7
1.5.1.2 Siswa mampu peduli terhadap sesama yang membutuhkan
bantuan 1.5.1.3
Siswa mampu menerapkan sikap gotong royong dalam kehidupan sehari-hari
1.5.2 Bagi Sekolah
1.5.2.1 Mampu meningkatkan mutu pendidikan sekolah, dengan
menerapkan pembelajaran yang lebih menarik 1.5.2.2
Sekolah mampu menanamkan pentingnya bergotong royong sejak dini.
1.5.3 Bagi Guru
1.5.3.1 Menambah pengalaman dalam berdinamika dengan siswa-
siswi saat kegiatan belajar mengajar. 1.5.4
Bagi peneliti 1.5.4.1 memperoleh pengalaman melakukan peneltian tindakan kelas.
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Gotong royong adalah kerjasama individu didalam
kelompok untuk menyelesaikan pekerjaan dan dapat menikmati hasil yang adil.
1.6.2 Sikap adalah respon atau tindakan yang dilakukan
seseorang terhadap kondisi yang diterima dari objek sikap yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan konatif.
8
1.6.3 Pembelajaran PKn adalah pelajaran yang ditujukan agar
siswa mampu melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
1.6.4 Cooperative learning pembelajararan kooperatif tipe
Jigsaw adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok dalam berdinamika dan bertukar informasi, terdiri dari
beberapa kelompok asal dan kelompok ahli.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II akan dijelaskan mengenai kajian teori, penelitian-penelitian yang relevan, kerangka berpikir, hipotesis tindakan.
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Cooperative Learning
2.1.1.1 Definisi Cooperative Learning
Lie dalam Huda, 2014: 23 memaparkan cooperative learning sebagai sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Roger dalam Huda, 2014: 29 menyebutkan cooperative
learning merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan
informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertangung jawab atas pembelajarannya
sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Sedangkan Djahiri dalam Huda 2014: 26 memaparkan
cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diharapkannya pendekatan belajar yang siswa sintris,
humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Menurut Kagan dalam Hosnan, 2014:235
10
cooperative learning adalah strategi pengajaran yang sukses pada tim kecil, dengan beragam tingkat kemampuan dari setiap siswa dalam
kelompok, untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu subjek. Dari penjelasan tokoh-tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa
cooperative learning adalah pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja di dalam kelompok untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi.
Kelompok-kelompok yang dimaksud adalah kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 anggota pada setiap kelompok. Cooperative learning
mengandalkan kerjasama dan keterlibatan siswa didalam kelompok. Setiap angota dari masing-masing kelompok memiliki tanggung jawab untuk
keberhasilan dari kelompoknya.
2.1.1.2 Unsur cooperative learning
Tidak semua kerja kelompok dapat dianggap sebagai cooperative learning Roger dan Davidson, dalam Hosnan, 2014: 235.
Terdapat 6 unsur yang perlu diterapkan dalam pembelajaran, yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual,
keterampilan menjalin
hubungan pribadi,
komunikasi antar
anggota,evaluasi proses kelompok. Berikut adalah penjabaran dari 6 unsur tersebut:
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Dalam cooperative learning, guru harus
11
menciptakan suasana yang menarik dan memotivasi agar siswa merasa saling ketergantungan membutuhkan satu sama lain.
Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: 1 saling ketergantungan
untuk pencapaian
tujuan, 2
saling ketergantungan
dalam penyelesaian
pekerjaan, 3
ketergantungan bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan yang diterima, 4 saling ketergantungan peran.
2. Interaksi tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini bertujuan
membuat siswa membentuk sinergi yang menguntungkan kepada seluruh anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan
untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat bertatap muka sehingga mereka dapat terlibat
dalam percakapan, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa sehingga memungkinkan para siswa dapat
menjadi sumber belajar.
12
3. Akuntabilitas individual
Cooperative learning
diwujudkan dalam
kerja kelompok, namun penilaian dalam rangka mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Nilai kelompok diperoleh berdasarkan rata-
rata hasil belajar seluruh anggota, oleh karena itu tiap anggota harus memberikan kontribusi yang maksimal untuk keberhasilan
kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individu inilah
yang dimaksud dengan akuntabilitas individual. 4.
Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi Melalui cooperative learning dapat menimbulkan
keterampilan menjalin antarpribadi. Hal ini dikarenakan dalam cooperative learning menekankan aspek tenggang rasa, sikap
sopan terhadap teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lainya.
5. Komunikasi antaranggota
Unsur komunikasi antaranggota menghendaki siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum
menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar harus membekali siswa cara berkomunikasi yang baik dengan mengajarkan cara
berkomunikasi yang baik. Keberhasilan suatu kelompok
13
dipengaruhi kesediaan
para anggotanya
untuk saling
mendengarkan dan mengutarakan pendapat mereka. 6.
Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan
lebih efektif. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa
waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
2.1.1.3 Karakteristik Cooperative Learning
Hosnan2014: 242 menyebutkan karakteristik cooperative learning, diantaranya adalah
1. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif yang bertujuan
memahami dan menguasai materi akademis. 2.
Setiap anggota didalam sebuah kelompok, memiliki pengetahuan yang beragam.
3. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kalompok
kooperatif berbeda suku, budaya dan jenis kelamin. 4.
Sistem penghargaan berorientasi pada kelompok.
14
2.1.1.4 Tujuan Cooperative Learning Strategi pembelajaran cooperative learning dikembangkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setidaknya tiga tujuan pembelajaran Ibrahim, dkk., dalam Hosnan, 2014: 239.
1. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik. Cooperative learning membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
2. Pembelajaran cooperative learning mengajarkan siswa
menerima perbedaan, baik dalam hal ras, kelas sosial, budaya, kemampuan dan ketidakmampuan. Siswa berasal dari berbagai
latar belakang yang berbeda dan kondisi, siswa diberikan peluang untuk bekerja saling bergantung satu sama lain
mengenai tugas-tugas bersama. 3.
Mengajarkan siswa ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Kedua keterampilan ini penting karena anak muda dan orang
dewasa saat ini masih kurang dalam menerapkan keterampilan sosial. Kerjasama dan kolaborasi menimbulkan interaksi yang
positif.
2.1.1.5 Manfaat Cooperative learning
Manfaat cooperative learning tipe jigsaw menurut Jhonson dan Jhonson dalam rusman, 2013: 219 diantaranya adalah
meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan daya ingat, dapat mencapai taraf penalaran tingkat tinggi, dapat menumbuhkan
15
memotivasi intrinsikkesadaran individu, meningkatkan hubungan sosial antar manusia, meningkatkan sikap positif anak terhadap
sekolah, meningkatkan sikap positif terhadap guru, meningkatkan harga diri anak, meningkatkan perilaku positif terhadap
penyesuaian sosial, dan meingkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Jarolimek dan parker dalam Isjoni, 2013: 36 memaparkan, keunggulan-keunggulan yang diperoleh dalam cooperative
learning yaitu memiliki ketergantungan positif satu sama lain, terdapat pengakuan dalam respon perbedaan individu, siswa
diikutsertakan dalan perencanaan dan pengelolaan kelas, suasana kelas menjadi rileks dan menyenangkan, terjalin hubungan hangat
dan bersahabat antar seluruh anggota kelas, dan memiliki kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang
menyenangkan. Dapat disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan
teknik pembelajaran kooperatif dengan menggunakan pengelompokan siswa secara heterogen, dimana setiap individu memiliki tanggung
jawab pada penguasaan materi nbelajar dan mampu memberikan
pengajaran pada kelompok asal.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki manfaat bagi siswa, yaitu mampu melatih siswa untuk berkomunikasi di dalam
kelompok dengan cara menyampaikan pendapat di dalam kelompok,
16
menerima dan menyampaikan informasi di dalam kelompok, dan berdinamika bersama kelompok, sehingga dapat melatih siswa untuk
meningkatkan rasa gotong royong.
2.1.2 Jigsaw 2.1.2.1 Definisi jigsaw
Hosnan 2014: 247 menjelaskan tipe jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang mengharuskan siswa aktif dan saling
membantu untuk menguasai materi pembelajaran. Johnson dalam
Hosnan, 2014 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan
bekerja sama sampai kepada pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.
2.1.2.2 Langkah-langkah jigsaw
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut Rusman, 2013: 218 :
1. Siswa dikelompokkan dengan anggota kurang lebih empat
orang; 2.
Setiap anggota kelompok diberi materi dan tugas yang berbeda; 3.
Anggota dari kelompok yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru kelompok ahli;
17
4. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok asal tentang materi yang telah mereka pelajari;
5. Setiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
6. Guru memberikan evaluasi
Slavin dalam Hosnan, 2014: 249 mengemukakan beberapa aktivitas Jigsaw, meliputi :
1. Membaca
Siswa mendapatkan topik-topik permasalahan untuk dibaca sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan yang
dihadapi. 2.
Diskusi kelompok ahli Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama
bertemu dalam satu kelompok kelompok ahli untuk mendiskusikan topik permasalahan tersebut didalam kelompok.
3. Laporan kelompok
Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil diskusi tim ahli yang didapat.
4. Kuis
Seluruh siswa mendapat kuis individu yang mencakup semua topik permasalahan.
5. Perhitungan Skor kelompok.
18
Langkah-langkah yang dialkukan peneliti sesuai dengan langkah- langkah jigsaw pada umumnya, yaitu, peneliti membagi siswa ke dalam
beberapa kelompok, yang disebut kelompok awal. Kemudian peneliti memberikan masalah pada setiap anggota masing-masing kelompok awal.
Setelah itu, setiap kelompok mengirimkan perwakilan dengan tugas yang sama, untuk masuk ke dalam kelompok ahli. Kemudian kelompok ahli
berdiskusi mengenai tugas yang diberikan. Pada tahap berdiskusi, kelompok ahli diperbolehkan mencari sumber dari buku yang berkaitan
dengan tugas yang diberikan. Wakil dari setiap kelompok, kembali pada kelompok awal, kemudian membahas hasil diskusi di kelompok ahli.
Setelah selesai berdiskusi dengan kelompok ahli, siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
2.1.3 Sikap 2.1.3.2 Definisi Sikap
Secord dan Backman dalam Azwar, 2007: 5 mengatakan bahwa sikap adalah kerangka pemikiran merupakan suatu sikap konstelasi
komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu
objek. LaPierre dalam Azwar, 2007:5 menuturkan sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Dapat disimpulkan bahwa
sikap adalah suatu bentuk reaksi perasaan dan pemahaman, yang diungkapkan melalui tindakan.
19
2.1.3.2 Komponen Sikap
Kothandapani dalam Azwar, 2015: 24 merumuskan komponen sikap menjadi 3, yaitu komponen kognitif, komponen
afektif, komponen konatif. Mann dalam Azwar, 2015: 24 menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan
dan streotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Komponen konatif berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau ntuk bereaksi terhadap sesuatu
dengan cara tertentu. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable maupun perasaan
tidak mendukung atau tidak memihak unfavorable pada objek tersebut Berkowitz, dalam Azwar, 1995.
Dapat diambil kesimpulan dari penjabaran penjelasan diatas, bahwa sikap merupakan respons terhadap rangsangan sosial afeksi
perasaan, kognisi pemikiran, dan konatif tindakan.
1. Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang terhadap apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap Azwar, 1995. Komponen
kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu Mann dalam Azwar, 1995.
20
2. Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya
berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan
mengubah sikap seseorang Azwar, 1995.
3. Konatif
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang sedang dihadapinya Azwar, 1995.
2.1.4 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2.1.4.1 Definisi PKn
Kewarganegaraan adalah materi yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam, baik dari segi agama, sosio-kultura,
bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan berkarakter Depdiknas dalam Aryani 2010: 39.
Winataputra dalam Winarno, 2013: 7 mendefinisikan pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian yang memiliki objek telaah
kebijakan dan budaya kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu yang relevan, yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program
21
kurikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural kewarganegaraan dan kajian ilmiah kewaganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk diterapkan pada sekolah dasar, karena pendidikan kewarganegaraan dapat melatih
terbentuknya karakter siswa yang dapat dipelajari melalui materi nilai pada mata pelajaran PKn.
2.1.4.2 Tujuan PKn
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan menurut buku kurikulum KTSP
dalam Aryani, 210: 116 adalah sebagai berikut : 1.
Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu mengenai PKn.
2. Mampu berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
3. Mampu berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa
lainnya. 4.
Mampu berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
22
2.1.4.3 Fungsi Pendidikan Pkn
Aryani 2010 menuturkan fungi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana atau sarana untuk membentuk warga negara cerdas,
terampil, dan berkarakter, yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
2.1.4.4 Gotong royong
Prof. Dr. Notonegoro dalam Purna, 1996: 53 mengartikan gotong royong sebagai tindakan bekerja sama antara banyak orang yang rukun
berkumpul untuk mengerjakan suatu keperluan yang besar yang biasanya tidak dapat dilakukam oleh satu orang. Purna Made 1996: 53
mendefinisikan gotong royong sebagai bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu dengan azaz timbal balik yang mewujudkan adanya
ketentuan sosial dalam masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa gotong royong adalah kegiatan bekerjasama antara individu, untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan secara bersama-sama..
2.2 Penelitian-penelitian yang relevan
2.2.1 Yulaikah 2012, melakukan penelitian berjudul “Penerapan Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar”.
Penelitian ini menunjukkan peningkatan aktivitas siswa, yang dapat diketahui pada siklus I yang menunjukkan hasil rata-rata dari dua
pengamat mencapai 61, dan meningkat pada siklus II sebesar
23
91. Hasil belajar siswa kelas VI SDN Kalirungkut II514, mengalami peningkatan dari rata-rata kelas pada siklus I yang
hanya mencapai 65 dengan prosentase ketuntasan hasil belajar 70, meningkat menjadi 84 dengan prosentase ketuntasan hasil
belajar 90 pada siklus II. Hasil perolehan data tersebut membuktikan bahwa, dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. 2.2.2 Mulyanto 2007, melakukan penelitian dengan judul “Pendekatan
Cooperative Learning Teknik Jigsaw. Untuk Meningkatkan Penguasaan Operasi Pecahan Di SDN Paseh I Kabupaten
Sumedang”. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan proses belajar mengajar matematika
tampak pada aktifitas kerja kelompok siswa yang tampak antusias, bergairah dan bersemangat, dibandingkan dengan sebelum
dilakukan tindakan. Penerapan pendekatan cooperative learning untuk setiap siklus mendapatkan hasil yang memuaskan, yang
dapat dilihat dari hasil rata-rata tugas yang diselesaikan para siswa. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan
bahwa pendekatan cooperative learning teknik jigsaw dapat meningkatkan penguasaan operasi penjumlahan dan pengurangan
pecehan tak senama di SDN PASEH I Kabupaten Sumedang.
24
2.2.3 Indriani R. Bonenehu, Bonifasius Saneba, Dan Hasdin 2014 “Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta Didik Melalui Metode
Resitasi Pada Mata Pelajaran Pkn Di Kelas 2 SDN Inpres Bolonan” Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan,
maka dapat
disimpulkan bahwa
metode resitasi
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn di
Kelas 2 SDN Inpres Bolonan Kecamatan Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
peningkatan pencapaian KKM yang diperoleh siswa dari siklus I ke siklus II, yaitu pada siklus I mencapai 25 dan pada siklus II
mencapai 87,5. Gambar 2.1 Penelitian yang relevan
Indriani R. Bonenehu, Bonifasius Saneba, Dan
Hasdin 2014 “Meningkatkan
PrestasiBelajar Peserta Didik MelaluiMetode ResitasiPada
Mata Pelajaran PknDi Kelas 2 SDN InpresBolonan
” Yulaikah 2012
“Penerapan JigsawUntuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Sekolah Dasar
” Mulyanto 2007
“Pendekatan Cooperative Learning Teknik
JigsawUntuk Meningkatkan Penguasaan Operasi Pecahan
di SDN Paseh I Kabupaten Sumedang
”
PENINGKATAN SIKAP GOTONG ROYONG MELALUI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PKn
DENGAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK SISWA KELAS II DI SD KANISIUS
KINTELAN
25
Dari penelitian-penelitian yang relevan di atas, peneliti melakukan penelitian yang dengan judul berjudul “Peningkatan Sikap Gotong Royong
Melalui Pelaksanaan Pembelajaran PKn dengan Model Coopertive Learning tipe Jigsaw untuk Siswa Kelas II di SD Kanisius
Kintelan”. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, karena
penelitian ini mempunyai kekhususan untuk meningkatkan sikap gotong royong peserta didik. Dalam penelitian ini, bertujuan meningkatkan sikap
gotong royong yang positif dari siswa. Usaha meningkatan sikap gotong royong dilakukan menggunakan model Cooperative Learning tipe Jigsaw
dalam melakukan pembelajaran PKn. Sehingga dengan model Cooperative Learning tipe Jigsaw yang membutuhkan dan menekankan kerjasama
antar anggota kelompok yang dapat membuat siswa mampu meningkatkan sikap bergotong royong yang positif.
2.3 Kerangka Berpikir