BAB II URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Riana 2008 melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Trust in a Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua di Kota
Denpasar”. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh dari variabel trust in a brand yang meliputi brand characteristic, company
characteristic dan consumer – brand characteristic terhadap brand loyalty. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama dan parsial
variabel trust in a brand berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty, dan variabel brand characteristic adalah variabel yang paling dominan berpengaruh
terhadap brand loyalty dengan koefisien beta sebesar 0,668 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000.
Hillia 2007 melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pembentuk Kepercayaan Merek Trust in a brand terhadap loyalitas konsumen Consumer
Loyalty: studi pada berbagai merek handphone”. Dimana Tujuan dari penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui pengaruh brand characteristics, company
characteristics, dan consumer-brand characteristics terhadap pembentukan trust in brand. Serta pengaruh trust in brand terhadap brand loyalty. Temuan analisis
mengungkapkan bahwa Trust In Brand dipengaruhi oleh variabel brand characteristics, company characteristics, dan consumer-brand characteristics
secara bersama-sama, terutama pada variabel consumer-brand characteristics yang paling kuat atau mendominasi dalam mempengaruhi Trust In Brand.Serta
adanya pengaruh yang signifikan dari Trust In Brand terhadap brand loyalty.
Universitas Sumatera Utara
B. Merek
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Defenisi ini memiliki
kesamaan dengan defenisi versi American Marketing association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator. Kedua defenisi
ini menjelaskan secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo atau symbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek.
Tjiptono, 2005:2.
1. Tujuan Merek
Tjiptono dan Diana 2000:39 menyatakan bahwa penggunaan merek memiliki berbagai macam tujuan, yaitu:
a. Sebagai identitas perusahaan yang membedakannya dengan
produk pesaing, sehingga pelanggan mudah mengenali dan melakukan pembelian ulang.
b. Sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk
misalnya dengan bentuk desain dan warna-warni yang menarik. c.
Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta citra prestise tertentu kepada konsumen.
d. Untuk mengendalikan dan mendominasi pasar. Artinya, dengan
membangun merek yang terkenal, bercitra baik, dan dilindungi
Universitas Sumatera Utara
hak eksklusif berdasarkan hak cipta paten, maka perusahaan dapat meraih dan mempertahankan loyalitas konsumen.
2. Makna Merek
Tjiptono dan Diana 2000:40 menjelaskan dalam suatu merek terkandung 6 enam macam makna, yaitu:
1. Atribut
Merek menyampaikan atribut-atribut tertentu, misalnya Mercedes mengisyaratkan tahan lama awet, mahal, desain
berkualitas, nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan sebagainya. 2.
Manfaat Merek bukanlah sekedar sekumpulan atribut, sebab yang dibeli
oleh konsumen adalah manfaat, bukannya atribut. 3.
Nilai – nilai Merek juga menyatakan nilai – nilai yang dianut produsennya.
Contohnya Mercedes mencerminkan kinerja tinggi, keamanan dan prestise.
4. Budaya
Dalam merek juga terkandung pula budaya tertentu. 5.
Kepribadian Merek bias pula mempoyeksikan kepribadian tertentu. Apabila
suatu merek divisualisasikan dengan orang, binatang, atau suatu proyek, yang akan terbayangkan.
Universitas Sumatera Utara
6. Pemakai
Merek juga mengisyaratkan tipe konsumen yang membeli atau menggunakan produknya.
3. Tipe Merek
Whitwell, dalam Tjiptono 2005:22 menerangkan bahwa pemahaman mengenai peran merek tidak bisa dipisahkan dari tipe-tipe
utama merek, karena masing – masing tipe memiliki citra merek yang berbeda. Ketiga tipe tersebut meliputi:
a. Attribute brands
Yakni merek – merek yang memiliki citra yang mampu mengkomunikasikan keyakinan kepercayaan terhadap atribut
fungsional produk. Kerap kali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara objektif atas begitu banyak tipe
produk, sehingga mereka cenderung memiliki merek – merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya.
b. Aspirational brands
Yaitu merek – merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli merek yang bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak
mengandung produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Keyakian yang dipegang konsumen
adalah bahwa dengan memiliki merek semacam ini, akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan kelompok aspirasi tertentu.
Dalam hal ini, status, pengakuan sosial, dan identitas jauh lebih penting daripada sekedar nilai fungsional produk.
Universitas Sumatera Utara
c. Experience brands
Mencerminkan merek – merek yang menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama shared associations and emotionals. Tipe ini
memiliki citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual. Kesuksesan
sebuah experience brands ditentukan oleh kemampuan merek bersangkutan dalam mengekspresikan individualitas dan pertumbuhan
personal.
C. Brand Characteristic
Lau dan Lee 1999 menyatakan bahwa karakteristik merek terdiri atas tiga elemen yaitu: reputasi merek brand reputation, kecakapan memprediksi
merek brand predictability, dan kompetensi merek brand competence. 1.
Reputasi Merek Brand Reputation Reputasi merek merupakan persepsi konsumen tentang
pengetahuan mereka tentang merek dan tanggapan atau pendapat individu lain terhadap merek. Reputasi suatu merek dapat dikembangkan melalui
periklanan dan pulic relation tapi juga kemungkinan dipengaruhi oleh kualitas produk atau kinerja merek.
Pada konsumen yang low involvement, pengaruh iklan, pendapat orang lain tentang suatu merek cepat diterima oleh seseorang. Konsep
tersebut sesuai dengan teori Passive Learning yang dikemukakan oleh Krugman’s dikutip oleh Assael 1998 menyatakan bahwa pada kondisi
low Involvement pengaruh iklan dan pendapat orang lain sangat kuat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi diri seseorang karena adanya proses pembelajaran yang pasif. Pada kondisi high involvement, kecendrungan seseorang untuk
menerima pendapat orang lain, dan pengaruh iklan tidak berdampak pada seseorang. Konsep ini sesuai dengan teori Social Judment yang
dikemukakan oleh Sherif’s dalam Assael 1998 yang menyatakan bahwa semakin high involvement seseorang maka rentang penerimaan akan
semakin rendah terhadap opini atau pendapat orang lain. Hal ini disebabkan karena konsumen tersebut sudah mempunyai believe yang
diperoleh melalui pencarian informasi dalam proses active learning. 2.
Kecakapan Memprediksi Merek Brand Predictability Kecakapan Memprediksi Merek Brand Predictability merupakan
peresepsi konsumen terhadap konsistensi merek dengan mengamati dan mengantisipasi dengan kuat kinerja suatu merek setiap kali menggunakan
merek dan hubungannya dengan harapan konsumen pada merek tersebut Lau dan Lee,1999. Memprediksi suatu merek mengacu pada level
konsistensi dari kualitas produk. Kecakapan memprediksi merek dihasilkan dari interaksi pembelian ulang yang dilakukan oleh konsumen,
dimana suatu kelompok memberikan janji dan mengantarkannya kepada yang lain dan adanya prilaku saling mengenal antara kelompok yang
berinteraksi Doney dan Cannon, 1997. Kelly dan Stahelski 1970 menyatakan bahwa kecakapan
memprediksi meningkatkan kepercayaan bahkan ketika kelompok lain melakukan pelanggaran juga bisa diprediksi. Kecakapan memprediksi
merek akan meningkatkan kepercayan diri konsumen karena konsumen
Universitas Sumatera Utara
mengetahui bahwa tidak ada yang tidak diharapkan akan terjadi pada merek yang digunakan karena kecakapan memprediksi akan membangun
harapan positif konsumen Kasperson dalam Lau dan Lee, 1999. Pada produk yang bersifat high involvement seperti produk
elektronik dan otomotif, proses pencarian informasi dam pemilihan merek memerlukan keterlibatan yang tinggi dari konsumen. Proses tersebut
dilakukan karena besarnya resiko kegagalan produk dimasa yang akan dating Sambandan dan Lord, 1995. Argumentasi ini sejalan dengan
Assael 1998 yang menyatakan bahwa untuk produk high involvement konsumenlebih detail dalam proses evaluasi suatu merek. Sedangkan
untuk produk yang low involvement, keterlibatan konsumen terbatas hanya pada beberapa atribut kunci suatu produk yang dijadikan referensi
pembelian. Berdasarkan hal itu menunjukkan bahwa involvement memegang peran penting bagi konsumen dalam upaya menimbulkan
kepercayaan konsumen terhadap merek. 3.
Kompetensi Merek Brand Competence Kompetensi Merek Brand Competence merupakan kemampuan
yang dimiliki oleh suatu merek untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi oleh konsumen Lau dan Lee, 1999. Skin dan Roth 1993
seperti yang dikutip oleh Lau dan Lee 1999 menyatakan bahwa kemampuan suatu merek merupakan elemen penting yang mempengaruhi
konsumen dalam mempercayai suatu merek. Konsumen bisa mengetahui kemampuan merek melalui dua cara yaitu penggunaan langsung merek
tersebut dan word-of-mouth communication.
Universitas Sumatera Utara
D. Company Characteristic