Pengawasan Internal Piutang Usaha dan Pengaruhnya terhadap Penerimaan Kas Perusahaan pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan
SKRIPSI
PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL PIUTANG USAHA TERHADAP PENERIMAAN KAS PERUSAHAAN PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE CABANG MEDAN
Oleh :
Nama : Harris Mazlan P N I M : 030522117
Departemen : Akuntansi
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul: “Pengawasan Internal Piutang Usaha dan Pengaruhnya terhadap Penerimaan Kas Perusahaan pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan”. Adalah benar hasil karya saya sendiri dan Judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan Skripsi Program Strata-1 Extension Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Sumber-sumber dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar dan apa adanya sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima Sanksi yang telah ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, Februari 2010 Yang Membuat Pernyataan
Harris Mazlan P
(3)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala limpahan nikmat, rahmat taufik dan hidayah-Nya baik yang disadari dan tidak disadari ataupun baru disadari setelah kehilangan nikmat tersebut. Naudzubillah, ya Allah...aku berlindung kepada-Mu dari golongan orang yang kufur nikmat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabiyullah, hamba Allah dan Rasul-Nya, uswah dan qudwah hasanah, permata hati, pembawa kebenaran, yang mengajak dan membimbing ke jalan Allah dan mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam. Alhamdulillah, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT, karena hanya atas pertolongannya maka Saya telah berhasil menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengawasan Internal Piutang Usaha dan Pengaruhnya terhadap Penerimaan Kas Perusahaan pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan”.
Sesungguhnya banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga Saya merasa sangat terhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan kontribusi dan wawasan keilmuan di bidang akuntansi. Melalui kesempatan ini, Saya menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hasan Sakti, M.Si, Ak, selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala waktu, kesempatan, bimbingan,
(4)
Dra. Naleni Indra, MM, Ak, selaku Dosen Pembanding II. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan
Akhirnya saya bermohon pada Allah agar skripsi ini bermanfaat bagi Saya khususnya, dan bagi para pembaca dan juga bagi dunia pendidikan. Harapan saya mudah-mudahan Allah SWT menjadikannya niat yang murni, ikhlas hanya karena Allah semata, hanya kepada Allah SWT Saya datang bersujud dan menyembah, hanya karena rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya skripsi ini dapat ditulis dan dipersembahkan, Dialah yang dapat memberikan semua ini, semoga termasuk dalam perbuatan yang menambah berat amal baik saya di akhirat nanti, serta menjadikannya amal yang bermanfaat fi-dini wad-dun-ya wal akhiroh, Allahumma Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Februari 2010 Penulis,
Harris Mazlan P
(5)
PT. Bussan Auto Finance merupakan salah satu penyelenggara perusahaan pembiayaan yang sifatnya melakukan pendanaan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem pembiayaan leasing. Dengan kata lain bahwa PT. Bussan Auto Finance merupakan perusahaan yang produknya adalah jasa pemberian kredit. aktivitas utama perusahaan adalah pendanaan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem pembiayaan leasing.
Perusahaan tidak mempunyai persediaan kendaraan sendiri untuk dijual secara kredit maka hubungan baik dengan supplier dalam hal ini dealer atau showroom kendaraan bermotor merupakan kunci keberhasilan bisnis perusahaan jenis ini.
Dalam menyelenggarakan pembiayaan PT. Bussan Auto Finance menerapkan pengawasan intern piutang dan penerimaan piutang yang bertujuan untuk menilai pengelolaan dan pengawasan piutang apakah sudah berjalan efektif baik menyangkut kebijakan kredit, pengawasan jumlah piutang usaha sampai dengan proses pengihan serta penerimaan kas dari piutang usaha tersebut.
Key word: Pengawasan Intern, Pengawasan piutang dan Penerimaan Piutang
(6)
PT. Auto Bussan Finance represent one of the organizer of defrayal company which in character conduct the financing of purchasing motor vehicle with the system of defrayal leasing. Equally that PT. Auto Bussan Finance represent the company which its product is service of gift credit. especial activity of company is financing of purchasing of motor vehicle with the system of defrayal leasing
Company don't have the vehicle supply by self to be sold in credit of hence good relation by supplier in this case dealer or showroom motorize to represent the key of efficacy of company business of this type.
In carrying out defrayal PT. Auto Bussan Finance apply the internal control of receivable and receivable with aim to to assess the management and receivable observation of whether have walked good effective concerning credit policy, observation of is amount of receivable of is effort up to process and also cash inflow from the effort receivable
Keyword : Internal Control, Observation of Receivable, and Receivable, Leasing
(7)
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Pengertian Singkat Tentang Piutang Usaha ... 7
B. Prosedur Penjualan dan Kebijakan Pemberian Kredit ... 8
1. Prosedur Penjualan Kredit ... 8
2. Kebijakan Pemberian Kredit ... 10
C. Pengawasan Intern ... 11
1. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Intern... 11
2. Prinsip, Kendala dan Keterbatasan Pengawasan Intern ... 14
3. Unsur-Unsur Pengawasan Intern ... 18
D. Pengawasan Intern Piutang Usaha ... 30
1. Lingkungan Pengawasan Piutang Usaha ... 30
2. Penetapan Resiko Atas Piutang Usaha ... 32
3. Informasi dan Komunikasi Atas Piutang Usaha ... 34
4. Aktifitas dan Prosedur Pengawasan Piutang Usaha ... 40
5. Pemantauan (Monitoring) Terhadap Piutang Usaha ... 40
(8)
C. Prosedur Pengumpulan Data ... 43
D. Teknik Analisa Data ... 43
BAB IV PT. BUSSAN AUTO FINANCE ... 45
A. Data Penelitian ... 45
1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 45
2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas ... 46
3. Prosedur Penjualan dan Kebijaksanaan Pemberian Kredit ... 58
4. Pengawasan Inter Piutang Usaha ... 62
B. Analisis dan Evaluasi ... 75
1. Analisis dan Evaluasi Prosedur Penjualan Kredit ... 76
2. Analisis dan Evaluasi Pengawasan Intern Piutang Usaha ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 92
(9)
Gambar Judul Hal Gambar 1 Kerangka Konseptual ... 41
(10)
PT. Bussan Auto Finance merupakan salah satu penyelenggara perusahaan pembiayaan yang sifatnya melakukan pendanaan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem pembiayaan leasing. Dengan kata lain bahwa PT. Bussan Auto Finance merupakan perusahaan yang produknya adalah jasa pemberian kredit. aktivitas utama perusahaan adalah pendanaan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem pembiayaan leasing.
Perusahaan tidak mempunyai persediaan kendaraan sendiri untuk dijual secara kredit maka hubungan baik dengan supplier dalam hal ini dealer atau showroom kendaraan bermotor merupakan kunci keberhasilan bisnis perusahaan jenis ini.
Dalam menyelenggarakan pembiayaan PT. Bussan Auto Finance menerapkan pengawasan intern piutang dan penerimaan piutang yang bertujuan untuk menilai pengelolaan dan pengawasan piutang apakah sudah berjalan efektif baik menyangkut kebijakan kredit, pengawasan jumlah piutang usaha sampai dengan proses pengihan serta penerimaan kas dari piutang usaha tersebut.
Key word: Pengawasan Intern, Pengawasan piutang dan Penerimaan Piutang
(11)
PT. Auto Bussan Finance represent one of the organizer of defrayal company which in character conduct the financing of purchasing motor vehicle with the system of defrayal leasing. Equally that PT. Auto Bussan Finance represent the company which its product is service of gift credit. especial activity of company is financing of purchasing of motor vehicle with the system of defrayal leasing
Company don't have the vehicle supply by self to be sold in credit of hence good relation by supplier in this case dealer or showroom motorize to represent the key of efficacy of company business of this type.
In carrying out defrayal PT. Auto Bussan Finance apply the internal control of receivable and receivable with aim to to assess the management and receivable observation of whether have walked good effective concerning credit policy, observation of is amount of receivable of is effort up to process and also cash inflow from the effort receivable
Keyword : Internal Control, Observation of Receivable, and Receivable, Leasing
(12)
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan yang hendak dicapai dengan didirikannya suatu perusahaan pada umumnya sama, yakni pencapaian laba yang optimal. Tujuan ini lalu dikembangkan dengan tujuan selanjutnya yaitu perkembangan dan kelangsungan hidup perusahaan yang berkesinambungan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perusahaan melakukan aktivitas yang lazim disebut dengan penjualan. Dari aktivitas penjualan inilah perusahaan memperolah keuntungan yang akan dipergunakan untuk melangsungkan dan mengembangkan kegiatan operasional perusahaan.
Penjualan yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari ada dua cara yaitu dengan cara tunai dan kredit. Dalam mengikuti persaingan dunia usaha yang semakin ketat perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan penjualannya dengan cara tunai saja, lazimnya persentase penjualan kredit semakin lebih besar dari pada penjualan tunai untuk perusahaan yang mempunyai aktivitas penjualan yang relatif besar.
Dari aktivitas penjualan tunai perusahaan akan langsung mendapatkan pembayaran tunai, sedangkan dari penjualan kredit akan timbul piutang usaha. Dari penjualan tunai, aktivitas yang tergambar cukup sederhana. Perusahaan tidak perlu membuat syarat-syarat khusus untuk pembeli yang melakukan transaksi tunai. Serta hubungan antara penjual dengan pembeli akan selesai setelah terjadi
(13)
serah terima barang dan pembayaran. Sementara dalam aktifitas penjualan kredit kegiatan yang ditimbulkan akan lebih kompleks. Dari aktivitas penjualan kredit akan muncul piutang. Perusahaan tentunya tidak sembarangan dalam melakukan penjualan kredit. Diperlukan syarat-syarat tertentu untuk dapat menentukan apakah calon konsumen tersebut layak untuk diberikan kredit. Setelah itu hubungan dengan pelanggan akan terus berlangsung dari proses penagihan dan berakhir sampai pada saat pembayaran piutang usaha. Dalam proses mencairkan piutang usaha menjadi kas perusahaan memerlukan sistem yang memadai, hingga diharapkan semua piutang usaha dapat tertagih. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan pengawasan yang efektif dalam hal piutang usaha ini. Pengelolaan dan pengawasan piutang yang dilakukan terutama menyangkut masalah evaluasi kebijakan kredit yang diberikan oleh perusahaan, pengawasan jumlah piutang usaha, dan sampai pada penagihan serta penerimaan kas dari piutang usaha tersebut.
Jadi timbulnya piutang usaha bagi perusahaan membawa konsekuensi perlunya penanganan yang serius dimana diperlukan pengawasan yang memadai untuk mendukung keberhasilan dan kelancaran operasional perusahaan. Berkaitan dengan hal ini diperlukan pengawasan intern piutang usaha yang memadai dan efektif, sehingga piutang usaha tersebut dapat cair sesuai dengan tanggal jatuh temponya.
Masalah lain yang sering muncul yaitu piutang usaha dan penerimaan hasil dari piutang usaha rawan terhadap tindakan penyelewengan atau penyimpangan. Bentuk-bentuk penyelewengan ataupun kesalahan yang sering terjadi sejak
(14)
dimulainya penjualan kredit, misalnya penjualan kepada pihak yang tidak memenuhi kriteria penerima kredit, atau pemberian kredit tanpa adanya otoritasi dari pejabat yang berwenang. Bentuk penyimpangan, kesalahan atau kelalaian lain yang mungkin sering terjadi adalah dilakukannya lapping oleh karyawan perusahaan, kitting, penghapusan piutang usaha yang sebenarnya masih dapat ditagih dan keterlambatan penagihan piutang usaha. Semua bentuk penyimpangan dan kesalahan tersebut terjadi akibat lemahnya pengawasan dari pihak perusahaan, menyebabkan semakin besarnya dana yang tertanam pada piutang usaha, sehingga akan menghambat arus penerimaan kas dan kelancaran operasi perusahaan.
Dari berbagai jenis usaha yang ada sekarang ini, perusahaan pembiayaan merupakan salah satu perusahaan yang jumlah piutangnya merupakan assets utama dan sekaligus sebagai hasil produk perusahaan. Dapat juga dikatakan bahwa piutang usaha merupakan jantung bagi hidupnya perusahaan pembiayaan. Bagaimanapun suksesnya perusahaan pembiayaan dalam melemparkan kredit ke masyarakat, tetapi dalam hal pengelolaan atau pengawasan piutang usaha tidak mempunyai sistem yang memadai dan efektif, maka bisa dipastikan perusahaan tersebut akan mengalami kerugian besar dan akhirnya membawa perusahaan kearah kehancuran. Masih segar diingatan kita pada saat krisis moneter menerpa kehidupan dunia usaha di Indonesia, banyak perusahaan pembiayaan menutup usahanya. Memang banyak alasan menyebabkan ambruknya usaha pembiayaan tersebut, tetapi bila dicermati dengan seksama ternyata pengawasan piutang
(15)
usahanya tidak efektif dalam kondisi krisis moneter, menyebabkan perusahaan pembiayaan kesulitan memperoleh dana yang akan dijual ke masyarakat.
Oleh karena itu pengawasan intern piutang usaha merupakan salah satu bentuk pengawasan yang lazim dan banyak dipraktekkan oleh perusahaan saat ini. Tanpa mengecilkan arti pengawasan bidang-bidang lain, pengawasan intern piutang merupakan bagian terpenting dan mendapat perhatian serius dari pihak manajemen perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan. Dengan alasan ini penulis terdorong ingin mengetahui sampai sejauh mana usaha manajemen perusahaan di PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan dalam mengaplikasikan pengawasan terhadap piutang usahanya. PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan, bergerak dalam pemberian kredit khususnya kredit sepeda motor merek Yamaha.
Perusahaan ini termasuk dari sedikit perusahaan pembiayaan yang masih mampu beroperasi pada saat krisis moneter menerpa perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sampai sekarang. Selaian itu PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan mempunyai daerah penjualan cukup luas dan konsumen relatif banyak, tersebar di empat provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Jawa. Keadaan di atas merupakan alasan dan pendorong penulis untuk melakukan penelitian yang hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul “Pengawasan Internal Piutang Usaha dan Pengaruhnya terhadap Penerimaan Kas Perusahaan pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan”.
(16)
B. Perumusan Masalah
Dalam melaksanakan suatu penelitian, langkah awal yang harus dilakukan adalah perumusan masalah. Dengan adanya perumusan masalah ini, maka penulis dapat menentukan hal-hal yang menjadi perhatian dalam penelitian. Perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu tanpa adanya pengawasan intern piutang usaha yang baik dan efektif maka akan menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan. Berdasarkan alasan pemilihan judul dan rumusan masalah diatas, maka penulis melakukan penelitian untuk mengumpulkan data penulisan yaitu “Bagaimana pengawasan intern piutang usaha terhadap penerimaan piutang yang diterapkan pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan. Dan apakah sudah efektif untuk meminimalkan tingkat penyimpangan atau kesalahan dalam penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan dengan proses pencairan piutang usaha hingga menjadi kas”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian untuk penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi pengawasan intern piutang usaha pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan. Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna sebagai :
a. Bahan masukan dan pertimbangan bagi PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan dalam mengembangkan pengawasan intern piutang usaha dimasa yang akan datang.
(17)
b. Bahan referensi dan pertimbangan bagi para peneliti yang berminat dalam penelitian berikutnya.
(18)
A. Pengertian Singkat Tentang Piutang Usaha
Untuk meningkatkan volume penjualan umumnya perusahaan menawarkan berbagai kemudahan untuk menarik minat pembeli. Salah satu bentuk kemudahan yang ditawarkan adalah dengan cara penjualan kredit, pembeli diberi tenggang waktu untuk melakukan pembayaran. Dalam waktu tersebut penjualan kredit akan menimbulkan tagihan kepada pelanggan. Tagihan kepada Pelanggan inilah yang disebut dengan piutang.
Smith dan Skousen (2002 : 238) mengemukakan defenisi piutang sebagai klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, dan aktiva non kas lainnya. Defenisi tersebut merupakan defenisi dalam arti luas. Untuk tujuan akuntansi defenisi tersebut dipersempit yaitu hak-hak yang diharapkan dapat terpenuhi dengan penerimaan kas. Sementara Fess dan Niswonger (2005 : 352) mengemukakan defenisi piutang, bahwa “Piutang merupakan semua klaim dalam bentuk uang terhadap perorangan, organisasi atau debitor lainnya, dimana piutang timbul dari beberapa jenis transaksi, dimana yang paling umum ialah penjualan barang dan jasa secara kredit”.
Menurut Tacker ( 1999 : 293) piutang yaitu “Receivable are amount to the firm by outsider in the firm of regular account or written promisorry notes to be collected in the future”.
(19)
Dari beberapa defenisi piutang diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sumber utama munculnya penjualan atas barang dan jasa. Piutang yang muncul dari penjualan kredit inilah disebut dengan piutang usaha. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan istilah piutang usaha untuk piutang dagang. Piutang usaha seringkali hanya didukung oleh faktur penjualan. Tetapi untuk perusahaan jasa pembiayaan biasanya disertai dengan perjanjian tertulis antara perusahaan dengan pelanggan.
B. Prosedur Penjualan dan Kebijakan Pemberian Kredit 1. Prosedur Penjualan Kredit
Piutang usaha muncul dari penjualan secara kredit Karena penjualan kredit mengandung resiko yang tidak terdapat pada penjualan tunai berupa kemungkinan tidak tertagihnya piutang, maka diperlukan prosedur yang kompleks dalam penjualan kredit. Yang dimaksud dengan prosedur disini yaitu suatu urutan kegiatan klerikal biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap transaksi perusahaan yang terjadi.
Menurut Mulyadi (2003 : 222) Dalam penjualan kredit terdapat beberapa prosedur yang dilakukan antara lain :
a. Prosedur Order Penjualan b. Prosedur Persetujuan Kredit c. Prosedur Pengiriman
d. Prosedur Penagihan
e. Prosedur Pencatatan Piutang f. Prosedur Distribusi Penjualan
(20)
Penjelasan lebih lanjut dari prosedur penjualan kredit diuraikan sebagai berikut :
Prosedur Order Penjualan
Dalam prosedur ini bagian penjualan menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Bagian penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan mengirimkannya kepada berbagai bagian yang lain untuk memungkinkan bagian tersebut memberikan konstribusi dalam melayani order dari pembeli.
Prosedur Persetujuan Kredit
Dalam prosedur penjualan kredit bagian penjualan meminta persetujuan penjualan kredit. Bagian penjualan mempunyai kecenderungan untuk menjual barang sebanyak-banyaknya, sehingga seringkali mengabaikan dapat ditagih atau tidaknya piutang yang timbul dari transaksi tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengecekan intern terhadap status kredit pembeli sebelum transaski penjualan kredit dilaksanakan. Persetujuan atas pemberian kredit lazimnya diberikan oleh kepala bagian kredit dengan sepengetahuan pimpinan perusahaan.
(21)
Prosedur Pengiriman
Apabila permohonan kredit sudah disetujui maka bagian pengiriman akan mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order pengiriman yang diterima oleh bagian pengiriman
Prosedur Penagihan
Dalam prosedur ini bagian penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli.
Prosedur Pencatatan Piutang
Setelah faktur penjualan diterbitkan, bagian akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang.
Prosedur Distribusi Penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.
2. Kebijakan Pemberian Kredit
Penagihan atas piutang akan dilakukan apabila piutang telah jatuh tempo. Perusahaan tentunya mengharapkan semua piutang yang ada dapat ditagih dengan baik. Namun dalam kenyataannya perusahaan dihadapkan pada ketidakmampuan pelanggan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada waktu yang sudah ditentukan. Hal ini tentu saja merugikan pihak perusahaan
(22)
disebabkan pelanggan tidak melunasi piutang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pelanggan mengalami kebangkrutan atau pelanggan melarikan diri karena suatu hal dan lain hal. Untuk meminimalkan tingkat kerugian yang diakibatkan oleh ketidakmampuan pelanggan membayar kewajibannya maka diperlukan suatu kebijakan dalam pemberian kredit, sehingga piutang yang diberikan tepat kepada pelanggan yang diinginkan.
Kebijakan disini merupakan konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pemberian kredit. Beberapa kebijakan yang umum diterapkan perusahaan dalam hal ini pemberian kredit yaitu :
a. Menentukan batas maksimum kredit dari setiap pelanggan b. Menentukan jangka waktu kredit
c. Menentukan kriteria pelanggan
C. Pengawasan Intern
1. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Intern
Catatan akuntansi adalah bagian yang terpisah dari asset dan operasi bisnis semua badan usaha. Catatan akuntansi harus secara akurat merefleksikan apa yang sedang berlangsung tentang kondisi atau keadaan nyata dari asset perusahaan. Disebabkan adanya kesalahan-kesalahan, sehingga catatan dan sistem akuntansi yang ada mungkin saja tidak merefleksikan secara akurat kondisi atau posisi bisnis operasi perusahaan yang sebenarnya. Ini berarti manajemen harus mengembangkan suatu teknik, metode, dan prosedur yang membantu sistem informasi. Keseluruhan teknik, metode, dan prosedur yang
(23)
digunakan menajemen dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dikenal dengan istilah sistem pengawasan intern. Pengawasan intern merupakan kebijakan dan prosedur spesifik yang dirancang untuk memberi keyakinan memadai bagi manajemen bahwa sasaran dan tujuan penting bagi perusahaan dapat dipenuhi. Mulyadi memberikan defenisi pengawasan intern sebagai berikut (2003 : 166): “Pengawasan intern meliputi struktur organisasi, metode, ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, memajukan efisiensi, dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”. Pengertian ini secara garis besar mengelompkkan metode dan tujuan-tujuan pengawasan intern menjadi dua bagian besar. Dua tujuan pertama merupakan tujuan dari salah satu bagian pengawasan intern, yang sering disebut dengan pengawasan intern akuntansi. Sedang dua tujuan terakhir merupakan tujuan dari bagian lainnya dari pengawasan intern, yang dikenal dengan pengawasan intern administrasi.
Dalam artian yang umum, pengawasan intern meliputi pekerjaan pengecekan dan semua alat yang digunakan manajemen dalam melaksanakan pengawasan. Pengawasan intern merupakan tanggung jawab dan tugas dari manajemen. Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik, menyebutkan pengendalian intern dan istilah struktur pengendalian intern. Struktur penegndalian intern suatu usaha terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk memberikan keyakinan (assurance) memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan dicapai. Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pengawasan intern dipandang sebagai suatu struktur yang
(24)
terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diterpakan untuk menjamin pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan menajemen.
Menurut Winarno (2004 : 88) pada tahun 1992, Committee of Sponsoring Organization (COSO) of The Treaway Commision memberikan defenisi pengawasan intern sebagai berikut :
Pengendalian intern adalah proses yang dipatuhi oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan, yang dirancang untuk memberi jaminan yang memadai dalam pencapaian salah satu atau lebih tujuan berikut ini :
- Efisiensi dan efektifitas kegiatan (termasuk penilaian kinerja, pencarian laba dan pengamanan aktiva perusahaan)
- Keterpercayaan informasi keuangan (baik untuk pihak intern maupun ekstern serta pencegahan pemanipulasian laporan keuangan)
- Kepatuhan dengan berbagai peraturan dan undang-undang harus dipatuhi oleh perusahaan.
Dari defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pada perkembangannya saat ini istilah struktur pengawasan intern tidak digunakan lagi. Istilah yang baru telah menghilangkan kata struktur atau sistem, dan menggantinya dengan sitilah pengawasan atau pengendalian intern.
Menurut Widjaya (2005 : 12) Suatu pengawasan intern dapat dikatakan baik umumnya memiliki cici-ciri sebagai berikut :
a. Suatu struktur organisasi yang di dalamnya terdapat pemisahan tanggung jawab fungsional yang sesuai
b. Suatu sistem yang mencakup prosedur otorisasi dan pencatatan yang sesuai agar memungkinkan pengendalian yang wajar atas harta, utang, pendapatan dan biaya
c. Cara kerja yang wajar yang harus digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing bagian organisatoris, dan
d. Kepegawaian dengan mutu yang sepadan dengan tanggung jawabnya. Ke empat ciri ditas mempunyai peran yang sama penting. Kelamahan yang mencolok pada salah satu ciri tersebut dapat menghambat terwujudnya tujuan sistem itu sendiri. Suatu sistem yang baik di perusahaan belum tentu baik
(25)
untuk perusahaan lain meslipun kedua perusahaan sejenis. Banyak faktor yang menentukan bentuk pengawasan intern perusahaan seperti kemampuan dan filsafat manajemen yang berbeda, tingkat keahlian, dan dapat dipercayainya pengawai. Tuanakotta menggambarkan pengawasan intern yang baik sebagai berikut (2002 : 96) : “Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu pengawasan intern adalah baik jika tidak seorangpun berada dalam kedudukan sedemikian rupa sehinga ia dapat membuat kesalahan dan meneruskan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama”.
2. Prinsip, Kendala dan Keterbatasan Pengawasan Intern
Menurut Boynton dan Kell (2006 : 252), Committee of Sponsoring Organization (COSO) menyebutkan beberapa konsep dasar dari pengawasan intern antara lain:
a. Pengawasan intern merupakan suatu proses. Artinya bahwa pengawasan intern itu bukan merupakan suatu awal dan bukan merupakan suatu akhir aktifitas. Pengawasan intern terdiri dari aktifitas yang berkelanjutan yang meresap dan bersatu dengan infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan.
b. Pengawasan intern dipengaruhi oleh orang-orang. Pengawasan intern bukan sekedar petunjuk kebijaksanaan dan formulir-formulir saja, melainkan juga orang-orang yaitu orang-orang yang berada di semua level dari suatu organisasi termasuk dewan direksi.
c. Pengawasan intern diharapkan hanya dapat memberikan jaminan yang memadai bukan jaminan mutlak kepada pikah menajemen perusahaan dan dewan direksi karena adanya keterbatasan pengawasan intern itu sendiri dan juga mempertimbangkan segi biaya dan keuntungan dari pelaksanaan pengawasan.
d. Pengawasan intern merupakan suatu alat atau sarana untuk mencapai tujuan perusahaan.
Pengawasan intern diciptakan oleh manjemen untuk membantu menghindari atau paling tidak untuk mengurangi penyimpangan-penyimpangan dan
(26)
menjamin keandalan data akuntansi. Tetapi pengawsan intern bukan merupakan suatu yang sempurna. Pengawasan intern mempunyai kendala dan keterbatasan.
Boynton dan Kell (2006 : 256) mengatakan keterbatasan atas pengawasan intern disebabkan oleh alasan-alasan berikut :
a. Mistakes in judgment b. Breakdowns
c. Collusion
d. Manajement override e. Cost versus benefit
Uraian lebih lanjut mengenai kelima keterbatasan tersebut dapat dijelaskan berikut ini.
a. Mistakes in judgment (Kesalahan dalam Pertimbangan)
Hambatan dan ketebatasan pengawasan intern terjadi karena pihak manjemen dan karyawan sering mengambil pertimbangan yang salah dalam membuat keputusan-keputusan atau dalam menjalankan tugas sehari-hari. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya informasi untuk pengambilan keputusan, keterbatasan waktu yang mereka miliki atau adanya tekanan-tekanan lainnya.
b. Breakdowns (Gangguan/kemacetan)
Gangguan dalam melaksanakan pengawasan intern dapat terjadi karena karyawan tidak dapat memahami instruksi-instruksi yang diberikan atau karyawan membuat kesalahan yang diakibatkan oleh kecerobohan mereka sendiri, kebingungan atau kelelahan. Perubahan sementara atau perubahan
(27)
permanent yang dilakukan terhadap karyawan atau perubahan terhadap sistem dan prosedur dapat juga menyebabkan terjadinya gangguan.
c. Collusion (Kolusi)
Pelaksanaan sistem dan prosedur yang dirancang dengan baik dan efektif tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan oleh menajemen apabila adanya kolusi diantara karyawan. Masing-masing karyawan bekerja bersama-sama dan saling berhubungan. Apabila diantara mereka sudah terdapat kesepakatan untuk melakukan penyelewengan maka kondisi tersebut menjadi suatu hambatan dan keterbatasan pengawasan intern. d. Manajement override (Pengabaian oleh Manjemen)
Pihak menejemen dapat melakukan tindakan melanggar atau mengabaikan kebijaksanaan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk kepentingan yang tidak sah, seperti untuk kepentingan pribadi atau untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan lebih baik dari kondisi yang sebenarnya. Tindakan lain termasuk dalam kategori ini yaitu suatu presentasi yang salah kepada pihak auditor dengan cara mengeluarkan dokumen pendukung terhadap penjualan fiktif.
e. Cost versus benefit (Biaya kontra Manfaat)
Biaya yang dikeluarkan untuk merancang struktur pengawasan intern tidak boleh lebih besar dari mafaat yang diharapkan. Pihak manajemen harus membuat perkiraan dan pertimbangan dari segi kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara biaya dan keuntungan dari pengawasan intern.
(28)
Untuk mencapai tujuan dari pengawasan intern menurut Winarno (2004 : 90) bukan merupakan tugas yang mudah, karena dalam pelaksanaan pengawasaan intern menghadapi berbagai macam kendala, antara lain:
a. Lingkungan eksternal yang sering kali berubah dengan cepat, misalnya tindakan pesaing, perkembangan teknologi dan berbagai peraturan yang harus ditaati perusahaan. Semua hal ini memperngaruhi pelaksanaan sistem pengawasan inter.
b. Berbagai kemungkinan kegiatan yang merongrong sistem pengawasan intern, sebagai contoh data dipakai atau diakses oleh orang yang tidak berhak, sehingga data hilang atau rusak
c. Kesulitan mengikuti perkembangan komputer yang sangat pesat, terutama bagaiman melatih karyawan yang menggunakan sistem yang baru.
d. Faktor manusia yang dalam beberapa hal tidak patuh mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan.
e. Rumitnya mengendalikan biaya yang terjadi di dalam perusahaan, belum lagi mengalokasikan biaya.
Pembentukan pengawasan intern yang baik dan efektif bukan merupakan hal yang mudah. Tetapi pengawasan intern pada umumya dapat ditingkatkan mutunya meskipun keadaan kurang menguntungkan, seperti jumlah karyawan yang sedikit. Ukuran perusahaan mempunyai dampak yang signifikan terhadap pengawasan intern. Kenyataannya lebih sulit untuk menyusun pemisahan tugas yang memadai dalam perusahaan yang relatif kecil dibanding dengan perusahaan yang relatif besar. Sehingga perusahaan kecil seringkali tidak dapat memenuhi beberapa persyaratan atau unsur pengawasan intern. Jumlah karyawan yang relatif sedikit dan kemampuan dana yang relatif menyulitkan perusahaan kecil dalam pembagian tugas atau misalnya untuk membeli mesin pemeroses data yang mempunyai alat kendali otomatis.
Walaupun demikian, sebagian besar konsep pengawasan intern dapat diterapkan bagi perusahaan besar amupun kecil. Meskipun tidak lazim untuk
(29)
memformalkan kebijakan ke dalam bentuk pedoman, pasti dimungkinkan bagi perusahaan yang relatif kecil untuk mempunyai pegawai yang kompeten dan dapat dipercaya dengan alur wewenang yang jelas, prosedur otorisasi, pelaksanaan dan pencatatan transaksi yang pantas, dokumen, catatan dan laporan-laporan yang memadai, pengawasan fisik atas aktiva dan catatan serta pengecekan atas pelaksanaan sampai pada tingkat tertentu.
3. Unsur-Unsur Pengawasan Intern
Dalam mencapai tujuan-tujuan pengawasan intern dan mampu memberikan keyakinan yang memadai maka setiap pengawasan intern dalam perusahaan mempunyai beberapa unsur yang saling berhubungan. Struktur pengawasan intern mencakup tiga kategori dasar kebijakan dan prosedur yang dirancang serta diimplementasikan manajemen guna memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan pengendaliannya akan tercapai. Menurut Loebbecke dan Arens (2004 : 293) bahwa unsur-unsur pengawasan intern, yang terdiri dari :
a. Lingkungan pengawasan b. Sistem Akuntansi
c. Prosedur pengawasan
Dalam konsep dan pengertian pengawasan intern yang baru atau menurut COSO yang disampaikan oleh Boynton dan Kell (2006 : 259), terdapat lima unsur pengawasan intern. Kelima komponen tersebut menggambarkan gaya
(30)
menejemen menjalankan perusahaan dan mengatur ke dalam kegiatan atau proses manajemen. Komponen-komponen tersebut adalah :
a. Control Environment b. Risk Assessment
c. Information and Communication d. Control Activities
e. Monitoring
Kelima unsur tersebut dapat diterapkan dengan tingkat formalitas dan kekhususan implementasi yang berbeda berdasarkan pertimbangan logis dan praktis, tergantung jenis dan ukuran badan usaha. Suatu satuan usaha yang relatif lebih kecil misalnya, dapat memperlunak kelemahannya melalui pengembangan budaya yang memberikan penekanan atas integritas, nilai etika dan kompetensi.
Penjelasan lebih lanjut dari ke lima unsur pengendalian intern tersebut di atas diuraikan berikut ini.
Control Environment (Lingkungan Pengawasan)
Lingkungan pengawasan nmenentukan sifat dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran anggotanya akan pentingnya pengawasan intern. Lingkungan pengawasan merupakan dasar yang dapat memberikan disiplin dan struktur bagi keseluruhan komponen pengawasan intern lainnya.
Terdapat beberapa faktor yang membentuk lingkungan pengawasan suatu satuan usaha. Lingkungan pengawasan yang paling menonjol adalah gaya manajemen dalam menjalankan perusahaan. Lingkungan lain yang meliputi berbagai unsur yang dalam organisasi, antara lain disebutkan sebagai berikut :
(31)
1) Integritas dan Nilai Etika
Untuk menekankan pentingnya integritas dan nilai etika diantara karyawan suatu organisasi maka pemimpin dan manajemen tingkat atas harus dapat : - Menentukan sifat-sifat teladan yang senantiasa memperlihatkan
integritas dan prilaku etika yang tinggi
- Mengkomunikasikan ke seluruh karyawan secara lisan dan tulisan seluruh kebijakan dan tata tertib yang telah digariskan, sehingga diharapkan setiap karyawan dapat melapor jika terjadi pelanggaran yang mereka ketahui
- Memberikan bimbingan moral dan mental kepada pegawai, mengurangi atau menghapus godaan-godaan yang merangsang pegawai melakukan tindakan yang tidak jujur, illegal dan tidak etis. 2) Komitmen Terhadap Kompetensi
Untuk mencapai tujuan perusahaan maka diharapkan seluruh pegawai pada setiap tingkatan manajemen memiliki pengetahuan, keahlian, intelegensia, pelatihan dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan efisien.
3) Dewan Komisaris dan Komite Audit
Adanya dewan komisaris dan komite audit serta cara mereka dalam menjalankan kekuasaan dan tanggung jawab mempunyai dampak atas lingkungan pengawasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komite audit adalah independensinya, kualitas anggota-anggotanya dan ruang lingkup tugasnya.
(32)
4) Falsafah Manajemen dan Gaya Operasi
Banyaknya karakteristik yang membentuk falsafah dan gaya operasi manajemen yang mempengaruhi dampak atas lingkungan pengawasan yang meliputi antara lain :
- Pendekatan terhadap resiko bisnis yang dihadapi dan pemantauannya - Tindakan dan sikap terhadap laporan keuangan
- Sikap terhadap fungsi pemerosesan informasi dan fungsi akuntansi serta personalia.
5) Struktur Organisasi dan Penetapan Wewenang dan Tanggungjawab
Suatu struktur organisasi berperan atas kemampuan suatu satuan usaha untuk memenuhi tujuannya melalui penyediaan kerja yang sifatnya menyeluruh bagi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan monitoring aktifitas satuan usaha. Pengembangan struktur organisasi bagi suatu satuan usaha meliputi penentuan daerah kekuasaan kunci dan tanggung jawab, serta jalur pelaporan yang tepat. Penetapan wewenang dan tanggung jawab adalah perluasan dari pengembangan suatu struktur organisasi. Melalui penetapan wewenang dan tanggung jawab, setiap individu diharapkan mengetahui bagaimana tindakan-tindakan tiap individu saling berhubungan dan kepada siapa setiap individu bertanggungjawab.
6) Kebijakan dan Praktek Sumber Daya Manusia
Suatu konsep dasar dari pengawasan intern yang disebutkan sebelumnya adalah pengawasan intern dijalankan oleh manusia. Kebijakan dan praktek
(33)
sunber daya manusia yang digunakan menetukan integritas, nilai etika dan kompetensi dari sumber daya manusia suatu organisasi.
Risk Assessment (Penilaian Resiko)
Setiap perusahaan menghadapi resiko, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Manajemen harus dapat mengidentifikasi dan kemudian mencegah berbagai resiko yang mengancam atau menghambat pencapaian tujuan perusahaan.
Boynton dan Kell (2006 : 262), mengatakan bahwa : “Risk assestment for financial reporting purposes is an entity’s identification, analysis and management of risk relevan to the preparation of financial statements that are fairly presented in conformity with generally accepted accounting principles”.
Penilaian resiko meliputi identifikasi, analisis dan menajemen resiko suatu satuan usaha, yang relevan dengan tujuan perusahaan. Karena tujuan perusahaan adalah untuk menentukan bagaimana menangani resiko yang diidentifikasi, maka sepantasnya manajemen harus mengidentifikasi resiko-resiko tersebut dengan berhasil. Dalam beberapa kasus manajemen mungkin saja memutuskan untuk menerima suatu resiko tanpa menetukan atau mengembangkan pengawasan tertentu disebabkan oleh pertimbangan biaya dan lainnya.
(34)
Information and Communication
Data dan informasi yang diperlukan harus diidentifikasi, dikumpulkan, dan dikomunikasikan ke berbagai pihak yang membutuhkannya tepat pada waktunya, sehingga dapat dipakai untuk menjalankan tugasnya. Informasi tidak hanya mengalir dari atas ke bawah, tetapi juga ke samping atau antar unit dalam organisasi. Setiap penerima harus menerima informasi dengan jelas sehingga mudah mengerti dan memahami isi informasi. Hal ini akan menjamin dipatuhinya kebijakan manajemen. Informasi juga harus disediakan untuk kepentingan pihak-pihak diluar perusahaan.
Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pengawasan, menyangkut sistem akuntansi yang terdiri dari metode dan catatan-catatan yang telah ditetapkan untuk mengidentifikasi, menyusun, menganalisa, menggolongkan, mencatat, dan melaporkan transaksi satuan usaha serta memelihara pertanggungjawaban atas asset dan kewajiban terkait. Komunikasi menyangkut penyediaan suatu pemahaman yang jelas akan peran dan tanggung jawab individu yang berkenaan dengan pengawasan intern.
Control Activities (Aktifitas Pengawasan)
Boynton dan Kell dalam buku Modern Auditing menjelaskan mengenai aktifitas pengawasan sebagai berikut (2006 : 264) :
Control activities are those polices and procedures that help ensure that management directivies are carried out. They help ensure that necessary actions are taken to address risks to achievement of the entity’s objectives. Control activities have various and applied at various organizational and functional levels.
(35)
Kegiatan pengawasan pengawasan meliputi penerapan berbagai prosedur untuk menjamin dipatuhinya kebijakan manajemen. Kegiatan pengawasan harus dilenggrakan diseluruh organisasi, dari tingkat yang paling atas sampai tingkat yang paling bawah. Kegiatan pengawasan ini dapat berupa persetujuan, pemverifikasian, pengesahan, penyesuaian dan penelahaan kerja, kegiatan pengamanan aktiva dan pemisahan tugas.
Aktivitas pengawasan adalah merupakan kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk membantu memastikan bahwa kebijaksanaan manajemen telah dijalankan. Aktivitas pengawasan membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil dalam menghadapi resiko sehubungan dengan pencapaian tujuan usaha. Bentuk-bentuk pengawasan yang sering dilakukan adalah :
1. Pengawasan pemerosesan informasi 2. Pemisahan tugas yang memadai
3. Pengawasan fisik atas kekayaan dan catatan 4. Reviws atau telaah kinerja.
Penjelasan mengenai masing-masing aktifitas pengawasan diuraikan berikut ini.
1) Pengawasan pemerosesan informasi
Pengawasan pemerosesan informasi merupakan pengawasan yang ditujuakan terhadap resiko yang berkaitan dengan otorisasi kelengkapan dan keakuratan transaksi. Pengawasan-pengawasan yang berkaitan dengan
(36)
pemerosesan transaksi sering dikelompokkan sebagai berikut : otorisasi yang tepat, dokumen dan catatan, serta pengecekan independent. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang yang menyetujui transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam orgaisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otrisasi atas terlaksanannya transaksi.
Dokumen menyediakan bukti atas transaksi yang terjadi yang berisi informasi mengenai nilai, waktu dan sifat transaksi. Dokumen yang ditanda tangani dan dicap semestinya juga memberikan suatu dasar bagi penentuan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mencatat transaksi. Dokumen dengan nomor seri urut tercetak (prenumbered) sangat berguna dalam memelihara pertanggungjawaban dan pengawasan. Pemberian nomor seri tercetak tersebut membantu memastikan semua transaksi yang telah dicatat dan bahwa tidak ada transaksi dicatat lebih dari satu kali. Bila penomoran masih berlaku, semua dokumen-dokumen yang tidak berlaku lagi harus ditahan. Dokumentasi yang lengkap dan dapat dimengerti membantu pengawasan dalam beberapa syarat yaitu menginterpretasikan kebijakan secara tepat, memvisualisasi hubungan antar fungsi organisasi, dan menjamin prosedur akan diikuti dengan lebih cermat, konsisten dan efisien.
Pengawasan independent meliputi verifikasi atau pembuktian tentang pekerjaan yang sebelumnya dilaksanakan oleh bagian yang lain dan penilaian yang semestinya atas jumlah yang dicatat. Pengecekan
(37)
independent secara manual dapat dilakukan setiap hari atas semua transaksi ataupun sebagian transaksi. Pengecekan indepanden dilakukan untuk memastikan bahwa setiap transaksi sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
Struktur pengawasan intern dalam perusahaan yang menggunakan sistem manual dalam akuntansinya lebih dititik beratkan pada orang yang melaksanakan sistem tersebut. Jika perusahaan telah menggunakan sistem komputerisasi sebagai alat bantu pengolahan data, akan terjadi pergeseran dari sistem yang berorientasi pada orang ke sistem yang berorientasi pada komputer. Struktur pengawasan intern dalam perusahaan yang mengolah data akuntansinya dengan komputer tidak berbeda, baik tujuan pokok maupun unsur pokoknya, dengan pengendalian intern dalam perusahaan yang menggunakan sistem manual.
Menurut Mulyadi (2003 : 183), bahwa pengawasan intern dalam lingkungan pengolahan data elektronik dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
a) Pengawasan Umum (General Control) b) Pengawasan Aplikasi (Aplication Control)
Uraian mengenai kedua jenis pengawasan intern tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Pengawasan Umum (General Control)
Pengawasan umum merupakan standar dan panduan yang digunakan oleh karyawan untuk melaksanakan fungsinya. Dalam lingkungan pengolahan
(38)
data elektronik, pengawasan umum meliputi dokumentasi sistem, prosedur pengembangan dan perubahan sistem, dan metode operasi fasilitas pengolahan data.
Pengawasan Aplikasi (Aplication Control)
Pengawasan aplikasi berhubungan dengan tugas-tugas khusus yang dilakukan oleh electronic data processing. Fungsi dari pengawasan aplikasi ini adalah untuk memberi jaminan yang cukup bahwa pencatatan, pemerosesan, dan pelaporan data sudah dilaksanakan dengan benar. Pengawasan aplikasi dapat diterapkan dengan berbagai macam cara dalam prosedur dan catatan-catatan.
2) Pemisahan tugas yang memadai
Prisip dasar pemisahan tugas adalah adanya pemisahan yang tegas antara fungsi operasi, penyimpangan dan pencatatan. Dasar premikirannya adalah satu bagian tidak boleh menguasai catatan akuntansi yang berhubungan dengan kegiatannya. Pemisahaan tugas tidak mengakibatkan pekerjaan dari seorang individu secara otomatis memberikan pengecekan silang atas pekerjaan pihak lain. Dalam hubungan ini dapat dilihat bahwa pengecekan independent senantiasa merupakan pemisahan tugas, namun pemisahan tugas tidak selalu merupakan pengecekan independent. Pemisahan tugas harus sedemikian rupa disusun untuk menghasilkan internal check atau pengecekan independen.
(39)
Pemisahan tugas meliputi pemastian bahwa individu-individu dapat melaksanakan tugasnya dengan semestinya. Empat bentuk pemisahan tugas yang mendukung pengawasan intern adalah :
a) Tanggungjawab untuk melaksanakan suatu transaksi, mencatat, dan menyimpan asset hasil transaksi seharusnya ditugaskan kepada individu atau bagian yang berbeda
b) Langkah-langkah yang berbeda yang terlibat di dalam pelaksanaan suatu transaksi harus ditugaskan kepada individu atau bagian yang berbeda Artinya tidak boleh ada satu individu atau bagian yang melaksanakan semua prosedur transakasi dengan lengkap, setiap langkah harus dilakukan oleh bagian yang berbeda. Hal ini akan menciptakan internal check antar bagian (fungsi)
c) Tanggungjawab untuk operasi akuntansi tertentu harus dipisahkan d) Dalam hal perusahaan menjalankan sistem pemerosessan data secara
elektronik seharusnya ada pemisahan tugas yang tepat antara bagian pemerosesan data secara elektronik dengan bagian pengguna atau pemakainya.
3) Pengawasan fisik atas kekayaan dan catatan
Pengawasan fisik atas kekayaan dan catatan menyangkut pembatasan dua tipe akses terhadap asset dan catatan yang penting, yaitu akses langsung dan tidak langsung. Pengawasan terutama berhubungan dengan peralatan
(40)
pengaman, peralatan mekanis dan elektronis dalam melaksanakan transaksi
4) Reviws atau telaah kinerja
Tujuan utama review kinerja adalah untuk menilaik kinerja yang direview. Dengan menghubungkan data yang dilaporkan dengan manajemen (anggaran), manajemen akan dapat mendeteksi tanda-tanda atau contoh-contoh dimana terdapat resiko yang lebih tinggi akan penyimpangan telah terjadi.
Monitoring (Pemantauan)
Monitoring merupakan suatu proses menilai kualitas pelaksanaan pengawasaan intern sepanjang waktu. Monitoring meliputi penilaian oleh pegawai berwenang yang telah ditunjuk untuk mendesain dan mengendalikan operasi secara tepat waktu dalam menentukan apakah pengawasan intern dijalankan sesuai dengan yang diharapkan, dan apakah perlu untuk merubah pengawasan intern seperlunya untuk menyesuaikannya dengan perubahan kondisi. Masalah-masalah pengawasan intern dapat menjadi perhatian karena adanya keluhan-keluhan yang diterima dari pelanggan atau pihak luar perusahaan.
(41)
D. Pengawasan Intern Piutang Usaha
Pengawasan intern piutang dimulai dari kegiatan yang menimbulkan piutan itu sendiri yaitu penjualan kredit sampai dengan piutang tersebut dapat ditagih dan dilaporkan kepada pihak manajemen. Pada bagian ini penulis akan menguraikan secra teoritis mengenai unsur-unsur pengawasan intern terhadap piutang usaha.
6. Lingkungan Pengawasan Piutang Usaha
Terdapat bebrapa faktor yang membentuk lingkungan pengawasan piutang usaha. Integritas dan nilai etika dalam lingkungan pengawasan piutang usaha tercermin dari pandangan dan sikap manajemen dalam menangani piutang usaha. Piutang usaha merupakan bagian aktiva yang mengandung resiko. Pimpinan perusahaan tentunya mengharapkan kerjasama dari setiap unit kerja yang terkait dengan terjadinya transaksi piutang usaha sehingga resiko yang mungkin terjadi atas pitang usaha dapat diminimalisir. Bagian marketing harus mempunyai prinsip untuk yang mencari konsumen yang potensial dalam hal pembayaran dan bukan sekedar mencari konsumen sebanyak mungkin. Dalam hal pemberian keputusan atas persetujuan penjualan kredit, pimpinan perusahaan harus dapat memberikan contoh sifat keteladanan seperti membuat komite kredit yang terdiri dari beberapa orang untuk menilai kelayakan atas permohonan kredit. Adanya pemberian insentif atau bonus kepada kolektor akan mengurangi atau menghapus godaaan yang merangsang mereka untuk malakukan tindakan yang tidak jujur, illegal atau tidak etis.
Untuk mendapatkan piutang usaha yang minim resiko maka diharapkan kepada bagian penjualan memiliki daya analisis yang tinggi, kritis dalam
(42)
penilaian atas kemampuan keuangan calon konsumen. Bagian piutang menangani administrasi piutang harus memiliki pengetahuan administrasi yang memadai sehingga mereka dapat menghasilkan informasi yang berhubungan dengan aktifitas piutang usaha dengan baik dan benar. Kepada kolektor harus memiliki kemampuan untuk mengenali karakter setiap konsumen yang ia tangani. Kolektor harus fleksibel dalam menghadapi konsumen yang mempunyai sifat yang berbeda.
Dewan komisaris dan komite audit yang independen terlibat dalam lingkungan pengawasan piutang usaha, salah satunya dengan cara memonitor tingkat likuiditas piutang usaha. Tingginya jumlah piutang yang tertunggak dapat merupakan indikator oleh dewan komisaris dan komite audit dalam menilai kinerja pihak manjemen dalam melaksanakan wewenang yang telah diberikan. Manajemen dapat memilih gaya dan filosofi dalam hal pemberian kredit yang berdampak terhadap penagihan piutang. Gaya konsevatif dapat dilihat dari ketatnya perusahaan menyeleksi calon konsumen. Dasar pemilihan model konservatif adalah lebih baik mempunyai kredit yang terbatas asalkan konsumen perusahaan merupakan konsumen yang potensial dari segi pembayaran. Pihak manajemen lebih memperhitungkan resiko besar piutang tidak tertagih. Gaya berani mengambil resiko yang lebih besar sering juga diperlihatkan oleh pihak manajemen dalam memberikan kredit. Umumnya perusahaan yang menerapkan gaya berani mengambil resiko harus memiliki pengawasan intern lebih ketat terhadap penagihan piutang.
(43)
Struktur organisasi akan mempengaruhi pelaksanaan pengawasan piutang. Struktur organisasi harus disusun sebaik mungkin agar dalam hal ini penagihan piutang kelak tidak bermasalah. Adanya pemisahan bagian penjualan dengan bagian kredit menunjukkan dan pembagian tugas sangat menentukan baik buruknya pengawasan intern terhadap piutang usaha. Adanya pemisahan departemen penjualan dnegan departemen kredit menunjukkan bahwa pengawasan intern yang baik. Demikian juga adanya bagian khusus penagihan. Kedudukan kasir yang dipisahkan dari bagian accounting akan mengurangi tingkat penyelewengan yang kemungkinan dapat terjadi.
Salah satu penyebab kelemahan utama dan kendala pengawasan intern adalah faktor kemanusiaan. Artinya bahwa yang melaksanakan pengawasan intern adalah orang-orang yang mempunyai keterbatasan sebagai manusia biasa. Jadi masalah mutu dan mental karyawan sangatlah penting adalam pelaksanaan pengawasan intern piutang. Tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepada karyawan haruslah seimbang dengan kemampuan karyawan tersebut. Hal ini akan mendukung kesehatan praktek dilapangan.
7. Penetapan Resiko Atas Piutang Usaha
Penetapan resiko yang mungkin terjadi dalam piutang merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk dan menjalankan suatu pengawasan intern piutang yang efektif. Resiko tersebut bias berasal dari dalam dan dari luar perusahaan. Resiko akan timbul jika karyawan tidak dilatih atau diawasi
(44)
sepenuhnya, lalai, ceroboh, lelah ataupun disebabkan karena karyawan ingin menggelapkan piutang. Resiko juga bisa timbul apabila elemen pemerosesan transaksi piutang tidak dirancang dengan baik, jika tanggung jawab organisasional dilimpahkan dengan tidak tepat, atau karena manajer menerima informasi yang tidak akurat atau tidak lengkap.
Setelah Titik pengawasan, perusahaan perlu menentukan alat pengawasan dan arah pengamanan agar mencakup seluruh titik pengawasan. Pengawasan dan arah pengamanan yang baik akan mengurang resiko sampai tingkat yang dapat diterima. Joseph W. Wilkinson mengatakan bahwa resiko-resiko yang mungkin terjadi terhadap piutang antara lain (1992 : 163) :
a. Piutang tidak tertagih
b. Retur penjualan yang berlebihan atau tidak selayaknya
c. Kesalahan penghitungan pada saldo perkiraan piutang pelanggan serta faktur dan laporan yang dikirim ke pelanggan
d. Penghapusan saldo perkiraan pelanggan yang tidak semestinya
e. Pelanggan yang tidak puas atau malah memutuskan hubungan dengan perusahaan.
Dalam penerimaan kas dari penagihan piutang, resiko pennyelewengan yang terkenal adalah lapping, yaitu menutupi penggelapan penerimaan kas dari seorang pelanggan dengan penerimaan kas berikutnya dari seorang pelanggan lainnya. Proses ini terus berlajut sampai pada karyawan yang bersangkutan dapat menutupi penggelapan tersebut dari kantong sendiri atau dengan cara lain. Lapping ini bisa terjadi karena tidak adanya pemisahaan tugas yang jelas. Banyak penyelewengan yang lebih keras lagi adalah dengan tetap mencatat penerimaan kas dari piutang tetapi tidak melakukan penyetoran ke bank. Lalu karyawan tersebut menutupinya dengan cara memanipulasi
(45)
laporan rekonsiliasi bank. Penyelewengan juga dapat dilakukan dengan tidak mencatat penerimaan kas, lalu menghalang-halangi pengiriman laporan bulanan pernyataan piutang kepada pelanggan untuk menghindari keluhan pelanggan. Dengan cara demikian perkiraan saldo piutang pelanggan tidak berubah, untuk menguranginya maka dibuat nota kredit atau penghapusan piutang.
8. Informasi dan Komunikasi Atas Piutang Usaha
Istilah informasi dan komunikasi sebelumnya dalam konsep yang lama dikenal sebagai komponen sistem akuntansi. Istilah informasi akuntansi dan komunikasi memberikan cakupan yang lebih luas dari sistem akuntansi. Sistem akuntansi meliputi pengidentifikasian, penyusunan, analisa, penggolongan, pencatatan dan pelaporan transaksi. Sistem akuntansi piutang usaha yang efektif harus memberikan keyakinan yang memadai bahwa transaksi piutang usaha yang dicatat adalah :
a. Sah. Untuk membuktikan bahwa piutang usaha merupakan transaksi yang
sah harus didukung oleh pencatatan dalam dokumen hal ini yaitu faktur penjualan kredit, bukti kas masuk, memo kredit dan bukt i memorial
b. Telah diotorisasi. Dokumen pendukung transaksi piutang usaha baru dapat dikatakan sah apabila telah mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang.
c. Telah dicatat. Transaksi yang mempengaruhi piutang usaha harus dicatat dengan jelas dan benar sehingga dapat memberikan informasi untuk pemerosesan selajutnya.
(46)
d. Telah dinilai secara wajar. Penilaian atas transaksi piutang usaha telah dilakukan secara wajar sesuai dengan keadaan atau kejadian yang sesungguhnya.
e. Telah digolongkan secara wajar. Transaksi yang dicatat benar-benar
merupakan transaksi yang mempengaruhi perubahan piutang usaha. Dan dalam pencatatannya harus digolongkan sesuai dengan perkiraan yang berhubungan dengan piutang usaha.
f. Telah dicatat dalam periode yang seharusnya. Transaksi piutang usaha
yang terjadi harus dicatat pada periode terjadinya transaksi tersebut.
g. Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan
benar. Pencatatan transaksi piutang usaha tidak terlepas dari adanya buku pembantu. Setiap konsumen mempunyai catatan tersendiri dalam buku pembantu sehingga memudahkan dalam hal memonitor perkembangan pembayaran masing-masing konsumen.
Mulyadi (2003 : 259) menyatakan bahwa informasi mengenai piutang yang dilaporkan kepada manajemen adalah :
a. Saldo piutang pada saat tertentu kepada setiap debitur
b. Riwayat pelunasan piutang yang dilakukan oleh setiap debitur c. Umur piutang kepada setiap debitur pada saat tertentu.
Dalam akuntansi, secara periodik dihasilkan pernyataan piutang yang dikirimkan kepada setiap debitur. Pernyataan piutang merupakan unsur pengawasan intern yang baik dalam pencatatan piutang. Dengan mengirimkan secara periodik penyataan piutang kepada para debitur, catatan piutang
(47)
perusahaan diuji ketelitiannya dengan menggunakan tanggapan yang diterima dari debitur dari pengiriman pernyataan piutang tersebut. Disamping itu pengiriman pernyataan piutang secara periodik kepada para debitur akan menimbulkan citra yang baik dimata debitur mengenai keandalan pertanggungjawaban keuangan perusahaan.
Dokumen pokok yang digunakan sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang adalah :
a. Faktur Penjualan. Dalam pencatatan piutang dokumen ini digunakan
sebagai dasar pencatatan timbulnya piutang dari transaksi penjualan kredit. Dokumen ini dilampiri oleh surat muat (bill of lading) dan surat order pengiriman sebagai dokumen pendukung untuk mencatat transaksi penjualan kredit.
b. Bukti Kas Masuk. Dokumen ini digunakan sebagai dasar pencatatan
berkurangnya piutang dari transaksi pelunasan piutang oleh debitur.
c. Memo Kredit. Dalam pencatatan piutang dokumen ini digunakan sebagai
dasar pencatatan retur penjualan. Dokumen ini dikeluarkan oleh bagian order penjualan dan jika dilampiri dengan laporan penerimaan barang yang dibuat oleh bagian penerimaan, merupakan dokumen sumber untuk mencatat retur penjualan.
d. Bukti Memorial. Bukti Memorial adalah dokumen sumber untuk dasar
pencatatan transaksi ke dalam jurnal umum. Dalam pencatatan piutang, dokumen ini digunakan sebagai dasar pencatatan penghapusan piutang. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi kredit yang memberikan otorisasi
(48)
penghapusan piutang yang sudah tidak dapat ditagih lagi.
Setelah transaksi piutang direkam ke formulir, pencatatan pertama sekali dilakukan adalah dalam buku jurnal. Dibanding dengan catatan akuntansi yang lain, pencatatan di dalam jurnal biasanya lebih lengkap dan lebih rinci, serta menurut urutan tanggal kejadian transaksi. Dalam sistem akuntansi piutang jurnal umum digunakan sebagi pencatatan pengurangan piutang sebagai akibat transaksi-transaksi selain penagihan piutang seperti potongan harga, retur penjualan, dan penghapusan piutang. Pemecahan buku jurnal menjadi beberpa jurnal akan mengurangi dan mempercepat kerja pemostingan ke buku besar, memungkinkan pekerjaan pencatatan transaksi ke dalam jurnal dilakukan oleh beberapa orang sehingga mendukung aspek pemisahaan tugas dari pengawasan intern.
Setelah pencatatan pada buku jurnal, maka secara periodik dilakukan pemindahan dari buku jurnal ke buku besar. Buku besar digunakan untuk menyortir dan meringkas informasi piutang yang telah dicatat dalam buku jurnal. Dalam sistem akuntansi piutang diperlukan suatu buku besar piutang sebagai buku pembantu piutang. Buku besar piutang terdiri dari kartu piutang yang disusun menurut nama debitur perusahaan, dan digunakan sebagai sumber penyusunan pernyataan piutang, untuk mencatat transaksi/mutasi piutang setiap debitur. Dengan digunakannya buku besar piutang, maka perkiraan piutang pada buku besar umum merupakan perkiraaan pengendali. Artinya saldo perkiraan piutang di buku besar umum harus sama dengan total saldo buku besar piutang.
(49)
Dengan sistem pencatatan piutang dengan menggunakan sistem komputer harus memperhatikan pengawasan umum (general control) dan pengawsan aplikasi (application control). Dalam sistem komputer piutang usaha, program komputer dapat dirancang untuk membuat faktur penjualan sekaligus merupakan jurnal atas transaksi penjualan kredit yang menimbulkan piutang usaha. Jika order penjualan telah diterima, maka fungsi penjualan akan memberikan masukan ke dalam komputer untuk dapat memutakhirkan
(update) arsip induk piutang usaha yang sekaligus menghasilkan dokumen
faktur penjualan. Di sini terlihat bahwa fungsi operasi dan fungsi akuntansi digabung dalam sistem kompuer.
Untuk menciptakan pengawasan intern dalam lingkungan pengolahan data piutang usaha maka perlu diadakan pemisahan fungsi perencanaan sistem dan penyusunan program piutang usaha, fungsi operasi pengolahan data piutang usaha serta fungsi penyimpangan program kepustakaan. Pengawasan terhadap operasi komputer atas transaksi piutang usaha antara lain akses terhadap program yang berhubungan dengan transaksi piutang usaha hanya diberikan kepada karyawan yang berkompeten.
Pengawasan aplikasi piutang usaha mempunyai tujuan yaitu :
a. Menjamin bahwa semua transaksi piutang usaha yang telah diotorisasi telah diproses sekali saja secara lengkap
b. Menjamin bahwa data transaski piutang usaha lengkap dan teliti
c. Menjamin bahwa pengolahan data transaksi piutang usaha benar dan sesuai dengan keadaan.
(50)
Dalam pengawasan aplikasi piutang usaha harus ada teknik yang digunakan dalam mendeteksi apakah transaksi piutang usaha telah diotorisasi oleh yang berwenang. Contoh data sumber yang memerlukan otorisasi sebelum diproses oleh komputer adalah syarat kredit, potongan harga, tarif komisi dan lain-lain. Dalam lingkungan pengolahan data piutang usaha secara komputer, dokumen sumber yang digunakan seperti faktur penjualan, bukti kas masuk, atau memo kredit masih banyak digunakan. Oleh karena itu diperlukan pengawasan sebelum dokumen tersebut dikonversi ke dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mesin. Cara-cara yang ditempuh untuk mengawasi penyiapan data sumber piutangusaha antara lain :
a. Perancangan formulir yang berhubungan dengan piutang usaha untuk mendorong perekaman data secara teliti ke dalam komputer
b. Pemeriksaan terhadap dokumen sumber oleh karyawan untuk mendeteksi kesalahan eja, penulisan kode yang tidak sah, penulisan jumlah yang tidak masuk akal, dan data lain yang tidak semestinya
c. Jika dokumen sumber dihilangkan dalam sistem pengolahan data komputerisasi atau digunakan formulir yang tidak memungkinkan pemeriksaan oleh manusia, pengawasan terhadap penyiapan data sumber dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah akses dan penggunaan peralatan yang dipakai untuk mencatat, mengirimkan data, agar dapat dihindari penggunaan tanpa ijin atau penggunaan tidak semestinya.
(51)
9. Aktifitas dan Prosedur Pengawasan Piutang Usaha
Aktifitas pengawasan meliputi kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa kebijakan telah dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur tersebut ditujukan untuk mengawasi dan mengendalikan resiko yang mungkin terjadi dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan. Aktifitas pengawasan piutang usaha dapat dijabarkan dalam empat unsur yang meliputi :
a. pengawasan pemerosesan informasi, b. pemisahan tugas,
c. pengawasan fisik, dan d. review atau telaah kinerja.
10.Pemantauan (Monitoring) Terhadap Piutang Usaha
Pematauan yang dilakukan terhadap piutang dapat dilakukan pihak manajemen, internal audit atau pmpinan puncak dengan melihat apakah pengawasan intern piutang telah berjalan efektif. Dalam proses operasional pihak yang berwenang dapat merubah pengawasan intern piutang sesuai dengan kondisi yang terjadi dan proses ini selalu berlangsung secara berkelanjutan. Pimpinan perusahaan dapat melihat apakah pengawasan intern terhadap piutang telah memadai dengan melihat tingkat piutang yang tertunggak. Semakin rendah tingkat piutang yang tak tertagih dapat menjadi salah satu indikator menilai apakah pengawasan intern piutang telah memadai dan dijalankan dengan baik dan benar.
(52)
Penyempurnaan terhadap pengawasan intern piutang juga dapat dilakukan melihat karena adanya keluhan-keluhan yang diterima dari pelanggan atau pihak luar perusahaan. Adanya perbedaan catatan konsumen dengan kartu perusahaan menujukkan kualitas pengawasan intern piutang yang kurang baik.
E. Kerangka Konseptual
Keterangan :
- PT. Bussan Auto Finance merupakan salah satu penyelenggara perusahaan pembiayaan yang sifatnya melakukan pendanaan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem pembiayaan leasing. Dengan kata lain bahwa PT. Bussan Auto Finance merupakan perusahaan yang produknya adalah jasa pemberian kredit.
- Dalam menyelenggarakan pembiayaan PT. Bussan Auto Finance menerapkan pengawasan intern piutang dan penerimaan piutang yang bertujuan untuk menilai pengelolaan dan pengawasan piutang apakah sudah berjalan efektif baik menyangkut kebijakan kredit, pengawasan jumlah piutang usaha sampai dengan proses pengihan serta penerimaan kas dari piutang usaha tersebut.
PT. BUSSAN AUTO FINANCE
Penyelenggara Perusahaan Pembiayaan
Aktifitas Penerimaan Piutang Pengawasan Internal Piutang dan Penerimaan
Piutang Pada PT. Bussan Auto Finance
Aktifitas Pengawasan Piutang
Pengawasan Intern
(53)
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2008 sampai dengan selesai dengan lokasi objek penelitian pada PT. Bussan Auto Finance Medan.
B. Teknik Penentuan Sampel
Penulisan skripsi ini dilaksanakan dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan dengan mengumpulkan data dan keterangan yang terkait dengan judul skripsi serta didukung dengan teori-teori yang ada, dalam hal ini penelitian langsung dilaksanakan pada PT. Bussan Auto Finance Medan. Data serta keterangan kemudian dikumpulkan melalui observasi maupun interview dengan personil yang berwenang (key person). Kemudian dari hasil penelitian dilapangan ini akan didukung dengan penelitian kepustakaan yang digunakan sebagai dasar pembahasan teoritis dalam penyusunan skripsi.
Jenis data yang penulis kumpulkan dalam rangka penulisan skripsi ini adalah data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari data primer dan data sekunder.
1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari nara sumber (sumber utama), dimana data ini memerlukan pengolahan lebih lanjut atau diolah sendiri oleh penulis. Dalam hal ini data diperoleh langsung dari PT. Bussan
(54)
Auto Finance Medan, contohnya data hasil wawancara dengan staff akuntansi maupun staff operasional lainnya yang dianggap dapat memberikan informasi. 2. Data Sekunder adalah data yang telah terdokumentasi diperusahaan, seperti
sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi perusahaan, dan lain-lain. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Identifikasi jenis dan pengelompokan isi b. Perlakuan akuntansi oleh perusahaan leasing c. Pelaporan dan pengungkapan transaksi leasing
C. Prosedur Pengumpulan Data
Didalam penelitian ini penulis memperoleh data dengan cara :
1. Studi Kepustakaan yaitu dengan dengan mengumpulkan, membaca dan mempelajari buku-buku, majalah, referensi serta bahan-bahan lain yang berkaitan dengan skripsi ini.
2. Teknik Observasi (pengamatan), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap Prosedur Pembiayaan Leasing pada PT. Bussan Auto Finance Medan.
3. Teknik Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak perusahaan terutama yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu pejabat yang berwenang, pimpinan perusahaan, bagin akuntansi dan leasing officer.
(55)
D. Teknik Analisa
Dalam hal ini penganalisaan data-data yang telah dikumpulkan untuk penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan Metode Analisis Deskriptif dan Komparatif sebagai metode analisis
1. Metode Analisis Deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan, dianalisa sehingga memberikan informasi yang lengkap bagi pemecahan masalah dan untuk mendapatkan jawaban atas perumusan masalah.
2. Metode Analisis Komparatif yaitu metode yang meneliti unsur-unsur tertentu yang berhubungan dengan masalah untuk kemudian membandingkan dengan teori-teori yang ada yang berhubungan dengan penulisan skripsi, sehingga diperoleh pemecahan masalah kemudian penarikan kesimpulan dan saran.
(56)
A. Data Penelitian
1. Sejarah Singkat Perusahaan
Sekitar tahun 1997, PT. Bussan Auto Finance yang lebih dikenal dengan singkatan BAF didirikan di Jakarta dengan nama perusahaan PT. DANAMON MITS OTOMOTIF FINANCE. Hal ini sesuai dengan data akte pendirian perseroan tanggal 12 Juni 1997 yang dibuat oleh notaris Siti Pertiwi Henny Singg ih, SH.
Pada tanggal 25 Agustus 1997 perusahaan dengan akte ini telah didaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan dengan No.YOP 09051835324 di kantor Pendaftaran Perusahaan Kodya Jakarta Pusat No.1207/BH.09.05/VIII/97. Perusahaan ini bergerak di bidang Consumer Finance (pendanaan barang konsumen) dan mempunyai misi turut menunjang total penjualan sepeda motor khusus produk Yamaha secara pembiayaan leasing. Karena kecendrungan konsumen pada masa sekarang ini adalah membeli barang tidak secara tunai, disebabkan meningkatnya harga barang-barang yang tidak sesuai dengan pendapatan atau penghasilan dari masyarakat.
PT. Bussan Auto Finance berpusat di Gedung Sentra Mulia Lt. 12, Jl. Rasuna Said Kav. X – 6 No. 8, Jakarta dan mempunyai kantor-kantor cabang yang tersebar di-seluruh wilayah Indonesia. Untuk wilayah
(57)
Sumatera Utara terletak di Medan dengan kantor perwakilan perusahaan di Jl. Bambu II No. 90 B-C, Medan.
Adapun aktivitas utama perusahaan adalah pendanaan pembelian kenderaan bermotor dengan sistem pembiayaan leasing. Perusahaan tidak mempunyai persediaan kenderaan sendiri untuk dijual secara kredit maka hubungan baik dengan supplier dalam hal ini dealer atau showroom kenderaan bermotor merupakan kunci keberhasilan bisnis perusahaan jenis ini.
2. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
Agar aktivitas perusahaan dapat berjalan dengan baik, maka sangatlah penting untuk menentukan tata hubungan, wewenang dan tanggung jawab dalam perusahaan atau biasa disebut dengan Struktur Organisasi. Untuk mempermudah koordinasi, PT. Bussan Auto Finance menggunakan struktur organisasi berbentuk garis lurus. Hal ini tercermin dalam bagan Struktur organisasi perusahaan yang terlihat pada Lampiran I. Adapun masing-masing tugas dan tanggung jawab adalah sebagai berikut:
a. Branch Head (BH)
1). Mengelola operasional kantor cabang secara umum serta bersama dengan Administration Head (ADH), Finance Head (FH) dan Marketing Head (MH) serta Chief Credit Analyst (CCA) menyusun strategi dan program untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
(58)
2). Bersama ADH mengelola inventory, gedung serta tata tertib kantor di cabang serta mengontrol kelancaran pengiriman dokumen-dokumen ke kantor pusat.
3). Membuat report (laporan) dan menganalisa seluruh manajemen cabang khususnya A/R overdue, kenderaan tarikan dan produktivitas karyawan.
4). Menganalisa dan memproses persetujuan kredit untuk cabang dalam areanya.
5). Bersama Marketing Head dan Chief Credit Analyst (CCA) melaksanakan analisa pasar sehingga diperoleh informasi pasar yang terbaru, meliputi:
a) Market sepeda motor (tipe, dealer, harga, unit terjual, dll) b) Market kredit (pesaing, jangka waktu kredit, dll)
c) Perkembangan bisnis sejenis
b. Marketing Head (MH) / Chief Credit Analys (CCA)
1). Melaksanakan kunjungan berkala ke dealer-dealer untuk membina hubungan baik dengan mereka.
2). Mencari dan mengumpulkan informasi pasar terbaru meliput i informasi market sepeda motor (tipe, dealer, harga, unit terjual, dan lain), market kredit (pesaing, jangka waktu kredit, dan lain-lain) serta perkembangan bisnis sejenis.
(59)
3). Memeriksa kelengkapan persyaratan kredit dan menganalisa kembali hasil analisa Credit Analyst (CA) sebelum diajukan kepada atasannya.
4). Memeriksa laporan kerja harian credit analyst dan mencarikan jalan keluar bila ada masalah untuk persetujuan kredit maupun komplain dari pelanggan yang tidak terselesaikan oleh credit analyst.
5). Mengkoordinir pembagian tugas dan memonitor pekerjaan bawahannya (credit analyst)
6). Melaksanakan praktek HRD di seksi yang dipimpinnya. c. Credit Analyst
a. Memperkenalkan dan memasarkan produk Direct Consumer Finance (DCF) kepada dealer dan konsumen.
2). Membina hubungan dengan dealer-dealer melalui kunjungan rutin. 3). Melakukan survey lapangan atas alamat domisili dan memastikan
alamat korespondensi serta kebenaran data-data yang diberikan oleh calon debitur.
4). Membuat analisa atas 5K yaitu Karakter, Kemampuan, Keuangan, Kolateral dan Kondisi calon debitur serta hasil survey secara tertulis didalam laporannya.
5). Mendukung pekerjaan dari departemen lain (bagian collection, administrasi, finance) sehubungan dengan konsumen yang masih berada di bawah tanggung jawabnya.
(60)
d. Branch Operational Support (BOS)
1). Memasukkan semua aplikasi yang di bawa oleh credit analyst atau ditelepon dari dealer ke dalam komputer.
2). Memeriksa seluruh kelengkapan dokumen aplikasi kredit sebagai berikut:
- Perorangan
a). Aplikasi konsumen yang telah diisi
b). Fotocopy KTP pemohon suami-istri dan penjamin (bila perlu)
c). Fotocopy Kartu Keluarga
d). Slip gaji/surat keterangan penghasilan (bila ada) e). Fotocopy Rekening Listrik/PBB tahun terakhir f). Fotocopy Tabungan/Giro
- Profesi
a). Aplikasi konsumen yang telah diisi
b). Fotocopy KTP pemohon suami-istri dan penjamin (bila perlu)
c). Fotocopy Kartu keluarga
d). Fotocopy Rekening Listrik/PBB tahun terakhir e). Fotocopy Izin Praktek dan NPWP (bila ada)
f). Fotocopy Rekening Tabungan/surat keterangan penghasilan (bila ada)
- Wiraswasta
(61)
b). Fotocopy KTP pemohon suami-istri dan penjamin (bila perlu)
c). Fotocopy Kartu keluarga
d). Fotocopy SIUP, NPWP, TDP/TDR e). Fotocopy izin domisili
f). Fotocopy Rekening Koran 3 bulan terakhir g). Laporan keuangan tahun terakhir
- Badan Hukum
a). Aplikasi konsumen yang telah diisi b). Fotocopy KTP komisaris dan direktur c). Fotocopy Akte pendirian perusahaan d). Fotocopy SIUP, NPWP, TDP/TDR e). Fotocopy izin domisili
f). Fotocopy Rekening Koran 3 bulan terakhir g). Laporan keuangan tahun terakhir
h). Fotocopy Surat ijin dari BPKM (khusus PMA/PMDN) 3). Menginput data aplikasi kredit sesuai permohonan dan mencetak
MKK (Memo Keputusan Kredit) untuk konsumen yang telah disurvey.
4). Memasukkan pula data-data konsumen yang ditolak ke dalam daftar bad/reject konsumen berikut keterangan penyebab ditolaknya.
(62)
5). Menyerahkan aplikasi dan MKK yang sudah ditandatangani oleh Marketing Head kemudian diserahkan kepada Kepala Cabang untuk menentukan apakah aplikasi tersebut disetujui atau tidak. 6). Apabila disetujui maka data tersebut langsung diserahkan kepada
Bagian Administrasi untuk dibuatkan PO (Purchase Order) serta bila tidak disetujui maka data tersebut langsung diarsipkan sebagai konsumen yang ditolak.
e. Collection Head
1) Bertanggung jawab penuh atas monitor, kontrol dan pengelolaan piutang cabang secara keseluruhan.
2) Membuat perencanaan atas target pengelolaan tunggakan konsumen secara menyeluruh yang harus dicapai dalam satu periode tertentu.
3) Memonitor dan mengontrol pelaksanaan semua aktifitas penagihan harian Desk Collector, Collector, Repossesor, termasuk mengontrol laporan harian masing-masing.
4) Memonitor pengiriman surat-surat penagihan (surat pemberitahuan, surat teguran, dan surat peringatan terakhir) bagi konsumen yang menunggak.
5) Berhubungan dengan pihak penarik dari luar (sipil atau militer/kepolisian) atas kegiatan penarikan.
(63)
f. Chief of Collector
1). Membentuk fungsi pengawasan (kontrol) dan batasan wewenang collection.
2). Menetapkan perlunya suatu langkah, tindakan hukum bagi penunggak.
3). Mengadakan atau koordinasikan suatu pertemuan dengan penagih dalam menangani penunggak.
4). Membuat laporan hasil posisi terakhir dari penunggak.
5). Memberikan rekomendasi kepada manajemen, tindakan apa yang perlu dilakukan.
6). Mengawasi fungsi administrasi dari penagihan.
7). Menangani semua korespondensi yang berhubungan dengan pertanyaan dan keluhan mengenai penagihan.
8). Evaluasi perkerjaan dari penagih dan bila perlu meningkatkan kemampuan dari penagih.
g. Collector
1). Memeriksa dan mempelajari data debitur yang menunggak 5 – 40 hari.
2). Mengumpulkan dan memberi laporan tertulis atas besarnya tunggakan angsuran debitur yang dibayar pada saat mengunjungi debitur. Bila ada debitur yang tetap menunggak segera melaporkannya ke atasannya untuk segera diambil tindakan selanjutnya.
(64)
3). Bertanggung jawab penuh terhadap setiap bentuk pembayaran yang diterima dari konsumen, baik berupa uang tunai maupun bilyet giro atau cek, untuk kemudian disetorkan kepada Finance cabang.
4). Mempertanggung jawabkan jumlah tanda terima kuitansi yang terpakai kepada Collection Head.
5). Bila diperlukan, mengirim surat pemberitahuan, surat teguran, atau surat peringatan terakhir kepada para konsumen.
h. Repossesor
1). Bertanggung jawab atas seluruh tunggakan yang lebih dari 41 hari, dengan prioritas melaksanakan penarikan kenderaan konsumen yang menunggak pada periode itu.
2). Memonitor dan menindak lanjuti setiap Surat Peringatan Terakhir (SPT) yang telah diterima oleh konsumen guna pelaksanaan tindakan selanjutnya, termasuk penarikan.
3). Jadwal dan rencana kunjungan Repossesor dicatat dalam buku monitoring harian Repossesor yang memuat informasi, seperti tanggal kunjungan, konsumen yang dikunjungi beserta nomor kontraknya, alamat konsumen, tujuan kunjungan, hasil kunjungan (tanggal janji membayar)
i. Desk Collection
1). Menghubungi debitur yang mendapat Surat Pemberitahuan, menelepon untuk mengingatkan dan menanyakan kesanggupan debitur untuk membayar tunggakan.
(65)
2). Mencatat total debitur yang ditelepon dan hasil yang diperoleh dalam laporan harian Desk Collector.
3). Melaporkan secara periodik hasil penanganan tunggakan 1 – 15 hari kepada atasannya.
4). Memonitor realisasi tanggapan atau janji debitur hasil pembicaraan melalui telepon.
5). Melayani debitur menunggak yang datang ke kantor.
6). Menyiapkan fotocopy daftar laporan ringkasan tunggakan dan daftar laporan tunggakan per CMO untuk collector dan Repossesor.
7). Menyiapkan surat memo untuk waive jumlah tunggakan, denda dan sisa denda konsumen berdasarkan prosedur yang telah disetujui dewan direksi.
8). Mencetak Surat Peringatan ke 1,2,3.
9). Membuat dan menyiapkan surat tugas bulanan (tergantung pada kasus konsumen) untuk repossesor.
10). Membuat BAST I (Berita Acara Serah Terima Kenderaan Bermotor) antara konsumen tertunggak dengan BAF.
11). Membuat BAST tarikan (Berita Acara Serah Terima kenderaan bermotor tarikan) antara repossesor dengan administrasi staff. 12). Membuat surat penyelesaian kewajiban yang ditujukan kepada
(1)
Berdasarkan uraian, analisis dan evaluasi yang telah dikemukakan penulisa pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dan saran yang mencakup penulisan skripsi ini. Kesimpulan dan saran yang penulis lakukan berdasarkan analisis dan evaluasi penulis terhadap kekuatan dan pelemahan pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan.
A. Kesimpulan
Pengawasan intern piutang pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan telah diterapkan dengan baik dan efektif berdasarkan alas an-alasan berikut : 1. PT. Bussan Auto Finance telah memiliki struktur organisasi yang memisahkan
tanggung jawab fungsional secara tegas. Prinsip-prinsip pemisahan tugas yang dibutuhkan untuk mendukung pengawasan intern piutang. Secara umum telah dilakukan pemisahan fungsi pencatatan, pelaksanaan, dan penyimpangan serta prosedur telah didesain sedemikian rupa agar setiap transaksi tidak bisa diproses oleh satu orang sehingga dapat meminimalkan tingkat penyelewengan.
2. Prosedur penjualan kredit pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan telah dirancang dengan memenuhi persyaratan pengawasan intern yang efektif. Adanya komite kredit yang menilai kelayakan calon konsumen berdasarkan hasil servey dari seorang surveyor menunjukkan bahwa PT. Bussan Auto
(2)
Finance Cabang Medan tidak sembarangan dalam melakukan penjualan kredit.
3. Lingkungan pengawasan piutang usaha pada PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan telah memenuhi persayaratan yang telah diuraikan pada Bab II. Perusahaan menganggap resiko tidak bisa dihindarkan melainkan harus dihadapi dan diusahakan untuk diminimalisir. Pada Bab III terlihat adanya struktur organisasi yang menentukan garis tanggung jawab dan wewenang yang ada. PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan telah memiliki Dewan Direksi yang memegang kedudukan di kantor pusat, dan sebagai Wakil Dewan Direksi yang memegang otorisasi tertinggi di setiap cabang maka ditunjuk seorang Branch Manager. PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan juga telah memiliki komite audit.
4. PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan dalam melakukan pengawasan intern piutangnya telah menetapkan dan menilai berbagai resiko yang kemungkinan terjadi terhadap kencaran penagihan piutang usahanya. Penilaian resiko telah dilaksanakan oleh pihak manajemen secara kontinue dan dipantau sepanjang aktifitas yang telah dilakukan oleh perusahaan.
5. Data dan informasi yang dihasilkan sepanjang aktifitas yang dilakukan oleh PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan terutama dalam hal piutang usaha yang telah diidentifikasi, dikumpulkan, dan dikomunikasikan ke berbagai pihak yang membutuhkannya tapat pada waktunya. Perusahaan telah menggunakan sistem komputerisasi secara on line sehingga memudahkan dalam hal pengambilan keputusan.
(3)
6. Pengawasan umum (general control) dan pengawasan aplikasi (application
control) telah dilakukan PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan terhadap
pemerosesan informasi mereka yang menggunakan sistem komputerisasi secara on line.
7. Otorisasi terhadap transaksi yang berhubungan dengan piutang usaha telah dilakukan PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan dengan tepat dan pantas.
8. PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan telah mendokumentasikan semua transaksi yang berhubungan dengan piutang usaha, dan memiliki catatan serta laporan yang membantu manajemen dalam pengambilan keputusan terhadap masalah yang berhubungan dengan piutang usaha.
9. Pengecekan independent telah dilaksanakan dengan mencocokkan laporan-laporan yang dibuat oleh masing-masing bagian. Pengecekan untuk penambahan piutang baru dilakukan oleh bagian kredit dengan bagian piutang. Demikian juga terhadap saldo piutang dilakukan berdasarkan data yang diinput oleh bagian akuntansi dengan laporan piutang yang dimiliki oleh bagian piutang.
10.Pemisahan tugas telah dilaksanakan sehubungan dengan pengawasan intern piutang. Pemisahan bagian penjualan dan kredit telah dilaksanakan unutk menjaga agar kredit yang diberikan benar-benar layak. Fungsi pembukuan juga terpisah dengan fungsi penerimaan kas yang menunjukkan pengawasan intern terhadap adminstrasi pencatatan hasil penagihan piutang.
(4)
11.PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan telah melakukan pengawasan fisik terhadap sara fisik pendukung aktifitas operasional perusahaan dengan mengasuransikan semua jenis aktiva tetapnya. Hasil pengihan dan uang yang berada di dalam brankas juga ikut diasuransikan. Dokumen dan laporan disimpan diruang khusus yang dapat menjaga keutuhan fisik dokumen dan laporan perusahaan.
12.PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan mengadakan evaluasi dan penilain terhadap kinerja setiap karyawanny 2 (dua) kali dalam setahun. Sedangkan review terhadap piutang dilakukan secara kontinue sepanjang aktifitas perusahaan.
13.Branch Manager dan Komite Audit telah melaksanakanaktifitas pemantauan (monitoring) terhadap aktifitas piutang dan kinerja masing-masing karyawan. Dari segi prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan penulis kesulitan untuk melihat kelemahannya, karena prosedur ini telah dirancang dengan matang. Penulis lebih menekankan bahwa faktor manusia sangatlah berpengaruh penting terhadap keberhasilan pelaksanaan pengawasan intern. Karena sebaik-baiknya peraturan dan prosedur yang diterapkan oleh perusahaan apabila mental karyawan tidak baik tentu karyawan selau berusaha untuk melakukan tindakan penyelewengan.
Adanya kekurangan yang terjadi yaitu jarangnya rotasi kerja yang dilakukan Branch Manager. Tentu hal ini akan menimbulkan kebosanan kerja dan dengan adanya rotasi kerja akan melihat kualitas kerja masing-masing
(5)
karyawan. Selain itu PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan tidak melakukan bentuk pengecekan independen terhadap saldo piutang dengan mengirim secra periodik daftar piutang kepada pelanggan
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu sebaiknya diadakan rotasi kerja secara berkala, sehingga dengan adanya rotasi kerja akan mengurangi rasa bosan dalam bekerja, selain itu juga merupakan tindakan untuk menilai apakah karyawan telah bekerja sesuai dengan peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan dan juga untuk meminimalisasi tindakan diluar prosedur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Perusahaan juga sebaiknya mempertimbangkan bentuk pengecekan independen terhadap saldo piutang dengan mengirim secara periodik daftar piutang kepada pelanggan dan memeriksa secara berkala oleh auditor pusat terhadap PT. Bussan Auto Finance Cabang Medan. Tentunya hal ini dikaitkan perusahaan dengan manfaat yang diperoleh (cost versus benefit), sehingga dari segi administrasi aktifitas pengawasan piutang dapat ditangani dengan baik.
(6)
Rinerka Cipta
Boynton, William, C., and Walter G. Kell, 2006. Modern Accounting, Eight Edition, Jhon Wiley & Sons. Inc., New York
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Jurusan Akuntansi, 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Medan.
Mulyadi, 2003. Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, BP-STIE YKPN, Yogykarta Niswonger, Warren, Reeves, Fees, 2005, Prinsip-Prinsip Akuntansi, Edisi
Sembilan Belas, Jilid Satu, Erlangga, Jakarta.
Smith, Jay M, and Skousen, 2002. Intermediate Accounting, Eight Edition, Terjemahan Nugroho Widjajanto, Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
Thacker, Ronald J., 1999. Accounting Principles, 2nd Edition, Prentice – Hall Inc, New Jersey
Tuanakotta, Theodorus M, 2002. Auditing (Petunjuk Pemeriksaan Akuntansi Publik, Edisi Kelima. LPFE-UI, Jakarta
Winarno, Wing Wahyu, 2004. Sistem Informasi Akuntansi, Edisi Ke Tujuh, BP-STIE YKPN, Yogykarta
Wilkinson, Joseph W., 1992. Akuntansi dan Informasi, Alih Bahasa Marianus Sinaga, Edisi Kedua, Erlangga Yogyakarta