2. Prosedur tes darah
a. Plasma atau serum glukosa Plasma atau serum glukosa dari sampel darah vena memiliki kelebihan
dibanding seluruh darah kerana memberikan nilai untuk glukosa yang independen terhadap hematokrit dan yang mencerminkan konsentrasi glukosa yang terkena pada
jaringan tubuh. Konsentrasi glukosa adalah 10-15 lebih tinggi dalam plasma atau serum dibanding dalam darah keseluruhan kerana komponen struktural dari sel- sel
darah tidak ada. Glukosa plasma 126 mgdL atau lebih , yang diambil lebih dari satu kali setelah 8 jam minimal puasa adalah diagnostik DM. Kadar glukosa plasma
puasa 100-125 mgdL dikaitkan dengan meningkatnya risiko DM gangguan toleransi glukosa puasa McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011.
b. Uji Toleransi Glukosa Oral Jika kadar glukosa darah puasa di bawah 126 mgdL dalam kasus- kasus yang
dicurigai, tes toleransi glukosa oral standard dapat dilakukan. Dalam rangka mengoptimalkan sekresi dan efektivitas insulin, terutama bila pasien telah menjalani
diet karbohidrat rendah, minimal 150-200 g karbohidrat per hari harus dimasukkan dalam makanan selama 3 hari sebelum tes. Pasien tidak boleh makan apa-apa setelah
tengah malam sebelum hari ujian. Pada pagi hari tes, orang dewasa diberikan 75 g glukosa dalam 300 ml air, anak- anak diberi glukosa 1,75 g per kilogram berat badan
ideal. Beban glukosa dikonsumsi dalam masa 5 menit. Pengujian harus dilakukan di pagi hari kerana ada beberapa variasi diurnal dalam toleransi glukosa oral dan pasien
tidak boleh merokok dan beraktifitas selama pengujian. Sampel darah untuk glukosa plasma diperoleh pada 0 dan 120 menit setelah konsumsi glukosa. Tes toleransi
glukosa oral normal jika glukosa plasma puasa vena di bawah 100 mgdL 5,6 mmolL dan nilai glukosa selepas 2 jam di bawah 140 mgdL 7,8 mmolL. Nilai
puasa 126 mgdL 7 mmolL atau lebih tinggi atau nilai 2 jam lebih dari 20 mgdL adala diagnostik DM. Pasien dengan nilai glukosa 2 jam dari 140-199 mgdL
memiliki gangguan toleransi glukosa. Positif palsu mungkin didapat pada pasien
Universitas Sumatera Utara
kurang gizi, sakit penggunaan obat diuretik, oral kontrasepsi, kortikosteroid, fenitoin dan lain- lain McPhee, Papadakis dan Rabow, 2011.
2.1.6. Komplikasi