Teori Kebijakan Dividen Dividend

commit to user xxx memaksimalkan nilai pemegang saham. Sehingga, rasio pembayaran dividen adalah target payout ratio yang didefinisikan sebagai persentase dari laba bersih yang harus dibayarkan sebagai dividen tunai. Jika perusahaan menaikkan rasio pembayaran maka akan mengakibatkan harga saham naik. Namun, jika dividen tunai meningkat, makin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi, sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan rendah untuk masa yang akan datang dan hal ini akan menekan harga saham. Jadi, setiap perubahan dalam kebijakan pembagian akan mempunyai pengaruh yang saling bertentangan. Dengan demikian, kebijakan dividen yang optimal optimal dividen policy perusahaan adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang yang memaksimumkan harga saham.

c. Teori Kebijakan Dividen

Dalam memilih investasi, investor akan mempertimbangkan beberapa hal diantaranya mengenai kebijakan dividen perusahaan. Menurut Brigham dan Houston 2001 menyebutkan ada tiga teori dari preferensi investor, yaitu: 1 Dividend Irrelevance Theory Beberapa kalangan berpendapat bahwa dividen tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan. Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen adalah Merton Miller dan Franco Modligani MM. Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba commit to user xxxi dan risiko bisnisnya. Dengan perkataan lain, MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan bergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan. Dalam mengembangkan teori ketidakrelevanan, MM membuat sejumlah asumsi khususnya tentang ketiadaan biaya pajak dan pialang. Jelas biaya pajak dan pialang memang ada, jadi teori ketidakrelevanan dari MM mungkin tidak benar. Akan tetapi, MM menyanggah dengan benar bahwa semua teori ekonomi didasarkan pada asumsi-asumsi yang sifatnya menyederhanakan, dan keabsahan suatu teori harus diuji secara empirik tidak berdasarkan dari realisme-realisme asumsi-asumsi tersebut. 2 Dividend Discount Model Kesimpulan utama dari teori ketidakrelevanan dividen MM adalah bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat pengembalian yang disyaratkan atas ekuitas. Kesimpulan ini diperdebatkan, khususnya oleh Myron Gordon dan John Litner yang akan berpendapat bahwa tingkat pengembalian akan turun apabila rasio pembagian dividen dikurangi karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal capital gain yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya menerima dividen. Gordon dan Litner berpendapat berkata bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal karena laba ditahan. commit to user xxxii 3 Tax Preference Theory Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk berangggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi: 1 Investor yang kaya yang memiliki sebagian besar saham dan menerima sebagian besar dividen yang dibayarkan mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi. 2 Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual. Karena adanya efek nilai waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini. 3 Jika selembar saham dimiliki oleh seorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang-ahli waris yang menerima saham itu dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar kematian mereka, dengan demikian mereka terhindar dari pajak keuntungan modal. Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : 1 Jika manajemen percaya bahwa dividend irrelevance theory dari MM itu benar maka perusahaan tidak perlu memperhatikan besarnya dividen yang harus dibagikan. 2 Jika perusahaan menganut bird-in-the-hand theory maka perusahaan harus membagi seluruh EAT Earning After Tax dalam bentuk dividen. commit to user xxxiii 3 Jika manajemen cenderung mempercayai tax preference theory maka perusahaan harus menahan seluruh keuntungan atau dengan kata lain DPR = 0. Kebijakan dividen sangat erat kaitannnya dengan kebijakan pendanaan.karena pada prinsipnya kebijakan dividen ini menyangkut tentang keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan seharusnya dibagikan kepada pemegang saham bentuk dividen kas dan pembelian kembali saham atau laba tersebut sebaiknya ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembelanjaan investasi di masa datang. Apabila manajer keuangan memutuskan untuk membagikan laba dalam bentuk dividen maka ketergantungan pada sumber pembiayaan eksternal akan semakin besar Sartono, 2001. Beberapa teori struktur modal antara lain adalah sebagai berikut: 1 Trade Off Theory Modligani-Miller memasukkan unsur pajak dalam pasar, sehingga struktur modal menjadi relevan, karena bunga yang dibayarkan akibat menggunakan utang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Akibatnya perusahaan akan memaksimumkan jika menggunakan utang 100. Penggunaan hutang 100 sulit dijumpai dalam praktek dan hal ini ditentang oleh trade off theory. Kenyataannya, semakin banyak hutang, semakin tinggi beban yang harus ditanggung perusahaan, seperti : biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang semakin besar, dan sebagainya. Oleh karena itu, teori ini menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan penggunaan utang. Pada saat hutang mencapai maksimum, hutang lebih murah commit to user xxxiv dibandingkan saham, karena adanya tax shield. Semakin banyak hutang akan semakin tinggi nilai perusahaan. Lalu, setelah mencapai titik maksimum, utang menjadi tidak menarik karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan, biaya kebangkrutan, serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun Brigham dkk, 1999 dalam Mutamimah 2002. 2 Pecking Order Theory Donaldson 1961 melakukan studi mengenai bagaimana perusahaan menetapkan struktur modal mereka. Perusahaan menetapkan urutan-urutan pendanaan berdasarkan preferensi mereka. Selanjutnya Brealey dan Myers 1991 dengan ringkas menjelaskan pecking order theory dengan 4 poin sebagai berikut dalam Mutamimah, 2002: a Perusahaan lebih menyukai internal financing. b Perusahaan menyesuaikan target dividend payout ratio terhadap peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis. c Kebijakan dividen yang sticky ditambah fluktuasi probabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diprediksi, berarti bahwa terkadang aliran kas internal melebihi kebutuhan investasi. d Jika pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman, yaitu dimulai dengan penerbitan utang, convertible bond, alternatif yang paling akhir adalah saham. commit to user xxxv 3 Agency Theory Kebijakan dividen ditengarai dipengaruhi oleh adanya konflik keagenan. Konflik ini terjadi karena di dalam perusahaan, perusahaan melakukan pemisahan antara pihak pemilik dan pihak pengelola. Konflik antara manajer dan pemegang saham terjadi karena perbedaan tujuan antara keduanya. Teori Keagenan Jensen Meckling 1976 menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Penyebab konflik antara manajer dan pemegang saham di antaranya menyangkut pembuatan keputusan yang terkait dengan bagaimana aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan pendanaan yang diperoleh tersebut untuk diinvestasikan. Konflik ini biasa disebut agency problem. Agency problem seringkali terjadi bila proporsi kepemilikan manajer kurang dari 100 sehingga ia cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya, dan tidak mendasarkan pada usaha memaksimalkan nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan Jensen dan Meckling, 1976. Kondisi ini terjadi sebagai konsekuensi pemisahan fungsi pengelolaan dan kepemilikan. Pemegang saham peduli pada risiko sistematis dari saham perusahaan. Namun manajer lebih peduli pada risiko perusahaan secara keseluruhan. Agency problem juga dapat timbul dari perusahaan yang menghasilkan free cash flow besar, yaitu aliran kas perusahaan yang tidak dapat diinvestasikan karena tidak adanya kesempatan investasi yang menguntungkan. Masalah keagenan mengakibatkan adanya agency cost, yaitu mencakup semua biaya yang dikeluarkan dalam mendesain, mengimplementasikan dan commit to user xxxvi mengembangkan sistem kontrol yang memadai dalam organisasi untuk mengontrol kerugian residual yang dihasilkan oleh kerumitan dalam pemecahan masalah kontrol secara lengkap Jensen dan Meckling, 1967. Terdapat dua masalah yang mungkin dapat mempengaruhi pandangan yang kita miliki terhadap kebijakan dividen Brigham Houston, 2001 : 1 Information Content Hypothesis atau Signaling. Kenaikan dividen seringkali menyebabkan kenaikan harga saham, sementara pemotongan dividen umumnya menyebabkan penurunan harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor secara keseluruhan lebih menyukai dividen daripada keuntungan modal. Akan tetapi, MM berpendapat lain. Mereka menurunkan dividen, sehingga mereka tidak akan menaikkan dividen kecuali kalau mereka mengantisipasi laba yang lebih tinggi di masa mendatang. Karenanya, MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan merupakan “isyarat” bagi investor bahwa manajemen perusahaan memperkirakan laba yang lebih tinggi di masa mendatang. Sebaliknya, penurunan dividen atau kenaikan yang lebih kecil daripada yang diperkirakan, merupakan suatu isyarat bahwa manajemen meramalkan laba yang rendah di masa mendatang. Jadi, MM menegaskan bahwa reaksi investor terhadap perubahan dalam kebijakan dividen tidak harus menunjukkan investor lebih menyukai dividen daripada laba yang ditahan. Sebaliknya, mereka menyatakan bahwa perubahan harga saham sesudah pembagian dividen hanya menunjukkan ada kandungan informasi atau pensinyalan information, or signaling, content yang penting dalam pengumuman dividen tersebut. commit to user xxxvii 2 Clientele Effect. Kelompok atau pelanggan Clientele dari pemegang saham yang berbeda akan mempunyai kebijakan dividen yang berbeda-beda. Manajemen harus mempertimbangkan dengan matang perubahan kebijakan dividennya, karena suatu perubahan dapat menyebabkan pemegang saham saat ini menjual saham mereka dan mengakibatkan harga saham menjadi turun. Penurunan harga tersebut bisa bersifat sementara, tetapi juga bisa bersifat permanen jika hanya sedikit investor yang tertarik dengan dengan kebijakan dividen yang baru, harga saham yang akan terus tertekan. Namun, kebijakan baru itu mungkin akan memungkinkan lebih banyak pelanggan daripada yang sebelumnya dimiliki perusahaan, sehingga harga saham akan naik. MM dan yang lainnya telah menyatakan bahwa satu pelanggan sama baiknya dengan yang lain sehingga adanya pengaruh pelanggan tidak harus menyiratkan bahwa satu kebijakan dividen lebih baik dari kebijakan dividen lainnya. Namun, MM mungkin saja salah, dan mereka ataupun orang lain tidak dapat membuktikan bahwa adanya kelompok-kelompok investor secara keseluruhan memungkinkan perusahaan mengabaikan efek pelanggan. Husnan 2000 menyatakan bahwa kebijakan dividen merupakan masalah yang mengundang perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Dengan demikian, diharapkan semua dapat memahami mengapa perusahaan mengambil kebijakan tertentu, dan tidak memahami secara salah perlu tidaknya laba dibagi- bagi. Berbagai pendapat tentang dividen bisa dikelompokkan sebagai berikut, yaitu: commit to user xxxviii a Pendapat yang menginginkan dividen dibagikan sebesar-besarnya. b Pendapat yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan. c Pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya justru membagikan dividen sekecil mungkin.

d. Pendekatan dalam Kebijakan Dividen

Dokumen yang terkait

Pengaruh Client Size, Finacial Distress, Return on Asset, dan Public Ownership Terhadap Auditor Switching pada Perusahaan Real Estate & Property yang Terdaftar di BEI

7 274 85

Pengaruh Modal Kerja, Perputaran Modal Kerja, Operating Asset Turnover dan Inventory Turnover terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode tahun 2010-2013

1 50 91

Pengaruh Return on Asset dan Tobin’s Q Ratio Terhadap Trading Volume Activity Pada Perusahaan Real Estate Dan Properti Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

2 72 111

Pengaruh Return On Asset, Leverage, Ukuran Perusahaan, Investment Opportunity Set (IOS) dan Free Cash Flow Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar Di BEI Tahun 2010-2012

0 44 107

Pengaruh Return On Asset Dan Gross Profit Margin Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada Perusahaan Real Estate Dan Property Yang Terdaftar Di BEI

1 54 93

Pengaruh Current Ratio, Leverage, Dividend Payout Ratio Dan Return On Equity Terhadap Price Earning Ratio Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008

0 61 82

Pengaruh return on asset,cebt to equity ratio,asset growth,dan dividend payout ratio tahun sebelumnya terhadap dividen payout ratio pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index Periode 2009-2014

2 7 129

Pengaruh Leverage, Return On Asset, Investment Opportunity Set, dan Dividend Payout Ratio terhadap Nilai Perusahaan. (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat pada Tahun 2009-2013)

1 8 99

Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham di Beli (Studi Empiris Pada Emiten yang Terdaftar Dalam Index LQ 45 Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2)

0 4 108

PENGARUH CASH RATIO, RETURN ON ASSET, GROWTH DAN LEVERAGE TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO PENGARUH CASH RATIO, RETURN ON ASSET, GROWTH DAN LEVERAGE TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO.

0 2 14