Hygiene Sanitasi Pada Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012

(1)

HYGIENE SANITASI PADA BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 101000348

JENNY SISWI DELIMA SIPAHUTAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

HYGIENE SANITASI PADA BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 101000348

JENNY SISWI DELIMA SIPAHUTAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

HYGIENE SANITASI PADA BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 101000348

JENNY SISWI DELIMA SIPAHUTAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juli 2012 dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

( dr. Taufik Ashar,MKM ) (

NIP. 19780331 200312 1 001 NIP. 19580404 198702 1 001 dr. Surya Dharma, MPH )

Penguji II Penguji III

( Ir. Indra Chahaya S, MSi )

NIP. 19681101 199303 2 005 NIP.19700219 199802 2 001 ( dr. Devi Nuraini Santi ,M.Kes )

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 (Dr. Drs. Surya Utama, MS)


(4)

ABSTRAK

BP4 Medan merupakan salah satu jenis rumah sakit khusus milik pemerintah Propinsi Sumatera Utara yaitu unit pelayanan kesehatan masyarakat untuk pengobatan dan perawatan khusus penyakit paru-paru misalnya TBC Paru (Tuberculosis). Sebagai rumah sakit khusus, BP4 Medan dituntut memenuhi kriteria hygiene sanitasi meliputi petugas kesehatan maupun kesehatan lingkungannya. Adapun parameter lain juga menentukan mutu pelayanan rumah sakit itu sendiri antara lain tingkat suhu, kelembaban, pencahayaan dan kebisingan. Penyakit paru memiliki potensi menular pada orang lain karena berhubungan dengan hygiene petugas kesehatan lingkungan berdasarkan Permenkes RI No. 1204 Tahun 2004 mengenai Hygiene Sanitasi Rumah Sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi pada BP4 Medan khususnya petugas dan sarana kesehatan lingkungan apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum sesuai dengan Permenkes RI No.1204 Tahun 2004.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk melihat gambaran penerapan hygiene sanitasi petugas kesehatan dan sarana kesehatan lingkungan pada BP4 Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene petugas kesehatan pada BP4 Medan belum semua memenuhi persyaratan kesehatan sesuai prinsip hygiene sanitasi yang diterapkan di rumah sakit khusus seperti BP4 Medan antara lain petugas yang tidak selalu memakai masker, tidak menggunakan sarung tangan, bercakap-cakap waktu bekerja, tidak mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah menangani pasien dan petugas didapati makan dan minum di ruangan. Untuk sarana kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat yaitu pengelolaan limbah padat dan cair, toilet dan kamar mandi yang melebihi kapasitas, tempat pencucian linen/laundry serta binatang pengganggu yang masih bisa masuk ke lingkungan.

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi dan kesehatan lingkungan pada BP4 Medan disarankan kepada Kepala BP4 Medan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi persyaratan dan memberikan pelatihan tentang prinsip-prinsip hygiene sanitasi bagi petugas kesehatan pada BP4 Medan.


(5)

ABSTRACT

BP4 Medan is one of the special hospitals of community health service unit owned b y the government of North Sumatera for health treatment and special treatment of lung such as tuberculosis. As one special hospital, BP4 Medan should fulfill the criteria of sanitation hygiene including health officers and its environmental. Other parameters determining the quality of the hospital are such as humidity degree, lighting and noisy. Tuberculosis is a malignant disease and can spread for other people caused by any contact with health officers or its environmental based on Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004 concerning with sanitation hygiene.

The objective of this research was to know to descript of sanitation hygiene at BP4 Medan especially those health officers and the facilities of health environmental whether it fulfilled health requirement or Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004.

The method used was descriptive to know to descript of the application sanitation hygiene of health officers and facilities of environmental at BP4 Medan.

The results of research showed that not all hygiene of health officers at BP4 Medan fulfilled health requirement in accordance with the principle of sanitation hygiene applied in hospital such as BP4 Medan such as without masker during working, without gloves, talking at working, without washing hand before and after caring the patients, eating and drinking in hospital room. For environmental health which did not fulfill health requirements were such as solid and liquid management, toilet and over capacity bathroom, laundry as well as other intruder animals entering the environmental.

In creating good sanitation hygiene and environmental, it is suggested for head of BP4 Medan to improve the facilities of sanitation and give the training related to the principles of sanitation health for health officers an BP4 Medan,


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jenny Siswi Delima Sipahutar Data Pribadi

Tempat Tanggal Lahir: Pematang Siantar, 14 September 1973 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah Anak : 2 (dua) orang

Alamat Rumah : Jl. Gaperta Ujung No. 22E Medan Alamat Kantor : Jl. Asrama No.18 Medan

1. SD : SD Negeri No.125540 Mulai tahun 1980 s/d 1986 Riwayat Pendidikan

2. SMP : SMP Negeri 1 Pematang Siantar tahun 1986 s/d 1989 3. SMA : SMA Negeri 3 Pematang Siantar tahun 1989 s/d 1992 4. DIPLOMA : PAMS – KL DepKes RI Kaban Jahe tahun 1992 s/d 1995 5. S1 : Tugas Belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera

Utara Mulai tahun 2010 s/d 2012 1. Bekerja di Universitas Darma Agung tahun 1997 s/d 2001 Riwayat Pekerjaan

2. Bekerja di PT. Timur Jaya Cold Storage Tanjung Balai mulai tahun 2001 s/d 2002

3. PNS di Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara UPT BP4 Medan Mulai Tahun 2006 s/d sekarang


(7)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan karena anugerahNyalah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hygiene Sanitasi Pada Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012”. Untuk memenuhi prasyarat meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan penghargaan yang tidak terhingga dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Drs. Surya Utama,MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarat Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan memberikan bimbingan sehingga selesainya skripsi ini.

3. dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing II dan sebagai Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan memberikan bimbingan sehingga selesainya skripsi ini.

4. Ir. Evi Naria,M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan memberikan bimbingan sehingga selesainya skripsi ini.

5. Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritikan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.


(8)

6. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan kritikan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Dra. Jumirah,Apt, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan memberikan bimbingan sehingga selesainya skripsi ini

8. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada FM USU Medan beserta staf pendidikan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama peneliti mengikuti pendidikan.

9. dr. Adlan Lufti, S,Sp.P selaku Kepala BP4 Medan dan seluruh staf yang telah memberikan ijin penelitan kepada peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

10.Kepala BTKL Medan yang telah membantu peneliti dalam pemeriksaan kualitas air bersih BP 4 Medan.

11.Suamiku Drs.R.B.Napitupulu, M.Si dan anakku Kristi Prilnasbet Napitupulu dan Mega Marlinsensi Napitupulu yang telah memberikan dukungan dan doa buat peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai selesainya skripsi ini.

12.Kakakku Sahat Sipahutar, Ratna Sipahutar, Hotman Sipahutar, Debora Sipahutar, Ester Sipahutar, Nana Sipahutar, Budi Sipahutar dan adikku Novianti Sipahutar, Johan Sipahutar dan Erlistina Tumanggor yang telah banyak memberikan doa dan dukungan sehingga selesainya skripsi ini.


(9)

13.Saudaraku keluarga dr. Budi Napitupulu/R. Br. Tampubolon yang telah memberikan doa dan dukungan kepada peneliti sejak mengikuti pendidikan sampai selesainya skripsi ini.

14.Sahabatku : Teguh Rahardjo, Neti Marpaung, Sriana Florensi, Veronika, Siti Khalijah, Mery Lanca dan semua teman-teman satu peminatan di FKM USU yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas doa dan dukungannya.

Dengan segala kerendahan hati, disadari sepenuhnya skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terima kasih.

Medan, Juli 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi... 6

2.1.1. Hygiene... 6

2.1.2. Sanitasi ... 7

2.2 Pengertian BP4 dan Rumah Sakit ... 9

2.2.1. Kategori Rumah Sakit Menurut Kepmenkes Nomor 340 Tahun 2010 Tentang Rumah Sakit ... 10

2.2.1.1. Rumah Sakit Umum ... 10

2.2.1.2. Rumah Sakit Khusus ... 10

2.3. Infeksi Nosokomial ... 10

2.3.1. Pengertian Infeksi Nosokomial ... 10

2.3.2. Sumber Infeksi... 11

2.3.3. Proses Infeksi Nosokomial ... 11

2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 12

2.4. Tuberkulosis dan Kejadiannya ... 14

2.5. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 ... 15

2.5.1. Bangunan dan Halaman ... 15

2.5.2. Pencahayaan, Penghawaan, Kelembaban dan Kebisingan ... 18

2.5.2.1. Pencahayaan ... 18

2.5.2.2. Penghawaan ... 19

2.5.2.3. Kelembaban ... 20


(11)

2.5.3. Fasilitas Sanitasi ... 22

2.5.3.1. Penyediaan Air Minum dan Air Bersih ... 22

2.5.3.2. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi ... 24

2.5.3.3. Pengelolaan Limbah Padat ... 25

2.5.3.4. Proses Pengeloaan Limbah Padat ... 30

2.5.3.5. Syarat Pengolahan Sampah yang Baik ... 32

2.5.3.6. Proses Pengelolaan Sampah ... 34

2.5.4. Pengelolaan Limbah Cair ... 37

2.5.4.1. Kolam Stabilisasi Air Limbah ... 37

2.5.4.2. Kolam Oksidasi Air Limbah ... 37

2.5.4.3. Anaerobic Filter Treatment System... 38

2.5.4.4. Septik-Tank ... 39

2.5.4.5. Sifat Limbah Cair ... 40

2.5.4.6. Langkah-langkah Pengolahan Limbah Cair... 40

2.5.5. Penglolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry) ... 42

2.5.6. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu Lainnya ... 43

2.5.7. Dokontaminasi dengan Disinfeksi dan Sterilisasi ... 44

2.6. Kerangka Konsep ... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN... 46

3.1. Jenis Penelitian... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 46

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2. Waktu Penelitian ... 46

3.3. Objek Penelitian dan Sampel ... 46

3.3.1. Objek Penelitian ... 46

3.3.2. Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Sekunder... 47

3.4.3. Observasi ... 47

3.5. Definisi Operasional ... 47

3.6.Aspek Pengukuran ... 50

3.6.1. Pengukuran Intensitas Cahaya (Lux Meter) ... 50

3.6.2. Pengukuran Kelembaban dalam Ruangan ... 51

3.6.3. Pengukuran Kebisingan... 51

3.6.4. Pengambilan Sampel Air Bersih dari Kran ... 52

3.6.5. Pemeriksaan Kualitas Air Bersih ... 52

3.6.5.1.Fisika ... 52

3.6.5.2.Kimia... 55

3.6.5.3.Kimia Organik ... 70


(12)

3.7.Analisis Data... 73

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 74

4.1.Gambaran Demography ... 74

4.1.1. Lokasi Penelitian... 74

4.1.2. Ketenagaan BP4 Medan ... 74

4.2.Hygiene Petugas Kesehatan ... 74

4.3.Kesehatan Lingkungan BP4 Medan ... 76

4.4.Ruang Bangunan ... 77

4.5. Kelembaban dan Suhu Ruangan ... 78

4.6. Pencahayaan Ruangan... 79.

4.7.Kebisingan ... 81

4.8. Penyediaan air bersih ... 81

4.9. Toilet dan Kamar Mandi ... 82

4.10.Pengolahan Limbah Padat ... 83

4.11.Pengolahan Limbah cair ... 84

4.12. Pengolahan Tempat Pencucian Linen/Laundry ... 85

4.13. Pengendalian Serangga dan Tikus serta Binatang Pengganggu Lain .. 86

BAB 5 PEMBAHASAN ... 87

5.1. Hygiene Petugas Kesehatan ... 87

5.2. Kesehatan Lingkungan... 93

5.2.1. Lingkugan ... 93

5.2.2. Bangunan dan halaman ... 95

5.2.3. Kelembaban dan Suhu Ruagan BP4 Medan ... 96

5.2.4. Pencahayaan Ruangan ... 97

5.2.5. Kebisingan ... 99

5.2.6. Penyediaan Air Bersih ... 101

5.2.7. Toilet dan Kamar Mandi ... 101

5.2.8. Pengelolaan Limbah Padat ... 102

5.2.9. Pengelolaan Limbah Cair ... 103

5.2.10. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen/Laundry... 104

5.2.11. Pengendalian Serangga dan Tikus Serta Binatang Pengganggu Lainnya ... 105

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

6.1. Kesimpulan ... 107

6.2. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit... 18

Tabel 2.2. Standar Suhu dan Kelembaban Menurut Fungsi Ruang atau Unit .. 20

Tabel 2.3. Indeks Kebisingan Menurut Ruangan Atau Unit ... 21

Tabel 2.4. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya . 25 Tabel 4.1. Ketenagaan BP4 Medan Tahun 2012 ... 73

Tabel 4.2. Karakteristik petugas kesehatan BP4 Medan meliputi jenis kelamin, umur dan pendidikan ... 74

Tabel 4.3. Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada BP4 Medan Tahun 2012. ... 74

Tabel 4.4. Hygiene Petugas Kesehatan BP4 Medan Tahun 2012... 75

Tabel 4.5.Kesehatan Lingkungan BP4 Medan Tahun 2012 ... 76

Tabel 4.6. Ruangan BP4 Medan Tahun 2012 ... 77

Tabel 4.7 Kelembaban dan Suhu Ruangan di BP4 Medan ... 78

Tabel 4.8. Pencahayaan Ruangan atau Unit BP4 Medan... 79

Tabel 4.9. Kebisingan Ruangan atau Unit BP4 Medan ... 80

Tabel 4.10. Penyediaan Air Bersih di BP4 Medan ... 81

Tabel 4.11. Toilet dan Kamar Mandi di BP4 Medan ... 81

Tabel 4.12. Pengelolaan Limbah Padat di BP4 Medan Tahun 2012 ... 82

Tabel 4.13 . Pengelolaan Limbah Cair di BP4 Medan Tahun 2012... 83

Tabel 4.14. Pengolahan Linen di BP4 Medan Tahun 2012 ... 84

Tabel 4.15. Pengendalian Serangga dan Tikus Serta Binatang Pengganggu Lainnya di BP4 Medan Tahun 2012 ... 85


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Observasi Hygiene Petugas Lampiran 2. Lembar Observasi Kesehatan Lingkungan Lampiran 3. Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada Kepala BP4 Medan dan Kepala BTKL Medan

Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian dari Kepala BP4 Medan Lampiran 6. Hasil Uji Laboratorium dari Kepala BTKL Medan

Lampiran 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004

Tanggal 19 Oktober 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.


(15)

ABSTRAK

BP4 Medan merupakan salah satu jenis rumah sakit khusus milik pemerintah Propinsi Sumatera Utara yaitu unit pelayanan kesehatan masyarakat untuk pengobatan dan perawatan khusus penyakit paru-paru misalnya TBC Paru (Tuberculosis). Sebagai rumah sakit khusus, BP4 Medan dituntut memenuhi kriteria hygiene sanitasi meliputi petugas kesehatan maupun kesehatan lingkungannya. Adapun parameter lain juga menentukan mutu pelayanan rumah sakit itu sendiri antara lain tingkat suhu, kelembaban, pencahayaan dan kebisingan. Penyakit paru memiliki potensi menular pada orang lain karena berhubungan dengan hygiene petugas kesehatan lingkungan berdasarkan Permenkes RI No. 1204 Tahun 2004 mengenai Hygiene Sanitasi Rumah Sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi pada BP4 Medan khususnya petugas dan sarana kesehatan lingkungan apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum sesuai dengan Permenkes RI No.1204 Tahun 2004.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk melihat gambaran penerapan hygiene sanitasi petugas kesehatan dan sarana kesehatan lingkungan pada BP4 Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene petugas kesehatan pada BP4 Medan belum semua memenuhi persyaratan kesehatan sesuai prinsip hygiene sanitasi yang diterapkan di rumah sakit khusus seperti BP4 Medan antara lain petugas yang tidak selalu memakai masker, tidak menggunakan sarung tangan, bercakap-cakap waktu bekerja, tidak mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah menangani pasien dan petugas didapati makan dan minum di ruangan. Untuk sarana kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat yaitu pengelolaan limbah padat dan cair, toilet dan kamar mandi yang melebihi kapasitas, tempat pencucian linen/laundry serta binatang pengganggu yang masih bisa masuk ke lingkungan.

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi dan kesehatan lingkungan pada BP4 Medan disarankan kepada Kepala BP4 Medan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi persyaratan dan memberikan pelatihan tentang prinsip-prinsip hygiene sanitasi bagi petugas kesehatan pada BP4 Medan.


(16)

ABSTRACT

BP4 Medan is one of the special hospitals of community health service unit owned b y the government of North Sumatera for health treatment and special treatment of lung such as tuberculosis. As one special hospital, BP4 Medan should fulfill the criteria of sanitation hygiene including health officers and its environmental. Other parameters determining the quality of the hospital are such as humidity degree, lighting and noisy. Tuberculosis is a malignant disease and can spread for other people caused by any contact with health officers or its environmental based on Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004 concerning with sanitation hygiene.

The objective of this research was to know to descript of sanitation hygiene at BP4 Medan especially those health officers and the facilities of health environmental whether it fulfilled health requirement or Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004.

The method used was descriptive to know to descript of the application sanitation hygiene of health officers and facilities of environmental at BP4 Medan.

The results of research showed that not all hygiene of health officers at BP4 Medan fulfilled health requirement in accordance with the principle of sanitation hygiene applied in hospital such as BP4 Medan such as without masker during working, without gloves, talking at working, without washing hand before and after caring the patients, eating and drinking in hospital room. For environmental health which did not fulfill health requirements were such as solid and liquid management, toilet and over capacity bathroom, laundry as well as other intruder animals entering the environmental.

In creating good sanitation hygiene and environmental, it is suggested for head of BP4 Medan to improve the facilities of sanitation and give the training related to the principles of sanitation health for health officers an BP4 Medan,


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang merata dan mutu yang memadai serta terjangkau dengan mengutamakan kesehatan masyarakat dan penyehatan lingkungan tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi seluruh masyarakat Indonesia yang mencintai hidup sehat dan bersih untuk tercapainya kualitas kesehatan yang optimal. Peningkatan kualitas hidup merupakan usaha untuk mendapatkan kenyamanan hidup yang dapat dinikmati sendiri selama hidup, juga diharapkan dapat diberikan atau diwariskan kepada anak cucu (Wardhana, 1999).

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang berlandaskan pada perikemanusiaan, pemberdayaan, kemandirian, adil dan merata. Perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), dan keluarga miskin (Renstra Kemenkes, 2010).

Setiap masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (UU RI No. 44, 2009).

Penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan kedalam suatu model atau paradigma yang menggambarkan hubungan interaksi antara komponen lingkungan


(18)

yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut pada hakikatnya adalah paradigma kesehatan lingkungan (Achmadi, 2011).

Dalam pencapaian kemampuan untuk hidup sehat tidak terlepas dari peran serta swasta dan masyarakat yang pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dengan melakukan usaha peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Mukono, 2008).

Penyakit paru seperti ISPA dan TBC adalah masalah kesehatan utama di Indonesia dengan kejadian kesakitan dan kematian terbanyak di Indonesia. Maka didirikan BP4 sebagai sarana pelayanan kesehatan spesialistik paru yang bertanggung jawab melaksanakan program kesehatan paru dengan cara menyelenggarakan pembinaan, monitoring, fasilitasi, evaluasi dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan paru masyarakat dengan fungsinya adalah melakukan bimbingan teknis di bidang kesehatan paru kepada sarana kesehatan di wilayahnya melalui metode pelaksanaan mengunjungi puskesmas dengan penanggung jawab adalah Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara didampingi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan kegiatan melalui koordinasi di Puskesmas dan pembinaan terhadap petugas puskesmas dilaksanakan terhadap 28 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara (Peraturan GUBSU, 2010).

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis bahwa dari 60 orang petugas kesehatan yang menangani pasien secara langsung, ditemukan bahwa


(19)

petugas pada BP4 masih banyak yang belum menerapkan hygiene perorangan, seperti tidak memakai masker dan sarung tangan pada saat menangani pasien, bercakap-cakap sambil bekerja, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani pasien dengan sabun serta makan/minum di ruangan. Selain itu kondisi sanitasi lingkungan pada BP4 juga masih memperihatinkan seperti belum tersedianya tempat penampungan sampah sesuai jenis sampah, dan sampah domestik dibakar di tanah. Dampak hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan lingkungan.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui secara detail kondisi hygiene sanitasi pada BP4 Medan berdasarkan Permenkes RI No. 1204/ MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dengan demikian dampak negatif yang ditimbulkan dapat dikurangi atau dihilangkan demi mewujudkan keadaan sehat yang optimal bagi manusia dan lingkungan BP4. 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, ditemukan bahwa petugas kesehatan dan pada BP4 Medan belum menerapkan hygiene perorangan dan kesehatan lingkungan belum memenuhi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan hygiene sanitasi pada BP4 Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012.


(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui penerapan hygiene petugas kesehatan BP4 Medan yang ada di Poli Konsultan, poli Anak, Poli Asma/UGD, Poli PPOK, Poli Pojok Dots, Poli Pengobatan TB, Poli Gizi, Poli Berhenti Merokok, Poli Pleura dan Unit Radiologi, Laboratorium, Poli Faal Paru (Spirometri), dan Poli Mantoux.

2. Untuk mengetahui keadaan kesehatan lingkungan BP4 Medan meliputi : a. Bangunan dan halaman BP4 Medan

b. Pencahayaan, penghawaan suhu, kelembaban dan kebisingan c. Untuk mengetahui persyaratan fasilitas sanitasi meliputi :

1) Penyediaan air bersih pada BP4 Medan.

2) Fasilitas toilet dan kamar mandi pada BP4 Medan. 3) Pengelolaan limbah padat pada BP4 Medan.

4) Pengelolaan limbah cair pada BP4 Medan.

5) Pengelolaan tempat pencucian Linen/Laundry pada BP4 Medan.

6) Pengendalian serangga, tikus dan binatang penganggu lainnya pada BP4 Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1. Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan


(21)

Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan cara peningkatan penerapan hygiene sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan.

2. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

Sebagai instansi induk BP4 Medan dalam membantu pengadaaan anggaran atau biaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan untuk menunjang penerapan hygiene sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan.

3. Peneliti

Untuk mendapatkan data sekaligus pengalaman dalam wawancara dan observasi langsung guna penyusunan karya tulis sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat yang mempunyai kemampuan dan berkualitas dalam mengamati dan menilai penerapan hygiene sanitasi pada BP4 Medan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi

2.1.1. Hygiene

Menurut Kusnoputranto (2000), Hygiene ialah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha-usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan hidup manusia. Sedangkan menurut Mukono (2000), Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang membantu atau mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui masyarakat.

Menurut Depkes RI (2004), Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Menurut Azrul Azwar (2000), Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.

Hygiene petugas kesehatan diterapkan dengan upaya selalu memakai masker ketika bertugas, memakai sarung tangan, mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menangani pasien, tidak bercakap-cakap sambil bekerja, petugas tidak makan/minum di ruangan, makanan/minuman dalam keadaan tertutup,


(23)

tidak makan/minum sambil menangani pasien dan memakai peralatan makan/minum yang bersih (Ardhi,2010).

2.1.2. Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap pelbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Notoatmojo,1996).

Sanitasi sering juga disebut dengan sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan, sebagai suatu usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan dapat menimbulkan hal-hal yang

mengganggu perkembangan fisik, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya (Adisasmito, 2006).

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula (Notoatmojo,1996).

UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, udara, penanganan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi, dan kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.

Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan lingkungan, sangatlah diperlukan adanya multi disiplin kerja agar kegiatannya dapat berjalan dengan baik. Misalnya diperlukan tenaga ahli di bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik, ahli kesehatan lingkungan dan sebagainya.(Mukono, 2008).


(24)

Sanitasi rumah sakit yaitu upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologis di rumah sakit, yang menimbulkan atau mengakibatkan pengaruh buruk pada kesehatan jasmani, rohani dan kesejahteraan sosial bagi petugas, penderita, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit (Sanropi, 2005).

Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Kusnoputranto, 2000).

Sanitasi adalalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 2000).

Ilmu sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2007).

Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).


(25)

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mendukung perilaku hidup sehat dan bersih. Misalnya hygiene sudah baik karena petugas mau mencuci tangan dengan bersih memakai sabun sebelum dan sesudah menangani pasien, tetapi jika keadaan sanitasi lingkungan buruk misalnya karena tidak tersedianya air bersih yang cukup maka mencuci tangan tidak dapat dilakukan dengan baik dan sempurna.

2.2. Pengertian BP4 dan Rumah Sakit

Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang menyelenggarakan upaya kesehatan paru secara berkesinambungan, paripurna, menyeluruh dan terpadu yang melayani penyakit khusus rawat jalan yaitu dengan pelayanan rujukan dalam upaya kesehatan tingkat lanjutan kesehatan spesialistik termasuk rumah sakit khusus kelas B (Peraturan GUBSU, 2010).

Rumah Sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2002).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persayaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, menyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan


(26)

penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

2.2.1. Kategori Rumah Sakit Menurut Kepmenkes Nomor 340 Tahun 2010 Tentang Rumah Sakit

2.2.1.1 Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas A, B, C dan D.

2.2.1.2. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.

Rumah sakit khusus yang menampung hanya satu jenis pelayanan spesialisasi seperti RS Jiwa, RS Mata, RS Tuberkulosa Paru (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi rumah sakit khusus kelas A, B dan C.

2.3. Infeksi Nosokomial


(27)

Infeksi nosokomial adalah suatu kondisi lokal atau sistemik sebagai reaksi lanjut dari agen infeksi yang ada toksinnya, yang tidak tampak atau dalam masa inkubasinya pada saat masuk rumah sakit (Dirjen PPM dan PL Depkes RI, 2010).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita tersebut dirawat di rumah sakit, atau pernah dirawat di rumah sakit dan baru menampakkan gejala setelah pulang dari rumah sakit (Djojodugito, 2004).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit, atau infeksi yang disebabkan oleh kuman yang di dapat selama berada di rumah sakit dengan ketentuan:

1. Pada saat masuk RS tidak didapat tanda-tanda klinis dan tidak sedang dalam masa inkubasi penyakit tersebut.

2. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak dirawat di RS.

3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa rawat lebih lama dari masa inkubasi penyakit tersebut (Dirjend Pelayanan Medik, 2002).

2.3.2. Sumber Infeksi A. Manusia

Manusia sebagai pasien yang berobat merupakan sumber infeksi bagi penderita lain dan petugas kesehatan seperti dokter, perawat, petugas lain yang sedang sakit serta pengunjung bisa berperan sebagai karier sehat.


(28)

Benda, bahan, dan alat berperan sebagai sumber infeksi dan juga sebagai perantara. Tangan petugas rumah sakit mempunyai peranan sangat penting akan penularan infeksi nosokomial.

2.3.3. Proses Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial bisa berupa :

1. Infeksi Silang (Cross Infection).

Hal ini disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang/penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung.

2. Infeksi lingkungam (environmental infection).

Disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda/bahan tak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit.

3. Infeksi sendiri (self infection auto infection).

Disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain (Dinas Kesehatan Pemprovsu,2000).

2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial

Dasar upaya pencegahan yang berkaitan dengan petugas kesehatan adalah dengan melaksanakan hygiene perorangan seperti selalu mancuci tangan sampai bersih dengan sabun/antiseptik sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien, melaksanakan teknik antiseptik pada ruangan, selalu memakai alat steril, menjaga kebersihan lingkungan dan memakai alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan serta isolasi pasien penyakit saluran pernafasan misalnya pasien TBC.


(29)

Berdasarkan faktor lingkungan yang mempengaruhi infeksi nosokomial yaitu ruangan pemeriksaan pasien yang ditetapkan seperti pengaturan bangunan, lalu lintas atau jalur jalan, pencahayaan, ventilasi, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan, pembuangan limbah, sanitasi ruangan dan dapur serta pengawasan terhadap serangga dan tikus (Dokumen RKL & RPL BP4, 2005).

A. Sumber dampak

Penggunaan peralatan medis yang terkontaminasi oleh kuman berupa :

1. Tindakan yang dapat menyebabkan masuknya kuman ke dalam saluran pernafasan.

2. Banyaknya pasien yang berobat dan menjadi sumber infeksi bagi pasien lain.

3. Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi dengan pasien lainnya.

4. Kontak langsung antara petugas yang terkontaminasi oleh kuman dengan pasien yang dirawatnya.

5. Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya. B. Jenis dan ukuran dampak

Jenis dampak yang ditimbulkan yaitu infeksi silang dari pasien atau infeksi lingkungan yaitu masuknya kuman yang berasal dari benda atau bahan yang ada


(30)

di sekitarnya. Penularan bisa melalui percikan dahak pasien atau kondisi pengelolaan ruangan yang kurang baik (lembab) dan tidak steril yang menyebabkan daya tahan kuman/ bakteri mycobakterium tuberkulosis lebih lama. Kontak langsung pasien dengan seseorang yang memiliki daya tahan tubuh rendah menyebabkan mudah tertularnya penyakit (Depkes RI, 2007).

C. Upaya pengelolaan dampak

Melakukan kegiatan yang berbentuk penghilangan kuman penyebab infeksi misalnya pembersihan ruangan dengan antiseptik 2 x sehari (pagi dan sore), mencegah kuman agar tidak sampai pada pasien dan orang lain serta menjauhkan pasien yang rentan dengan cara isolasi sumber kuman patogen (Depkes RI, 2002).

D. Dampak resiko

Bagi pasien, dapat menambah biaya perawatan dan pengobatan, menambah waktu perawatan, menambah jenis dan kekuatan obat-obatan dan menambah terapi dan diagnostik. Bagi petugas, dapat menurunkan kondisi kesehatan, menurunkan produktivitas dan menurunkan kesempatan berkarya. Bagi manajemen, dapat mengurangi jumlah pasien masuk, kesan dan citra negatif, serta penambahan biaya perbaikan kesehatan karyawan (Depkes RI, 2004).

2.4. Tuberkulosis dan Kejadiannya.

Penyakit TB menjadi masalah utama di Indonesia karena berada di peringkat kelima setelah India , Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Prevalensi secara nasional


(31)

mengalami penurunan yang lambat pada wilayah Sumatera dan KTI (Depkes RI,2007).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) sebagian besar kuman TB menyerang paru. Adapun cara penularannya yaitu tertular langsung oleh pasien penderita TB BTA positif, ketika pasien batuk atau bersin menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak. Tempat terjadinya penularan dalam ruangan yang terdapat percikan dahak dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi dampak percikan dahak sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman (Depkes RI, 2008).

2.5. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004

2.5.1. Bangunan dan Halaman

Lingkungan bangunan harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir. Lingkungan bangunan harus bebas dari banjir, harus merupakan kawasan bebas rokok dan harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup, tidak berdebu, tidak becek atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju saluran yang terdiri dari saluran air limbah domestik dan limbah


(32)

medis tertutup dan terpisah masing-masing dihubungkan dengan instalasi pengolahan air limbah.

Tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. Lingkungan, ruang dan bangunan harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.

Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, mudah dibersihkan. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah dan pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan.

Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.

Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam ruangan dengan baik dengan luas 15% dari luas lantai. Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik maka harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis.

Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan dengan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai dengan kerangka


(33)

terbuat dari bahan yang kuat dan jika terbuat dari kayu harus anti rayap. Pintu harus kuat dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

Pemasangan jaringan instalasi air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. Pemasangan pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah untuk mencegah terjadinya pencemaran air bersih.

Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didesain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran yang berada ditempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk pemakaian.

Ruang bangunan dan halaman merupakan semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan.

Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan resiko untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.


(34)

Kegiatan pembersihan ruangan minimal dilakukan pagi dan sore hari. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

2.5.2. Pencahayaan, Penghawaan, Kelembaban dan Kebisingan 2.5.2.1. Pencahayaan

Pencahayaan di dalam ruang bangunan adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

Lingkungan di dalam maupun di luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya. Semua ruangan yang digunakan baik


(35)

untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.

Tabel 2.1. Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit. No Ruangan atau Unit Intensitas

Cahaya (lux) Keterangan 1 Ruangan Pasien

- Saat tidak tidur - Saat tidur

100-200 Maksimal 50

Warna cahaya sedang 2 R. Operasi Umum 300-500

3 Meja Operasi 10.000-20.000 Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan

4 Anestesi,pemulihan 300-500 5 Endoscopy,lab 75-100

6 Sinar X Minimal 60

7 Koridor Minimal 100

8 Tangga Minimal 100 Malam hari

9 Administrasi/Kantor Minimal 100 10 Ruag Alat/Gudang Minimal 200

11 Farmasi Minimal 200

12 Dapur Minimal 200

13 Ruang Cuci Minimal 100

14 Toilet Minimal 100

15 Ruang isolasi khusus Penyakit Tetanus

0,1-0,5 Warna cahaya biru 16 Ruang luka bakar 100-200

2.5.2.2. Penghawaan

Penghawaan ruang bangunan adalah aliran udara segar di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.

Penghawaan atau ventilasi harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Dapat menghasilkan suhu, aliran udara dan kelembaban yang nyaman bagi


(36)

pasien dan petugas. Apabila menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan cooling towernya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk Air Handling Unit (AHU) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur (Dirjend PPM & PL, 2002).

Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi. Penghawaan alamiah diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.

Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) harus dilakukan desinfeksi 1 (satu) kali sebulan dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet.

Ruang-ruang tertentu seperrti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi pada ruang tersebut. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban yang optimal.

2.5.2.3. Kelembaban

Kelembaban adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus mencukupi. Sistem suhu dan kelembaban


(37)

hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Standar Suhu dan Kelembaban Menurut Fungsi Ruang atau Unit

No. Ruang atau Unit Suhu (°C) Kelembaban (%)

1 Operasi 19 – 24 45 – 60

2 Bersalin 24 – 26 45 – 60

3 Pemulihan/Perawatan 22 – 24 45 – 60

4 Observasi bayi 21 – 24 45 – 60

5 Perawatan bayi 22 – 26 35 – 60

6 Perawatan Prematur 24 – 26 35 – 60

7 ICU 22 – 23 35 – 60

8 Jenazah/Autopsi 21 – 24 -

9 Penginderaan medis 19 – 24 45 – 60

10 Laboratorium 22 – 26 35 – 60

11 Radiologi 22 – 26 45 – 60

12 Sterilisasai 22 – 30 35 – 60

13 Dapur 22 – 30 35 – 60

14 Gawat darurat 19 – 24 45 – 60

15 Administrasi, pertemuan 21 – 24 -

16 Ruang luka bakar 24 – 26 35 – 60

2.5.2.4. Kebisingan

Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan. Sumber-sumber kebisingan yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara


(38)

peredaman, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising. Hal ini dilakukan jika kebisingan berasal dari rumah sakit. Tetapi jika kebisingan berasal dari luar rumah sakit yang dilakukan adalah dengan menanam pohon dan meninggikan tembok. Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit

No. Ruang atau Unit Maksimum Kebisingan

(waktu pemaparan 8 jam satuan dBA) 1

Ruangan pasien - Saat tidak tidur - Saat tidur

45 40

2 Ruangan Operasi, Umum 45

3 Anestesi, Pemulihan 45

4 Endoskopi, Laboratorium 65

5 Sinar X 40

6 Koridor 40

7 Tangga 45

8 Kantor/loby 45

9 Ruang alat/gudang 45

10 Farmasi 45

11 Dapur 78

12 Ruang cuci 78

13 Ruang Isolasi 40

14 Ruang Poli gigi 80

2.5.3. Fasilitas Sanitasi

2.5.3.1. Penyediaan Air Minum dan Air Bersih

Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan, terseda air bersih minimum 500 liter/tempat tidur/hari, air minum dan air bersih tersedia pada setiap kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan. Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir


(39)

dengan tekanan positif. Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Kebutuhan air bersih diperkirakan 50 – 60 liter/orang/hari penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air didalam tubuh manusia sekitar 55 – 60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80% (Notoatmodjo, 2003).

Dalam setiap kegiatan air harus memenuhi syarat kesehatan secara kualitas dan kualitas agar tidak mengakibatkan sumber penyebaran penyakit bagi manusia. Distribusi air bersih harus tersedia disetiap ruangan dengan menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir lancar dan tidak ada gangguan yang mengakibatkan gangguan kesehatan.

Jumlah kebutuhan air bersih ditetapkan berdasarkan jumlah pasien, hal ini dipakai sebagai perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan yaitu harus tersedia air bersih sesuai kebutuhan dan memenuhi syarat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih.

Jumlah/ kuantitas air bersih tergantung pada kelas dan berbagai pelayanan yang ada di rumah sakit makin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit, semakin besar jumlah kebutuhan atau jumlah yang umum dipakai untuk kebutuhan di rumah sakit.


(40)

Adapun syarat kualitas air bersih berdasarkan Permenkes RI Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 mencakup :

1. Syarat Fisik yaitu air untuk minum tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan suhu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

2. Syarat kimia yaitu air tidak tercemar oleh zat-zat kimia atau mineral yang melebihi nilai ambang batas sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

3. Syarat biologi yaitu air yang digunakan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Menurut Haryoto Kusnoputranto (2001) ada 4 (empat) macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan yaitu :

1. Water Borne diseases, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari penderita atau carier. Bila air ini diminum dapat mengakibatkan penyakit cholera, typoid, hepatitis infektiosa dan dysentri basiller.

2. Water washed diseases, yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan kepada manusia melalui persediaan air yang kurang sebagai alat pencuci atau pembersih.

3. Water based diseases, yaitu penyakit yang ditularkan kepada manusia melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Pejamu perantara ini hidup dalam air misalnya penyakit schistosomiasis.


(41)

4. Vektor atau insekta yang berhubungan dengan air, yaitu penyakit yang penyebab utamanya adalah serangga yang ada di air, misalnya pada wadah penampungan air seperti gentong, bak air, pot bunga dll. Penyakit yang dapat ditularkan seperti malaria dan penyakit demam berdarah.

2.5.3.2. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi

Harus selalu terpelihara, dalam keadaan bersih, lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan. Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal).

Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur dan ruang perawatan, harus terpisah toilet antara pria dan wania, harus terpisah toilet antara pengunjung dan petugas. Bagi pasien dan pengunjung harus terletak ditempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk arah serta toilet untuk pengunjung dan pasien harus dengan perbandingan 1 toilet untuk 1 – 20 pengunjung wanita, dan 1 toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria, dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan toilet serta tidak terdapat tempat penampungan dan genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengganggu.

2.5.3.3. Pengelolaan Limbah Padat 1. Jenis Limbah Padat


(42)

Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah medis padat terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi dan limbah radioaktif (Dirjen PPM & PL, 2002).

Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan diluar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.


(43)

A. Limbah Klinis

Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis paling besar. Berbagai jenis limbah yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan medis bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung dan terutama petugas yang menangani limbah tersebut.

Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi dan farmasi serta limbah yang dihasilkan di rumah sakit pada saat dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian.

B. Limbah Benda Tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian yang dapat memotong atau menusuk kulit, perlengkapan intravena, pecahan gelas dan pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun, dan bahan citotoksik atau radioaktif. Limbah ini dapat menyebabkan infeksi atau cidera karena mengandung bahan beracun. Potensi untuk menularkan penyakit akan sangat besar bila benda tajam tadi digunakan kembali untuk perawatan dan pengobatan pasien.

Limbah benda tajam hendaknya ditempatkan dalam kontainer benda tajam yang dirancang cukup kuat, tahan tusukan dan diberi label dengan benar. Desain dan konstruksi kontainer hendaknya sedemikian untuk mengurangi kemungkinan cidera bagi orang yang menangani pada saat pengumpulan dan


(44)

pengangkutan limbah benda tajam. Incenerator merupakan metode terbaik untuk pembuangan limbah benda tajam (Adisasmito, 2006).

C. Limbah Infeksius

Limbah infeksius mencakup limbah yang berkaitan dengan penggunaan alat dan bahan bagi pasien yang memerlukan isolasi seperti penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi.

Pembuangan/pemusnahan dengan incenerator adalah pilihan utama, pilihan lain adalah menggunakan autoclave yang membuatnya menjadi tidak infeksius sehingga bisa dibuang ke sanitary landfill, masalahnya adalah volume limbah yang harus di autoclave cukup besar.

D. Limbah Jaringan Tubuh

Jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, plasenta, darah, dan cairan tubuh lain yang dibuang pada saat pembedahan atau autopsi.

Jaringan tubuh yang tampak nyata seperti anggota badan dan plasenta yang tidak memerlukan pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara khusus, diberi label, dan dimusnahkan ke incenerator di bawah pengawas petugas berwenang.

E. Limbah Citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.


(45)

Untuk menghapus tumpahan yang tidak sengaja, perlu disediakan absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang racikan terapi citotoksik. Bahan-bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorbsi yang tersedia di pasar, detergent, atau perlengkapan pembersih lainnya. Semua limbah pembersih harus diperlakukan sebagai limbah citotoksik. Pemusnahan limbah citotoksik hendaknya menggunakan incenerator karena sifat racunnya yang tinggi.

Limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti urine, tinja, dan muntahan, bisa dibuang secara aman di saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencerkan dengan benar.

F. Limbah Farmasi

Limbah farmasi berasal dari obat-obatan yang kadaluarsa, obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan. Metoda pembuangan dengan pertimbangan prinsip-prinsip bahwa limbah farmasi hendaknya diwadahi dalam kontainer khusus non reaktif, dibakar dengan incinerator.

G. Limbah kimia

Limbah yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah ke saluran air kotor dapat menimbulkan korosi pada saluran.


(46)

Limbah bahan kimia yang tidak bisa didaur ulang seperti gula, asam amino, garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor namun harus memenuhi syarat yang ditetapkan melalui pengelolaan pada IPAL. Limbah bahan kimia dalam jumlah kecil seperti residu yang dalam kemasan sebaiknya ditimbun (landfill). Limbah bahan kimia dalam jumlah besar dibakar dalam incinerator yang dilengkapi dengan alat pembersih gas. Limbah bahan kimia dapat dikembalikan kepada distributornya yang dapat menanganinya dengan aman untuk diolah. Pembuangannya harus dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang.

H. Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan bahan yang berasal dari penggunaaan medis atau riset. Limbah dapat berbentuk padat, cair dan gas yang berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radiologi, dan bakteriologis.

Untuk penanganan limbah radioaktif harus dengan aturan kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga terlatih. Bagian radioaktif harus mempunyai tenaga yang terlatih khusus di bidang radiasi. Harus tersedia instrument kalibrasi yang tepat untuk monitoring dosis dan kontaminasi.

Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan cara pengolahan, penyimpanan dan pembuangan. Kontainer tempat penyimpanan secara jelas diidentifikasi, ada simbol radioaktif, dapat diisi dan dikosongkan


(47)

dengan aman, kuat dan saniter. Ada informasi yang harus dicatat pada setiap container seperti : nomor identifikasi, asal limbah, angka dosis dan tanggal pengukuran dan orang yang bertanggung jawab. Kontainer harus dibungkus dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik. Pembuangan berdasarkan persyaratan teknis menurut PP No. 27 tahun 2002 kemudian diserahkan ke BATAN atau dikembalikan kepada distributor. Semua jenis limbah medis dan radioaktif tidak boleh dibuang ke TPA domestik.

2.5.3.4. Proses Pengelolaan Limbah Padat

Pengelolaan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara dibawah ini : A. Minimisasi Limbah

Setiap kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan juga perlu mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Minimalisasi harus dilakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

B. Pemilahan dan Pewadahan

Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah, pisahkan limbah yang akan dimanfaatkan kembali dari limbah yang tidak dimanfaatkan. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor,


(48)

anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. Adapun limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable). Pewadahan masing-masing limbah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah dan label.

C. Pengumpulan dan Penyimpanan

Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup dan penyimpanannya harus sesuai jenis dan kategori limbah.

D. Pengangkutan.

Pengangkutan limbah ke luar gedung pengelola harus menyediakan tempat khusus dan mengemas pada tempat yang kuat dan pengangkutan menggunakan kendaraan khusus. Demikian pula dengan limbah non medis dikumpulkan ke tempat yang ditetapkan kemudian dibuang ke TPS sebelum diangkut petugas Dinas Kebersihan.

E. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah medis padat tidak boleh dibuang langsung ke tempat pembuangan

akhir limbah domestik. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan kemampuan pengelola dan jenis limbah medis padat yang ada misalnya dengan incinerator.


(49)

1. Pemilahan dan Pewadahan harus dipisahkan dari limbah medis padat. Tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus dengan lambang “domestik” warna putih. Limbah domestik akan berhubungan dengan adanya lalat karena adanya sampah basah yang dihasilkan. Apabila kepadatan lalat disekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian lalat.

2. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan.

Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali. 3. Pengolahan dan Pemusnahan dilakukan sesuai persyaratan kesehatan. 2.5.3.5. Syarat Pengelolaan Sampah yang Baik

Mengelola sampah secara aman, sehingga tidak membahayakan kesehatan petugas, pasien, pengunjung, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Misalnya sampah medis harus dimusnahkan dalam incinerator dan sampah domestik harus diangkut oleh petugas Dinas kebersihan setiap hari.

Jenis sampah yang dihasilkan rumah sakit sesuai sifatnya : 1. Limbah Infeksius

2. Limbah patologi 3. Limbah sitotoksis


(50)

4. Limbah kimia 5. Limbah Farmasi

Pengelolaan sampah yang aman harus diselenggarakan dengan cara menyediakan wadah sebagai berikut :

1. Wadah harus kuat dan tidak mudah rusak

2. Tersedia lokasi/tempat pengumpulan sampah sementara.

3. Sampah harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya kedalam kantong plastik dengan lambang dan warna yang telah ditetapkan.

4. Tempat sampah harus tersedia 1 (satu) buah di setiap ruangan dan setiap radius 10 meter serta setiap jarak 20 meter pada ruang tunggu dan ruang terbuka.

5. Lokasi/tempat sampah sementara harus mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang mudah dijangkau kenderaan pengangkut sampah dan harus dikosongkan minimal satu kali 24 jam.

6. Sampah infeksius harus dimusnahkan dengan incinerator dalam suhu 10000C. Sampah farmasi/obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak harus dikembalikan kepada distributor.

7. Tempat sampah medis dan non medis harus mememenuhi syarat : tidak mudah berkarat, kedap air, bertutup, mudah dibersihkan dan mudah dikosongkan.

8. Pengangkutan sampah dimulai dari mengambil sampah dari tempat penampungan yang ada di setiap ruangan kemudian dibawa dan


(51)

dikumpulkan di TPS. Alat yang digunakan harus terpisah antara sampah medis dan non medis.

9. Alat untuk mengangkut sampah dapat berupa gerobak/trolly dengan syarat permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah dibersihkan, mudah diisi dan dikosongkan. Sampah yang akan diangkut oleh Dinas Kebersihan dikumpulkan pada tempat penampungan sampah sementara dengan ketentuan mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah, tidak menjadi tempat bersarangnya tikus dan serangga, jauh dari ruang perawatan dan dapur, dan bebas dari kemungkinan adanya banjir.

2.5.3.6. Proses Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbulan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah ke tempat akhir dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik kesehatan masyarakat (Dirjen PPM & PL, 2002)

Sampah berdasarkan penggolongan komposisi kimianya dibagi menjadi sampah organik misalnya sisa makanan dan anorganik misalnya kaleng bekas. Sampah yang secara alami mudah terurai misalnya sampah basah dan ada juga yang sukar terurai misalnya plastik adalah didasarkan menurut sifat mengurai. Berdasarkan mudah tidaknya terbakar dibagi menjadi sampah yang mudah terbakar misalnya kertas dan sulit tebakar misalnya kaca.


(52)

Gambar 2.1. Sistematika Pengelolaan Limbah Padat A. Proses dari Pemilahan dan pengemasan sampah

Limbah harus dipilah dan dikemas berdasarkan jenisnya seperti yang terdapat pada table 2.3. Misalnya limbah padat medis non tajam meliputi kapas, perban dimasukkan ke dalam wadah yang dilapisi kantong plastik warna kuning di dalamnya, hanya limbah padat yang dimasukkan ke dalam wadah limbah padat medis. Wadah harus selalu dalam keadaan tertutup.Setelah dua pertiga penuh, kantong plastik diikat dan dipindahkan ke dalam troli/container beroda khusus limbah medis. Gunakan selalu alat pelindung diri (sarung tangan, masker, pakaian pelindung dan sepatu khusus). Pemilihan dan pengemasan sampah sesuai kategori dan dibuat warma container dengan kantong plastik sesuai lambang sampah serta ada keterangannya.

Untuk limbah padat medis tajam meliputi jarum suntik, botol ampul dimasukkan ke dalam wadah khusus limbah tajam, khusus jarum suntik dapat dihancurkan dengan needle burner dimasukkan ke dalam safety box. Setelah dua

PEMILAHAN DAN PENGEMASAN

PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN

PENAMPUNGAN DAN PENYIMPANAN

PENGOLAHAN DAN PEMUSNAHAN

PENGAWASAN, PENCATATAN & PELAPORAN


(53)

per tiga, wadah dipindahkan ke dalam troli/container beroda khusus limbah medis. Gunakan selalu alat pelindung diri (sarung tangan, masker, pakaian pelindung dan sepatu khusus).

B. Pengumpulan dan Pengangkutan

Kantong plastik warna kuning yang telah diikat, dimasukkan ke dalam troli khusus limbah padat medis. Troli dibawa melaui jalur yang telah ditentukan menuju tempat penyimpanan sementara. Pastikan troli tertutup dengan baik selama perjalanan dan gunakan APD.

C. Penampungan dan Penyimpanan Sementara

Prosedur penyimpanan sementara untuk limbah padat medis yaitu dimulai dari dengan memasukkan kantong plastik warna kuning yang berisi limbah padat medis ke dalam container penyimpanan sementara. Kontainer selalu dalam keadaan tertutup selama-lamanya 2 x 24 jam harus sudah dipindahkan ke alat pengolah limbah dan selalu gunakan alat pelindung diri.

D. Pengolahan dan Pemusnahan

Limbah yang sangat infeksius harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti autoclave sedini mungkin. Benda tajam harus diolah dengan incenerator. Setelah incenerasi residu dapat dibuang ke tempat sampah pembuangan B3.

Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum. Pembuangan yang dianjurkan yaitu dikembalikan ke


(54)

perusahaan panghasil atau distributornya, incenerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada incenerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai. E. Pembuangan Sampah

Pembuangan ke TPA khusus untuk sampah domestik. Alat untuk mengangkut sampah dapat berupa gerobak/truk kontainer dengan syarat permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah dibersihkan, mudah diisi dan dikosongkan. Sampah yang akan diangkut oleh Dinas Kebersihan dikumpulkan pada tempat penampungan sampah sementara dengan persyaratan sebagai berikut : mudah dijangkau oleh kenderaan pengangkut sampah, tidak menjadi tempat bersarangnya tikus dan serangga, jauh dari ruang perawatan dan dapur dan bebas dari kemungkinan adanya banjir.

2.5.4. Pengelolaan Limbah Cair 2.5.4.1. Kolam Stabilisasi Air Limbah

Menurut Dirjen PPM & PL dan Dirjen Pelayanan Medik tahun 2002 dalam buku pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia dijelaskan bahwa pengelolaan limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikro-organisme, bahan kimia beracun, dan radio aktif diolah sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

Sistem pengolahan air limbah “kolam stabilisasi” adalah memenuhi semua kriteria di atas kecuali masalah lahan yang diperlukan, sebab untuk kolam stabilisasi


(55)

memerlukan lahan yang cukup luas, maka biasanya sistem ini dianjurkan untuk rumah sakit di pedalaman (di luar kota) yang biasanya masih tersisa lahan yang cukup.

Sistem ini hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana , yaitu : Pump Sump (Pompa air kotor), Stabilization Pond(kolam stabilisasi) biasanya 2 buah, bak klorinasi, control room (ruangan untuk kontrol), inlet, interconnection anrara 2 kolam stabilisasi, out let dari kolam stabilisasi menuju ke sistem klorinasi (bak klorinasi). 2.5.4.2. Kolam Oksidasi Air Limbah

Sistim kolam oksidasi ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit yang terletak di tengah-tengah kota. Karena tidak memerlukan lahan yang luas, kolam oksidasinya sendiri dibuat bulat atau elip dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).

Kemudian air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda padat dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih dialirkan ke Bak clorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau badan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge Drying Bed.

Sistim Oxidation Ditch ini terdiri dari komponen-komponen antara lain : Pump Sump (pompa air kotor), Oxidation Ditch (kolam oksidasi), sedimentation tank (bak pengendapan), Chlorination Tank (Bak Chlorinasi), Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanya 1-2 petak) dan Control Room (ruang kontrol).


(56)

2.5.4.3. Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan air limbah melalui proses pembusukan anarobik melalui suatu filter/saringan, dimana air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pre-treatment dengan septic tank (Inhoff Tank).

Dari proses Anarobic Filter treatmen biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan chlor lebih banyak untuk proses oksidasinya, oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak chlorinasi ditampung dulu ke dalam bak/kolam stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut diatas, sehingga akan menurunkan jumlah chlorine yang dibutuhkan pada proses chlorinasi nanti.

Sistim anaerobik treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut: Pump Sump (Pompa Air Kotor), Septic Tank (Inhoff Tank), anaerobic filter, bak stabilisasi, bak chlorinasi, tempat pengeringan lumpur, dan ruang kontrol.

2.5.4.4. Septik-Tank

Septik-tank dipergunakan untuk mengolah air kotor pada rumah tangga, termasuk limbah cair rumah sakit.

Dengan mengalirnya semua limbah air ke dalam septic-tank bahaya ini dapat diperkecil. juga dapat diharapkan bahwa dengan lebih banyaknya kotoran yang dapat larut ke dalam air sehingga lumpur yang harus ditampung di dalam septic-tank dapat diperkecil.


(57)

Frekuensi pembuangan lumpur antara 1 dan 4 tahun. Pada perencanaan akan dibuat dua macam septic-tank yaitu septic-tank yang lumpurnya harus dibuang setiap setahun sekali dan septic-tank yang lumpurnya dibuang setiap 4 tahun sekali.

Dasar septic-tank dibuat miring sehingga lumpur dapat berkumpul menyebelah dan kemudian mengalir dengan sendirinya ke dalam ruang lumpur ke dua yang letaknya berdampingan dengan septic-tank. Dengan adanya ruang lumpur kedua ini dapat terjamin bahwa yang dikeluarkan hanyalah lumpur yang betul-betul sudah menjadi busuk dan stabil serta tidak terdapat lagi bakteri pathogen dan dapat diharapkan juga tidak dapat mengandung telur-telur cacing.

Pengelolaan air limbah bertujuan untuk :

1. Perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya terjangkitnya penyakit, karena air limbah merupakan tempat yang baik untuk berkembang biak bermacam-macam bibit penyakit.

2. Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah mengandung zat-zat yang membahayakan kelangsungan hidup tanaman. 3. Menjamin apabila air limbah dibuang kelingkungan atau ke badan air tidak

merusak badan air.

4. Tidak mengotori sumber air minum seperti sumur penduduk di sekitarnya 5. Tidak mencemarkan alam sekitarnya, misalnya tempat rekreasi, kolam

renang, pemandangan dan tidak menimbulkan bau. 2.5.4.5. Sifat Limbah Cair


(58)

Sifat limbah rumah sakit yang dibuang ke saluran meliputi ukuran, fungsi dan kegiatan rumah sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang dihasilkan. secara umum air limbah mengandung buangan pasien, bahan otopsi jaringan hewan yang digunakan di laboratorium, sisa makanan dari dapur, limbah laundry, limbah laboratorium berbagai macam bahan kimia baik toksik maupun non toksik, dan lain-lain.

Karakteristik kimia, fisik dan biologi limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang, dan jenis sarana yang ada.

2.5.4.6. Langkah-langkah pengolahan limbah cair

Menurut Sugiharto (2000) dalam buku Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit.

A. Pengolahan Pendahuluan

Proses ini dilakukan dengan cara pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses selanjutnya. kegiatan berupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda yang mengendap seperti pasir. Tahap ini bertujuan menghilangkan zat padat yang kasar dengan jalan melewatkan air limbah melalui saringan kasar sehingga benda-benda besar bisa diambil.

B. Pengolahan Pertama

Pengolahan ini bertujuan untuk memisahkan lemak dan minyak yang timbul dipermukaan kemudian dipisahkan untuk diambil. Kemudian air


(59)

yang telah dipisahkan dari benda-benda yang terapung dan minyak seperti di atas dialirkan ke bak pengolahan kedua.

C. Pengolahan Kedua

Pengolahan ini dirancang untuk dmenguraikan bahan organik seperti yang terkandung dalam ekskreta, limbah dapur, sabun dan deterjen melalui mikroorganisme. Umumnya pengolahan ini bersifat aerob karena bakteri membutuhka oksigen untuk dapat menguraikan limbah.

D. Pengolahan Ketiga

pengolahan ini digunakan apabila pada pengolahan petama dan kedua masih banyak terdapat zat yang berbahaya untuk itu diperlukan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat yang ada di air limbah.

E. Pembunuhan Bakteri

Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau membunuh bakteri mikroorganisme patogen yang ada di air limbah contoh yang sering digunakan adalah klorin yang dapat mematikan bakteri dengan cara merusak atau menginaktifkan enzim utama sehingga terjadi kerusakan dinding sel mikroorganisme.

F. Pengolahan Lanjut

Dari tahap pengolahan yang sudah dilakukan di atas maka hasilnya adalah berup lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain.


(60)

2.5.6. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)

Laundry adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika.

1. Suhu pencucian 700C dalam waktu 25 menit atau 950C dalam 10 menit. 2. Ditempat laundry tersedia air bersih dengan air yang memadai, air panas

untuk desinfeksi dan desinfektan.

3. Peralatan cuci diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah. 4. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan

non infeksius.

5. Dilengkapi saluran air limbah tertutup dilengkapi dengan pengolahan awal sebelum dialirtkan ke IPAL.

6. Tersedia ruang terpisah sesuai kegunannya misalnya ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang pengering.

7. Perlakuan yang ada : Pemilahan antara bahan infeksius dan non infeksius, menghitung dan mencatat linen di ruangan, mmenimbang berat linen sesuai kapasitas mesin cuci, deterjen dan desinfektan. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, muntahan dan merendam dengan desinfektan. Kemudian mencuci berdasarkan tingkat kekotorannya. Dilanjutkan pengeringan, penyetrikaan dan penyimpanan sesuai jenisnya dan pintu


(61)

lemari tertutup . Petugas harus memakai pakaian kerha khusus, APD dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan immunisasi Hepatitis B.

2.5.7. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu Lainnya. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus dan binatang penggannggu lainnya sehingga keberadannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.

Yang termasuk didalamnya adalah nyamuk, kecoa, tikus, lalat, kucing dan anjing. Pencegahan dengan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M (mengubur, menguras, menutup), pembuangan air limbah dalam saluran tertutup, pembersihan tanaman sekitar agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk, pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan. Menyimpan bahan makanan dan minuman secara tertutup, pengelolaan samapah yang baik, menutup lubang atau celah agar kecoa tidak masuk ke ruangan. Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang di dinding, plafon, pintu dan jendela agar tikus tidak masuk. Agar binatang pengganggu lain tidak masuk perlu melakukan pengelolaan makanan dan pengelolaan sampah dengan baik.

Dalam hal ini keadaan hygiene sanitasi yang tidak baik dapat dikurangi dan dihilangkan sesuai dengan Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Sebagai tempat umum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang memerlukan perhatian dan penanganan yang serius dari aspek hygiene sanitasinya. Untuk menangani hal tersebut diperlukan penelitian


(62)

yang mendasar bagi manusia dan sanitasi dasar yang ada di lingkungan dengan cara mengamati penerapan persyaratan hygiene sanitasi dasar sebagai tujuan penelitian.

2.6. Kerangka Konsep

Sanitasi RS yang Memenuhi Persyaratan sesuai Permenkes RI No. 1204//MENKES MEMENUHI SYARAT TIDAK MEMENUHI SYARAT 1. Hygiene Petugas Kesehatan

2. Kesehatan Lingkungan a. Bangunan dan Halaman b. Pencahayaan, Penghawaan,

kelembaban dan kebisingan

c. Fasilitas sanitasi meliputi: 1) Penyediaan air bersih. 2) Toilet/ Kamar Mandi 3) Pengelolaan Limbah

Padat.

4) Pengelolaan Limbah Cair.

5) Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry).

6) Pengendalian Serangga dan Tikus dan binatang penggangu lainnya.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran keadaan hygiene sanitasi pada BP 4 Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi pada Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP 4) Medan Propinsi Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Mei 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua petugas kesehatan yang menangani pasien secara langsung pada BP4 Medan dan sarana kesehatan lingkungan pada BP4 Medan. 3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah petugas kesehatan yang menangani pasien secara langsung berjumlah 60 orang dan Sarana kesehatan lingkungan pada BP4 Medan.


(64)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara kepada petugas kesehatan yang menangani pasien secara langsung di setiap poli. Observasi juga dilakukan kepada fasilitas sanitasi di dalam dan luar gedung BP 4 Medan dengan menggunakan formulir penilaian/pemeriksaan hygiene sanitasi sesuai Permenkes RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004.

3.4.2.Data sekunder

Data sekunder terdiri dari data yang diperoleh dari BP 4 Medan berupa profil BP4 dan dokumen UKL dan UPL BP 4.

3.4.3.Observasi

Observasi kepada petugas kesehatan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi tentang hygiene petugas kesehatan dan fasilitas sanitasi.

3.5.Defenisi Operasional

1. Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP 4) Medan adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang menyelenggarakan upaya kesehatan paru untuk mengatasi masalah kesehatan paru masyarakat secara berkesinambungan, paripurna, menyeluruh dan terpadu yang melayani penyakit khusus rawat jalan spesialistik di bidang kesehatan paru.

2. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan sampai bersih dengan


(65)

memakai sabun, mencuci peralatn makan sampai bnersih, mensterilkan alat, melindungi diri dengan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan. 3. Sanitasi adalalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang sembarangan.

4. Kesehatan lingkungan adalah usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkiraka dapat menimbulkan hal-hal yang mengganggu perkembangan fisik atau kelangsungan hidupnya.

5. Hygiene sanitasi BP 4 adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, orang dan fasilitas sanitasi yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit pada pasien, pengunjung dan petugas serta pengendalian kerusakan lingkungan akibat kegiatan yang ada.

6. Fasilitas sanitasi adalah ketersediaan sarana sanitasi yang meliputi : Penyediaan air minum dan air bersih, toilet/kamar mandi, pengelolaan limbah padat, limbah cair, tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi.

7. Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republikm Indonesia tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.


(66)

8. Pencahayaan di dalam ruang bangunan adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

9. Kelembaban adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%).

10.Penghawaan ruangan adalah aliran udra segar di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.

11.Kebisingan adalah terjadinya bunyi dari yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.

12.Pengelolaan limbah padat adalah penganan limbah berupa sampah berbentuk padat yang dimulai dari pemilahan dan pengemasan, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan dan pembuangan ke tempat akhir. 13.Pengelolaan limbah cair adalah sarana perlengkapan yang berhubungan

dengan limbah cair mulai dari pengumpulan, proses pengaliran, sampai pada pengolahannya beserta bangunan pengolahnya sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.

14.Pengelolaan linen adalah penanganan kain kotor yang berasal dari kegiatan rumah sakit mulai dari pemilahan dan penanganannya sehingga tidak menjadi sumber infeksi bagi petugas dan pasien.

15.Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggangu adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus dan binatang penganggu lainnya sehingga keberadaanya tidak menjadi vektor penularan penyakit.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)