutuhan akan kekuasaan adalah 50 dan skor terendah adalah 10.
Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka untuk kebutuhan akan kekuasaan dapat dikategorikan sebagai berikut :
a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (>38 nilai jawaban) b.Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60 -75% total jawaban (30 – 38 nilai jawaban)
c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 30 nilai jawaban) (Arikunto, 2002).
B.Pengukuran Variabel Kemampuan Komunikasi Therapeutik
Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi therapeutik perawat diukur melalui 10 pertanyaan pengetahuan, dengan teknik pilihan jawaban :
Benar: 1 Salah: 0
a.Baik apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (> 8 jawaban benar) b.Cukup apabila bobot nilai yang dicapai antara 60-75 % total jawaban (6 – 8 jawaban benar )
c. Kurang apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 6 jawaban benar) 3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen
Untuk mengetahui tingkat kinerja perawat diukur melalui 10 pertanyaan, dengan menggunakan skala likert dengan tehnik pilihan jawaban :
Sering Sekali diberi skor : 5 Sering diberi skor : 4 Kadang-kadang diberi skor : 3 Jarang diberi skor : 2 Tidak pernah diberi skor : 1
Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 5 dan terendah 1, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi berprestasi adalah 50 dan skor terendah adalah 10.
(46)
Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka untuk tingkat kinerja perawat dapat dikategorikan sebagai berikut :
a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban ( > 38 nilai jawaban) b. Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60-75% total jawaban (30 -38 nilai jawaban)
c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (<30 nilai jawaban) (Arikunto, 2002).
3.7. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan uji regresi Linear berganda dengan pertimbangan teknik analisis ini dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen serta teridentifikasi faktor yang dominan dari hubungan variabel independen dengan variabel dependen pada taraf kepercayaan 95%.
Y = a + b1X1 + b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+ e Dimana:
Y= Kinerja Perawat
X1= Kebutuhan akan berprestasi X2= Kebutuhan akan afiliasi X3= Kebutuhan akan kekuasaan X4= Pengetahuan
X5= Sikap X6= Tindakan
a = Intercep, perkiraan besar rata-rata variabel Y ketika variabel X =0
b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila variabel X berubah satu unit pengukuran
e = Nilai kesalahan (error) (Santoso, 2006)
Untuk X5 dan X6 tidak diberikan kuesioner kepada perawat tetapi peneliti melakuan observasi.
(47)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Kabanjahe terletak ditengah Kota Kabanjahe yang merupakan ibu kota Kabupaten Karo dan merupakan unit pelayanan kesehatan mempunyai luas 68.120M2 yang didirikan oleh Pemerintah Hindia- belanda pada Tahun 1921 dengan nama Bataks Institute pada Tahun 1923 RSU ini diserahkan kepada Nederlands Zending Genotsschap, selanjutnya pada tahun 1945 sesudah proklamasi kemerdekaan diserahkan kepada pemerintah dan pengelolaannya oleh pemerintah daerah Kabupaten Karo (Profil RSU Kabanjahe, 2007).
Fasilitas Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang terdiri dari pelayanan rawat jalan seperti Unit Gawat Darurat, Poliklinik Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik THT, Poliklinik Kulit & Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Bedah, Poliklinik Gigi, Poliklinik Fisioterafi, Poliklinik Neurologi, Poliklinik Paru, PKBRS, dan Poli Anak. Pelayanan Rawat Inap seperti Ruang VK (bersalin) (6 tempat tidur), Ruang I (perinatologi) (19 tempat tidur), Ruang Paviliun (12 tempat tidur), Ruang VIP (24 tempat tidur), Ruang VI (Askeskin) (18 tempat tidur), Ruang V (36 tempat tidur), Ruang IV (anak) (11 tempat tidur), Ruang Kelas (21 tempat tidur), dan Ruang OK (4 tempat tidur) (Profil RSU Kabanjahe, 2007).
(48)
Pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Kabanjahe merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi penyembuhan dan pemulihan penyakit penderita, melalui usaha pemberian kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau. Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dalam tatanan desentralisasi atau otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sangat ditentukan oleh kualitas dari sistem-sistem kesehatan Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit merupakan suatu yang sangat penting. Bila hal ini gagal dilakukan, maka Sistem Informasi Kesehatan Nasional tidak akan dapat memberikan indikator-indikator yang benar tentang tercapai/tidaknya “ Indonesia Sehat 2010” (Profil RSU Kabanjahe, 2007).
Penataan Sistem Informasi Kesehatan Rumah Sakit Umum Kabanjahe juga sangat penting artinya bagi Kabupaten Karo yakni sebagai sarana penyediaan indikator-indikator yang menunjukkan tercapai/tidaknya “Kabupaten Karo Sehat 2010” lebih lanjut, Sistem Informasi Kesehatan Rumah Sakit Umum Kabanjahe merupakan salah satu penunjang bagi pelaksanaan Pembangunan Daerah berwawasan kesehatan di Kabupaten karo. Sistem ini diharapkan dapat menyediakan data dan informasi dalam menyusun rencana pembangunan daerah tersebut, memberikan analisis-analisis yang mendukung penyediaan dana atau anggaran, memberikan data dan informasi sebagai landasan pengembangan sumber daya manusia atau dengan kata lain Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe harus dapat memberikan kepada para penentu kebijakan di Kabupaten Karo (Bupati, DPRD, dan 48
(1)
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) N of Cases = 30.0
N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables Scale 40.9667 28.3782 5.3271 10
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Squared Alpha
if Item if Item Total Multiple if Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
KP1 36.6667 23.6782 .6746 . .9025
KP2 37.0000 24.4828 .5780 . .9077
KP3 37.1333 21.2230 .7516 . .8985
KP4 37.1000 22.4379 .6788 . .9026
KP5 37.0333 23.4816 .7238 . .8999
KP6 36.6667 22.9885 .7272 . .8992
KP7 36.9333 23.0299 .6488 . .9041
KP8 36.8333 24.1437 .6213 . .9055
KP9 36.6667 23.6782 .6746 . .9025
KP10 36.6667 22.9885 .7272 . .8992
Reliability Coefficients 10 items
(2)
UJI VALIDITAS & REALIBILITAS KUESIONER
Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Prestasi)
Reliability
*** Method 2 (covariance matrix) will be used for this analysis *** Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Squared Alpha
if Item if Item Total Multiple if Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
MKAP1 49.4333 19.9092 .7168 . .9069
MKAP2 49.7333 19.7195 .4502 . .9241
MKAP3 49.4333 19.9092 .7168 . .9069
MKAP4 49.6333 19.4816 .4642 . .9244
MKAP5 49.3667 19.6195 .8031 . .9035
MKAP6 49.7333 21.3747 .4658 . .9164
MKAP7 49.3333 19.3333 .8907 . .9001
MKAP8 49.3000 19.4586 .8804 . .9008
MKAP9 49.4333 19.8402 .7333 . .9062
MKAP10 49.4000 19.4207 .8415 . .9018
MKAP11 49.4333 20.1161 .5795 . .9126
MKAP12 49.4000 19.6966 .7739 . .9046
Reliability Coefficients 12 items
(3)
Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Afiliasi)
Reliability
*** Method 2 (covariance matrix) will be used for this analysis *** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Squared Alpha
if Item if Item Total Multiple if Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
MKAA13 31.1333 10.5333 .7569 . .9696
MKAA14 31.0667 10.0644 .7633 . .9609
MKAA15 31.1667 10.6264 .7733 . .9707
MKAA16 31.1000 10.3000 .6329 . .9655
MKAA17 31.1333 10.3954 .5644 . .9670
MKAA18 31.1333 10.3954 .7533 . .9670
MKAA19 31.0667 10.0644 .5466 . .9609
MKAA20 31.1667 10.6264 .7654 . .9707
Reliability Coefficients 8 items
(4)
Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Kekuasaan)
Reliability
*** Method 2 (covariance matrix) will be used for this analysis ***
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Squared Alpha
if Item if Item Total Multiple if Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
MKAK21 35.1000 16.5069 .4923 . .8821
MKAK22 35.3333 15.9540 .6293 . .8737
MKAK23 35.1000 16.5069 .5562 . .8821
MKAK24 35.6667 14.8506 .5728 . .8725
MKAK25 35.5667 14.7368 .7073 . .8761
MKAK26 35.3000 17.0448 .6650 . .8870
MKAK27 35.5667 14.7368 .4422 . .8761
MKAK28 36.2667 14.7540 .5562 . .8887
MKAK29 35.6667 14.8506 .4691 . .8725
MKAK30 35.3333 15.9540 .5496 . .8737
Reliability Coefficients 10 items
(5)
KEMAMPUAN KOMUNIKASI THERAPEUTIK
Reliability
*** Method 2 (covariance matrix) will be used for this analysis ***
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Squared Alpha
if Item if Item Total Multiple if Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
KP1 36.6667 23.6782 .6746 . .9025
KP2 37.0000 24.4828 .5780 . .9077
KP3 37.1333 21.2230 .7516 . .8985
KP4 37.1000 22.4379 .6788 . .9026
KP5 37.0333 23.4816 .7238 . .8999
KP6 36.6667 22.9885 .7272 . .8992
KP7 36.9333 23.0299 .6488 . .9041
KP8 36.8333 24.1437 .6213 . .9055
KP9 36.6667 23.6782 .6746 . .9025
KP10 36.6667 22.9885 .7272 . .8992
Reliability Coefficients 10 items
(6)
KINERJA PERAWAT
Reliability
*** Method 2 (covariance matrix) will be used for this analysis ***
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)
Item-total Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Squared Alpha
if Item if Item Total Multiple if Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted
KT1 7.8000 7.4759 .6746 . .9641
KT2 7.7667 7.4264 .5780 . .9591
KT3 7.8000 7.4069 .7516 . .9626
KT4 7.8000 7.4759 .6788 . .9641
KT5 7.7667 7.4264 .7238 . .9591
KT6 7.8000 7.3379 .7272 . .9611
KT7 7.8000 7.4069 .6880 . .9626
KT8 7.8000 7.3379 .6213 . .9611
KT9 7.8000 7.4759 .6746 . .9641
KT10 7.8667 7.4299 .7272 . .9701
Reliability Coefficients 10 items