Peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif bagi siswa kelas III reflektif di SD Kanisius Kintelan.

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA SISWA KELAS III DI SD KANISIUS KINTELAN

Astrid Rosarina Herera B. Universitas Sanata Dharma

2016

Pembelajaran PKn di SD Kanisius Kintelan kurang disertai dengan penanaman sikap kedisiplinan. Hal ini dikarenakan pendidik masih belum bisa secara maksimal menyampaikan tentang sikap kedisiplinan. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan menggambarkan dan mengetahui pelaksanaan langkah-langkah model Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn dan mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif di SD K Kintelan kelas III semester 1.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan di SD Kanisius Kintelan pada bulan September 2015. Kelas penelitian yang digunakan adalah kelas III. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus pembelajaran dengan setiap siklus satu kali pertemuan. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan memberikan lembar skala sikap.

Hasil presentase siswa menunjukkan bahwa ada peningkatan sikap kedisiplinan siswa dengan menggunakan penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif bagi siswa kelas III. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari kenaikan presentase jumlah siswa yang mencapai sikap kedisiplinan di lingkungan. Pada kondisi awal peningkatan rata-rata nilai kedisiplinan secara keseluruhan mencapai 69,33 termasuk kriteria cukup disiplin, siklus 1 72,6 termasuk kriteria cukup disiplin, dan siklus 2 mencapai 85,06 termasuk kriteria disiplin. Pada kondisi awal persentase siswa yang memenuhi nilai kedisiplinan mencapai 53,33%, siklus 1 86,66% dan siklus 2 100%


(2)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF DISCIPLINARY ATTITUDE TOWARDS CIVIC EDUCATION USING REFLECTIVE PEDAGOGY PARADIGM LEARNING

MODELS FOR THE THIRD GRADERS OF SD KANISIUS KINTELAN

Astrid Rosarina Herera B. Sanata Dharma University

2016

The course of Civic Education in SD Kanisius Kintelan was lack of disciplinary attitude teaching. It was happened because the teacher had not been able to present about the attitude. The researcher used it as the background of her research which aimed for illustrating and understanding the implication of the steps of Reflective Pedagogy Paradigm could develop the disciplinary attitude in Civic Education course and understand the development of disciplinary attitude in Civic Education course using Reflective Pedagogy Paradigm models for the third graders of SD Kanisius Kintelan semester 1.

This research was categorized as classroom action research which was conducted in SD Kanisius Kintelan on September, 2015. This research used the third grade as the sample. This research was applied in 2 learning cycles whose each cycle consisted of one meeting. The researcher gave attitude scale sheets in order to gather the data.

The percentage result of the students showed that there was some development in students’ disciplinary attitude using the applied Reflective Pedagogy Paradigm models for the third graders. The development was showed from the increased percentage of the students who reached disciplinary attitude in the society. At the first condition the development of the overall mean of discipline score reached 69,33 including quite discipline criterion, cycle 1 was 72,6 including quite discipline criterion, and cycle 2 reached 85,06 including discipline criterion. At the first condition the percentage of the students who fulfilled the score reached 53,33%, in cycle 1 was 86,66%, and cycle 2 was 100%. Key words : Discipline, Disciplinary Attitude, Reflective Pedagogy Paradigm


(3)

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA

PEDAGOGI REFLEKTIF BAGI SISWA KELAS III DI SD KANISIUS KINTELAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Astrid Rosarina Herera Budiyanti 121134089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan bangga karya ini aku persembahkan untuk:

 Yesus Kristus yang selalu hadir dalam setiap

langkahku dan memberkati segala bentuk niat dan usahaku.

 Bunda Maria yang menjadi perantara semua

doa-doaku.

 Bapak Agustinus Sumantri dan Ibu Suyanti

tercinta, terimakasih telah memberikan

semangat, dan mendukungku secara materil maupun non materil.

 Sahabat-sahabat terdekatku yang selalu

memberikan semangat selama ini.

 Drs. Paulus Wahana, M.Hum. Selaku dosen

pembimbing 1 yang selalu memberikan

masukan.

 Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M..A selaku

dosen pembimbing 2 yang selalu memberikan masukan


(7)

Halaman Motto

Ku kerjakan dengan seluruh kemampuanku, dan aku percaya Yesus akan menjadikan pekerjaanku jauh lebih sempurna dari yang aku harapkan.

Thanks for my love, Jesus.

Dengan nyaring aku berseru-seru kepada Tuhan, dengan nyaring aku memohon kepada Tuhan. Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku ku beritahukan kepada-Nya. Ketika semangatku lemah lesu di dalam diriku . Engkaulah yang mengetahui jalanku. (Mazmur, 142:2-4)


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Januari 2016

penulis


(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Astrid Rosarina Herera Budiyanti

Nomer Mahasiswa : 121134089

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF BAGI SISWA KELAS III DI SD KANISIUS KINTELAN

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 28 Januari 2016 Yang menyatakan

Astrid Rosarina Herera Budiyanti


(10)

ABSTRAK

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN PKN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA SISWA KELAS III DI SD KANISIUS KINTELAN

Astrid Rosarina Herera Budiyanti Universitas Sanata Dharma

2016

Pembelajaran PKn di SD Kanisius Kintelan kurang disertai dengan penanaman sikap kedisiplinan. Hal ini dikarenakan pendidik masih belum bisa secara maksimal menyampaikan tentang sikap kedisiplinan. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan menggambarkan dan mengetahui pelaksanaan langkah-langkah model Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn dan mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif di SD K Kintelan kelas III semester 1.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan di SD Kanisius Kintelan pada bulan September 2015. Kelas penelitian yang digunakan adalah kelas III. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus pembelajaran dengan setiap siklus satu kali pertemuan. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan memberikan lembar skala sikap.

Hasil presentase siswa menunjukkan bahwa ada peningkatan sikap kedisiplinan siswa dengan menggunakan penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif bagi siswa kelas III. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari kenaikan presentase jumlah siswa yang mencapai sikap kedisiplinan di lingkungan. Pada kondisi awal peningkatan rata-rata nilai kedisiplinan secara keseluruhan mencapai 69,33 termasuk kriteria cukup, siklus 1 72,6 termasuk kriteria cukup, dan siklus 2 mencapai 85,06 termasuk kriteria tinggi. Pada kondisi awal persentase siswa yang memenuhi nilai kedisiplinan mencapai 53,33%, siklus 1 86,66% dan siklus 2 100%

Kata kunci : Kedisiplinan, Sikap Kedisiplinan, Paradigma Pedagogi Reflektif


(11)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF DISCIPLINARY ATTITUDE TOWARDS CIVIC EDUCATION USING REFLECTIVE PEDAGOGY PARADIGM LEARNING

MODELS FOR THE THIRD GRADERS OF SD KANISIUS KINTELAN

Astrid Rosarina Herera Budiyanti Sanata Dharma University

2016

The course of Civic Education in SD Kanisius Kintelan was lack of disciplinary attitude teaching. It was happened because the teacher had not been able to present about the attitude. The researcher used it as the background of her research which aimed for illustrating and understanding the implication of the steps of Reflective Pedagogy Paradigm could develop the disciplinary attitude in Civic Education course and understand the development of disciplinary attitude in Civic Education course using Reflective Pedagogy Paradigm models for the third graders of SD Kanisius Kintelan semester 1.

This research was categorized as classroom action research which was conducted in SD Kanisius Kintelan on September, 2015. This research used the third grade as the sample. This research was applied in 2 learning cycles whose each cycle consisted of one meeting. The researcher gave attitude scale sheets in order to gather the data.

The percentage result of the students showed that there was some development in students’ disciplinary attitude using the applied Reflective Pedagogy Paradigm models for the third graders. The development was showed from the increased percentage of the students who reached disciplinary attitude in the society. At the first condition the development of the overall mean of discipline score reached 69,33 including quite discipline criterion, cycle 1 was 72,6 including quite discipline criterion, and cycle 2 reached 85,06 including discipline criterion. At the first condition the percentage of the students who fulfilled the score reached 53,33%, in cycle 1 was 86,66%, and cycle 2 was 100%.

Key words : Discipline, Disciplinary Attitude, Reflective Pedagogy Paradigm


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Sikap Kedisiplinan Dalam Pembelajaran PKn Menggunakan Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif Bagi Siswa Kelas III Di SD Kanisius Kintelan”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selama proses pelaksanaan penelitian yang telah penulis lakukan tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J.,BST.,M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd, selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Drs. Paulus Wahana, M.Hum., selaku dosen pembimbing 1 yang selalu memberi masukan dan semangat kepada peneliti.


(13)

5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing 2 yang selalu memberi masukan dan dukungan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi.

6. Marciana Sarwi, sebagai kepala sekolah SD Kanisius Kintelan yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

7. Aryaduta Yustina Yones selaku guru wali kelas III yang telah berkenan untuk berkolaborasi dengan penulis, memberikan waktu, tenaga, pikiran, semangat dan ijin penelitian di kelas III SD Kanisius Kintelan.

8. Segenap guru dan karyawan SD Kanisius Kintelan yang telah banyak membantu selama penulis melakukan penelitian.

9. Siswa kelas III SD Kanisius Kintelan yang telah bersedia menjadi subjek penelitian ini.

10. Kedua orang tuaku, Bapak Agustinus Sumantri dan Ibu Suyanti yang telah memberikan doa, dukungan serta cinta kasihnya.

11. Teman-teman seperjuangan keluarga payung Yosi, Ika, Sita, Johan, Oka, Bravi, Nugroho, Purnomo, dan Hilda.

12. Sahabat-sahabatku kos sang lebun Firda, Nuna, Febrina, Ika yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-temanku angkatan 2012 kelas C yang selalu membantu dan memberikan semangat.

14. Teman-teman PPL yang selalu menghibur dan membantu dalam penelitian Penulis juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan


(14)

kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 28 Januari 2016

Astrid Rosarina Herera Budiyanti


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 8

1.3 Rumusan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Definisi Operasioanl ... 10 BAB II LANDASAN TEORI


(16)

2.1 Kajian Pustaka ... 12

2.1.1 Sikap ... 12

2.1.2 Nilai ... 12

2.1.3 Disiplin ... 16

2.1.4 Paradigma Pedagogi Reflektif ... 20

2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan ... 26

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan ... 27

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

2.4 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Setting Penelitian ... 35

3.2.1 Tempat Penelitian ... 35

3.2.2 Subjek Penelitian ... 35

3.2.3 Objek Penelitian ... 36

3.2.4 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Persiapan ... 36

3.4 Rencana Tindakan Siklus ... 37

3.4.1 Siklus 1 ... 37

3.4.1.1 Perencanaan ... 38

3.4.1.2 Tindakan ... 38

3.4.1.3 Observasi ... 40

3.4.1.4 Refleksi ... 40

3.4.2 Siklus 2 ... 41

3.4.2.1 Perencanaan ... 41 xiv


(17)

3.4.1.2 Tindakan ... 41

3.4.2.3 Observasi ... 42

3.4.2.4 Refleksi ... 42

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.6.1 Observasi ... 43

3.6.2 Kuesioner ... 44

3.6.3 Wawancara ... 45

3.6.4 Dokumntasi ... 45

3.6 Instrumen Penelitian ... 46

3.7.1 Instrumen Kuesioner ... 46

3.7.2 Instrumen Wawancara ... 52

3.7.3 Observasi ... 54

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 55

3.8.1 Validitas ... 55

3.8.2 Reliabilitas ... 61

3.8 Teknik Analisis Data ... 64

3.9 Indikator Keberhasilan ... 71

3.10 Jadwal Penelitian ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 76

4.1.1 Kondisi Awal ... 76

4.1.2 Siklus 1 ... 83

4.1.2.1 Perencanaan ... 83

4.1.2.2 Tindakan ... 84

4.1.2.3 Pengamatan ... 85 xv


(18)

4.1.2.4 Refleksi ... 92

4.1.3 Siklus 2 ... 94

4.1.3.1 Perencanaan ... 94

4.1.3.2 Tindakan ... 94

4.1.3.3 Pengamatan ... 95

4.1.3.4 Refleksi ... 102

4.2 Pembahasan ... 103

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 117

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 118

5.3 Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

LAMPIRAN ... 122


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Siklus Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Skala Likert ... 44

Tabel 3.3 Pengukuran Kuesioner Item Positif dan Negatif ... 47

Tabel 3.4 Sebaran Item Postiti dan Item Negatif ... 48

Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner ... 51

Tabel 3.6 Kuesioner Item Positif dan Negatif ... 49

Tabel 3.7 Validasi Skala Sikap ... 58

Tabel 3.8 Koefisien Reliabilitas ... 62

Tabel 3.9 Hasil Reliabilitas ... 64

Tabel 3.10 Kriteria Acuan PAP Tipe 1 ... 65

Tabel 3.11 Batas Siswa Memenuhi Aspek Kognitif ... 68

Tabel 3.12 Batas Siswa Memenuhi Aspek Afektif ... 69

Tabel 3.13 Batas Siswa Memenuhi Aspek Konatif ... 70

Tabel 3.14 Rata-rata Indikator Keberhasilan Per Aspek ... 71

Tabel 3.15 Rata-rata Indikator keberhasilan Keseluruhan ... 72

Tabel 3.16 Persentase Indikator Per Aspek ... 72

Tabel 3.17 Persentase IndikatorKeseluruhan ... 73

Tabel 3.18 Indikator Keberhasilan Nilai ... 73


(20)

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Aspek Kognitif Kondisi Awal ... 76

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Aspek Afektif Kondisi Awal ... 78

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Aspek Konatif Kondisi Awal ... 81

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Perhitungan Sikap Kondisi Awal ... 81

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Aspek Kognitif Siklus 1 ... 87

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Aspek Afektif Siklus 1 ... 87

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Aspek Konatif Siklus 1 ... 89

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Perhitungan Sikap Siklus 1 ... 90

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Sikap Kognitif Siklus 2 ... 96

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Sikap Afektif Siklus 2 ... 97

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Sikap Konatif Siklus 2 ... 99

Tabel 4.12 Rangkuman Hasil Perhitungan Sikap Siklus 2 ... 100

Tabel 4.13 Rata-rata Sikap Kedisiplinan Siswa ... 104

Tabel 4.14 Persentase Sikap Kedisiplinan Siswa ... 107

Tabel 4.15 Rata-rata Sikap Kedisiplinan Siswa Per Aspek ... 109


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dinamika PPR ... 23

Gambar 2.2 Diagram Penelitian yang Relevan ... 29

Gambar 3.1 Model PTK ... 35

Gambar 3.2 Rumus Product Moment ... 57

Gambar 3.3 Rumus Reliabilitas ... 62

Gambar 3.4 Hasil Reliabilitas ... 64

Gambar 4.1 Grafik Rerata Sikap Kedisiplinan Siswa ... 106

Gambar 4.2 Grafik Persentase Sikap Kedisiplinan Siswa ... 108

Gambar 4.3 Grafik Rerata Sikap Kedisiplinan Siswa Per Aspek ... 112


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus Pembelajaran ... 121 Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 132 Lampiran 3 Validasi RPP Guru dan Dosen ... 169 Lampiran 4 Validasi Kuesioner Oleh Dosen dan Guru ... 176 Lampiran 5 Kuesioner Sebelum Divalidasi ... 183 Lampiran 6 Tabel Rangkuman Kuesioner ... 189 Lampiran 7 Contoh Kuesioner Valid Yang Belum Diisi ... 192 Lampiran 8 Contoh Kuesioner Kondisi Awal ... 196 Lampiran 9 Contoh Kuesioner Siswa Siklus 1 ... 200 Lampiran 10 Contoh Kuesioner Siswa Siklus 2 ... 204 Lampiran 11 Hasil Wawancara Kondisi Awal ... 208 Lampiran 12 Hasil Observasi Pembelajaran ... 212 Lampiran 13 Foto Penelitian ... 215 Lampiran 14 Surat Ijin Penelitian ... 218 Lampiran 15 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 220 Lampiran 16 Daftar Riwayat Hidup ... 222


(23)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan terdapat enam hal yang akan diuraikan oleh penulis. Enam hal tersebut adalah latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

1.1Latar Belakang

Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki karir yang baik serta dapat bertingkah sesuai norma-norma yang berlaku. Pengertianpendidikan dalam arti sempit yaitu pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka (Triwijayanto, 2014). Pengertian pendidikan menurut Undang Undang RI no. 20 tahun 2001 adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potesi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Ahmadi, 38:2014).

Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia di Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha


(24)

Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani (Ahmadi, 2014:48). Tujuan pendidikan selanjutnya adalah untuk mengembangkan segala potensi atau aspek kemampuan siswa, sehingga siswa memiliki pengalaman belajar serta mampu menerapkan pengalaman tersebut dalam lingkungan dan masyarakat, untuk itu pengalaman dalam pembelajaran menentukan kualitas pendidikan. Jadi definisi pendidikan menurut peneliti adalah perubahan tata laku dan sikap seseorang atau sekelompok orang dalam usahanya mendewasakan manusia lewat pelatihan dan pengajaran. Salah satu penentu perkembangan masa depan adalah dunia pendidikan (Djokopranoto: 2011).

Pendidikan merupakan salah satu sarana penting dalam membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1, pemerintah telah mewajibkan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan bermutu (Depdiknas, 2003).

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajiban suatu warga negara agar setiap hal yang dikerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang diharapkan. Karena di nilai penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di setiap jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi. Pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat


(25)

menghasikan penerus-penerus bangsa yang berkompeten dan siap menjalankan hidup berbangsa dan bernegara.

Dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menjelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak -hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran PKn tidak terlepas dari nilai-nilai yang dijadikan dasar pengembangan untuk menjadi warga yang baik sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

Pelajaran PKn diajarkan dengan berbagai model dan metode pembelajaran agar siswa mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam materi dan setiap siswa juga diharapkan mampu melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi warga yang baik (Wahab: 2011). Namun pada kenyataannya para pendidik Pendidikan Kewarganegaraan sekarang ini sering bertindak hanya sebagai pemberi informasi saja. Guru kurang memberikan pemahaman dan informasi yang akan memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir kritis dan berefleksi sehingga siswa akan kurang menyadari bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya penting untuk diwujudkan.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 September 2015 dengan guru kelas III SD Kanisius Kintelan adalah peneliti menemukan bahwa


(26)

pendidik masih menggunakan metode ceramah pada saat pembelajaran berlangsung. Guru lebih menekankan konsep dibandingkan dengan pendidikan nilai. Ketika menjelaskan guru juga kurang memberikan contoh yang konkrit, sehingga pemahaman nilai pada diri siswa menjadi kurang. Pada saat peneliti melakukan observasi pembelajaran guru hanya terfokus pada buku paket, belum ada silabus dan juga RPP. Dalam pembelajaran, guru juga kurang mampu mengemas pembelajaran dengan kreatif, model-model pembelajaran belum nampak diterapkan pada siswa saat pembelajaran. Guru cenderung menggunakan metode pembelajaran tradisional yaitu dengan menggunakan metode ceramah sehingga membuat pembelajaran kurang menyenangkan dan membosankan. Terlihat pada saat pembelajaran siswa tidak memperhatikan guru menjelaskan materi yang sangat banyak dan tanpa memberikan contoh yang konkrit.

Dari hasil observasi masih ada sekitar 4 dari 15 atau sekitar 40% siswa yang terlihat sibuk mengobrol, belum mampu menyelesaikan tugas tepat waktu, bermain di kelas bersama teman-teman dan juga berjalan di kelas. Guru kelas III mengatakan bahwa 6 dari 15 atau sekitar 60% siswa masih belum mampu memahami nilai kedisiplinan dengan baik dengan contoh mengerjakan tugas tidak tepat waktu dan juga siswa sering keluar masuk kelas dengan alasan pergi ke kamar mandi. Siswa juga kurang menaati kedisiplinan di kelas yaitu piket dan juga tidak berpakain rapi saat berada di kelas.

Dari hasil tersebut peneliti melihat adanya perbedaan, idealnya sekolah yang sudah menerapkan paradigma pedagogi reflektif mampu untuk mengajarkan mata pelajaran PKn dengan menanamkan nilai dan mampu melaksanakan refleksi


(27)

setelah pembelajaran, karena menurut Subagya (2010) jika belajar hanya terbatas sampai pada penalaran maka tidak boleh disebut Ignasian/paradigma pedagogi reflektif, harus ada unsur refleksi yang mendorong siswa memikirkan dan merenungkan arti manusiawi serta pentingnya apa yang sudah dipelajari. Peneliti menyadari bahwa dalam meningkatkan kesadaran siswa akan nilai kedisiplinan tidak mudah dan memerlukan waktu dan proses yang cukup kompleks. Peneliti juga menanyakan pada siswa kelas 3, ketika ditanya “Apakah pembelajaran yang kalian dapatkan menyenangkan?” sebagian siswa menjawab “biasa saja bu, kami hanya belajar menggunakan buku paket dan guru jarang memberikan contoh langsung”. Siswa yang lain juga menjawab “tidak tahu” dan “lupa”.

Dari hal tersebut peneliti menilai model paradigma pedagogi reflektif belum diterapkan dengan baik oleh sekolah ditunjukan dari kurangnya sikap kedisiplinan siswa dalam belajar karena salah satu fungsi disiplin dalam belajar adalah bisa mengatur waktu dan mengikuti aturan dengan baik. Paradigma pedagogi reflektif yang kurang baik ditunjukkan dari kurangnya sikap kedisiplinan siswa dalam belajar. Dilihat dari observasi di kelas yang saya lakukan ketika pembelajaran berlangsung dan juga dengan skala sikap yang diberikan sebagai kondisi awal siswa.

Selain itu, untuk memperkuat bukti bahwa siswa kelas III SD Kanisius Kintelan kurang memiliki sikap kedisiplinan di kelas selama pembelajaran, peneliti juga melakukan pengumpulan data berupa lembar skala sikap kedisiplinan siswa pada mata pelajaran PKn. Skala sikap tersebut bertujuan untuk melihat kondisi awal sikap kedisiplinan siswa pada mata pelajaran PKn. Lembar skala


(28)

sikap terdiri dari 20 pernyataan yang mewakili 3 aspek dalam kedisiplinan yang meliputi aspek afektif, kognitif dan konatif.

Hasil pengolahan data pada kondisi awal, tingkat persentase jumlah siswa yang sudah melaksanakan aturan di rumah, sekolah dan masyarakat mencapai 73,33%. Kemudian rata-rata pencapaian sikap kedisiplinan siswa pada kondisi awal mencapai 69,33. Pada perhitungan kondisi awal nilai keseluruhan mencapai 69,33. Berdasarkan hasil tersebut peneliti sudah menentukan target pencapaian yang harus dicapai yaitu 75%, target pencapaian rata-rata yaitu 71 dan rata-rata nilai sikap kedisiplinan 75. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa siswa kelas III di SD Kanisius Kintelan kurang memiliki sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn.

Dari permasalahan saat wawancara di SD K Kintelan tersebut dirasa penting untuk meningkatkan sikap siswa akan nilai kedisiplinan di kelas III melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berbasis nilai agar jika peserta didik naik ke kelas 4 sudah mampu menerapkan nilai kedisiplinan dengan baik. Peneliti juga melihat kurangnya kesadaran akan nilai kedisiplinan dapat mengganggu masa depan anak. Dengan demikian nilai kedisiplinan penting untuk ditanamkan, karena nilai kedisiplinan bagian dari dalam kemanusiaan yang bertugas sebagai pembentuk atau arah dasar dari sebuah sistem, baik ditanamkan sejak dini untuk membentuk masyarakat yang utuh dan dasar yang kuat demi kelangsungan hidup bersama (Scohib, 2010).


(29)

Peneliti menyadari bahwa dalam meningkatkan sikap kedisiplinan tidak mudah. Memerlukan waktu dan proses yang cukup lama. Dengan demikian sikap kedisiplinan penting untuk ditanamkan, karena nilai kedisiplinan merupakan bagian dari nilai kemanusiaan yang bertugas sebagai pembentuk atau dasar dari sebuah sistem, baik ditanamkan sejak dini untuk membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang disiplin. Peneliti memilih menerapkan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif ini karena memiliki kelebihan melibatkan pengalaman siswa secara keseluruhan menggunakan pengalaman untuk menentukan nilai dari kegiatan refleksi dan aksi. PPR juga dapat diterapkan dalam semua kurikulum yang berlaku sangat cocok untuk model pada penelitian ini. Dengan ini diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang bukan hanya mengembangkan sikap kognitif siswa, tetapi juga dapat mengembangkan sikap non kognitif. Dalam hal ini meningkatkan sikap kedisiplinan dalam mata pelajaran PKn yang berbasis Pembelajaran Pedagogi Reflektif.

Paradigma Pedagogi Reflektif yang memiliki kelebihan melibatkan pengalaman siswa secara keseluruhan, menggunakan pengalaman untuk menemukan nilai dari kegiatan refleksi dan aksi yang cocok untuk model pembelajaran pada penelitian ini. Pembelajaran dengan model paradigma pedagogi reflektif terdiri 3C yaitu Competence, Conscience, Compassion yang merupakan nilai akademik, Conscience merupakan katajam hati nurani dan Compassion merupakan kepedulian pada sesama, yang dikemas dengan pola pikir membentuk pribadi siswa melalui konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi diharapkan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn.


(30)

Berdasarkan permasalahan yang peneliti temukan disekolah peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Sikap Kedisiplinan Dalam Pembelajaran Pkn Menggunakan Model Pembelajaran Pedagogi Reflektif Bagi Siswa Kelas III Di SD Kanisius Kintelan”.

1.2Pembatasan Masalah

Penelitian ini memiliki batasan-batasan untuk memfokuskan penelitian Peneliti hanya akan meneliti tentang peningkatan sikap kedisiplinan dengan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif. Menggunakan standar kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan menampilkan nilai kedisiplinan dan kompetensi dasar 2.1Mengenal aturan-aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, 2.2 Menyebutkan contoh-contoh yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar, 2.3 Melaksanakan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitar dengan metode Paradigma Pedagogi Reflektif bagi siswa kelas III di SD Kanisius Kintelan pada tahun ajaran 2015/2016.

1.3Rumusan Masalah

Latar belakang masalah dan batasan masalah yang dikemukakan melandasi rumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan langkah-langkah model Paradigma Pedagogi Reflektif dalam upaya meningkatkan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn bagi siswa kelas III di SD Kanisius Kintelan?


(31)

2. Apakah pelaksanaan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas III semester 1 di SD Kanisius Kintelan?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Untuk menggambarkan dan mengetahui pelaksanaan langkah-langkah model Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn bagi siswa kelas III di SD Kanisius Kintelan.

1.4.2 Untuk meningkatkan dan mengetahui peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif di SD K Kintelan kelas III semester 1.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1.5.1 Siswa

Siswa memahami, menghayati dan juga dapat melaksanakan nilai kedisiplinan melalui pelaksanaan pembelajaran PKn di sekolah dasar dengan berbasis model paradigma pedagogi reflektif.

1.5.2 Sekolah

Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan masukan untuk peningkatan mutu sekolah khususnya pada pembelajaran PKn kelas bawah. Agar dapat memberikan kemanjuan kualitas sekolah karena prestasi dan nilai kedisiplinan di sekolah yang meningkat.


(32)

1.5.3 Pendidik

Bagi pendidik ini bisa dijadikan referensi model pembelajaran di kelas dan juga agar pendidik dapat membandingkan model pembelajaran yang peneliti gunakan dengan yang lainnya.

1.5.4 Peneliti

Peneliti dapat lebih memahami paradigma pedagogi reflektif dan kelak dapat menerapkan pembelajaran tersebut pada mata pelajaran lainnya untuk meningkatkan nilai yang terkandung dalam mata pelajaran yang terkait.

1.6Definisi Operasional

1.6.1 Pkn adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter

1.6.2 Pedagogi Reflektif adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan fokus pencapaian tujuan pembelajaran yang meliputi 3C (competence, conscience, dan compassion).

1.6.3 Kedisiplinan adalah latihan batin dan watak yang maksimal supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib dan ketaatan pada aturan dan tata tertib.


(33)

1.6.4 Sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif

1.6.5 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bagian landasan teori terdapat empat hal penting yang akan diuraikan oleh peneliti. Empat hal tersebut adalah landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Sikap

“ Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluative. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluative berarti bahwa bentuk reaksi dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan” (Azwar: 2013: 5). Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek.

2.1.2 Nilai

2.1.2.1 Pengertian Nilai

Nilai berasal dari bahasa latin value yang artinya berguna, berdaya, sehingga diartikan sebagai suatu yang dipandang baik, bermanfaat dan yang paling benar oleh sekelompok orang. Nilai adalah kualitas yang menjadikan


(35)

sesuatu itu disukai, diinginkan, dikejar, dan dihargai sehingga membuat orang menghayatinya bermartabat (Wahana, 2004). Max Scheler (dalam Wahana, 2004) berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawaannya yaitu merupakan kualitas yang dapat dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman inderawi lebih dulu. Tidak hanya tergantung pada objek yang ada di dunia ini (lukisan, patung, tindakan manusia) dan juga tidak tergantung pada reaksi kita terhadap kualitas tersebut. Nilai bersifat absolut, tidak dipersyaratkan oleh suatu tindakan, tidak memandang keberadaan alaminya secara historial, sosial, biologis ataupun individu murni (Wahana, 2004).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa nilai adalah kualitas yang menjadi acuan hidup. nilai sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Nilai merupakan tolak ukur kualitas hidup seseorang yang disukai, dikejar dan dihargai sehingga yang menjalankannya dapat hidup dan menghayatinya bermartabat.

2.1.2.2 Peran Nilai

Nilai adalah sifat-sifat yang penting dan berguna bagi kemanusiaan atau konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia. Nilai dirasakan oleh masing-masing diri kita sebagai daya dorong atau prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Konsep nilai berkembang dari pola berfikir, pola bertingkah laku dan sikap-sikap hidup dan dengan perkataan lain berkembang dari budaya lingkungan (Richardus, 2011).


(36)

Nilai memegang peranan penting dalam setiap kehidupan manusia, karena nilai menjadi orientasi dalam setiap tindakan manusia. Nilai-nilai tersebut menjadi prinsip yang berlaku di suatu masyarakat tentang apa yang baik, benar dan berharga yang seharusnya dimiliki dan dicapai oleh masyarakat. Nilai sebagai pedoman berfungsi memberikan arahan kepada individu atau masyarakat untuk berprilaku sebagaimana yang diinginkan. Nilai menjadi landasan dan motivasi dalam setiap langkah dan perbuatan manusia. Nilai sebagai alat kontrol sosial yang berfungsi untuk memberikan batasan-batasan kepada manusia untuk bertingkah laku.

Perilaku manusia di luar nilai akan mengakibatkan jatuhnya sanksi atau perasaan bersalah. Nilai sebagai alat pelindung sosial memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman kepada manusia, dengan berperilaku sesuai dengan nilai, manusia dapat melakukan tindakan apapun tanpa harus merasa takut. Nilai dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya dorong atau prinsip-prinsipnya menjadi pedoman dalam hidup. Nilai berkembang dari pola berpikir, pola bertingkah laku dan sikap-sikap hidup dan dengan perkataan lain berkembang dari budaya lingkungan. Nilai diyakini kebenarannya, kebaikannya dan keutamaannya oleh seorang atau sekelompok orang sehingga menjadi pedoman atau acuan hidup (Djokopranoto:2011)

Nilai sebagai sesuatu yang abstrak menurut Raths (Dalam Adisusilo, 2012) nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku (attitudes) atau bersikap sesuai dengan moralitas masyarakat jadi nilai itu memberi acuan atau pedoman tentang cara bertingkah laku. Nilai itu menarik (interest) memikat hati seseorang


(37)

untuk dipikirkan, direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan dan untuk dihayati. Nilai sebagai ungkapan perasaan (feelings) hati nurani seseorang ketika sedang mengalami berbagai perasaan atau susasana hati seperti sedih, senang, tertekan, gembira dan semangat. Nilai terkait dengan kepercayaan dengan nilai-nilai tertentu. Nilai menuntut dengan adanya aktivitas (activities) tingkah laku tertentu sesuai dengan nilai tersebut, dengan demikian nilai tidak terbatas pada pemikiran akan tetapi mendorong seseorang yang akan menimbulkan niat untuk melakukan sesuatu dengan nilai tersebut.

Nilai muncul dalam kesadaran ketika seseorang mengalami kebingungan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Kecenderungan seseorang akan merenungi persoalan yang dialaminya saat itu. Muncullah nilai sebagai pedoman atau acuan penyelesaian konflik, memotivasi dan mengarahkan hidup manusia agar menjadi lebih baik lagi menurut Raths dan Simon (dalam Adisusilo, 2012). Hill (dalam Adisusilo, 2012) mengatakan bahwa nilai sebagai acuan tingkah laku kehidupan yang memiliki 3 tahapan: Values thinking, nilai pada tahapan dipikirkan. Values affective, nilai yang menjadi keyakinan atau niat pada diri seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Values actions, nilai telah menjadi keyakinan dan menjadi niat yang harus diwujudkan menjadi suatu tindakan yang nyata.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai memiliki peranan penting dalam kehidupan sebagai pedoman atau acuan dalam hidup. Mengetahui tanpa melaksanakan nilai hanya menghasilkan individu yang tidak bermoral. Nilai haruslah dikembangkan, dipahami, dilaksanakan, dihayati pada


(38)

tahap keyakinan (values affective) untuk dipahami dan dihayati dalam tindakan sehari-hari sehingga bisa pada tahap pelaksanaan atau tindakan (values action). Nilai sebagai acuan dalam bertingkah laku maka hal tersebut akan menjadi sesuatu yang utuh, bermoral dan bermakna dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.3 Disiplin

2.1.3.1 Pengertian Disiplin

Kata disiplin berasal dari bahasa latin yaitu discipulus mengajari atau mengikuti yang dihormati. Menurt Kamus Besar Bahasa Indonesia disiplin adalah tata tertib sekolah, ketaatan pada peraturan. Menurut Blanford (2013) disiplin merupakan pengembangan mekanisme internal pada diri siswa sehingga dapat mengatur kehidupannya sendiri. Disiplin adalah sebagai usaha dasar untuk melatih siswa memiliki kamauan positif. Contohnya siswa mengerjakan pekerjaan rumah dan mematuhi peraturan pembelajaran saat dikelas.

2.1.3.2 Fungsi kedisiplinan

Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar. Disiplin yang dimiliki oleh siswa akan membantu siswa itu sendiri dalam tingkah laku sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Siswa akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapinya. Aturan yang terdapat di sekolah akan bisa dilaksanakan dengan baik jika siswa sudah memiliki disiplin yang ada dalam dirinya.


(39)

Kedisiplinan sebagai alat pendidikan yang dimaksud adalah suatu tindakan, perbuatan yang dengan sengaja diterapkan untuk kepentingan pendidikan di sekolah. Tindakan atau perbuatan tersebut dapat berupa perintah, nasihat, larangan, harapan dan hukuman atau sanksi. Kedisiplinan sebagai alat pendidikan diterapkan dalam rangka proses pembentukan, pembinaan dan pengembangan sikap dan tingkah laku yang baik. Sikap dan tingkah laku yang baik tersebut dapat berupa rajin, berbudi pekerti luhur, patuh, hormat, tenggang rasa dan berdisiplin.

Menurut Tu,u (dalam Kartono, 2013) disiplin memiliki fungsi dalam kehidupan yaitu:

2.1.3.2.1 Untuk Proses Belajar Mengajar

Belajar tentang disiplin dalam proses pembelajaran akan membuat siswa mengetahui manfaat dan pentingnya memiliki sikap disiplin dan juga dalam pelaksanaannya. Setelah siswa mengetahui pentingnya memiliki sikap disiplin selanjutnya siswa akan mengetahui kerugian dan keuntungan yang mereka akan peroleh dari perbuatan mereka pada saat mengikuti pembelajaran di kelas. Hasil proses belajar mengajar akan baik dan berkualitas jika semua siswa sudah mengetahui pentingnya sikap disiplin.

2.1.3.2.2 Melatih Siswa dalam Hidup Bermasyarakat

Belajar tentang materi disiplin akan mengajarkan kepada siswa bahwa dirinya harus selalu bersikap disiplin di sekolah. Latihan disiplin di kelas membantu anak untuk sada bahwa kita harus melaksanakan aturan yang berlaku di


(40)

lingkungan sekolah. Selain itu juga dapat memberikan manfaat pada siswa tentang berlatih untuk menaati segala aturan yang ada di lingkungan tempat anak berada. 2.1.3.2.3 Mendidik dan Melatih Siswa untuk Mengatur Waktu

Belajar disiplin dalam proses belajar mengajar membuat anak mengetahui dan memahami aturan-aturan yang ada disekolah. Misalnya diwajibkan datang jam 6.45 atau 15 menit sebelum bel masuk dengan adanya peraturan tersebut anak terdorong untuk bersikap disiplin dan berlatih mengatur waktu. Disiplin mengajari siswa untuk mampu mengatur waktu sendiri dan juga siswa harus berlatih agar masuk kelas 15 menit sebelum bel masuk.

2.1.3.2.4 Untuk Penanaman Rasa Hormat

Belajar materi kedisiplinan disekolah membuat siswa akan memahami abhwa aturan yang ada di kelas harus dipatuhi atau dilaksanakan dengan baik. Sehingga siswa dapat mengetahui bahwa sikap ramai di kelas itu merupakan perbuatan yang kurang baik. Menyadari sikap ramai merugikan diri sendiri dan orang lain juga nantinya akan timbul rasa saling menghormati antar siswa.

2.1.3.3 Faktor dalam Kedisiplinan

Tidak semua orang mampu menerapkan kedisiplinan diri dengan baik meskipun sudah berusaha dengan membuat perencanaan, hal tersebut terjadi karena dua faktor yaitu faktor intern yang berasal dari dalam dan ekstern yang berasal dari luar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan seseorang menurut Syah (dalam Kartono, 2013) adalah:


(41)

2.1.3.3.1 Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor intern meliputi rasa malas, kesehatan dan minat. Pada umumnya sifat malas adalah faktor utama dalam menjalankan nilai kedisiplinan, karena siswa dengan sengaja menunda-nunda pekerjaan yang ada sehingga menjadi menumpuk. Kesehatan merupakan faktor yang tak terduga saat menjalankan nilai kedisiplinan yang tidak diketahui kapan akan terjadi. Ketika kesehatan menurun maka akan sulit untuk melakukan aktivitas yang telah direncanakan. Minat, seseorang yang memiliki minat terhadap segala aktivitas cenderung akan menjalankan disiplin dengan baik.

2.1.3.3.2 Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ekstern meliputi peralatan dan lingkungan. Contohnya sesorang siswa memiliki peralatan sekolah yang lengkap cenderung memiliki jiwa disiplin yang tinggi dibandingkan siswa yang peralatannya kurang lengkap. Guru memegang peranan penting dalam membentuk kedisiplinan disekolah dan orang tua juga merupakan faktor penting untuk pengembangan nilai disiplin di rumah jika tidak ada dukungan yang seimbang dari guru maupun dari orangtua maka kedisiplinan akan sulit untuk ditanamkan.

2.1.3.4 Cara Menanamkan Disiplin

Cara menanamkan sikap disiplin menurut Haimowtz san Haimowitz, N (dalam Gunarsa, 2008) adalah (a). Teknik yang berorientasi pada kasih sayang


(42)

(love oriented technique). Teknik ini dikenal sebagai meyakinkan tanpa kekuasaan yaitu memberikan pujian pada siswa dan menjalankan sebab akibat suatu tingkah laku yang boleh atau tidak boleh dilakukan melalui penalaran anak dengan kasih sayang yang dapat dirasakan sehingga membuat anak memilki rasa tanggungjawab dan disiplin yang baik. (b). Teknik yang bersifat material ini adalan penanaman kedisiplinan yang menggunakan hadiah yang berwujud hukuman atau hukuman fisik. Teknik juga dikenal dengan “meyakinkan melalui kekuasaan” penanaman tingkah laku yang baru dan dilakukan dengan paksaan. Anak patuh karena memperoleh apa yang diingingkan atau takut akan hukuman. Jadi kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah cara menanamkan disiplin dalam proses belajar mengajar haruslah berdasarkan tahapan-tahapan agar anak sungguh bisa berkembang secara maksimal.

2.1.4 Paradigma Pedagogi Reflektif

2.1.4.1 Hakikat Paradigma Pedagogi Reflektif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata paradigma berarti kerangka berpikir/model dari teori ilmu pengetahuan. Dalam hal ini paradigma yang dimaksud adalah suatu pendekatan atau model pembelajaran. Pedagogi adalah suatu cara mendidik, mendampingi para peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangannya meliputi visi mengenai idealnya pribadi peserta didik menurut Subagya (2010). Menurut Subagya (2010) paradigma pedagogi reflektif adalah pola pikir dalam menumbuhkembangkan kepribadian peserta didik menjadi pribadi kristiani yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Jadi


(43)

kesimpulannya paradigma pedagogi reflektif adalah model atau metodologi yang menumbuh kembangkan siswa berdasarkan pandangan hidup dan visi pribadi ideal yaitu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

2.1.4.2 Langkah-langkah Paradigma Pedagogi Refelktif

Ada 5 langkah dalam model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif yaitu:

1. Konteks belajar

Nilai-nilai yang ingin dikembangkan , agar semua anggota komunitas, guru dan siswa menyadari bahwa yang menjadi landasan, pengembangan bukan aturan, perintah, atau sanksi-sanksi melainkan nilai-nilai kemanusiaan (Subagya, 2008).

2. Pengalaman

Pengalaman adalah bekerjasama dalam kelompok kecil sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang intensif, ramah dan sopan, penuh tenggang rasa dan akrab. Siswa diajak belajar sesuai dengan pengalaman yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari (Subagya, 2008)

3. Refleksi

Guru menfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu untuk melaksanakan refleksi. Siswa dapat diajak untuk diam dan hening untuk meresapi


(44)

aoa yang baru saja dilakukannya. Melalui refleksi, siswa meyakini makna nilai yang terkandung dalam pengalamannya (Subagya, 2008).

4. Aksi

Guru memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi agar siswa terbantu membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksinya. Dengan membangun niat dan berperilaku dari kemampuan sendiri siswa membentuk pribadi yang lebih baik (Subagya, 2008).

5. Evaluasi

Setelah pembelajaran, guru memberikan evaluasi atas kompetensinya dari sisi akademik. Ini adalah hal wajar dan merupakan keharusan. Evaluasi berguna untuk mengembangkan ranah akademik dan menyiapkan siswa menjadi kompeten di bidang studi yang di pelajarinya. (Subagya, 2008).


(45)

Peneliti juga menggambarkan tentang unsur-unsur yang ada dalam pelaksanaan paradigma pedagogi reflektif secara singkat adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif

JDDFH

2.1.4.3 Tujuan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif

T U J U A N Refleksi: Memperdalam pemahaman, Mencari makna kemanusiaan, kemasyarakatan. Menyadari motivasi, dorongan, keinginan. Pengalaman:

Mempelajari sendiri, latihan kegiatan sendiri (lawan ceramah). Tanggapan afektif terhadap yang dilakukan, latihan dari yang dipelajari.

Aksi:

Memutuskan untuk bersikap berniat, berbuat.Perbuatan konkrit.

Evaluasi:

Evaluasi ranah intelektual. Evaluasi perubahan pola pikir, sikap, perilaku siswa.


(46)

Menurut Subagya (2010:22) Paradigma adalah suatu pendekatan yang ditunjukkan kepada peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan pola pikir (paradigma = pola pikir) dalam menumbuh kembangkan kepribadian siswa menjadi pribadi yang kristian/ kemanusiaan (pedagogi reflektif-pendidikan kristiani/ kemanusiaan).

Tujuan pembelajaran paradigma pedagogi reflektif adalah menyatukan pengetahuan dan sikap peserta didik yang telah direfleksikan agar mampu melihat hubungan antara pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan terdorong melakukan sesuatu tindakan yang bermanfaat. Dengan demikian siswa diharapkan untuk mampu menjadi manusia bagi sesama, melayani dan peduli terhadap orang lain (Subagya, 2010).

Pembelajaran paradigma pedagogi reflektif tidak hanya ditujukan pada siswa, pembelajaran paradigma pedagogi reflektif juga ditunjukkan pada guru, agar guru membimbing siswa dan mendampingi perkembangan siswa dengan sungguh dan mengaitkan pengetahuan dan nilai moral agar siswa kelak menjadi manusia yang utuh (Subagya, 2010).

Karakter yang diharapkan dapat tumbuh dalam pribadi siswa dari pembelajaran paradigma pedagogi reflektif adalah pribadi yang memiliki karakter 3C, competence, conscience, compassion. Competence merupakan kemampuan menguasai pembelajaran secara utuh atau kemampuan kognitif. Contohnya saat siswa berpikir dalam memecahkan masalah dan juga saat menjawab pertanyaan. Conscience merupakan kemampuan afeksi yang melihat ketajaman hati nurani,


(47)

contohnya kesadaran siswa dalam mengikuti aturan yang berlaku dan telah disepakati. Compassion merupakan tindakan bela rasa, peduli pada sesama yang ditunjukkan setelah memahami makna dari pembelajaran tertentu (Harsanto, 2009). Contohnya adalah setelah belajar materi disiplin siswa dapat datang tepat waktu yaitu jam 06.45 atau 15 menit sebelum bel masuk berbunyi karena tahu bahwa terlambat akan mengganggu teman yang fokus belajar.

2.1.4.2.3 Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif

2.1.4.3.1 Kelebihan-kelebihan sekaligus keuntungan kita menerapkan paradigma pedagogi reflektif dalam proses pembelajaran disekolah, antara lain sebagai berikut:

2.1.4.3.1.1 Murah meriah

Dalam praktik pembelajaran PPR diintegrasikan dengan bidang studi yang diajarkan maka tidak memerlukan sarana atau prasarana khusus, kecuali yang dibutuhkan oleh bidang studi yang bersangkutan. Misalnya untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, saling menghargai yang diperlukan adalah pengalaman persaudaraan yang dapat dicapai melalui belajar kerjasama dengan kelompok yang kemudian direfleksikan menjadi sebuah aksi.

2.1.4.3.1.2 Segala Kurikulum

Paradigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan pada semua kurikulum bahkan pada kurikulum manapun. Paradigma ini tidak menuntut tambahan bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan yang khusus. Hal pokok


(48)

yang dibutuhkan adalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada. Pada kebanyakan studi PPR bahkan dapat dipakai untuk mempersiapkan pengajaran, memilih bahan untuk pekerjaan rumah, dan kegiatan-kegiatan pengajaran lain.

2.1.4.3.1.3 Cepat Terlihat Hasilnya

Melalui Paradigma Pedagogi Reflektif tanda-tanda siswa mulai berkembang kearah yang diharapkan cepat terlihat. Kenyataan ini dapat diamati di sekolah-sekolah yang sudah menerapkan PPR. Kalau sekolah sepakat menerapkan PPR dalam waktu satu tahun sudah terlihat jelas betapa siswa akrab satu sama lain, mau solider dan saling membantu. Pengelolaan kelas juga menjadi mudah, kenakalan berkurang, kebiasaan berkelahi hilang (Subagya, 2010)

2.1.5 Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan berasal dari dua kata yaitu pendidikan dan kewarganegaraan. Menurut UU no 20/2003 pasal 1 ayat 1 pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan secara snegaja dan sudah terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan kemampuan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperkukan dirinya, masyarakat dan negara. Kewarganegaraan berasal dari bahasa latin yaitu “civis” kemudian di Inggris disebut “civic” yang artinya warga negara/kewarganegaraan. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata


(49)

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Jadi Pendidikan Kewarganegaraan adalah ilmu yang mempelajari tentang pendidikan politik, pendidikan nilai moral, pendidikan hukum dan pendidikan bela negara yang tercakup dalam suatu mata pelajaran dan melatih dan membina siswa menjadi warga negara yang baik sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.

2.2 Hasil Penelitian yang relevan

Dewi (2011) Judul penelitiannya adalah penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan C3 peserta didik kelas II SD Maria Assumpta Klaten Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian ini adalah Paradigma Pedagogi Reflektif dapat meningkatkan competence, conscience, compassion pada peserta didik. Pada akhir siklus I C3 pada peserta didik meningkat, pada siklus II conscience dan compassion meningkat namun competence mengalami sedikit penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan skor akhir mata pelajaran Bahasa Indonesia sebesar 73 sebelum tindakan menjadi 83,1. Pada akhir siklus 1 menjadi 82,3 pada akhir siklus II. Pada mata pelajaran IPS sebelum tindakan 72, pada akhir siklus I menjadi 91,8 dan pada akhir siklus II 90,8.

Prasetyo (2013) judulnya adalah Pengaruh Konsep Diri dan Kedisiplinan Terhadap Prestasi Belajar Siswa Jurusan Teknik Audio Video Di SMK


(50)

Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Hasil penelitian adalah kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa jurusan teknik audio video di SMK Muhammadiyan 3 Yogyakarta. Dengan hasil penelitian terdapat pengaruh yang signifikan antara konsep diri dan kedisiplinan secara bersama terhadap prestasi belajar siswa kelas XI dan XII Jurusan Teknik Audio Video SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta, dibuktikan dengan nilai Fhitung < Ftabel (1,573 < 3,954).

Astri Nur (2010) judulnya adalah penerapan paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran Pkn untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai globalisasi kelas IV di SD K Ganjuran. Hasil penelitian adalah dengan menggunakan PPR ada peningkatan pada siklus 1 prosentasenya adalah 77,27 siswa menyadari adanya nilai globalisasi. Sedangkan rata-rata kesadaran siswa peningkatan nilai yang terjadi adalah 36,31 yang menjadi daya tarik manusia untuk mewujudkannya.


(51)

Gambar 2.2 Diagram Penelitian Paradigma Pedagogi Reflektif

PKn Kedisiplinan PPR

Astri Nur (2010) Judul penelitiannya adalah “Penerapan Paradigma

Pedagogi Reflektif

Pada Mata

Pelajaran Pkn Untuk

Meningkatkan Kesadaran Siswa Akan Nilai Globalisasi Kelas IV di SD K Ganjuran”.

Dewi (2011)

Judul penelitiannya adalah “Penerapan Paradigma

Pedagogi Reflektif dalam

pembelajaran tematik untuk meningkatkan competence,

conscience, dan compassion peserta didik kelas II SD Maria Assumpta Klaten”.

Andrie (2013) Judul penelitiannya adalah “ Pengaruh Konsep Diri dan Kedisiplinan

Terhadap Prestasi Belajar Siswa Jurusan Teknik Audio Video Di SMK

Muhammadiyah 3 Yogyakarta”.

Astrid Rosarina (2015)

Judul Penelitiannnya adalah “Peningkatan Sikap Kedisiplinan Dalam Pembelajaran Pkn Menggunakan Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif Bagi Siswa Kelas III di SD Kanisius Kintelan”.


(52)

Persamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Septiningsih dan Astri Nur dengan penelitian ini adalah dalam hal menerapkan jenis penelitian yaitu penelitian tindakan kelas (PTK) dan Dewi menggunakan model paradigma pedagogi reflektif yang diterapkan di kelas II. Septiningsih menggunakan mata pelajaran Pkn. Kesamaan lain pada Astri Nur adalah penggunaan model pedagogi reflektif pada pelajaran Pkn. Selain itupun penelitian ini memiliki perbedaan yaitu objek penelitian Dewi pada kelas II sedangkan Septiningsih dan Astri Nur pada kelas IV. Penerapan model pedagogi reflektif yang diterapkan Dewi adalah untuk pembelajaran tematik sedangkan Septiningsih dan Astri Nur pada pembelajaran Pkn.

Penelitian terdahulu menerapkan penelitian PTK untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai demokrasi. Penelitian ini dilakukan selama 2 siklus agar hasil yang diperoleh dapat lebih menggambarkan keadaan siswa. Jadi diharapkan penelitian PTK dengan penerapan paradigma pedagogi reflektif ini juga dapat meningkatkan nilai kedisiplinan siswa kelas III pada mata pelajaran PKn di SD Kanisius Kintelan.

2.3 Kerangka Berpikir

Peneliti mengamati peserta didik masih belum menaati peraturan ketika pembelajaran di kelas berlangsung, tidak bisa datang tepat waktu, dan mengumpulkan tugas tepat waktu. Permasalahan yang terjadi dikarenakan peserta didik belum mampu mengatur waktu dengan baik, selain itu masih ada beberapa faktor lagi salah satunya yaitu pemahaman tentang kedisiplinan. Salah satu


(53)

penyebabnya adalah pendidik kurang menerapkan pendidikan berbasis nilai pada model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif mata pelajaran Pkn yang berkaitan dengan materi kedisiplinan.

Pembelajaran pedagogi reflektif merupakan salah satu alternatif untuk memfasilitasi siswa dalam mencapai nilai kedisiplinan dan kebermaknaan pembelajaran, sehingga diharapkan mampu menumbuhkan sikap kemanusiaan, hati nurani dan bela rasa terhadap sesama dan lima langkah yang berkesinambungan yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi. Jika pembelajaran pedagogi reflektif (PPR) diterapkan pada pembelajaran Pkn kelas III di SD Kanisius Kintelan, maka akan berpengaruh terhadap nilai kemanusiaan berupa sikap kemanusiaan, hati nurani dan bela rasa terhadap sesama.

Sikap kedisiplinan siswa akan nilai yang terkandung dalam Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) diharapkan dapat meningkat setelah guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR). Sikap kedisiplinan bagi siswa sangat penting diajarkan sejak dini. Paradigma Pedagogi Reflektif membantu siswa dalam meningkatkan akan nilai yang ingin diajarkan melalui pengalaman yang dilanjutkan lewat refleksi dan kemudian diaplikasikan melalui aksi.

Sehingga tidak hanya menerima ilmu competence yaitu kemampuan kognitif yang bekembang, conscience yaitu kemampuan afeksi meliputi sikap semakin menyadari bahwa nilai kedisiplinan penting untuk diwujudkan dan


(54)

compassion keperdulian pada sesama dapat berkembang dengan baik serta menjadikan peserta didik dan manusia seutuhnya.

2.4 Hipotesis Tindakan

2.1.7.1 Penerapan model pembelajaran dengan menggunakan tahapan pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif dapat berjalan dengan baik pada mata pelajaran PKn melalui tahap-tahap konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi.

2.1.7.2 Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan sikap kedisiplinan kelas III SD Kanisius Kintelan.


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab metode penelitian akan diuraikan penjelasan tentang jenis penelitian, setting penelitian, rencana tindakan, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, teknik analisis data dan jadwal penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Masalah penelitian yang dikaji dengan masalah usaha perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Penelitian ini digunakan untuk meningkatkan sikap siswa akan sikap kedisiplinan pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yang akan dilaksanakan di SD Kanisius Kintelan kelas III pada semester 1 dengan menggunakan model paradigma pedagogi reflektif. Sebagai guru, peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang sering dilakukan oleh guru kelas dikelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan dengan tujuan agar hail belajar siswa dapat meningkat (Wiriaatmaja, 2005). Secara teknis penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif dan partisipatif. Penelitian kolaboratif ditandai dengan adanya kerja sama antara guru bidang studi dengan pihak peneliti. Jika ditinjau dari segi partisipatif, tim yang terdiri dari guru bidang studi dan peneliti ini akan


(56)

bekerjasama dalam melakukan evaluasi terhadap hasil temuan yang diperoleh melakukan revisi untuk pertemuan siklus berikutnya.

Peneliti menggunakan model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart dalam buku “Metode Penelitian Tindakan Kelas” karangan Wiraatmadja (66: 2005). Model penelitian ini terdiri atas adanya perencanaan akan mengandalkan penelitian, dan disertai dengan tindakan dan pengamatan saat penelitian, kemudian adanya refleksi dari semua kegiatan yang telah dilakukan dan merancang kembali apa yang akan direncanakan untuk tindakan selanjutnya. Pada model penelitian tindakan kelas ini pertama yang dilakukan adalah melakukan strategi bertanya untuk mendorong siswa untuk menjawab pertanyaannya sendiri. Semua kegiatan ini dilakukan pada tahap perencanaan (plan).

Pada kontak tindakan (act), mulai diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk mendorong mereka mengatakan apa yang mereka pahami, dan apa yang mereka minati. Pada kontak pengamatan (observe), pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban siswa dicatat atau direkam untuk melihat apa yang sedang terjadi. Pengamat juga membuat catatan. Dalam kontak refleksi (reflect) dalam kontrol kelas ini sedikit mengalami kendala sehingga tidak mencapai hasil yang baik dan perlu diperbaiki.

Pada siklus berikutnya, perencanaan direvisi dengan modifikasi dalam bentuk mengurangi pertanyaan-pertanyaan guru yang bersifat mengontrol siswa, agar strategi bertanya dapat berlangsung dengan baik. Pada tahap tindakan siklus 2 hal itu dilakukan. Peneliti juga melihat adanya kesamaan antara model dari


(57)

Kemmis dan Mc. Taggart dengan pembelajaran pedagogi reflektif yang melalui tahap konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi diharapkan dengan kesamaan ini akan sangat membantu meningkatkan sikap siswa akan nilai kedisiplinan.

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kemmis dan Mc Taggart 3.2 Setting Penelitian (Tempat, Subjek, Objek, Waktu)

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Dasar Kanisius Kintelan Yogyakarta.

3.2.2 Subjek

Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas III yang berjumlah 15 orang siswa 9 putra dan 6 siswa putri.

Rencana Tindakan

Pelaksanaan Tindakan dan

Observasi Refleksi

Rencana Tindakan

Refleksi Pelaksanaan Tindakan dan


(58)

3.2.3 Objek

Objek dari penelitian ini adalah Peningkatan Sikap Kedisiplinan Dalam Pembelajaran Pkn Menggunkaan Model Pembelajaran Pedagogi Reflektif Bagi Siswa Kelas III di SD Kanisius Kintelan tahun ajaran 2015/2016.

3.2.4 Waktu

Waktu penelitian akan dilaksanakan antara bulan Agustus sampai September pada tahun pelajaran 2015/2016.

3.3 Persiapan

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus pertama akan bekerja kelompok menggunakan media puzzle. Siklus kedua akan bekerja dalam kelompok menggunakan gambar dan juga membuat naskah drama pendek tentang kedisiplinan. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti harus melakukan beberapa persiapan agar penelitian berjalan dengan baik.

Pada tahap persiapan peneliti meminta izin kepada kepala sekolah SD Kanisius Kintelan agar proses penelitian yang dilaksanakan pada sekolah dasar dapat berjalan dengan lancar Kemudian peneliti mencari data siswa yang digunakan untuk mengetahui kondisi awal terhadap nilai disiplin yang siswa miliki. Data diperoleh dari penyebaran skala sikap dan didukung oleh observasi, serta wawancara. Peneliti kemudian mengkaji kompetensi dasar dan materi inti, kegiatan ini dilakukan agar terfokus pada bagian yang siswa rasa sulit untuk dipahami sehingga meningkatkan kualitas siswa. Setelah SK dan KD peneliti


(59)

menyusun rencana siklus, berupa kegiatan menentukan rencana tindakan kelas yang akan dilakukan meliputi membuat silabus, RPP, LKS, membuat soal dan kisi-kisinya, menyiapkan media dan sumber bahan pengajaran,

3.4 Rencana Tindakan Siklus

Setelah mengetahui kondisi kelas, maka dilakukanlah tindakan kelas. Kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan terbagi menjadi 3 kegiatan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal: pada kegiatan awal guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam, meminta siswa untuk memimpin doa, bertanya tentang kehadiran siswa, melakukan kegiatan apersepsi supaya siswa tertarik mengikuti pembelajaran serta menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Kegiatan inti: pada kegiatan inti guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan kepada siswa supaya siswa dapat belajar dengan baik. Kegiatan penutup: pada kegiatan penutup, guru dan siswa menyimpulkan materi pembelajaran setelah itu guru meminta siswa untuk membuat refleksi pada akhir pembelajaran. Guru juga memberikan soal evaluasi untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa dalam memahami materi pembelajaran.

3.4.1 Siklus I

Siklus pertama dilakukan setalah peneliti mengetahui sejaih mana sikap siswa akan nilai disiplin. Siklus pertama dilaksanakan pada dua kali pertemuan, tiap pertemuan berlangsung selama 2 JP. Satu JP sama dengan 35 menit.


(60)

3.4.1.1 Perencanaan

Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut: a) Memilih SK/KD pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan b) Menyusun silabus, RPP, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan

digunkan pada proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan c) Membuat soal evaluasi beserta kunci jawaban dan membuat pedoman

penilaian

d) Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan untuk proses pembelajaran di kelas.

3.4.1.2 Tindakan 3.4.1.2.1 Pertemuan 1 Kegiatan Pembelajaran:

 Guru mengucapkan salam “Selamat Pagi” kepada siswa.  Guru meminta salah satu siswa untuk memimpin berdoa  Guru menanyakan kepada siswa yang tidak hadir.  Guru menanyakan kabar siswa.

 Apersepsi yaitu guru menanyakan kepada siswa siapa saja sering terlambat.

 Guru memberikan motivasi dengan cara menampilkan beberapa gambar tentang kedisiplinan.


(61)

 Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

 Guru membagi kelompok sesuai dengan jumlah siswa.

Guru mengajukan pertanyaan dari gambar puzzle kedisiplinan  Guru menyampaikan materi pembelajaran tentang arti kedisiplinan.  Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas sebagai evaluasi.

 Guru membagikan kertas refleksi dan meminta siswa menjawab bagaimana perasaan mereka setela pembelajaran berlangsung.

 Guru mengajak siswa untuk membuat aturan yang berlaku di sekolah dan juga masyarakat.

 Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam.

3.4.1.2.2 Pertemuan 2 Kegiatan Pembelajaran:

 Guru mengucapkan salam “Selamat Pagi” kepada siswa.  Guru meminta salah satu siswa untuk memimpin berdoa  Guru menanyakan kepada siswa yang tidak hadir.  Guru menanyakan kabar siswa.

 Apersepsi yaitu guru bertanya kepada siswa “Siapa saja yang sudah pernah melaksanakan sikap disiplin di lingkungan sekitar”?

 Guru melakukan motivasi dengan cara menampilkan gambar-gambar sikap disiplin di rumah, sekolah dan lingkungan.


(62)

 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

 Guru bertanya jawab dengan siswa tentang contoh-contoh atau perilaku disiplin yang sudah pernah dilakukan.

 Guru meminta siswa mendiskusikan dalam kelompok serta mengelompokkan gambar-gambar contoh sikap kedisiplinan.

 Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi.

 Guru memberikan materi atau penguatan tentang sikap disiplin pada siswa.  Guru membagikan kertas refleksi dan meminta siswa menjawab

bagaimana perasaan mereka setelah pembelajaran berlangsung.  Guru mengajak siswa untuk membuat aturan yang ada di dalam kelas  Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam.

3.4.1.3 Observasi

Kegiatan observasi dilakukan pada proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Selama proses pembelajaran di kelas peneliti melihat, mendengarkan dan menganalisis dengan seksama serta mencatat hal-hal penting secara terinci mengenai keadaan siswa dalam pembelajaran, melakukan pengumpulan data dan menghitung persentase keberhasilan pembelajaran.

3.4.1.4 Refleksi

Peneliti melakukan refleksi berupa catatan hasil observasi. Hal ini dilakukan untuk mengethaui kelemahan peneliti dalam melaksanakan pembelajaran sebagai sebuah renungan agar dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dapat diperbaiki.


(63)

3.4.2 Siklus II

3.4.2.1 Perencanaan

Tahap perencanaan meliputi penyusunan kembali RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS) serta soal evaluasi yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, membuat kunci jawaban LKS dan soal evaluasi. Membuat pedoman penilaian yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Mempersiapkan kembali media yang diperlukan selama proses pembelajaran. 3.4.2.2 Tindakan

Kegiatan Belajar:

 Guru mengucapkan salam “Selamat Pagi” kepada siswa.

 Guru meminta salah satu siswa untuk memimpin doa sebelum melakukan kegiatan pembelajaran.

 Guru menanyakan kepada siswa yang tidak hadir.  Guru menanyakan kabar siswa.

 Apersepsi yaitu guru bertanya kepada siswa “Siapakah yang sudah pernah melaksanakan aturan yang ada di lingkungan sekitar?”

 Guru memberi motivasi yaitu dengan cara menampilkan gambar-gambar tentang sikap kedisiplinan dalam sekitar.

 Guru membagi siswa dalam kelompok sesuai jumlah siswa.  Guru mengajukan pertanyaan dari gambar tersebut.


(64)

 Guru bertanya jawab dengan siswa tentang ciri-ciri sikap disiplin.

 Guru meminta siswa mendiskusikan dengan kelompok tentang aturan yang berlaku dimasyarakat sekitar.

 Guru meminta siswa untuk menghafalkan drama pendek tentang sikap kedisiplinan

Guru meminta siswa untuk Roleplay di depan kelas bersama dengan kelompok

 Guru memberikan materi atau penguatan tentang sikap disiplin.

 Guru membagikan kertas refleksi dan meminta siswa menjawab bagaimana perasaan mereka setelah pembelajaran berlangsung.

 Guru mengajak siswa untuk membuat aturan yang ada di rumah  Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam.

3.4.2.3 Observasi

Kegiatan observasi dilakukan pada proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Selama proses pembelajaran berlangsung di kelas peneliti melihat, mendengarkan dan menganalisis dengan seksama hal-hal penting secara terinci mengenai keadaan siswa dalam pembelajaran, melakukan pengumpulan data dan menghitung keberhasilan pembelajaran.

3.4.2.4 Refleksi

Peneliti melakukan refleksi berupa membuat catatan hasil observasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan peneliti dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai sebuah renungan apakah perlu diadakan siklus tiga atau


(65)

tidak. Jika sudah mencapai indikator keberhasilan maka penelitian ini tidak perlu di lanjutkan lagi dan penelitian ini dinyatakan telah berhasi.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2010) teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, kuesioner,dan dokumentasi.

3.5.1 Observasi/Pengamatan

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memngamati setiap kejadian yang berlangsung dan juga mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diteliti dan diamati menurut Sanjaya (2011). Peneliti mengamati kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Sugiyono (2010) mengungkapkan bahwa dari segi instrumentasi yang digunakan yaitu observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur. Peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui sikap siswa akan nilai kedisiplinan. Pengamatan siswa dilakukan dengan mencatat semua kegiatan siswa selama pembelajaran di kelas yaitu dengan penerapan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif yang berkaitan dengan peningkatan sikap akan nilai kedisiplinan. Sedangkan pengamatan pada guru dilakukan dengan cara menganalisis dan mendeskripsikan langkah pembelajaran terkait dengan penerapan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif yang berkaitan dengan peningkatan sikap siswa akan nilai kedisiplinan.


(66)

3.5.2 Kuesioner Sikap Kedisiplinan

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab menurut Sugiyono (2011). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh responden (Sukmadinata,2011:219)

Bentuk angket dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang berisi sejumlah pernyataan-pernyataan dengan beberapa alternative jawaban yang disediakan (Margono, 2003:168). Pembuatan angket didasarkan pada indikator yang sudah sesuai dengan tujuan yang hendak peneliti capai. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, presepsi seseorang atau sekelompok orang (Sugiyono, 2011:136). Alternatif jawaban yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Alternatif jawaban terdapat pada skala Likert yaitu dari positif hingga negatif.

Tabel 3.2 Skala Likert

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 5 1

Setuju (S) 4 2


(67)

Sangat Tidak Setuju (STS)

1 5

Dalam penelitian ini peneliti sengaja untuk tidak memasukkan pilihan “Cukup” pada skala sikap. Hal ini untuk menghindari kecenderungan siswa menjawab “Cukup (C)” dibandingkan “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak setuju (TS)”, dan “Sangat tidak setuju (STS)”. Kuesioner dalam penelitian ini berisi 20 pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator sikap siswa akan nilai kedisiplinan. Pilihan jawaban “cukup/ragu-ragu” tidak digunakan dalam penelitian ini dengan alasan siswa memiliki kecenderungan untuk memilih alternatif jawaban “cukup/ragu-ragu” dari pada memilih alternatif jawaban lain (Masidjo, 2010).

3.5.3 Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab sepihak antara pewawancara (interviewer) dan yang diwawancari yang dilaksanakan sambil bertatap muka baik secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud memperoleh jawaban. Teknik wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur (Sanjaya:96). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur yaitu pertanyaan yang akan diajukan telah disiapkan oleh peneliti yang nantinya akan digunakan peneliti sebagai pedoman wawancara.

3.5.4 Dokumentasi

Peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa. “Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah


(68)

berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentu karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar patung, film dan lain-lain” (Sugiyono, 2010). Dokumentasi merupakan suatu cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku (Masidjo, 2010). Dalam penelitian ini digunakan dokumentasi dengan pengambilan dokumen berupa foto.

3.6 Instrumen Penelitian

Margono (2003) mengungkapkan bahwa instrument penelitian merupakan alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian. Menurut Sugiyono (2010) instrumen adalah akat ukur dalam penelitian. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur peningkatan sikap siswa akan nilai kedisiplinan dijabarkan sebagai berikut:

3.6.1 Lembar kuesioner

Penyusunan kuesioner dilakukan oleh peneliti berdasarkan indikator sikap dan kedisiplinan yang dipersiapkan oleh peneliti. Adapun kisi-kisi kuesioner dikembangkan menjadi 3 aspek. Kuesioner ini digunakan untuk mengukur ranah kognitif, afektif, dan konatif dalam hal kedisiplinan siswa selama proses pembelajaran. Kuesioner terdiri dari 20 item pernyataan yang terbagi menjadi 11 item positif dan 9 item negative. Kuesioner diisi oleh siswa sendiri dalam bentuk checklist pada kolom SS ( Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) pada setiap pertanyaan yang sesuai dengan kenyataan yang


(69)

ada pada siswa. Penggunaan kuesioner menggunakan skala likert dengan skor sebagai berikut:

Tabel 3.3

Pengukuran Kuesioner Item Positif dan Negatif

No. Kategori Skor Keterangan

1. Item positif

1 Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju

3 Cukup

4 Setuju

5 Sangat Setuju

2. Item negative

5 Sangat Tidak Setuju 4 Tidak Setuju

3 Cukup

2 Setuju

1 Sangat Setuju

Tabel 3.3 merupakan pengukuran kuesioner item positif dan negative menunjukkan penjabaran skor untuk item positif dan negatif. Penjabaran skor untuk item positif adalah skor 1 yang berarti bahwa responden tidak setuju pada pernyataan kuesioner. Skor 2 yang berarti bahwa responden tidak setuju pada pernyataan. Skor 3 yang berarti bahwa responden ragu-ragu pada pernyataan kuesioner. Skor 4 yang berarti bahwa responden setuju pada pernyataan


(1)

261

LAMPIRAN 14

Surat Ijin Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

262

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

263

LAMPIRAN 15

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

264

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

265

LAMPIRAN 16

Daftar Riwayat Hidup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

266

Astrid Rosarina Herera Budiyanti anak pertama dan

satu-satunya dari pasangan Bapak Agustinus Sumantri dan Ibu Suyanti. Lahir di Kulon Progo 23 Oktober 1995. Pendidikan awal adalah SD Negeri Balong 2. Kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Girimulyo. Penulis selanjutnya melanjutkan pendidikan sekolah di SMA Katolik Pendowo dan lulus pada tahun 2012. Penulis masuk ke Universitas Sanata Dharma Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Selama menempuh pendidikan sudah banyak kegiatan dan organisasi yang telah diikuti penulis. Saat SMP dan SMA penulis aktif dalam kegiatan Osis, pramuka dan paduan suara. Pada saat masuk perguruan tinggi penulis aktif mengikuti kegiatan di kampus dalam berbagai macam organisasi kepanitiaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR).

0 3 29

Pengembangan modul pelajaran IPA kelas III berbasis paradigma pedagogi reflektif di SD Kanisius Kalasan.

1 1 104

Peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKn menggunakan model paradigma pedagogi reflektif bagi siswa kelas III SDN Kledokan.

3 41 229

Peningkatan sikap kedisiplinan pada pembelajaran PKn menggunakan model paradigma pedagogi reflektif bagi siswa kelas III Di SD Kanisius Kadirojo tahun ajaran 2015/2016.

2 9 230

Peningkatan sikap kedisiplinan dalam pembelajaran PKN dengan model paradigma pedagogi reflektif pada kelas III SDN Nanggulan.

10 106 192

Pengaruh model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam mata pelajaran PKn terhadap kesadaran siswa akan nilai demokrasi di SD Kanisius Wirobrajan.

0 0 242

Implementasi paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran siswa kelas IVB SD Kanisius Sorowajan semester genap tahun pelajaran 2010/2011.

2 18 118

Pembentukan karakter siswa kelas V SD dalam pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) di SD Kanisius Wirobrajan 1 Yogyakarta.

0 1 17

Pengaruh model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam mata pelajaran PKn terhadap kesadaran siswa akan nilai demokrasi di SD Kanisius Wirobrajan

0 0 240

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) DALAM MATA PELAJARAN PKn TERHADAP KESADARAN SISWA AKAN NILAI GLOBALISASI DI SD KANISIUS SENGKAN

0 1 173