Hubungan Antara Persepsi Kemampuan Teman Sibagai Opineon Leader Terhadap Postpuchase Regret

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEMAMPUAN TEMAN SEBAGAI OPINION LEADER TERHADAP POSTPURCHASE REGRET

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

MARGARETH HUTABARAT

071301110

FAKULTAS PSIKOLOGI


(2)

SKRIPSI

Hubungan antara Persepsi Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader Terhadap Postpurchase Regret

Dipersiapkan dan disusun oleh

MARGARETH HUTABARAT 071301110

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada Tanggal 21 Januari 2007

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Dewan Penguji 1. Eka Danta J. Ginting, M.A., Psikolog Penguji 1

NIP. 197308192001121001 Merangkap Pembimbing ____________

2. Zulkarnain, Ph.D Penguji 2

NIP. 197312102000121001 ____________

3. Ferry Novliadi, M. Si Penguji 3


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Antara Persepsi tentang Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader dan Postpurchase Regret

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Januari 2013

Margareth Hutabarat 071301110


(4)

Hubungan antara Persepsi Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader dan Postpurchase Regret

Margareth Hutabarat dan Eka Danta Jaya Ginting ABSTRAK

Setelah memutuskan untuk membeli produk tertentu, konsumen dapat mengalami rasa penyesalan setelah menggunakan barang tersebut. Fenomena ini disebut sebagai postpurchase regret. Salah satu yang dapat mempengaruhi rasa penyesalan ini adalah kehadiran orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader terhadap postpurchase regret. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader dan skala postpurchase regret. Skala persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader disusun berdasarkan definisi karakteristik-karakteristik dari Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) yaitu enduring products involvement, knowledge and experience, media habits, dan demographics. Skala postpurchase regret diadaptasi dari aitem-aitem dari PPCR Scale yang disusun oleh Lee dan Cotte (2009). Responden dalam penelitian ini adalah 109 konsumen yang melakukan pembelian dengan ditemani oleh orang yang dianggap sebagai opinion leader, dan mereka dikumpulkan melalui tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara opinion leader dan postpurchase regret.


(5)

The Relationship Between Perception Friends of Opinion Leaders Ability and Postpurchase Regret.

Margareth Hutabarat and Eka Danta Jaya Ginting ABSTRACT

After deciding to buy the product, consumers can felt regret after using the product. This phenomenon is called postpurchase regret. This regret feeling can be influenced by the presence of others. The purpose of this research to determine the relationshiop between perception friends of opinion leaders ability and postpurchase regret.The scale of perception of friends as opinion leaders abilitywas constructed based on characteristics opinion leaders by Hawkins, Mothersbaugh and Best (2007) which are enduring products involvement, knowledge and experience, media habits, dan demographics. The scale of postpurchase regret was adapted from PPCR Scale by Lee and Cotte (2009). There were 109 consumers who had made a purchase accompany by person who are considered as opinion leaders ability, and collecting through purposive sampling technique. The result that a positive and significant correlation between perception of friends as opinion leaders ability and postpurchase regret. In conclusion, consumers who have positive perception about their friends as opinion leader, they will have high regret.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat yang dilimpahkan, kasih sayang-Nya, petunjuk dan perpanjangan tangan yang dikirimkan untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : “Hubungan antara Persepsi tentang Kemampuan teman sebagai Opinion Leader terhadap Postpurchase Regret.

Pengerjaan dan segala proses penyelesaian penelitian ini sudah melibatkan orang-orang terkasih yang dengan sukarela telah memberikan dukungan dan bantuan bagi peneliti. Untuk itu, pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog, selaku dosen pembimbing peneliti. Terima kasih untuk berbagi pengetahuan, saran, komentar, dukungan, perhatian, kesabaran, motivasi, dan waktu yang Bapak berikan selama membimbing peneliti. sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 3. Ibu Etty Rahmawati, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik peneliti,

terima kasih atas dukungan, bimbingan, waktu, motivasi yang dicurahkan untuk peneliti selama peneliti mengikuti perkuliahan.


(7)

4. Ibu Gustiarti Leila, M.Psi, M.Kes, Psikolog, selaku dosen penguji seminar proposal penelitian, terima kasih atas waktu dan kesediaan ibu dalam membantu mengarahkan dan memberikan feedback kepada peneliti pada saat ujian proposal penelitian ini, sehingga peneliti bisa mendapat tambahan pengetahuan dan mampu menyempurnakan proposal penelitian.

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membagikan ilmu selama peneliti mengikuti proses perkuliahan.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti.

7. Orangtua peneliti Drs. J. Hutabarat (Papa) dan Almh. R. Manurung (Mama) yang sudah memberikan kasih sayang yang begitu besar untuk peneliti dan tak penah berhenti memberikan motivasi yang sangat besar dalam diri peneliti dan menyediakan seluruh sarana dan prasarana bagi peneliti hingga peneliti menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih yang tak terhingga buat papa yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada peneliti, sudah membesarkan peneliti dengan kasih sayang dan mendidik peneliti hingga saat ini. Terima kasih papa karena telah menopang hidup peneliti tanpa rasa lelah. Peneliti sangat bersyukur memiliki papa yang sangat hebat dan luar biasa.


(8)

8. Kepada abang-abang dan kakak ipar peneliti (abang Shimon, abang Rogers, kak Sisca, dan abang Eko) terima kasih buat semangat dan dukungan yang diberikan untuk peneliti, dan sudah mau menjadi teman bagi peneliti dalam berbagi suka dan duka , selalu memberikan bantuan dan doa bagi peneliti hingga proses proses penyelesaian penelitian ini.

9. Teruntuk sahabat peneliti, Sondang dan Delima, saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan, semangat, dukungan dan motivasi yang tiada henti bagi peneliti sehingga peneliti. Terima kasih untuk setiap waktu yang diluangkan untuk peneliti dan menemani peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh waktu.

10. Teruntuk kakak-kakak senior saya terutama kepada kak Yenni Roeshinta, Suryati Sianipar, S.Psi, Efnita Sitanggang, S.Psi dan Julia Dominika, S.Psi dan teman saya, Tetty Sinambela, S.Psi yang sudah membantu saya dalam memotivasi dan berbagi ilmu hingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

11. Teruntuk sahabat-sahabat peneliti, “Kita Kita Ajah” yaitu Fenny Kurniawan, S.Psi, Novita Armayanti Harahap,S.Psi, dan Maulidiny Nazlely, S.Psi, Puspita Sary Ginting, S.Psi, Rina Melati Marpaung,S.Psi, Maria Novelita Parhusip, S.Psi. terima kasih atas bantuan, semangat, masukan, dan dorongan yang kalian berikan selama ini. Terima kasih juga atas keceriaan, kebersamaan, canda, tawa dan kebahagiaan yang telah diberikan sehingga


(9)

dunia perkuliahan ini penuh dengan warna. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh waktu.

12. Teman-teman seperjuangan Seminar, dan teman-teman angkatan 2007, serta seluruh teman yang ikut terlibat dalam penelitian ini, peneliti mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada saya. 13. Buat seluruh responden dalam penelitian ini, terima kasih telah memberikan

kesediaannya menjadi sampel dalam penelitian ini yang tidak dapat saya ucapkan satu persatu, terima kasih untuk semua bantuan dan dukungan yang telah kalian berikan selama ini.

Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, 19 Desember 2012


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian………. 8

E. Sistematika Penulisan... 9

BAB II LANDASAN TEORI……… 11

A. Postpurchase Regret………..……… 11

1. Definisi Postpurchase Regret.……….. 11

2. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Postpurchase Regret... 12

3. Tipe-Tipe Regret……… 15

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Postpurchase Regret... 16


(11)

1. Definisi Opinion Leader.……….. 20

2. Karakteristik Opinion Leadership………. 21

3. Mengukur Opinion Leader……… 23

C. Persepsi tentang Kemampuan Opinion Leader... 24

D. Hubungan antara Persepsi tentang Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader terhadap Postpurchase Regret... 26

E. Hipotesa Penelitian... . 28

BAB III METODE PENELITIAN……… 29

A. Identifikasi Variabel Penelitian………..……… 29

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian………..………. 30

1. Postpurchase Regret... 30

2. Persepsi tentang Kemampuan teman sebagai Opinion Leader... 30

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel... 31

1. Populasi Penelitian... 31

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 32

D. Metode Pengumpulan Data... . 33

1. Skala Postpurchase Regret... 34

2. Skala Persepsi tentang Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader terhadap Postpurchase Regret... 36


(12)

2. Uji Daya Beda Aitem... 37

3. Reliabilitas Alat Ukur... 38

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 39

F. Prosedur Penelitian... 42

1. Tahap Persiapan Penelitian... 42

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 44

3. Tahap Pengolahan Data... 44

G. Metode Analisa Data... 45

1. Uji Normalitas... 46

2. Uji Linearitas... 47

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN………. 48

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian………..……… 48

1. Jenis Kelamin……… 48

2. Usia……… 49

3. Tingkat Pendidikan……….. 51

B. Hasil Penelitian………..……… 53

1. Hasil Uji Asumsi……… 53

2. Hasil Utama……….. 56

3. Hasil Tambahan……….… 60

4. Pembahasan……… 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 68


(13)

B. Saran... 69

1. Saran Metodologis... 70

2. Saran Praktis... 70

DAFTAR PUSTAKA... 72


(14)

DAFTARTABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Postpurchase Regret sebelum Uji Coba 35

Tabel 2. Blue Print Skala Persepsi tentang Kemampuan Opinion Leader sebelum

uji coba 36

Tabel 3. Blue Print Skala Postpurchase Regret yang digunakan dalam penelitian 40

Tabel 4. Blue Print Skala Opinion Leader yang digunakan Dalam

Peneltian... 41

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin... 48

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia... 50

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan... 51

Tabel 8. Uji Normalitas Variabel Postpurchase Regret dan Opinion Leader... 54

Tabel 9. Uji Linearitas Variabel Opinion Leader dengan Postpurchase Regret... 56

Tabel 10. Koefisien Korelasi Analisis Regresi... 57

Tabel 11. Koefisien Deteminasi... 58


(15)

Tabel 13. Deskripsi Variabel Postpurchase Regret

dan Opinion Leader... 60 Tabel 14. Kriteria Jenjang Kategorisasi Variabel

Postpurchase Regret dan Opinion Leader... 62


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 49 Gambar 2. Grafik Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 50 Gambar 3. Grafik Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 52


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba dan Penelitian... 75

Lampiran 2. Data Mentah Alat Ukur Opinion Leader Tahap Uji Coba... 89

Lampiran 3. Data Mentah Alat Ukur Postpurchase Regret Tahap Uji Coba... 93

Lampiran 4. Analisis Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Opinion Leader... 98

Lampiran 5. Analisis Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Postpurchase Regret... 103

Lampiran 6. Skala Penelitian... 107

Lampiran 7. Deskripsi Data Responden Penelitian... 119

Lampiran 8. Data Mentah Alat Ukur Postpurchase Regret Tahap Penelitian... 123

Lampiran 9. Data Mentah Alat Ukur Opinion Leader Tahap Penelitian ... 128

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian... 134

Lampiran 11. Hasil Uji Analisis Regresi Linear Sederhana... 136


(18)

Hubungan antara Persepsi Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader dan Postpurchase Regret

Margareth Hutabarat dan Eka Danta Jaya Ginting ABSTRAK

Setelah memutuskan untuk membeli produk tertentu, konsumen dapat mengalami rasa penyesalan setelah menggunakan barang tersebut. Fenomena ini disebut sebagai postpurchase regret. Salah satu yang dapat mempengaruhi rasa penyesalan ini adalah kehadiran orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader terhadap postpurchase regret. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader dan skala postpurchase regret. Skala persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader disusun berdasarkan definisi karakteristik-karakteristik dari Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) yaitu enduring products involvement, knowledge and experience, media habits, dan demographics. Skala postpurchase regret diadaptasi dari aitem-aitem dari PPCR Scale yang disusun oleh Lee dan Cotte (2009). Responden dalam penelitian ini adalah 109 konsumen yang melakukan pembelian dengan ditemani oleh orang yang dianggap sebagai opinion leader, dan mereka dikumpulkan melalui tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara opinion leader dan postpurchase regret.


(19)

The Relationship Between Perception Friends of Opinion Leaders Ability and Postpurchase Regret.

Margareth Hutabarat and Eka Danta Jaya Ginting ABSTRACT

After deciding to buy the product, consumers can felt regret after using the product. This phenomenon is called postpurchase regret. This regret feeling can be influenced by the presence of others. The purpose of this research to determine the relationshiop between perception friends of opinion leaders ability and postpurchase regret.The scale of perception of friends as opinion leaders abilitywas constructed based on characteristics opinion leaders by Hawkins, Mothersbaugh and Best (2007) which are enduring products involvement, knowledge and experience, media habits, dan demographics. The scale of postpurchase regret was adapted from PPCR Scale by Lee and Cotte (2009). There were 109 consumers who had made a purchase accompany by person who are considered as opinion leaders ability, and collecting through purposive sampling technique. The result that a positive and significant correlation between perception of friends as opinion leaders ability and postpurchase regret. In conclusion, consumers who have positive perception about their friends as opinion leader, they will have high regret.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di dalam dunia pemasaran, banyak persaingan yang terjadi antara satu produsen dengan produsen lainnya. Mereka saling berupaya untuk menarik perhatian konsumen dengan tujuan agar barang-barang mereka berhasil terjual di pasaran. Salah satu cara yang dilakukan produsen dalam menarik perhatian konsumen adalah dengan melalui media iklan. Keberhasilan pemasar dalam mengubah persepsi konsumen akan memperbesar kemungkinan konsumen untuk memilih produknya (Ginting, 2009).

Persaingan melalui segi pesan ataupun tema iklan akan mampu mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk yang ditawarkan sehingga diharapkan konsumen akan tertarik dengan produk yang ditawarkan dalam iklan dan menggunakan produk mereka. Melalui tema iklannya, merek yang satu akan menyerang merek yang lainnya dengan melakukan perbandingan ataupun komparatif. Tema iklan ini berupaya merendahkan merek pesaing dan mengunggulkan kelebihannya. (Istijanto, 2007).

Pada masa sekarang ini, muncul berbagai macam tema iklan dari berbagai macam produk dengan kategori yang sama misalnya kategori sepeda motor khususnya skuter. Iklan pertama kali yang muncul berkaitan dengan skuter ini yaitu iklan Yamaha Mio

Sporty. Yamaha Mio Sporty mengusung tema iklan “Mio sporty, lebih bergaya, lincah, dan gesit serta mudah dikendarai.” Seiring dengan munculnya produk Yamaha Mio,


(21)

nama Vario. Pada iklan Spin, diambil tema dengan menggunggulkan kelebihannya yaitu

“lebih bertenaga dengan mesin super CVT 125cc, gaya lebih trendi, full automatic,

lebih irit, dan pijakan lebih nyaman. Kemudian Honda Vario meluncurkan iklannya

juga yang mengambil tema “I’m Vario” dan mengatakan bahwa keunggulannya dan

kemudahannya dikendarai pada teknologi V matic dan bintang iklannya yang mengungkapkan bahwa vario adalah skuter matic yang sesungguhnya untuk konsumen seolah menyentil pesaing lain sebagai skuter yang tidak sungguh-sungguh (Istijanto, 2007). Dari iklan di atas terlihat bahwa satu kategori skuter memiliki tiga pesaing yang masing-masing produknya memiliki kelebihan masing-masing. Dilihat dari produknya, produk ini memiliki keterlibatan yang tinggi dengan konsumen, sehingga konsumen memerlukan informasi yang cukup sebelum melakukan pembelian.

Membanjirnya iklan produk dengan strategi dan tema periklanan yang bermacam-macam dan hampir semua produk kategori memiliki pesaing menyebabkan konsumen harus membuat keputusan yang tepat. Dan untuk mencapai pengambilan keputusan yang tidak menimbulkan keraguan sangatlah sulit. Pemasar juga sering melakukan tindakan seperti: (1). Menekankan informasi pada harapan yang akan diperoleh dari pembelian produk; (2). Mengupayakan terjadinya perubahan sikap; dan (3). Memberikan janji-janji kepada calon konsumen dalam bentuk bonus, diskon dan sebagainya (Loudon & Bitta, 1993), serta (4). Informasi yang diberikan secara umum hanya memuat hal-hal yang bersifat positif dan menyenangkan (Schiffman & Kanuk, 2007).


(22)

Ketika konsumen membuat keputusan untuk membeli suatu barang, ada harapan-harapan individu akan kegunaan barang tersebut. Ketika harapan-harapan individu tidak sesuai dengan kegunaan barang yang dibeli, individu akan merasa cemas karena barang yang dibeli ternyata tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Kondisi seperti ini dapat mengarah kepada regret konsumen (Lee & Cotte, 2009).

Zeelenberg dan Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) mengatakan bahwa perasaan regret adalah sebuah emosi negatif yang muncul dari kognitif yang bertentangan dan memotivasi orang untuk menghindari, menekan, menyangkal dan mengatur mengenai bagaimana seharusnya mereka bisa mengalaminya.

Regret terjadi ketika individu membandingkan keputusan yang telah dia lakukan dengan alternatif keputusan lain yang ternyata lebih baik daripada keputusannya. Selain daripada perbandingan hasil kegunaan barang dan harapan konsumen, perasaan regret bisa terjadi ketika individu membandingkan proses pengambilan keputusan yang dia lakukan (Lee & Cotte, 2009). Apakah individu kurang mempertimbangkan saat memutuskan melakukan pembelian atau terlalu lama membuat pertimbangan pada saat ingin membuat keputusan akan mempengaruhi seorang individu untuk mengalami regret setelah melakukan pembelian.

Perasaan regret mengakibatkan munculnya rasa tanggung jawab, perasaan menyalahkan diri sendiri dan counterfactual thinking (Lee & Cotte, 2009). Saat individu melakukan keputusan untuk melakukan pembelian, maka tanggung jawab telah berada di tangan individu. Apabila keputusan yang dibuat sendiri oleh individu, maka


(23)

tanggungjawab akan keputusan pembelian barang tersebut harus diemban sepenuhnya oleh individu tersebut (Osei, 2009).

Regret dapat dipengaruhi secara eksternal dan internal. Faktor internal yang mempengaruhi individu berupa berupa: (1). emosi yang muncul setelah dilakukannya evaluasi pasca pembelian (Osei, 2009), (2) munculnya rasa tanggung jawab, (3) conterfactual thinking (Lee & Cotte, 2009). Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi individu dari luar, misalnya (1) jumlah alternatif barang yang tersedia, (2) ketersediaan informasi mengenai barang, (3) adanya kehadiran orang lain saat terjadinya proses pembelian (Osei, 2009).

Salah satu faktor eksternal dari regret adalah adanya kehadiran orang lain. Pada saat proses kehadiran orang lain seperti teman dan orang tua dapat mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan dan tanggung jawab terhadap keputusan yang telah kita ambil (Osei, 2009). Kehadiran teman merupakan salah satu figur yang mampu mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan membeli. Hal ini seperti yang dikemukakan Dijksterhuis, Pamela, Baaren, Rick, Wigboldus, dan Daniel (dalam Osei, 2009) bahwa seorang individu memiliki banyak pilihan dan cenderung tepengaruh secara interpersonal, namun pada prosesnya konsumen seringkali tidak menyadarinya. Mangelburg, Tamara, Doney, Patricia, Bristol, dan Terry (dalam Osei, 2009) mengatakan bahwa pengaruh ini bisa terjadi sebelum terjadinya pembelian dalam bentuk positif atau negatif dalam bentuk komunikasi dari mulut ke mulut dan selama akan melakukan pembelian.


(24)

Adanya penelitian yang dikemukakan oleh Osei (2009) yang mengatakan bahwa tingkat regret yang dimiliki seseorang ketika ditemani oleh orang tua berbeda dengan ketika dia ditemani oleh teman. Saat seseorang ditemani berbelanja oleh orang tua tingkatan regret yang dimiliki cenderung lebih rendah dibandingkan ketika ditemani oleh teman. Hal ini dikarenakan adanya tingkat tanggung jawab yang dimiliki berbeda, yaitu ketika adanya kehadiran orang tua pada saat berbelanja, maka tanggung jawab pembelian bisa dibagikan dengan orang tua, sehingga beban tanggung jawab yang diemban tidak begitu berat. Sebaliknya jika adanya kehadiran teman maka tanggung jawab terhadap keputusan pembelian sepenuhnya berada di tangan konsumen (Osei, 2009).

Walaupun tanggung jawab pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan konsumen, pada umumnya konsumen akan percaya dengan opini yang diterima dari orang lain dibandingkan dengan iklan yang ditayangkan oleh produsen. Hal ini dikarenakan konsumen percaya bahwa sumber seperti teman akan memberikan atau menyampaikan perasaan ataupun opini mereka yang sebenarnya. Akibatnya, komunikasi via personal dari teman dapat memberikan pengaruh dalam pengambilan keputusan seorang konsumen (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).

Adanya kehadiran teman yang dianggap memiliki informasi berupa opini dapat mempengaruhi konsumen secara interpersonal. Anggapan ini dapat menghadirkan persepsi di benak konsumen, yaitu sebuah proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan sesuatu menjadi bermakna (Shiffman dan


(25)

Kanuk, 2007). Terbentuknya persepsi yang tepat pada konsumen menyebabkan mereka mempunyai kesan dan memberikan penilaian yang tepat terhadap produk tersebut.

Posisi orang lain sebagai pendamping dalam berbelanja yang dianggap memiliki kemampuan untuk membagikan informasi disebut sebagai opinion leader yaitu individu yang secara aktif menyaring dan menginterpretasi atau menyediakan produk dan informasi produk yang relevan kepada keluarga, teman-teman dan rekan kerja. Hal ini akan terjadi apabila seorang individu mencari informasi dari individu lainnya dan individu menjadi sukarelawan pemberi informasi (Hawkins dkk, Mothersbaugh, dan Best 2007).

Opinion leaders dapat terjadi pada berbagai situasi, misalnya selama istirahat makan siang saat bekerja seorang teman kerja menceritakan mengenai film yang ditonton kemarin dan merekomendasikan untuk menontonnya, dan ketika seorang teman menunjukkan kepada temannya hasil pengambilan gambar yang dilakukannya ketika berlibur di Australia dan menyarankan temannya untuk menggunakan kamera polaris filter yang mampu menghasilkan gambar yang baik pada pemandangan di luar ruangan (Schiffmann dan Kanuk,2007).

Menurut Glock, Nicosia (dalam Ginting, 2009), seorang opinion leaders tidak hanya berperan sebagai saluran informasi namun juga sumber tekanan sosial terhadap sejumlah pilihan dan pemberi dukungan sosial atas pilihan yang dilakukan. Menurut Schiffmann dan Kanuk (2007) opinion leadership atau word of mouth (WOM) communications adalah sebuah proses dimana seseorang opinion leader secara tidak


(26)

langsung mempengaruhi keputusan dan sikap orang lain, dimana dia dapat bertindak sebagai opinion leader dan opinion receiver.

Tidak semua informasi yang diberikan seorang teman sesuai dengan apa yang diharapkan, karena informasi yang diterima konsumen dari teman bisa berbanding terbalik dengan apa yang diterima konsumen ketika menggunakan produk tersebut. Meskipun teman dianggap berkompeten terhadap suatu barang, namun tentunya juga memiliki kelemahan mengenai informasi yang dimilikinya. Ketidaksesuaian antara informasi yang diperoleh dari teman dengan kegunaan barang, individu akan merasa cemas karena barang yang dia beli ternyata tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Hal-hal seperti ini dapat menimbulkan regret pada konsumen (Lee & Cotte, 2009).

Melalui hal ini peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader terhadap postpurchase regret.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun masalah yang hendak diteliti oleh peneliti adalah mengenai apakah ada hubungan antara persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader dengan postpurchase regret.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti secara empiris hubungan persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader terhadap postpurchase regret.


(27)

D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Hasil penelitian diharapkan diharapkan dapat menjadi masukan bagi disiplin

ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya mengenai perilaku konsumen dan proses-proses yang terjadi dalam proses pembelian suatu barang oleh konsumen, dalam hal ini postpurchase regret. Selain itu dapat memberikan wawasan dan penambahan pemahaman teori mengenai faktor yang ada seputar postpurchase regret, yaitu opinion leader.

b. untuk dapat dipergunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam bidang psikologi industri dan organisasi, mengenai perilaku konsumen berkaitan dengan hadirnya opinion leader dan postpurchase regret

b. Manfaat Praktis

1. Bidang pemasaran, memberikan informasi berkaitan dengan postputchase regret dan adanya pendampingan opinion leader setelah melakukan pembelian.

2. Orang yang menjadi opinion leader juga mengatahui informasi berkaitan dengan hadirnya mereka sebagai sumber informasi, dan informasi mengenai postpurchase regret konsumen.


(28)

3. Bagi konsumen, untuk mengetahui informasi berkaitan dengan hadirnya teman yang dipersepsikan sebagai opinion leader dan postpurchase regret setelah melakukan pembelian.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan adalah struktur penulisan secara garis besar yang ada dalam penelitian. Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan latar belakang permasalahan mengenai persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader terhadap postpurchase regret, perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian.

Bab II Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliputi landasan teori dari postpurchase-regret dan opinion leader

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari opinion leader dan postpurchase regret, subjek penelitian, lokasi penelitian, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item, dan reliabilitas serta metode analisis data.


(29)

Bab IV

Bab ini akan menjelaskan tentang gambaran subjek penelitian, laporan hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi, uji normalitas, dan uji linieritas, hasil utama penelitian, hasil tambahan, dan pembahasan

Bab V

Bab ini memuat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Selain itu bab ini akan memuat saran penyempurnaan penelitian berikutnya.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Postpurchase Regret

1. Definisi Postpurchase Regret

Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen, kepuasan, keraguan dan mekanisme umpan balik. Kepuasan merupakan esensi penting dari tahap ini dan merupakan penentu untuk perilaku membeli kembali di masa yang akan datang (Loudon & Bitta, 1993).

Tsiros & Mittal (dalam Das, 2004) mendefenisikan regret sebagai sebuah konsekuensi dari resiko pengambilan keputusan dan mungkin muncul ketika individu membayangkan, namun pada kenyataannya, dia telah membuat keputusan yang salah meskipun keputusan tersebut dianggap merupakan keputusan yang tepat pada saat pengambilan keputusan

Zeelenberg dan Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) mengatakan bahwa perasaan regret adalah sebuah emosi kognitif yang bertentangan yang memotivasi orang untuk menghindari, menekan, menyangkal dan mengatur mengenai bagaimana seharusnya mereka bisa mengalaminya.

Dari sejumlah definisi di atas dapat disimpulkan bahwa postpurchase regret adalah perasaan seberapa jauh seseorang menyesal setelah melakukan pembelian melalui proses evaluasi terhadap keputusan pembelian yang dilakukan, meliputi evaluasi terhadap barang yang dinilai lebih bagus dari


(31)

alternatif barang yang lain maupun evaluasi terhadap proses yang dinilai terlalu lama atau terlalu singkat waktu yang disisihkan dalam pengambilan keputusan membeli.

2. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Postpurchase Regret

Conolly dan Zeelenberg (2002) mengungkapkan ada 2 dimensi dari postpurchase regret, yaitu (1). Perasaan menyesal setelah melakukan evaluasi terhadap hasil pembelian (outcomes regret) (2). Perasaan menyesal setelah melakukan evaluasi selama proses pembelian (process regret)

a. Outcomes Regret

i. Regret due to Foregone Alternatives

Menurut Sugden (1985) dikatakan bahwa konsumen biasanya melakukan evaluasi dengan membandingkan apa yang mereka terima dari produk yang mereka beli dengan apa yang seharusnya mereka dapat dari produk tersebut. Mereka akan merasa menyesal apabila alternatif barang lain ternyata lebih bagus dibandingkan dengan barang yang telah mereka beli.

Zeelenberg dan Pieters (2006) mengungkapkan bahwa perasaan menyesal berhubungan dengan pilihan dimana sifat dari tersedianya pilihan adalah bahwa ada kemungkinan alternatif barang lain yang dipilih.


(32)

ii. Regret due to Change in Significance

Menurut Zeithml (dalam Lee & Cotte, 2009) bahwa orang-orang cenderung untuk menilai suatu produk berdasarkan kegunaan dari barang tersebut dalam memenuhi keinginan konsumen. Ketika produk tersebut sesuai dengan harapan konsumen, maka hal ini menyiratkan bahwa produk tersebut merupakan barang yang bermanfaat untuk dibeli.

Regret due to change in significance terjadi karena adanya persepsi konsumen terhadap berkurangnya manfaat barang dari waktu membeli hingga beberapa saat setelah pembelian barang dilakukan.

b. Process Regret

i. Regret due to Under-consideration

Janis & Mann (dalam Lee Cotte, 2009) Ketika individu menerasakan regret due to under-consideration, terlepas dari hasil pembelian, mereka meragukan proses pemikiran mereka yang membuat mereka memutuskan untuk membeli. Individu menilai kualitas keputusan yang telah mereka buat dengan memeriksa pelaksanaan dan isi informasi yang mereka kumpulkan.

Ada 2 kemungkinan penyebab individu mengalami regret due to under consideration, yaitu: pertama individu dapat


(33)

mengalami regret apabila mereka merasa bahwa mereka tidak membuat proses keputusan. Yang kedua, individu dapat mengalami regret apabila mereka percaya dalam pemikiran mereka, mereka kekurangan kualitas dan jumlah informasi yang dibutuhkan untuk membuat sebuah keputusan yang tepat (Zeelenberg and Pieters, 2006)

ii. Regret due to Over-Consideration

Ketika individu mengalami regret due to over-consideration, terlepas dari hasil pembelian, mereka merasa menyesal karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan usaha selama proses pembelian berlangsung. Ketika individu terlalu banyak membuat pertimbangan selama proses pembuatan keputusan, mereka akan menyesal karena mereka telah mengumpulkan informasi yang tidak perlu dimana mungkin atau tidak mungkin akan mempengaruhi hasil akhir.


(34)

3. Tipe-tipe Regret

Zeelenberg dan Pieters (dalam Osei, 2009) mengungkapkan ada 2 tipe dari regret yaitu: (a) Retrospective Regret dan Prospective (anticipated) regret

a. Retrospective Regret

Ada 2 komponen yang diasosiasikan dengan Retrospective Regret, yaitu outcomes regret yang diasosiasikan dengan outcomes evaluation dari pengambilan keputusan dan process regret yang terjadi ketika proses pengambilan keputusan dipertimbangkan menjadi sesuatu yang buruk bahkan ketika hasil keputusan tersebut merupakan keputusan yang baik.

b. Prospective (anticipated) Regret

Regret mungkin diantisipasi pada saat keputusan pembelian dilakukan dan dengan demikian mempengaruhi dan memandu konsumen untuk memilih. Penelitian menunjukkan bahwa antisipasi dari kemungkinan penyesalan dimasa yang akan datang akan meningkatkan kesukaan terhadap produk yang konvensional yang menjadi pilihan.


(35)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Postpurchase Regret a. Faktor Internal

i. Emosi yang muncul setelah diadakan evaluasi terhadap pembelian.

Menurut Sugden (dalam Lee dan Cotte, 2009) dikatakan bahwa konsumen biasanya melakukan evaluasi dengan membandingkan apa yang mereka terima dari produk yang mereka beli dengan apa yang seharusnya mereka dapat dari produk tersebut. Mereka akan merasa menyesal apabila alternatif barang lain ternyata lebih bagus dibandingkan dengan barang yang telah mereka beli.

ii. Munculnya rasa tanggung jawab personal.

Gilovich dan Medvec (1995) menyatakan bahwa rasa tanggung jawab personal muncul sebagai sumber dari pengalaman regret seseorang. Seorang konsumen merasa bahwa mereka seharusnya bisa mencegah terjadinya outcome yang negatif dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini self blame mempengaruhi regret seseorang karena ketika individu menganggap bahwa keputusan yang dibuatnya salah, mereka cenderung merasa harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang buruk tersebut. Dengan demikian, individu


(36)

menyalahkan diri mereka terhadap hasil negatif tersebut dan akhirnya mengalami regret.

iii. Conterfactual thinking

Kahneman dan Dale (1986) mendefinisikan counterfactual thinking adalah proses membandingkan kenyataan yang ada dengan kemungkinan terdapatnya alternatif lain dengan

membangun konstruk perumpamaan (skenario).

Counterfactual thinking bukanlah sebuah proses untuk mengevaluasi outcome tetapi lebih kepada proses pemikiran kita terhadap outcome tersebut. Ada dua jenis counterfactual thinking, yaitu downward CFT dan upward CFT.

Downward CFT terjadi ketika individu menganggap bahwa lingkungan bisa saja lebih buruk dari apa yang dimilikinya sedangkan upward CFT terjadi ketika individu menganggap lingkungan dapat memberikan hasil yang lebih baik dari yang dimilikinya. Biasanya seseorang melakukan CFT setelah mengalami atau mendapatkan outcome yang negatif dan outcome negatif tersebut biasanya menyebabkan seseorang lebih melakukan upward CFT daripada downward CFT. Dan ketika individu menghasilkan upward CFT, maka mereka cenderung akan mengalami regret.


(37)

b. Faktor Eksternal

i. Jumlah alternatif barang yang tersedia

Iyengar & Lepper (dalam Roese & Summerville, 2005) mengemukakan bahwa jumlah opsi yang tersedia untuk dipilih dapat mempengaruhi regret seseorang. Penelitian Iyengar dan Lepper (dalam Roese dan Summerville, 2005) membuktikan bahwa individu yang dihadapkan pada pilihan produk yang sangat untuk dinilai dan dipilih biasanya akan menunjukkan frustasi dan menurunnya kepuasan jika dibandingkan dengan individu yang hanya dihadapkan pada sedikit pilihan. Dengan kata lain ketika terdapat pilihan yang sangat luas untuk dipilih individu maka akan berkemungkinan memunculkan regret setelah pembelian.

ii. Ketersediaan informasi mengenai alternatif lain yang tidak dipilih.

Tsiros dan Mittal (dalam Das, 2004) menyatakan bahwa emosi regret juga dipengaruhi oleh kesadaran individu akan alternatif lain yang lebih baik. Menurut pandangan ini, seharusnya semua informasi mengenai foregone alternative tersedia bagi si pembuat keputusan untuk membuat perbandingan.


(38)

Osei (2009) menyatakan bahwa dalam situasi dimana pembelian melibatkan kehadiran orang lain, biasanya masukan atau preferensi orang lain tersebut dapat mempengaruhi proses pengambilan individu secara ekstrem. Pengaruh ini dapat menyebabkan individu menyimpang dari pilihan awal mereka. Hal ini dapat berdampak terhadap evaluasi pasca pembelian baik dalam outcome maupun proses pengambilan keputusannya.

iv. Ukuran kelompok dalam pengambilan keputusan.

Menurut Aron (1999), regret dapat dipengaruhi oleh ukuran kelompok dimana seorang individu mengambil keputusan. Ketika seorang individu berada dalam kelompok yang besar, maka akan terbentuk konformitas dan akhirnya menyebabkan penurunan atribusi yang ditujukan terhadap anggota sebagai individu. Dengan kata lain, dalam konteks pengambilan keputusan di dalam kelompok besar, anggota yang tidak setuju dengan keputusan kelompok akan mengatribusikan outcome yang tidak baik lebih kepada kelompok daripada dirinya sendiri. Dengan demikian, individu tersebut akan mengalami regret yang lebih kecil dibandingkan ketika berada dalam kelompok yang kecil.


(39)

B. Opinion Leader

1. Defenisi Opinion Leader

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) mendefinisikan opinion leader sebagai individu yang secara aktif menyaring, menginterpretasi, atau menyediakan produk dan informasi brand yang relevan dengan keluarga mereka, teman-teman, dan rekan kerja.

Rogers (dalam Windham, 2009) mendefenisikan konsep opinion leader sebagai tingkatan dimana individu mampu untuk mempengaruhi individu yang lainnya melalui sikap atau perilaku tampak dan dianggap tepat dan dengan frekuensi yang tertentu.

Rogers dan Cartono (dalam Windham, 2009) mengkarakteristikkan seorang opinion leader sebagai orang yang memberikan contoh sebuah nilai kepada orang-orang yang mengikutinya.

Burt (dalam Windham, 2009) mengemukakan bahwa seorang opinion leader adalah dapat digambarkan sebagai orang-orang, melalui interaksi personal, mampu membuat gagasan-gagasan atau inovasi dan membagikannya kepada orang-orang yang berkomunikasi dengannya.

Dari defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa opinion leader adalah seseorang yang aktif menyaring, dan membagikan informasi kepada orang lain mengenai pengetahuan yang dia miliki terhadap suatu produk melalui suatu interaksi personal.


(40)

2. Karakteristik Opinion Leadership

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) menyajikan karakteristik dari opinion leaders adalah sebagai berikut:

i. Enduring product involvement

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) mengemukakan salah satu karakteristik seorang opinion leader yang paling menonjol adalah keterlibatan yang berjangka panjang dengan katagori produk kemudian non opinion dari pemimpin dalam suatu grup.

Bloch dan Richins (1983); Chan dan Misra, (1990); Goldsmith et al, (2003) (dalam Shon, 2005), mengemukakan opinion leader menampilkan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan dan keakraban produk. Oleh karena itu, mereka sering berbicara tentang isu terkait dengan produk dan sangat termotivasi untuk mencari pengetahuan terhadap produk.

ii. Knowledges and Experiences

Seorang opinion leader memiliki pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan suatu barang. Seorang individual cenderung menjadi opinion leader mengenal dekat produk tertentu.

iii. Media Habits

Chan dan Mirsa (dalam Shon, 2005) mengemukakan bahwa mempertahankan leadership membutuhkan komitmen untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan sebanyak-banyaknya.


(41)

Terkait dengan karakteristik ini, opinion leader mungkin akan memiliki media habits yang berbeda dari follower yang mereka miliki, selain itu mereka miliki.

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) mengemukakan bahwa seorang opinion leader akan memiliki keterlibatan yang tinggi dengan media, terutama media-media yang berfokus terhadap area produk yang mereka kuasai yang menyediakan solusi dalam mengidentifikasikan masalah berkaitan dengan produk.

iv. Demographics

Umumnya seorang opinion leader menjadi pusat jaringan interpersonal, yang terdiri dari individu-individu yang berhubungan. (Shon, 2005).

Hawkins, Mothersbaugh, dan Best (2007) mengemukakakan bahwa seorang opinion leader pada umumnya akan cenderung mempengaruhi seseorang yang memiliki variabel demografi yang sama dengannya. Seorang opinion leader lebih suka berteman dibandingkan orang lain ada umumnya dan memiliki kecenderungan untuk menyediakan dan memberikan informasi mengenai suatu peoduk kepada orang lain.


(42)

3. Mengukur Opinion Leader

Schiffman dan Kanuk (2007) mengungkapkan, dalam mengukur opinion leader, dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:

i. The self designing method

Pada metode the self designing method, responden diminta untuk mengevaluasi sejauh mana mereka mampu menyediakan informasi kepada orang lain mengenai suatu kategori produk atau brand yang spesifik atau dinyatakan mampu mempengaruhi keputusan pembelian dari orang lain.

ii. The sociometric method

The sociometric method mengukur komunikasi informal antara satu orang konsumen dengan konsumen lainnya . pada metode ini, responden diminta untuk mengidentifikasikan (a) individu secara spesifik kepada siapa mereka mengusulkan saran atau informasi tentang produk atau brand (b) individu secara spesifik yang menyediakan mereka saran atau informasi tentang suatu produk atau brand.

iii. The key informant method

Opinion leader bisa diukur dengan menggunakan the use of key informant method, seorang individu yang sangat menyadari atau mengetahui tentang sifat komunikasi sosial antaranggota dari kelompok yang spesifik. The key informant meminta individu untuk


(43)

mengidentifikasikan seorang individu dalam sebuah kelompok yang dinilai mampu sebagai opinion leader pada kelompok konsumen yang tepat.

iv. The Objective Method

The objective method dari menentukan seorang opinion leader ini mirip seperti controlled experiment dimana dia melibatkan hadirnya produk yang baru atau informasi mengenai produk yang baru terhadap individu yang telah dipilih dan kemudian menelusuri jaringan komunikasi interpesonal yang tepat mengenai suatu produk.

C. Persepsi Kemampuan Opinion Leader

Persepsi merupakan proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Proses ini dimulai dengan perhatian, yaitu proses pengamatan selektif. Persepsi merupakan upaya mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian (Chaplin, 1999). Atkinson (dalam Yusuf, 2004) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkn pola stimulus dengan lingkungan. Menurut Martin (dalam Yusuf, 2004) persepsi adalah sebuah proses yang menggunakan pengetahuan kita sebelumnya untuk mengumpulkan dan mengartikan stimulus yang masuk melalui indera.


(44)

menyadari, dan memaknai stimulus yang terdapat di lingkungan maupun dalam diri individu dengan menggunakan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya.

Seseorang mulai membentuk persepsi di benak mereka ketika mereka telah mengatribusikan, membentuk kesan dan mengelola kesan yang diterima mengenai orang lain (Baron, 2006). Persepsi sosial menurut Steve dalam Baron (2006) adalah suatu proses yang kita gunakan untuk mencoba memahami orang lain.

Ketika seseorang dilihat memiliki kemampuan seperti ini akan mengatribusikan, lalu membentuk kesan kemudian mengelola kesan yang dia terima mengenai opinion leader yang kemudian akan membentuk sebuah persepsi.

Ketika seseorang mempersepsikan mengenai seorang opinion leader berarti orang tersebut dianggap mampu memiliki kemampuan dalam keterlibatan yang tinggi dengan barang dan memiliki keakraban dengan produk, memiliki pengetahuan yang luas, dan memiliki keterlibatan tinggi dengan media.

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kemampuan orang lain sebagai opinion leader adalah bagaimana seorang konsumen menilai seorang teman mampu menyaring, menginterpretasi dan membagikan informasi yang dia miliki mengenai suatu barang dalam suatu interaksi personal.


(45)

D. Hubungan antara Persepsi Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader terhadap Postpurchase Regret

Ketika konsumen memutuskan untuk membeli suatu barang, ada harapan-harapan individu akan kegunaan barang tersebut. Di saat harapan-harapan individu tidak sesuai dengan kegunaan barang yang dibeli, individu akan merasa cemas karena barang yang dia beli ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan regret pada konsumen (Lee & Cotte, 2009).

Regret didefenisikan sebagai sebuah konsekuensi dari resiko pengambilan keputusan dan mungkin muncul ketika individu membayangkan, namun pada kenyataannya dia telah membuat keputusan yang salah meskipun keputusan tersebut dianggap merupakan keputusan yang tepat pada saat pengambilan keputusan (Tsiros & Mittal dalam Das, 2004).

Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya regret adalah adanya kehadiran orang lain dalam proses pembelian. Kehadiran orang lain seperti teman dan orangtua dapat mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan dan tanggung jawab terhadap keputusan yang telah diambil (Osei, 2009).

Dalam penelitian Osei (2009) diungkapkan bahwa tingkatan regret yang dimiliki seseorang yang ditemani oleh orang tua pada saat berbelanja cenderung lebih kecil dibandingkan dengan adanya kehadiran teman pada saat berbelanja. Hal ini dikarenakan pembebanan tanggung jawab yang dipikul sendiri ketika adanya kehadiran orang lain.


(46)

membuat keputusan membeli. Hal ini seperti yang dikemukakan Dijksterhuis dkk (Osei, 2009) bahwa seorang individu memiliki banyak pilihan dan cenderung tepengaruh secara interpersonal, namun pada prosesnya konsumen seringkali tidak menyadarinya.

Adanya kehadiran teman yang dianggap memiliki informasi berupa opini dapat mempengaruhi konsumen secara interpersonal. Anggapan ini dapat menghadirkan persepsi di benak konsumen, yaitu sebuah proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan sesuatu menjadi bermakna (Shiffman dan Kanuk, 2007). Terbentuknya persepsi yang tepat pada konsumen menyebabkan mereka mempunyai kesan dan memberikan penilaian yang tepat terhadap produk tersebut.

Ketika seseorang mempersepsikan temannya mampu memberikan informasi mengenai produk atau brand maka temannya ini disebut sebagai opinion leader yaitu mereka yang sering dimintai nasihat dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Antonides dan Raaj dalam Ginting, 2009).

Seorang opinion leader memiliki keterlibatan dan keterikatan yang tinggi dengan produk sehingga mereka tertarik untuk mendiskusikan produk dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai sebuah produk (Bloch dan Richins, 1983; Chan dan Misra, 1990; Goldsmith et al, 2003)

Seorang opinion leader akan lebih sering berinteraksi dengan media untuk mencari informasi yang berkaitan dengan produk untuk menambah pengetahuan yang dia miliki mengenai suatu produk dan menginteraksikan produk tersebut dengan orang lain (Shon, 2005).


(47)

Hadirnya teman yang dipersepsikan sebagai opinion leader dalam proses pembelanjaan, dapat membantu konsumen menerima informasi yang cukup mengenai barang yang akan dibeli. Semakin positif persepsi yang dimiliki seorang konsumen terhadap teman yang diyakini sebagai opinion leader maka semakin tinggi tingkat kepercayaan yang dia miliki terhadap informasi yang dimilikinya Dengan semakin besarnya kepercayaan yang dimiliki konsumen, maka rasa regret yang dimiliki konsumen akan semakin terminimalisasi.

Dari sejumlah uraian di atas dapat terlihat bahwa seorang opinion leader akan berupaya untuk mencari sejumlah informasi yang berkaitan dengan produk tersebut. Hal ini akan membuat tingkat kepercayaan konsumen terhadap informasi yang dia miliki semakin besar dan memperkecil kemungkinan rasa penyesalan yang konsumen miliki.

E. Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan negatif antara persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader terhadap postpurchase regret. Semakin positif persepsi yang dimiliki seorang konsumen terhadap teman yang dianggap sebagai seorang opinion leader, maka postpurchase regret yang dimilikinya akan semakin rendah.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Hadi (2000), metode penelitian merupakan salah satu elemen yang penting dalam suatu penelitian karena metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor yang berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2003). Dalam hal ini, penelitian dilakukan untuk melihat apakah kehadiran teman yang dipersepsikan sebagai opinion leader dapat memprediksi terjadinya post purchase regret.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berikut adalah identifikasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Kriteria Variabel : Postpurchase Regret


(49)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Postpurchase Regret

Post purchase regret adalah emosi yang berasal dari kognisi seseorang sebagai hasil dari evaluasi pasca pembelian terhadap outcome dan process pengambilan keputusan.

Postpurchase regret akan di ukur dengan menggunakan aitem-aitem PPCR Scale yang disusun Lee dan Cotte (2009) berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi postpurchase regret yaitu regret due to foregone alternatives, regret due to change in significance, regret due to under-consideration, dan regret due to over-consideration

Skor tinggi yang diperoleh seorang individu dalam skala mengindikasikan bahwa subjek memiliki tingkat post purchase regret yang tinggi. Sebaliknya skor rendah yang diperoleh seorang individu dalam skala menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat post purchase regret yang rendah.

2. Persepsi Kemampuan Orang lain sebagai Opinion Leader.

Persepsi kemampuan orang lain sebagai opinion leader adalah bagaimana seorang konsumen menilai seorang teman mampu menyaring, menginterpretasi dan membagikan informasi yang dimiliki mengenai suatu barang dalam suatu interaksi personal.


(50)

Persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader akan di ukur dengan menggunakan skala opinion leader berdasarkan karakteristik opinion leader yang dikemukakan oleh Hawkins, Motherbaugh, dan Best (2007) yaitu enduring product involvement, knowledge and experiences, media habits, dan demographics. Total skor yang diperoleh pada skala opinion leader menggambarkan tingkat persepsi kemampuan orang lain sebagai opinion leader. Semakin tinggi skor skala opinion leader maka semakin positif persepsi yang dimiliki terhadap orang lain sebagai opinion leader. Dan sebaliknya semakin rendah skor skala kemampuan opinion leader maka semakin negatif persepsi yang dimiliki terhadap orang lain sebagai opinion leader.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2000).

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah melakukan pembelian dengan adanya pendampingan teman saat berbelanja. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Selanjutnya hasil penelitian diharapkan dapat digeneralisasikan kepada populasinya.


(51)

2. Sampel dan teknik pengambilan sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Sugiarto, Siagian, dan Sunaryanto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa sampel sebesar 100 merupakan jumlah minimum. Jumlah sampel data dalam penelitian adalah 109 orang. 109 orang subjek diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya. Menurut Azwar (2009), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 sudah cukup banyak

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Dalam teknik pengambilan sampel ini, pengambilan sampel dilakukan dengan memilih secara sengaja menyesuaikan dengan tujuan penelitian (Purwanto, 2008).

Teknik purposive sampling adalah dimana pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah :

a. Konsumen didampingi oleh teman pada saat melakukan pembelian.

b. Teman yang menemani saat melakukan pembelian merupakaan orang yang dianggap mampu mengetahui informasi mengenai barang yang akan dibeli.


(52)

d. Barang yang dibeli sudah digunakan dan dievaluasi oleh konsumen.

Adapun prosedur pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah pertama sekali sebelum memberikan skala kepada subjek untuk diisi, peneliti terlebih dahulu bertanya apakah pernah berbelanja dengan adanya kehadiran teman saat proses perbelanjaan. Setelah itu, peneliti juga bertanya apakah teman yang menemani konsumen berbelanja merupakan oranag yang dianggap tahu mengenai barang yang hendak dia beli. Selain itu peneliti juga menanyakan apakah produk tersebut dibeli berdasarkan masukan dari teman yang menemaninya berbelanja. Kemudian peneliti juga bertanya apakah subjek penelitian tersebut telah mengkonsumsi produk dan berakibat pada penyesalan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kriteria pemilihan sampel dapat diterapkan sesuai dengan tujuannya

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dipenelitian ini adalah metode self-reports. Menurut Hadi (2000) metode self-reports berasumsi bahwa :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri,

2. Apa yang dinyatakan oleh subjek dalam penelitian adalah benar dan dapat dipercaya, dan

3. Interpretasi subjek pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya sama dengan yang dimaksudkan peneliti.


(53)

Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat dan memadai. Pentingnya prosedur adalah baik buruknya penelitian tergantung pada teknik-teknik pengumpulan datanya (Hadi, 2000).

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek individu. Penelitian ini menggunakan penskalaan model likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2009).

Untuk mendapatkan data penelitian ini, digunakan dua macam skala, yaitu: (1) skala postpurchase regret dan (2) skala persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader.

1. Skala Postpurchase Regret

Skala postpurchase regret ini menggunakan model skala interval yang disusun berdasarkan penskalaan model Likert. Model Likert digunakan dengan mengikuti model aitem aslinya dalam penelitian Lee dan Cotte (2009).

Aitem-aitem dalam skala post purchase regret disusun berdasarkan komponen-komponen post purchase regret yang dikemukakan oleh Lee dan Cotte (2009) yaitu komponen outcome regret dan process regret. post purchase outcome regret dibagi lagi ke dalam dua komponen yaitu penyesalan yang disebabkan oleh adanya alternatif lain yang seharusnya dapat dipilih dan penyesalan yang disebabkan adanya pengurangan kegunaan produk. Post purchase process regret juga dibagi ke dalam dua komponen


(54)

yaitu penyesalan yang disebabkan adanya pertimbangan yang kurang matang dan penyesalan yang disebabkan karena pertimbangan yang berlebihan.

Adapun aitem-aitem yang digunakan dalam skala post purchase regret tersebut diadaptasi dari aitem-aitem yang disusun oleh Lee dan Cotte (2009) dan selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Pada pengisian skala post purchase regret, subjek diminta untuk memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang tersedia. Adapun alternatif jawaban yang disediakan tersebut adalah Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Bobot penilaian untuk pernyataan adalah STS=1, TS=2, N=3, S=4, SS=5. Dalam skala post purchase regret,

Semakin tinggi skor skala postpurchase regret maka semakin tinggi pula post purchase regret yang dimiliki oleh subjek. Dan sebaliknya semakin rendah skor skala postpurchase regret maka semakin rendah pula post purchase regret yang dimiliki oleh subjek.

Tabel 1

Blue Print Skala Postpurchase Regret Sebelum Uji Coba

Aspek-Aspek Komponen Favourabel Total Bobot

Outcomes Regret Regret due to Foregone alternatives 1,5,9,13 4 25% Regret due to Change in Significance 2,6,10,14 4 25% Process regret Regret due to Under Consideration 3,7,11,15 4 25% Regret due to Over Consideration 4,8,12,16 4 25%


(55)

2. Skala Persepsi Kemampuan Teman sebagai Opinion Leader

Persepsi kemampuan teman sebagai opinion leader diukur melalui penilaian konsumen terhadap orang yang dia anggap sebagai opinion leader melalui karakteristik opinion leader yang terdiri dari 4, yaitu enduring product involvement, knowledges and experiences, media habits, dan demographics.

Pada pengisian skala persepsi kemampuan opinion leader, subjek diminta untuk memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang tersedia. Adapun alternatif jawaban yang disediakan tersebut adalah Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Netral (N), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Bobot penilaian untuk pernyataan adalah STS=1, TS=2, N=3, S=4, SS=5. Semakin tinggi skor skala opinion leader maka semakin positif persepsi yang dimiliki terhadap orang lain sebagai opinion leader. Dan sebaliknya semakin rendah skor skala opinion leader maka semakin negatif persepsi yang dimiliki terhadap orang lain sebagai opinion leader.

Tabel 2

Blue Print Skala Persepsi Kemampuan Opinion Leader Sebelum Uji Coba

Karakteristik Opinion Leader Favourabel Total Bobot

Enduring product involvement 1,4,5,6,9,11 6 25,93 Knowledge and experience 2,3,7,8,10,12,14,15,16,26 10 37,04

Media Habits 13,17,18,19 4 14,81


(56)

E. VALIDITAS ALAT UKUR DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas Alat Ukur

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur yang melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas juga dapat disebut sebagai kecermatan pengukuran (Azwar, 2004).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgment. Artinya, sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2004). Professional judgement dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing.

2. Uji Daya Beda Aitem

Daya diskriminasi aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes (Azwar, 2009). Pengujian daya diskriminasi aitem


(57)

menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal pula dengan istilah parameter daya beda aitem (Azwar, 2009).

Indeks daya beda aitem yang akan digunakan untuk aitem-aitem opinion leader dan post purchase regret adalah nilai yang berada diatas 0,3 yang diperoleh melalui bantuan program SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version. Fungsi perhitungan ini adalah untuk menyeleksi aitem yang layak dipakai.

Apabila aitem mempunyai koefisien korelasi lebih besar sama dengan 0,3 maka aitem tersebut mempunyai daya diskriminasi yang tinggi dan layak dipakai, jika sebaliknya, maka aitem dianggap mempunyai daya diskriminasi yang rendah dan tidak dipakai dalam skala penelitian.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas mengacu pada konsistensi, keajegan, dan kepercayaan alat ukur. Secara empirik tinggi rendahnya ditujukan melalui koefisien reliabilitas (Azwar, 2009). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat tersebut mampu menunjukkan sejauhmana pengukurannya memberi hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subjek yang sama. Reliabilitas alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauhmana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran ini dapat dipercaya apabila dalam pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek sama, diperoleh


(58)

hasil yang sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2009).

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2009).

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (internal consistency). Formula reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula Alpha Cronbach melalui bantuan SPSS version 16.0 for windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauhmana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2009). Uji coba skala post purchase regret dan skala opinion leader dilakukan pada 150 orang konsumen di kota Medan.

Dari uji coba skala postpuchase regret, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,906 dengan daya diskriminasi aitem bergerak dari 0,342 sampai dengan 0,762 Mengikuti indeks daya diskriminasi aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai yang berada diatas 0,3 maka tidak terdapat aitem yang gugur sehingga tidak perlu dilakukan analisis kedua. Dengan demikian terdapat 16 buah aitem yang lolos untuk digunakan sebagai aitem penelitian. Blue print skala postpurchase regret tidak mengalami


(59)

perubahan. Selanjutnya peneliti melakukan penomoran aitem yang baru untuk skala penelitian yang akan digunakan. Penomoran baru untuk skala penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3

Blue Print Skala Postpurchase Regret Penelitian

Aspek-Aspek

Komponen Favourabel Total Bobot

Outcomes Regret

Regret due to Foregone alternatives

27,31,35,39 4 25%

Regret due to Change in Significance

28,32,36,40 4 25%

Process regret

Regret due to Under Consideration

29,33,37,41 4 25%

Regret due to Over Consideration

30,34,38,42 4 25%

TOTAL 16 100%

Dari uji coba skala opinion leader, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,956 dengan daya diskriminasi aitem bergerak dari 0,399 sampai dengan 0,756 Mengikuti indeks daya diskriminasi aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai yang


(60)

analisis kedua. Dengan demikian terdapat 26 buah aitem yang lolos untuk digunakan sebagai aitem penelitian. Blue print dan penomoran opinion leader tidak mengalami perubahan.

Tabel 4

Blue Print Skala Persepsi Kemampuan Opinion Leader Penelitian

Karakteristik Opinion Leader

Favourabel Total Bobot

Enduring product involvemen

1,4,5,6,9,11 6 25,93

Knowledge and experience

2,3,7,8,10,12,14,15,16,26 10 37,04

Media Habits 13,17,18,19 4 14,81 Demographics 20,21,22,23,24,25 6 22,22


(61)

F. PROSEDUR PENELITIAN

Sebelum dilaksanakan penelitian di lapangan maka peneliti perlu melakukan beberapa prosedur, yaitu: tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Peneliti terlebih dahulu menyiapkan alat ukur yang digunakan. Alat ukur yang digunakan terdiri dari dua buah skala yaitu skala postpurchase regret dan skala opinion leader. Skala opinion leader disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dilandasan teori.

Penyusunan skala opinion leader dilakukan dengan proses operasionalisasi setiap karakteristik ke dalam bentuk pernyataan yang disusun menurut blue print yang telah dirancang sebelumnya. Skala ini terdiri dari 26 pernyataan yang diuji validitasnya dengan menggunakan professional judgement.

Untuk skala postpurchase regret, peneliti menggunakan PPCR Scale yang dikonstruksi oleh Lee dan Cotte (2009). Prosedur adaptasi aitem pertama sekali dilakukan dengan menerjemahkan aitem dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia kemudian hasil terjemahan tersebut diberikan kepada 5 orang subjek untuk dibaca dan dimintai saran dan pendapat mereka. Hal ini dimaksudkan agar aitem penelitian terjemahan tersebut dapat dipahami tata bahasanya serta tidak menimbulkan kesan ganda. Skala ini terdiri dari 16 pernyataan yang diuji validitasnya dengan menggunakan


(62)

professional judgement yaitu dosen pembimbing peneliti. Skala opinion leader dan post purchase regret kemudian disetujui dan diujicobakan.

Setelah skala opinion leader selesai dikonstruksi, peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada tanggal 28 Mei 2012 sampai dengan tanggal 31 Mei 2012 kepada 150 orang responden yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini. Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung nilai reliabilitas skala dan daya diskriminasi aitemnya. Aitem yang tidak memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan akan dibuang. Untuk skala opinion leader, setelah dilakukan satu kali perhitungan koefisien reliabilitas dan daya diskriminasi aitem maka diperoleh 26 aitem yang lolos dan memenuhi standar kriteria yang ditetapkan sebelumnya dan dapat digunakan dalam penelitian. Skala postpurchase regret juga diujicobakan pada tanggal 28 Mei 2012 hingga 31 mei 2012 kepada 150 orang responden yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini. Kemudian selanjutnya adalah dihitung nilai reliabilitas skala dan daya diskriminasi aitemnya. Aitem yang tidak memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan akan dibuang. Untuk skala opinion leader, setelah dilakukan satu kali analisis koefisien reliabilitas dan daya diskriminasi aitem maka diperoleh 16 aitem yang lolos dan memenuhi standar kriteria yang ditetapkan sebelumnya dan dapat digunakan dalam penelitian

Selanjutnya peneliti melakukan menyusun aitem-aitem yang telah lolos tersebut ke dalam alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Sama seperti pada saat uji coba, peneliti tetap menggunakan jumlah aitem yang sama dengan pada saat pengambilan data yaitu 26 aitem untuk skala opinion leader dan 16 aitem untuk skala


(63)

postpurchase regret. Hanya saja pada saat pengambilan data, peneliti menggabungkan alat ukur postpurchase regret dan opinion leader di dalam satu skala. Skala dibuat dalam cetakan berwarna berbentuk buku (booklet) dari kertas berukuran A4 dengan huruf Times New Roman ukuran 14.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian diadakan dengan menyebarkan skala opinion leader dan postpurchase regret kepada 109 orang konsumen yang pernah membeli suatu produk yang dianggap penting dengan adanya pendampingan teman di dalam proses pembelian, teman yang mendampingi merupakan orang yang dipersepsikan sebagai orang yang mampu untuk memberikan informasi mengenai produk yang akan dibeli, dan pembelian yang dilakukan diputuskan berdasarkan masukan informasi yang diterima dari orang lain. Penelitian dilakukan dari tanggal 7 September sampai dengan 15 September 2012.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data dari alat ukur yang dibagikan, langkah selanjutnya adalah tahap pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS version 16.0 for windows.


(64)

G. METODE ANALISA DATA

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisis statistik. Alasan yang mendasari digunakannya analisis statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari penggunaan statistik dalam suatu penelitian adalah statistik bekerja dengan angka-angka, statistik bersifat objektif, dan statistik bersifat universal, yang artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian (Hadi, 2000).

Metode analisa data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi sederhana yaitu merupakan metode analisis dimana variabel yang dimiliki adalah satu variabel independen dan satu variabel dependen dan digunakan untuk memprediksi korelasi antara dua atau lebih variabel yang digunakan (Langdridge, 2004). Menurut Santoso (2011), analisis regresi sederhana digunakan terutama untuk tujuan peramalan, dimana di dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan satu variabel independen (bebas). Sedangkan menurut Sarwono (2006), regresi linear sederhana digunakan untuk mengestimasi besarnya koefisien-koefisien yang bersifat linear, yang melibatkan satu variabel bebas untuk digunakan sebagai alat prediksi besarnya nilai variabel tergantung. Bentuk umum dari persamaan regresi adalah:

Y = a + bX Dimana:

Y adalah nilai dari variabel dependen a adalah konstanta, yaitu nilai Y jika X = 0


(1)

Rara : Ya aku kemarin udah cari informasi dari internet, udah dari pas aku kecewa itu aku pikir tabung duit beli laptop aja. Terus aku mulai browsing- browsing laptop dan harganya. Ya jadi deh beli sendiri. Kalau sama teman seringnya terpengaruh sama pilihan dia, takut kecewa lagi. Makanya beli sendiri aja.

Margareth : Menurut kamu, dari segi harga kamu merasa harga yang diberikan cukup mahal atau lumayan murah?

Rara : Kemarin waktu beli ya walau harganya lebih murah dibanding Pentium IV intel, awalnya aku senang karena mikir bisa nihh, udah beli komputer murah ada sisa uang lagi. Menurutku dari segi harga ya lumayan murah lah.

Margareth : Ohh kalau begitu, mungkin sekian dulu pertanyaan saya. Kalau saya butuh informasi tambahan lain, saya boleh kan menghubungi kamu?

Rara : Oh tentu, dengan senang hati, margareth. Semangat ya buat tugas akhirnya. Margareth : Iya terima kasih ya rara. Semangat juga buat kamu.


(2)

Nama : Mutia Usia : 20 tahun Pembelian: kosmetik

Wawancara tanggal 10 Oktober 2012

Margareth : Sore dek, kakak bisa minta waktunya sebentar? Tia : Oh iya kak bisa, kenapa itu kak?

Margareth : Adek kemarin ada isikan skala kakak kan? Boleh ga kakak sedikit bertanya? Kakak butuh informasi dari kamu buat penelitian kakak.

Tia : Oh iya boleh kak.

Margareth : Gini, kemarin itu memang pernah beli kan ditemani sama orang lain? Tia : Sering kalau itu kak.

Margareth : Kalau minta nemenin orang yang kamu anggap ngerti sama barang yang mau kamu beli pernah ga?

Tia : Oh itu pernah kak. Sama teman juga. Margareth : Barang apa yang dibeli dek?

Tia : Kemarin kosmetik kak.

Margareth : Menurut adek ini pembelian yang penting ga?

Tia : Penting kak. Malah amat penting, soalnya kan kak buat wajah, kalau salah bisa bahaya kak hehehhehe

Margareth : Kenapa adek memilih teman adek itu buat nemenin?

Tia : Iya , kemarin itu aku tanya-tanyain kan sama teman tentang pelembab muka yang bagus. Nah temenku bilang kalau temenku satu lagi kak tau tentang semua jenis pelembab, soalnya teman-teman lain suka buat nanya-nanya sama dia juga. Kebetulan kalau dilihat-lihat muka dia juga bagus kak. Jadi aku ikut aja. Aku ajak dia.


(3)

Tia : Iya kak, kemarin dia saranin aku buat beli pelembab A ya aku beli aja langsung. Terus katanya mukaku berminyak aku disaranin buat pake pencuci muka B. Aku beli keduanya...

Margareth : Terus gimana hasilnya setelah menggunakan produk yang kamu beli? Apa hasilnya sesuai dengan harapan kamu?

Tia : Engga sesuai kak. Kemarin abis cuci muka ya masih biasa saja. Terus abis aku pake pelembabnya, muka aku langsung panas dan merah gitu. Terus aku kompres pake air hangat karena rada gatal-gatal juga merahnya kak. Kayaknya produknya ga cocok sama aku, jadi hari itu juga langsung kubuang dua-duanya barangnya. Margareth : Berarti Cuma sekali pake lah ya dek?

Tia : Iya kak.

Margareth : Ada perasaan menyesal ga dek kenapa udah pilih itu?

Tia : Menyesal sih sedikit ada kak,apalagi wajah jadi iritasi setelah make produknya. Enggak bakalan deh kak pake produk itu, ga bakal asal-asalan lagi kalau beli produk buat kulit kak.

Margareth : Waktu itu ada ga alternatif yang lain dek?

Tia : Ada banyak kak. Tapi kan takut juga salah pilih, jadi aku ga mempertimbangkan lagi, dia bilang tipe mukaku kayak apa terus tunjukkin produknya, aku ambil terus beli kak.

Margareth : Berarti waktu untuk mempertimbangkannya cukup singkat ya?

Tia : Iya kak, aku malah ga ada pertimbangan sama sekali. Aku percaya sama pilihan dia.

Margareth : Kalau misalnya ntar beli barang lain mau ga buat nanya-nanya dan ajakin temannya lagi?

Tia : Mau kak. Tapi sebelumnya aku mesti cari tau tentang barang-barang itu, ga mau lagi kak aku sepenuhnya dengarin pilihan teman. Masukan dari teman hanya jadi pertimbangan aja sih kak.

Margareth : Oh baiklah kalau begitu, mungkin itu dulu pertanyaan dari kakak. Terima kasih ya dek buat waktu luangnya.


(4)

Nama : Veronika Usia : 23 tahun Pembelian: Kamera

Wawancara tanggal 1 Desember 2012

Margareth : Hi say, teringatnya kemarin kamu ada ngisikan skalaku kan? Veronika : Iya, kenapa itu say?

Margareth : Gini, aku perlu sedikit informasi dari kamu untuk penelitianku say. Teringatnya beli barang apa kemarin nih?

Veronika : Kamera.

Margareth : Sebelumnya pernah beli kamera juga?

Veronika : Pernah, tapi bukan duit sendiri. Dibeliin ortu, ya itu kemarin Cuma gaya-gayaan aja. Kalo yang sekarang ini karena keinginan. Kalo sekarang memang keinginan dan beli sendiri.

Margareth : Keinginan atau memang kamu lagi butuh?

Veronika : Sebenarnya termasuk lagi butuh sih. Aku kan pengen jadi dokter bedah. Nah kebetulan waktu itu aku mau masuk stase bedah di hari senin. Aku belinya hari jumat makanya aku pikir aku harus cepat belinya, supaya bisa kupake ntar hari senin.

Margareth : Sebelum membeli ini apa pertimbangan yang kamu lakukan?

Veronika : Kemarin kan belinya terdesak. Kebetulan aku taunya ada temenku yang tau banyak tentang kamera digital, kebetulan dia mau nemenin aku untuk beli kamera jadi kami pergi sama-sama buat beli kameranya. Nah belinya berdasarkan pendapat darinya.


(5)

Margareth : Menurutmu harga yang kamu keluarkan untuk membeli kamera ini cukup tinggi atau tidak?

Veronika : Sedang-sedang aja. Karena saat itu banyak kebutuhan yang mau aku beli, jadi kalo menurutku sedang lah...

Margareth : Berapa lama kamu mempertimbangkan untuk membeli kamera ini?

Veronika : Ga ada pertimbangan lah, teman yang milihkan, apa yang dia tunjuk ya aku langsung terima aja langsung aku ambil dan aku beli. Apalagi fiturnya lumayan banyak, ada 16 mp, abis itu dapat tas, pas lagi diskon. Itu katanya ya pas aku datang lagi diskon. Kalau dilihat dari barang-barang lain jauh lebih mahal meskipun dengan fitur yang sama.

Margareth : Lalu setelah beli apa yang anda rasakan dengan barang itu?

Veronika : Ya senanglah akhirnya keinginanku punya kamera sebelum masuk stase bedah terkabul juga.

Margareth : Apakah secara pribadi kamu merasa menyesal akan pilihan kamu?

Veronika : Agak nyesal sih, beberapa hari setelah aku beli barang ini ternyata kamera ini dijadikan hadiah dalam pembelian handphone. Kecewa sih, karena temanku ada yang beli handphone tab dapat kamera begini. Berarti udah ga mewah lagi kan karena udah jadi pasaran, kayak handphone cina. Bangga kerennya di awal ehh rupanya buatan cinanya.. ga ada kebanggaan lagi makenya depan kawan.

Margareth : Menurut kamu, apakah kamu menyesal mengikuti pilihan temanmu?

Veronika : Ya, aku menyesal. Aku bilang juga sama dia, kalo misalnya barang yang kubeli itu ternyata ga mewah lagi, udah jadi barang hadiah kan. Tapi setelah itu ya mau gimana lagi aku terima sajalah, mau ga mau ya mesti dipake kan, kebetulan perlu juga jadi aku tetap pakai barang ini.


(6)

Margareth : kalau dari segi lamanya mempertimbangkan, apakah kamu berharap untuk mempunyai lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan lagi?

Veronika : Aku orangnya kalau soal mempertimbangkan tentang barang ya agak malas, rasanya buang-buang waktu. Ya hasilnya seperti sekarang lah pengennya cepat-cepat punya kamera. Coba aku sedikit sabar, mungkin aku bisa beli handphone dan dapat kamera ini. Kebetulan beberapa hari setelah itu Aku mau beli handphone yang sama. Coba aku bisa bersabar dikit, pasti Aku nggak terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk beli keduanya